Penentuan Titik Nyala Dan Titik Bakar
Penentuan Titik Nyala Dan Titik Bakar
52
53
maka semakin tinggi API-nya, berarti minyak tergolong minyak ringan, maka
jumlah C1–C4 semakin banyak, dengan semakin banyak gas, semakin rendah
titik nyala dan titik bakarnya, maka akan semakin mudah terbakar produk
petroleum yang akan diproduksi.
Minyak bumi yang memiliki flash point (titik nyala) terendah akan
membahayakan, karena minyak tersebut mudah terbakar, apabila minyak
tersebut memiliki titik nyala tinggi juga kurang baik, karena akan susah
mengalami pembakaran. Jika ditinjau dari segi keselamatan, maka minyak yang
baik mempunyai nilai flash point (titik nyala) yang tinggi karena tidak mudah
terbakar. Akan tetapi, jika ditinjau dari segi profit (keuntungan) minyak dengan
nilai flash point (titik nyala) yang rendah mempunyai nilai jual yang tinggi,
karena tidak mengandung residu atau lilin.
Flash point (titik nyala) ditentukan dengan jalan memanaskan sampel
dengan pemanasan yang tetap. Setelah tercapai suhu tertentu, nyala penguji atau
test flame diarahkan pada permukaan sampel. Test flame ini terus diarahkan pada
permukaan sampel secara bergantian sehingga mencapai atau terjadi semacam
ledakan karena adanya tekanan dan api yang terdapat pada test flame akan mati.
Inilah yang disebut flash point (titik nyala). Sedangkan, penentuan fire point
(titik bakar) ini sebagai kelanjutan dari flash point dimana apabila contoh akan
terbaka/menyala kurang lebih lima detik maka lihat suhunya sebagai fire point
(titik bakar).
Penentuan titik nyala tidak dapat dilakukan pada produk-produk yang
volatile seperti gasoline dan solvent-solvent ringan, karena mempunyai flash
point (titik nyala) di bawah temperatur atmosfer normal.
Flash point (titik nyala) dan fire point (titik bakar) juga berhubungan
dengan SG minyak mentah dan juga oAPI-nya. Semakin tinggi titik nyala (flash
point) dan titik bakar (fire point) dari suatu minyak mentah, maka minyak
tersebut tidak mudah terbakar (unflameable). Jika tidak mudah terbakar, berarti
54
2. Temperatur dari cairan di dalam bath harus berada pada temperatur lebih
rendah atau kurang dari 20 F dibawah perkiraan titik nyala dari sampel.
3. Mengisi mangkuk (test cup) dengan sampel hingga batas (kira-kira 50 ml) dan
membersihkan bila ada sampel yang membasahi dinding mangkuk, memasang
penutup (lid) yang telah diberi thermometer ke dalam bath.
4. Menyalakan test flame, mengatur nyala pada test flame sehingga mencapai
ukuran sebesar bead yang terdapat pada penutup, mengatur pula kenaikan
temperatur sebesar 1 derajat setiap 30–60 detik.
5. Jika temperatur sampel di dalam mangkuk 10 F di bawah titik nyala yang
diperkirakan, menyulutkan test flame ke dalam mangkuk sampel dengan
memutar peralatan pada penutup mangkuk. Mengulangi cara ini setiap
kenaikan 1, sehingga menyusutkan test flame menyebabkan uap mangkuk
sampel menyala, mencatat temperatur saat sampel menyala.
6. Untuk menentukan titik bakar, lanjutkan pemanasan dengan perlahan-lahan,
dengan kenaikan kurang lebih 10 F setiap menit, melanjutkan penyulutan
dengan test flame setiap kenaikan 5 F hingga sampel menyala atau menyala 5
detik, mencatat temperatur tersebut sebagai titik bakar.
7. Lakukan koreksi jika terdapat tekanan barometer lebih kecil dari pada tabel di
bawah ini :
Tabel 6.1 Koreksi Tekanan Barometer
Koreksi
Tekanan Barometer (mm Hg)
F C
751–835 5 2,8
634–550 10 5,5
58
6.5.2 Perhitungan
1. Sampel Umum
9 o
1. Titik Nyala (80,3oC) x80,3 32
o
=
5
= 176,54oF
9 o
x94,8 32
o
2. Titik Bakar (94,8oC) =
5
= 202,64oF
2. Sampel Kelompok
9 o
x74,8 32
o
1. Titik Nyala (74,8oC) =
5
= 166,64 oF
9 o
x90,5 32
o
2. Titik Bakar (90,5oC) =
5
= 194,9 oF
Tabel 6.3 Titik Nyala dan Titik Bakar dari Data Tiap Kelompok
6.6 Pembahasan
Titik nyala dapat diamati apabila dilakukan penyulutan, sampel akan
menyala beberapa saat saja. Sedangkan titik bakar terjadi bila nyala yang
dihasilkan lebih lama dari titik nyala (minimal/kira-kira berlangsung selama 5
detik) sampai bahan bakar benar–benar habis. titik nyala dan titik bakar
berbanding lurus dengan viskositas dan specific gravity dan berbanding terbalik
dengan 0API. Apabila specific gravity suatu minyak mentah tinggi, 0API semakin
kecil (tergolong ke dalam minyak berat) dan viskositasnya juga semakin besar,
sehingga titik nyala dan titik bakarnya pun semakin besar, dikarenakan semakin
banyaknya padatan yang terkandung di dalam minyak mentah tersebut. Untuk
minyak bumi sendiri yang mudah terbakar adalah minyak ringan karena
komponen penyusunnya yang dominan gas. Penentuan titik nyala dan titik bakar
tergantung dari komposisi crude oil yang diproduksi. Semakin ringan minyak
yang diproduksi, maka titik didihnya semakin tinggi demikian juga titik nyala dan
titik bakarnya, karena lebih banyak mengandung gas sehingga mudah terbakar.
Dalam percobaan kali ini, temperatur flash point (titik nyala) sebesar
74,8oC = 166,64 oF sedangkan untuk fire point (titik bakar) didapat sebesar
90,5oC = 194,9 oF. Untuk percobaan penentuan flash point (titik nyala) dan fire
point (titik bakar), praktikan melakukan pengetesan tentang titik nyala dan titik
bakar pada sampel minyak yang telah disediakan. Dimana sampel minyak mentah
dimasukkan ke dalam test cup dan air ke dalam bath kemudian dipanasi. Setelah
beberapa menit dipanasi, kita dapat mengamati terjadinya flash point (titik nyala)
dan fire point (titik bakar).
Flash point (titik nyala) dapat kita amati apabila dilakukan penyulutan,
sampel akan menyala beberapa saat saja. Sedangkan fire point (titik bakar) terjadi
bila nyala yang dihasilkan lebih lama dari flash point (minimal/kira-kira
berlangsung selama 5 detik).
Penentuan titik nyala dan titik bakar tergantung dari komposisi minyak
yang bersangkutan. Semakin berat minyak maka titik didihnya semakin tinggi
60
demikian juga titik nyala dan titik bakar. Penentuan titik nyala dan titik bakar dari
minyak mentah ini sangat penting dalam mengantisipasi timbulnya kebakaran
pada peralatan produksi, karena temperatur minyak terlalu tinggi yang biasanya
terjadi akibat adanya gesekan antara minyak dengan flowline, sehingga kita dapat
melakukan pencegahan lebih dini.
Dari analisa dan perhitungan di atas juga disertakan data dari tiap
kelompok, kemudian diplotkan ke dalam suatu grafik seperti di bawah ini :
Grafik 6.1 Penentuan Titik Nyala dan Titik Bakar Dari Data Tiap Kelompok
200
Temperatur
150
100
50
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Kelompok
Jika kita perhatikan grafik di atas, nilai dari titik bakar lebih besar dari
pada titik nyala. Pada data kelompok 1 & 2, titik nyala sama dengan 172,04 0F
dan titik bakar sama dengan 200,48 0F. Pada data kelompok 3 & 4, titik nyala
sama dengan 169,16 0F dan titik bakar sama dengan 198,86 0F. Pada data
kelompok 5 & 6, titik nyala sama dengan 166,64 0F dan titik bakar sama dengan
194,9 0F. Dari data di atas, kelompok 1 & 2 memiliki titik nyala dan titik bakar
yang paling besar dibandingkan dengan kelompok yang lain sehingga nilai SG
61
tinggi dan 0API-nya kecil, maka tergolong minyak berat dan tidak baik untuk
diproduksi karena banyak mengandung residu dan lilin yang akan menghambat
laju produksi apabila diproduksikan karena minyak tersebut akan cepat
mengkristal apabila adanya perubahan tekanan dan temperatur. Sedangkan
kelompok 5 & 6 memiliki titik nyala dan titik bakar terendah, sehingga nilai SG
rendah, dan 0API-nya besar maka tergolong minyak ringan dan sangat baik untuk
diproduksi karena tidak mengandung residu dan lilin melainkan partikel ringan
dan gas.
6.7 Kesimpulan
1. Semakin tinggi titik nyala (flash point) dan titik bakar (fire point) maka minyak
semakin tidak mudah terbakar (unflameable).
2. Semakin tinggi titik nyala (flash point) maka semakin tinggi juga titik bakar
(fire point). Sehingga dapat disimpulkan bahwa titik nyala (flash point) itu
berbanding lurus terhadap titik bakar (fire point).
3. Semakin tidak mudah terbakar (unflameable) maka minyak tersebut memiliki
fraksi-fraksi berat di dalamnya. Sehingga bisa dikatakan minyak tersebut
mempunyai SG yang tinggi dan atau oAPI yang rendah.
4. Di dunia perminyakan dan di suatu perusahaan lebih cenderung memilih titik
nyala tinggi, hal ini dikarenakan pencegahan terjadinya kebakaran meskipun
pada titik nyala rendah, harga jual minyaknya lebih tinggi.
5. Penentuan titik nyala dan titik bakar tergantung dari komposisi minyak itu
sendiri.
6. Apabila titik nyala dan titik bakar tinggi, maka SG-nya tinggi dan 0API kecil,
sehingga tergolong minyak berat, dan sebaliknya apabila titik nyala dan titik
bakar rendah, maka SG-nya rendah dan 0API besar, sehingga tergolong minyak
ringan.