Anda di halaman 1dari 20

NO JUDUL METODE HASIL KEKURANGA

1 (Rian Trikomara I, Mardani Perkembangan bangunan meningkat seiring dengan perkembangan kota. Bangunan ini memiliki potensi Berdasarkan permasalahan,
Sebayang, 2012) besar dan risiko bahaya kebakaran. api dapat menyebabkan kematian, kehilangan harta benda, dan segala tujuan, dan hasil penelitian
sesuatu di gedung dan lingkungan. Keamanan merupakan suatu keharusan dalam sebuah bangunan. tentang analisis
Pemeriksaan pencegahan kebakaran pada bangunan penting untuk menentukan tingkat keandalannya. keandalan sistem proteksi
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas dan untuk menentukan keandalan bangunan kebakaran yang memenuhi
sistem perlindungan kebakaran, objek penelitian ini adalah bangunan utama Kantor Bupati Indragiri Hilir standar pada gedung utama
berdasarkan peraturan dan standar sistem perlindungan kebakaran di Indonesia. Variabel mengidentifikasi Kantor Bupati Indragiri Hilir
tapak, fitur penyelamatan, sistem perlindungan aktif sistem dan sistem perlindungan pasif. Penilaian sistem ini maka dapat ditarik
perlindungan kebakaran dilakukan dengan check-list dari survei langsung bangunan. Hasil penelitian ini kesimpulan sebagai berikut:
adalah tingkat keandalan sistem proteksi kebakaran pada bangunan dengan penilaian tapak tapak 1. Pada gedung utama Kantor
21,25%, sistem kendaraan keselamatan 18,65%, sistem perlindungan aktif 19,82% dan sistem perlindungan Bupati Indragiri Hilir
pasif 19,34%. Tingkat keandalan untuk sistem proteksi kebakaran di kantor pusat Bupati Indragiri Hilir sudah perlengkapan sistem proteksi
cukup dan persentasenya adalah 79,07%. kebakaran seperti
kelengkapan tapak, sarana
Kata kunci: keselamatan kebakaran, perlindungan kebakaran, keandalan, tapak, fitur penyelamatan, sistem
penyelamatan, sistem proteksi
perlindungan aktif, sistem perlindungan pasif.
aktif,
sistem proteksi pasif sebagian
besar telah tersedia.
2. Kondisi komponen
proteksi kebakaran dari hasil
pemeriksaan keselamatan
kebakaran bangunan gedung
yang yang dilakukan dengan
metoda observasi pada
gedung utama kantor Bupati
Indragiri Hilir secara
keseluruhan cukup baik,
walaupun
ada beberapa komponen yang
masih kurang.
3. Nilai tingkat keandalan
keselamatan sistem proteksi
kebakaran yaitu sebesar
79,07%,
yang artinya dalam kondisi
cukup. Untuk dapat dikatakan
baik maka perlu
melengkapi komponen yang
belum lengkap serta
dilakukan pemerikasaan,
perbaikan
dan pemeliharaan terhadap
komponen sistem proteksi
kebakaran secara berkala.
2 (Menya & Akumu, 2016) Pemerintah Kabupaten Nairobi menghadapi segudang tantangan kapasitas yang menghambat manajemen
bencana kebakaran di Kota. Ini semakin diperparah oleh kurangnya kerangka hukum dan kelembagaan yang
komprehensif untuk manajemen bencana di Kenya. Sementara Pemerintah Kabupaten meminta bantuan
dari organisasi publik, swasta dan masyarakat sipil lainnya, pendekatan yang digunakan lebih condong ke
arah koordinasi antarlembaga daripada pendekatan kolaboratif. Makalah ini membahas konsep kolaborasi
dan penerapannya secara keseluruhan dalam manajemen bencana. Ini memberikan gambaran tentang
situasi Kenya sehubungan dengan manajemen bencana kebakaran di Nairobi. Makalah ini menunjukkan
bahwa Pemerintah Kabupaten, pemerintah Kabupaten tidak memiliki kerangka kerja untuk kerja sama
antarlembaga sehingga operasi penanggulangan kebakaran melibatkan koordinasi berbagai instansi baik
oleh pemerintah Kabupaten atau Pusat Operasi Bencana Nasional. Ini berarti bahwa interaksi antara agen-
agen yang terlibat adalah interaksi yang dimobilisasi secara formal karena beberapa bantuan diperlukan
untuk respons bencana kebakaran daripada pendekatan pengambilan keputusan bersama di mana
kekuasaan dibagi dan semua lembaga mengambil tanggung jawab bersama. Makalah ini menyimpulkan
bahwa mengingat kapasitas pemerintah kabupaten yang tidak memadai untuk manajemen bencana
kebakaran, ada kebutuhan untuk merangkul kolaborasi antar-lembaga untuk meningkatkan manajemen
bencana kebakaran di kota. Karenanya, rekomendasi ini merekomendasikan formulasi dan adopsi kebijakan
penanggulangan bencana kebakaran; perumusan dan implementasi peraturan penanggulangan bencana
kebakaran; membina kemitraan dengan sektor swasta melalui PublicPrivate Partnerships (PPPs); dan
pengembangan program / rencana manajemen kebakaran antarlembaga, sebagai saran untuk menambah
kolaborasi antarlembaga untuk manajemen bencana kebakaran.
& 2016 Universitas Zhejiang dan Asosiasi Manajemen Perkotaan Cina. Produksi dan
hosting oleh Elsevier B.V. Ini adalah artikel akses terbuka di bawah lisensi CC BY-NC-ND
3 (Muhammad, Ahmad, & Baik, Bencana kebakaran adalah bencana buatan manusia, yang menyebabkan kerusakan ekologis, sosial, dan
2017) ekonomi. Untuk meminimalkan kerugian ini, deteksi dini kebakaran dan respons otonom penting dan
bermanfaat bagi sistem manajemen bencana. Oleh karena itu, dalam artikel ini, kami mengusulkan kerangka
kerja deteksi kebakaran awal menggunakan jaringan saraf convolutional yang disesuaikan untuk kamera
pengintai CCTV, yang dapat mendeteksi kebakaran di berbagai lingkungan di dalam dan luar ruangan. Untuk
memastikan respons otonom, kami mengusulkan mekanisme prioritas adaptif untuk kamera dalam sistem
pengawasan. Akhirnya, kami mengusulkan algoritma pemilihan saluran dinamis untuk kamera berdasarkan
jaringan radio kognitif, memastikan penyebaran data yang andal. Hasil eksperimental memverifikasi akurasi
yang lebih tinggi dari skema deteksi kebakaran kami dibandingkan dengan metode canggih dan memvalidasi
penerapan kerangka kerja kami untuk manajemen bencana kebakaran yang efektif
Kata kunci
Pembelajaran mesinKlasifikasi gambar Visi pembelajaran Pembelajaran mendalam Jaringan pengawasan
Deteksi kebakaran Manajemen bencana
4 Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi persepsi kompetensi perawat di Hong Kong
yang diperlukan untuk keperawatan bencana. Wawancara kelompok terarah dan inkuiri tertulis diadopsi
untuk mengumpulkan kompetensi yang dibutuhkan perawat untuk perawatan bencana. Sebanyak 15
perawat diwawancarai dan 30 perawat menyelesaikan pertanyaan tertulis tentang kompetensi yang mereka
anggap terkait dengan keperawatan bencana. Kerangka kerja kompetensi keperawatan bencana Dewan
Internasional untuk Perawat (ICN), terdiri dari empat tema dan sepuluh domain, digunakan untuk
mentabulasikan kompetensi yang dirasakan untuk keperawatan bencana yang dilaporkan oleh perawat.
Kompetensi yang disyaratkan yang paling banyak disebutkan berkaitan dengan respons bencana; dengan
kompetensi etika dan hukum untuk keperawatan bencana sebagian besar diabaikan oleh perawat di Hong
Kong. Dengan kerumitan sifat bencana, kompetensi khusus diperlukan jika perawat ingin menghadapi
kejadian buruk di komunitas mereka. Persepsi kompetensi perawat tentang bencana yang dilaporkan oleh
perawat sangat tidak memadai, menunjukkan perlunya mengembangkan kurikulum komprehensif untuk
kesehatan masyarakat. Pembentukan satu set kompetensi inti keperawatan bencana yang dibuat khusus
untuk komunitas yang mereka layani adalah langkah pertama dalam mempersiapkan perawat untuk
menghadapi situasi bencana bagi kesehatan masyarakat.
Kata kunci: kompetensi; keperawatan bencana; kurikulum keperawatan bencana
5 (Azeem & Waheed, 2014) Langkah pertama untuk membuat rencana bencana untuk fasilitas kawasan perkotaan, (seperti perusahaan
atau industri), adalah mengidentifikasi dan mengurangi kondisi yang mungkin menyebabkan bencana.
Karachi adalah salah satu kota besar Pakistan, memiliki 18 kota besar yang tidak direncanakan dan wilayah
konflik internal yang dihasilkan karena ketidakstabilan dan pengaruh politik terlibat. Sayangnya tidak ada
studi komprehensif atau data statistik yang tersedia tentang rencana darurat pencegahan kebakaran dan
rencana manajemen bencana untuk daerah komersial Karachi. Menggunakan studi kasus pabrik kota Baldia,
Karachi, makalah ini memberikan pendekatan untuk memahami kesalahan sistem dan pentingnya
pengembangan rencana manajemen bencana untuk unit industri. Ini merekomendasikan koordinasi antara
berbagai fasilitas infrastruktur dan agen Penyelamatan serta pemerintah
institusi.
6 (Mahoney et al., 2003) Latar Belakang: Pada tanggal 20 Februari 2003, kebakaran di kelab malam menyebabkan banyak korban
jiwa, dengan 215 korban memerlukan perawatan di rumah sakit daerah. Dalam laporan ini, kami
menggambarkan peristiwa, respons bedah di pusat trauma kami, dan pelajaran yang dipetik dalam
kesiapsiagaan bencana institusional.

Metode: Informasi mengenai kebakaran tersebut diperoleh dari media akses publik dan laporan pemerintah
dan rumah sakit negara bagian. Informasi pasien diperoleh melalui peninjauan registrasi trauma kami,
catatan pasien, dan kuesioner yang dikirim ke rumah sakit regional.

Hasil: Empat ratus tiga puluh sembilan pengunjung berada di gedung pada saat kebakaran, di antaranya 96
orang tewas di lokasi kejadian. Seratus orang akhirnya meninggal. Dua ratus lima belas pasien dievaluasi di
rumah sakit daerah: 64 di pusat trauma kami dan 151 di 15 fasilitas daerah lainnya. Tujuh puluh sembilan
pasien dirawat: 47 ke pusat kami dan 32 ke rumah sakit lain. Delapan pasien dipindahkan dari Rhode Island
Hospital (RIH) ke pusat trauma Tingkat I lainnya. Dua puluh delapan (60%) dari pasien yang dirawat di RIH
diintubasi untuk cedera inhalasi. Untuk pasien yang dirawat di RIH, tingkat total luka bakar permukaan tubuh
kurang dari 20% pada 33 pasien (70%), 21% hingga 40% pada 12 pasien (26%), dan lebih besar dari 40% pada
2 pasien (4 %). Usia rata-rata adalah 31 tahun (kisaran, 18-43 tahun). Latihan perencanaan bencana
sebelumnya memfasilitasi respons institusional cepat yang diarahkan oleh ahli bedah. Lantai trauma rumah
sakit, yang biasanya terdiri dari unit perawatan intensif trauma 10 tempat tidur (ICU), unit step-down 11
tempat tidur, dan lantai bedah medis 22 tempat tidur, dibersihkan dari pasien dan diubah menjadi ICU bakar
21 tempat tidur dan bangsal bakar akut 34 tempat tidur. Penduduk bedah dimobilisasi ke dalam tim yang
ditugaskan ke departemen darurat, ICU, dan lantai bedah. Selain trauma di rumah yang sudah ada, empat
anggota staf bedah dipanggil untuk membantu departemen gawat darurat dan membakar bangsal. Dua
kamar operasi menjadi ruang bakar khusus di mana 23 kasus dilakukan pada minggu pertama. Secara total,
43 prosedur operasi dan 9 trakeostomi samping tempat tidur dilakukan selama 8 minggu. Selama 4 minggu
pertama, 132 bronkoskopi dilakukan untuk tujuan diagnostik dan toilet paru. Tidak ada kematian.
Kesimpulan: Perencanaan bencana serta komitmen personel dan institusional menghasilkan respons yang
optimal terhadap beberapa insiden korban. Namun, pelajaran yang dipetik akan semakin meningkatkan
kesiapan untuk bencana di masa depan.
7 (Ressl et al., 2009) Sejak 1999, Komisi Nasional untuk Pengetahuan dan Penggunaan Keanekaragaman Hayati (CONABIO) di
Meksiko telah mengembangkan dan mengelola “Program operasional untuk pendeteksian hot-spot
menggunakan teknik penginderaan jauh”. Program ini menggunakan gambar dari MODerate Imaging
Spectroradiometer (MODIS) pada satelit Terra dan Aqua dan dari Radiometer Resolusi Sangat Tinggi Tingkat
Lanjut dari Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA-AVHRR), yang secara operasional diterima
melalui stasiun Pembacaan Langsung ( DR) di CONABIO. Hal ini memungkinkan pemantauan waktu kejadian
kebakaran di Meksiko dan Amerika Tengah. Selain deteksi kebakaran aktif, lokasi hot spot diklasifikasikan
sehubungan dengan jenis vegetasi, aksesibilitas, dan risiko terhadap Area Perlindungan Alam (NPA). Selain
deteksi cepat kebakaran, analisis lebih lanjut diperlukan karena efek yang cukup besar dari kebakaran hutan
terhadap keanekaragaman hayati dan kehidupan manusia. Penilaian dampak kebakaran ini sangat penting
untuk mendukung kebutuhan manajer sumber daya dan pembuat kebijakan untuk pemulihan kebakaran
dan tindakan restorasi yang memadai. CONABIO berupaya memenuhi persyaratan ini, menyediakan produk
penilaian pasca-kebakaran sebagai bagian dari sistem manajemen khususnya untuk pemetaan area terbakar
berbasis satelit. Makalah ini memberikan tinjauan umum tentang komponen utama sistem operasional dan
akan memberikan pandangan terhadap kegiatan di masa depan dan peningkatan sistem, terutama
pengembangan produk area terbakar. Fokus khusus juga akan ditempatkan pada kejadian kebakaran di
dalam NPA di Meksiko.
8 (Giglio, Csiszar, & Justice, [1] Kami menjelaskan produk kebakaran satelit multi-tahun global baru yang dirancang untuk memenuhi
2006) kebutuhan komunitas pemodelan global. Kami menggunakan kumpulan data baru untuk menganalisis
distribusi global pembakaran biomassa menggunakan lima metrik temporal berbeda yang berasal dari 5
tahun data satelit berkualitas tinggi yang diperoleh dengan Moderator Resolution Imaging
Spectroradiometer (MODIS), di satelit NASA Terra. Distribusi global kepadatan piksel api, bulan puncak,
panjang musim, dan periodisitas tahunan dijelaskan. Sebagai bagian dari analisis kami, kami menunjukkan,
untuk pertama kalinya, distribusi global kekuatan radiasi api (FRP), kuantitas penginderaan jarak jauh yang
relatif baru. Kami menemukan bahwa FRP rendah cenderung terkait dengan area pembakaran lahan
pertanian. Di daerah tropis dan sebagian besar subtropis, FRP rendah juga dikaitkan dengan daerah
berhutan lebat, sementara FRP yang lebih tinggi cenderung terjadi di daerah pembakaran padang rumput. Di
hutan boreal, tren ini terbalik, dengan FRP yang lebih tinggi terjadi di daerah-daerah dengan tutupan pohon
yang lebih besar. Kami selanjutnya menggabungkan 3 tahun pengamatan Terra dan Aqua MODIS untuk
menunjukkan bahwa siklus kebakaran diurnal yang kuat lazim di lintang tropis dan subtropis. Kami juga
mempertimbangkan konsistensi seri waktu kebakaran yang dicatat oleh dua instrumen MODIS, dan
menemukan bulan pembakaran puncak dan panjang musim kebakaran yang diamati oleh masing-masing
berada dalam persetujuan yang baik di sebagian besar wilayah. Namun, perbedaan signifikan sehubungan
dengan musim memang terjadi di beberapa daerah yang relatif kecil, dan paling menonjol di hutan hujan
tropis.
9 (Chuvieco & Kasischke, 2007) [1] Selama dekade terakhir, banyak penelitian telah dilakukan tentang pemanfaatan teknologi geospasial
canggih (penginderaan jauh dan sistem informasi geografis) dalam ilmu api dan disiplin manajemen
kebakaran. Kemajuan terbaru dalam teknologi ini adalah fokus dari lokakarya yang disponsori oleh kelompok
kepentingan khusus (SIG) EARSEL tentang kebakaran hutan (FF-SIG) dan tim Pengamatan Global Hutan dan
Tutupan Lahan Dinamika (GOFC-GOLD) tim pelaksana kebakaran. Di sini kami merangkum kerangka kerja
dan temuan-temuan utama dari makalah yang diajukan dari pertemuan ini dan disajikan dalam bagian
khusus ini. Makalah-makalah ini fokus pada kemajuan terbaru untuk pemantauan kebakaran aktif yang
hampir real-time, prediksi bahaya dan bahaya kebakaran, pemantauan kelembaban bahan bakar, pemetaan
jenis bahan bakar, dan penilaian pascabakar tentang dampak dari kebakaran.
10 (Luo, Hui, Miao, Liang, & Abstrak
Wells, n.d.) Api memainkan peran penting dalam atmosfer global dan siklus karbon dan nutrisi biosfer. Secara global,
ada distribusi dan dampak yang sangat berbeda antara kejadian kebakaran dan intensitas kebakaran.
Sangatlah penting untuk melakukan investigasi menyeluruh terhadap hubungan global antara kejadian
kebakaran dan intensitas kebakaran untuk prediksi dan manajemen kebakaran di masa depan. Dalam
penelitian ini, kami mengusulkan hipotesis intensitas kejadian api menengah (IFOI) untuk hubungan global
antara kejadian kebakaran dan intensitas kebakaran, menunjukkan bahwa kejadian kebakaran berubah
dengan intensitas api setelah hubungan berpunuk. Kami menguji hipotesis ini melalui data satelit dari
Januari 2001 hingga Desember 2013 pada skala global, dan di zona intensitas api kecil dan besar, masing-
masing. Selain itu, kejadian kebakaran dan hubungan intensitas api dikembangkan di antara berbagai jenis
vegetasi untuk mengungkapkan perubahan parameter dan kekuatan. Akhirnya, faktor lingkungan (termasuk
variabel iklim, hidrolik, biologis, dan antropogenik) yang mendasari kejadian kebakaran dan pola intensitas
dievaluasi untuk mekanisme yang mendasarinya. Hasilnya mendukung hipotesis IFOI kami dan menunjukkan
bahwa hubungan berpunuk didorong oleh berbagai penyebab di antara tipe vegetasi. Kejadian kebakaran
meningkat dengan intensitas api di zona intensitas api kecil karena pengurangan faktor-faktor yang
membatasi kejadian dan intensitas kebakaran. Di luar ambang batas intensitas api tertentu, kejadian
kebakaran terbatas, mungkin karena keterbatasan bahan bakar yang tersedia. Informasi yang dihasilkan
dalam penelitian ini dapat membantu untuk memahami variasi global dari kejadian kebakaran dan intensitas
api karena interaksi manusia-kebakaran-iklim-manusia dan memfasilitasi manajemen kebakaran di masa
depan.
11 (Amatulli, Joa, & Trombetti, [1] Masalah utama yang dihadapi saat menerapkan penginderaan jauh dan teknik sistem informasi geografis
2006) untuk penilaian risiko kebakaran adalah perlunya mengintegrasikan sumber data yang berbeda. Metode
yang diterapkan sejauh ini biasanya didasarkan pada teknik regresi atau pada koefisien yang mengandalkan
pengetahuan para ahli. Oleh karena itu manajer kebakaran mencari model statistik yang tidak bias yang
dapat menyoroti hubungan spasial multivariat antara variabel prediktor, menghasilkan output yang dapat
dimengerti yang mudah diakses oleh pengguna akhir. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kemampuan
analisis klasifikasi dan pohon regresi (CART) untuk menilai risiko kebakaran jangka panjang pada skala lokal.
Analisis CART adalah teknik statistik nonparametrik yang menghasilkan aturan keputusan dalam bentuk
pohon biner, untuk klasifikasi atau proses regresi. Area studi yang rentan kebakaran dipilih di sebelah
tenggara Italia. Titik nyala api, relatif terhadap periode 7 tahun (1997-2003), digunakan untuk mendapatkan
peta kejadian kebakaran melalui pendekatan kepadatan kernel. Peta yang dihasilkan kemudian digunakan
sebagai variabel respons input untuk analisis CART dengan variabel bahaya kebakaran digunakan sebagai
prediktor. Aturan yang disebabkan oleh proses regresi memungkinkan definisi tingkat risiko yang berbeda,
dinyatakan sebagai 30 unit manajemen, yang berguna untuk menghasilkan peta risiko kebakaran. Hasil dari
proses regresi (r = 0,77), kemampuan analisis CART untuk menyoroti hubungan hierarkis antara variabel-
variabel prediktor, dan peningkatan kemampuan interpretasi dari aturan-aturan regresi merupakan alat
yang mungkin berguna untuk mendekati masalah penilaian dan representasi risiko kebakaran
12 (Mirza Sanjaya1, 2015) Latar Belakang: RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II memiliki enam blok bangunan gedung. Masing-
masing blok gedung terdiri dari empat lantai. Kondisi bangunan dan kerentanan di dalamnya membuat RS ini
memiliki risiko tinggi akan terjadinya bencana kebakaran, sehingga diperlukan kesiapan sarana dan
prasarana penanggulangan bencana kebakaran. Metode: jenis penelitian kualitatif dengan rancangan studi
kasus. Subjek penelitian adalah pihak manajemen dan petugas rumah sakit. Objek penelitian yaitu kondisi
kesiapan sarana dan prasarana penanggulangan bencana kebakaran. Pengumpulan data dilakukan dengan
teknik wawancara dan observasi. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Hasil dan Pembahasan:
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II memiliki kelengkapan sarana dan prarasana penanggulangan
bencana yang sebagian besar telah sesuai dengan standar. Terdapat beberapa unsur yang perlu
ditingkatkan, seperti penambahan detektor asap dan APAR, pemerataan sprinkler, jalur evakuasi untuk
lantai atas, perbaikan jalur keluar darurat dan papan nama di titik berkumpul. Faktor pendukung yang
terdapat di RS ini adalah ketersediaan sarana dan prasarana maupun antusiasme SDM untuk memiliki
kemampuan penanggulangan bencana kebakaran. Faktor penghambatnya yaitu anggaran yang lebih
diarahkan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan. Kesimpulan: RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit
II telah memiliki kesiapan sarana dan prasarana penanggulangan bencana kebakaran, namun masih terdapat
beberapa unsur yang harus ditingkatkan agar sesuai standar. Kata Kunci: Sarana Prasarana, Penanggulangan
Kebakaran, Manajemen Bencana Rumah Sakit
13 (Zurimi, Kerja, Sakit, & Kepmenkes RI Nomor 1087/MENKES/SK/VIII/2010 Tentang Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Belakang, 2017) Rumah Sakit, bahwa salah satu program Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam pengembangan
manajemen tanggap darurat pada bangunan rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor
yang berhubungan dengan pelaksanaan tanggap darurat kebakaran di RSUD Kabupaten Jombang melalui
observasional dengan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara simple
random sampling didapatkan sampel sebanyak 54 orang. Cara pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan kuesioner, observasi dan pemeriksaan. Pengolahan data dilakukan dengan cara analisis
deskriptif dan korelasi dengan menggunakan chi-square test. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan
pengetahuan dengan identifikasi area dan tempat berbahaya kebakaran (0,015), ada hubungan dengan
pengetahuan dengan sosialisasi dan penerapan prosedur tanggap darurat (0,015), ada hubungan pelatihan
dengan identifikasi area dan tempat berbahaya kebakaran (0,000), ada hubungan antara pelatihan dengan
sosialisasi dan penerapan prosedur tanggap darurat (0,000). Pelaksanaan tanggap darurat kebakaran di
RSUD Kabupaten Jombang dapat berjalan dengan baik apabila semua elemen dari sistem tanggap darurat
dilaksanakan secara menyeluruh.
14 Dalam beberapa tahun terakhir, ada beberapa insiden kebakaran di sekolah menengah di Malaysia. Sebuah
studi yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan telah menemukan bahwa ada wabah api di 22 sekolah
dasar dan menengah dan di lembaga-lembaga pendidikan tinggi untuk tahun 1999 yang mengakibatkan
kerugian RM 534.400. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi kondisi keselamatan kebakaran di
perguruan tinggi perumahan di universitas lokal Malaysia. Pendekatan audit serta penggunaan kuesioner
diadopsi untuk mengumpulkan data primer untuk penelitian ini. Hasil audit menunjukkan bahwa kondisi
keselamatan kebakaran secara keseluruhan berada pada tingkat kepatuhan 76 persen. Hasil survei
menunjukkan bahwa hanya faktor predisposisi seperti pengetahuan, sikap dan kepercayaan yang memiliki
hubungan positif dengan perilaku keselamatan kebakaran dan gaya hidup (p <0,5). Survei mengidentifikasi
enam elemen penting untuk keselamatan kebakaran dan dalam urutan peringkat mereka adalah: keyakinan
akan pentingnya keselamatan kebakaran, persepsi tentang perlunya respon segera terhadap kejadian
kebakaran, pengetahuan tentang keselamatan kebakaran, sikap penghuni, pengaruh sosial, dan umpan balik
tentang masalah keamanan kebakaran
15 (Subramaniam, 2006) Dalam beberapa tahun terakhir, ada beberapa insiden kebakaran di sekolah menengah di Malaysia. Sebuah
studi yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan telah menemukan bahwa ada wabah api di 22 sekolah
dasar dan menengah dan di lembaga-lembaga pendidikan tinggi untuk tahun 1999 yang mengakibatkan
kerugian RM 534.400. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi kondisi keselamatan kebakaran di
perguruan tinggi perumahan di universitas lokal Malaysia. Pendekatan audit serta penggunaan kuesioner
diadopsi untuk mengumpulkan data primer untuk penelitian ini. Hasil audit menunjukkan bahwa kondisi
keselamatan kebakaran secara keseluruhan berada pada tingkat kepatuhan 76 persen. Hasil survei
menunjukkan bahwa hanya faktor predisposisi seperti pengetahuan, sikap dan kepercayaan yang memiliki
hubungan positif dengan perilaku keselamatan kebakaran dan gaya hidup (p <0,5). Survei mengidentifikasi
enam elemen penting untuk keselamatan kebakaran dan dalam urutan peringkat mereka adalah: keyakinan
akan pentingnya keselamatan kebakaran, persepsi tentang perlunya respon segera terhadap kejadian
kebakaran, pengetahuan tentang keselamatan kebakaran, sikap penghuni, pengaruh sosial, dan umpan balik
tentang masalah keamanan kebakaran
16 (Rafi & Wasiuddin, 2012) Tujuan
- Ada kekurangan infrastruktur yang akut untuk menangani bahaya kebakaran di kota-kota besar di Pakistan.
Akibatnya, bahaya kebakaran merupakan ancaman serius bagi kegiatan ekonomi dan sosial di kota-kota ini.
Sayangnya, skala ancaman ini tidak sepenuhnya diakui di Pakistan meskipun fakta bahwa insiden kebakaran
baru-baru ini di berbagai kota di Pakistan telah mengakibatkan banyak kerugian ekonomi dan jiwa. Tujuan
dari makalah ini adalah untuk mempresentasikan hasil survei yang dilakukan di salah satu kota terbesar di
Pakistan untuk menentukan sifat dan tingkat ancaman ini. Evaluasi kritis terhadap sumber daya yang
tersedia dengan Dinas Pemadam Kebakaran (FBD) untuk menangani bahaya kebakaran di kota
mengkonfirmasi kurangnya fasilitas infrastruktur dan pelatihan yang memadai. Model kerangka kerja
konseptual untuk manajemen risiko kebakaran diusulkan untuk mengurangi tingkat ancaman ini.

Desain / metodologi / pendekatan


- Studi ini didasarkan pada survei bangunan yang terkena kebakaran di Karachi (salah satu kota terbesar di
Pakistan) dan analisis sumber daya dan infrastruktur FBD yang tersedia. Sebanyak 13 situs dikunjungi dan
wawancara dilakukan. Stasiun pemadam kebakaran di kota dikunjungi dan inventarisasi sumber daya yang
tersedia disiapkan. Data insiden kebakaran dan kerugian manusia dan ekonomi dikumpulkan dan dianalisis.
Berdasarkan temuan, model kerangka kerja konseptual disarankan untuk manajemen risiko kebakaran di
kota.

Temuan
- Survei terhadap bangunan yang terkena api menunjukkan bahwa kelalaian, pelanggaran aturan bangunan,
ketidaktahuan tentang tindakan keselamatan, kecerobohan, dan kurangnya pelatihan adalah penyebab
utama dari insiden kebakaran. Kekurangan akut pada fasilitas dan infrastruktur untuk pemadaman
kebakaran telah dicatat. Mekanisme pencatatan data yang terkait dengan insiden kebakaran ternyata tidak
memadai.

Batasan / implikasi penelitian


- Makalah ini merupakan kontribusi kecil tetapi orisinal untuk mengidentifikasi potensi bahaya yang dihadapi
oleh bisnis dan masyarakat di kota. Ini adalah upaya pertama (sepengetahuan penulis terbaik) untuk
mengurangi dampak bahaya kebakaran.

Implikasi praktis
- Model yang disarankan dapat digunakan oleh pihak berwenang sebagai pedoman untuk mengurangi
bahaya kebakaran di negara tersebut.

Orisinalitas / nilai
- Makalah ini memberikan informasi berharga tentang insiden kebakaran dan kerugian manusia dan
ekonomi di Pakistan. Model yang disarankan dapat membantu mengurangi bahaya kebakaran di Pakistan.
17 (Bringula & Balahadia, 2018) ujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk melaporkan hasil analisis spasial dari 3.506 insiden kebakaran di kota
Manila dari 2011 hingga 2016.

Desain / metodologi / pendekatan


Analisis spatiotemporal dan statistik dilakukan untuk menentukan pola insiden kebakaran di kota Manila.

Temuan
Insiden kebakaran di Manila tidak menunjukkan pola apa pun dalam hal waktu, hari dalam seminggu atau
bulan dalam setahun. Namun, kejadian kebakaran memang menunjukkan pola dalam hal lokasi. Koneksi
listrik yang salah adalah penyebab utama kebakaran sepanjang tahun dan di 14 kota di Manila. Dengan
demikian, hipotesis nol yang menyatakan bahwa karakteristik spatiotemporal dari kasus-kasus kebakaran di
kota Manila tidak menunjukkan suatu pola sebagian ditolak.

Batasan / implikasi penelitian


Studi di masa depan dapat menyelidiki pengaruh pemeliharaan gedung, kontrol pemerintah, dan perilaku
memasak dan pembuangan rokok pada kejadian kebakaran. Disarankan agar penelitian ini direplikasi di
kota-kota lain di Metro Manila.

Implikasi praktis
Berdasarkan penyebab dan karakteristik spasial dari kebakaran, para pemangku kepentingan (mis.
Pemerintah, Biro Perlindungan Kebakaran, unit pemerintah daerah (LGU), masyarakat dan penduduk) dapat
diinformasikan tentang cara mencegah kebakaran. LGU dan lembaga pemerintah dapat memanfaatkan
temuan studi ini dalam mengembangkan program pencegahan kebakaran untuk kota dengan insiden
kebakaran tertinggi.

Orisinalitas / nilai
Temuan ini dapat berfungsi sebagai dasar untuk perumusan kebijakan dan sebagai referensi untuk alokasi
sumber daya pencegahan kebakaran dan untuk literatur tentang perencanaan strategis untuk pencegahan
kebakaran di Manila
18 (Sedlmeyer, Dwyer, tujuan
Sedlmeyer, & Dwyer, 2018) Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengeksplorasi strategi kepemimpinan petugas pemadam kebakaran
yang digunakan oleh pemimpin kantor pemadam kebakaran untuk mengelola biaya yang terkait dengan
operasi berbahaya.

Desain / metodologi / pendekatan


Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan desain studi
kasus. Para peserta dalam penelitian ini terdiri dari 13 petugas pemadam kebakaran yang dipilih secara acak
dari stasiun pemadam kebakaran di dalam area metropolitan utama yang berlokasi di AS yang memiliki
pengalaman operasi berbahaya selama lima tahun atau lebih. Selain wawancara, praktik di tempat kerja,
kebijakan dan prosedur yang terkait dengan operasi berbahaya dan manajemen biaya dianalisis.
Keterbatasan penelitian ini mencakup ukuran sampel, dan wilayah geografis, yang memengaruhi
kemampuan untuk menggeneralisasi hasil penelitian.

Temuan
Empat tema sentral muncul dari penelitian ini, yaitu, kepemimpinan pelayan, kemitraan, akuntabilitas dan
kepegawaian kreatif, yang merupakan strategi penting untuk mengelola biaya yang terkait dengan operasi
berbahaya. Temuan penelitian ini lebih lanjut menunjukkan petugas pemadam kebakaran harus
membedakan antara tindakan yang paling tepat untuk situasi apa pun untuk mencapai tujuan dan sasaran
pemadam kebakaran.

Implikasi praktis
Mengelola operasi berbahaya yang efektif biaya melalui strategi kepemimpinan yang baik mengurangi
cedera dan menyelamatkan nyawa, yang menghasilkan penghematan biaya dalam anggaran departemen
pemadam kebakaran, biaya tenaga kerja dan biaya perawatan kesehatan, yang selanjutnya dapat
mendukung pengalihan dana ke area-area kritis dari operasi kebakaran.
Orisinalitas / nilai
Nilai mengidentifikasi strategi kepemimpinan yang terkait dengan manajemen biaya operasi berbahaya
dapat mengurangi cedera, menyelamatkan nyawa dan memastikan alokasi anggaran yang memadai untuk
pemadam kebakaran. Implikasi sosial termasuk strategi kepemimpinan yang inovatif, yang memungkinkan
petugas pemadam kebakaran untuk mempromosikan perubahan sosial positif melalui penyelamatan nyawa
petugas pemadam kebakaran dan warga yang mereka layani.
19 (Yervi Hesna , Benny Hidayat, Fenomena dalam keselamatan kebakaran gedung di Indonesia memperlihatkan bahwa pihak pemilik atau
2009) pengelola gedung lebih bergantung kapada Dinas Pemadam Kebakaran. Padahal proses membesarnya
kebakaran sangat cepat sehingga pemadaman harus dilakukan secara cepat selagi kebakaran masih kecil.
Dan hal ini lebih mungkin dilakukan oleh pihak pemilik/ pengelola gedung atau pengguna gedung tersebut
dari pada harus menunggu PMK. Oleh karena itu penggunaan sebuah tool diharapkan dapat dijadikan
sebagai acuan persyaratan teknis yang diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemanfatan oleh
penyedia jasa dan pemilik/ pengelola bangunan gedung, serta pengendalian penyelenggaraan bangunan
gedung, melalui mekanisme perijinan, pemeriksaan dan enertiban oleh pemerintah untuk mewujudkan
bangunan gedung yang aman terhadap bahaya kebakaran. Percobaan ini dilakukan dengan cara
mengaplikasikan sebuah tool pemeriksaan keandalan bangunan terhadap bahaya kebakaran pada gedung-
gedung yang terletak di komplek RSUP DR. M. Djamil Padang berdasarkan komponen sistem keselamatan
bangunan (KSKB), yang terdiri dari kelengkapan tapak, sarana penyelamatan, sistem proteksi aktif dan
sistem proteksi pasif. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keandalan bangunan gedung
berupa Nilai Keandalan Sistem Keselamatan Bangunan (NKSKB) yang merupakan persentase total dari
penjumlahan persentase komponen sistem keselamatan bangunan (KSKB). Dari survei yang dilakukan
terhadap 27 bangunan, 25 diantaranya memiliki tingkat keandalan bangunan yang baik sedangkan 2
bangunan lainnya memiliki tingkat keandalan bangunan yang cukup.
20 (Arkan, 2014) Kebakaran merupakan salah satu bencana yang seringkali menyebabkan besarnya jumlah kerugian material
dan korban jiwa. Hal ini salah satunya disebabkan oleh kurangnya peralatan pendukung yang disediakan oleh
rumah susun. Terdapat dua macam sistem perlindungan bangunan terhadap bencana kebakaran yakni
sistem proteksi aktif dan pasif. Salah satu contoh sistem proteksi pasif adalah adanya sistem deteksi dini
terhadap gejala kebakaran. Adanya sistem deteksi ini sangat penting karena dapat menghindari proses
kebakaran yang lebih meluas baik bangunan rumah maupun harta benda. Perancangan sistem detektor
kebakaran ini menggunakan teknologi Wireless Sensor Network (WSN). Teknologi Wireless Sensor Network
(WSN) yang digunakan dengan memanfaatkan jaringan nirkabel Zigbee yang diatur dalam standar IEEE
802.15.4 sebagai komunikasi datanya. Salah satu kelebihan pada jaringan Zigbee ini adalah selain bebas
lisensi juga pada pengoperasiannya yang sangat mudah, bentuknya kecil dan membutuhkan daya yang
sangat rendah. Posisi Pada penerapanya perangkat keras zigbee dibagi menjadi beberapa bagian yaitu: 1
perangkat Coordinator pada Master Station (MS) dan 2 perangkat End Device pada masing-masing titik unit
(RTU). Sinyal RSSI pada zigbee dimanfaatkan untuk melihat besar kekuatan penerimaan sinyal pada
Coordinator sebagai pengumpul data. Nilai RSSI (-dBm) menjadi semakin kecil pada variasi jarak maksimal,
ini berarti kekuatan sinyal yang terjadi pada titik lompatan data semakin rendah. Komunikasi data berbasis
Zigbee untuk detektor kebakaran sudah dapat dibangun dengan baik pada model join a network yaitu antara
Coordinator – End Device pada jarak terjauh dalam ruangan (Indoor) 72,8 meter dengan kekuatan sinyal -
73,67dBm. Kata kunci : Sistem proteksi, aktif dan pasif, wireless sensor network, zigbee, detektor kebakaran.
21 (Arrazy, Sunarsih, & Latar Belakang : Rumah sakit (RS) berisiko tinggi menimbulkan korban jiwa saat terjadi kebakaran. Selain itu
Rahmiwati, 2014) juga terhadap gedung, proses kegiatan, dampak sosial dan image RS. Hal ini dikarenakan RS menyimpan
benda-benda mudah terbakar dengan sebagian besar penghuninya adalah pasien yang dalam kondisi tidak
mampu secara fisik sehingga memerlukan bantuan dalam evakuasi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
sistem manajemen keselamatan kebakaran di Rumah Sakit Dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas. Metode :
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Informan dalam penelitian ini terdiri dari delapan orang
informan dari Panitia Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (PK3RS) yang merupakan perwakilan
dari berbagai bidang di RS. Metode pengumpulan informasi melalui wawancara mendalam, Focus Group
Discussion (FGD), observasi dan telaah dokumen. Analisa yang digunakan adalah analisa isi dan data
disajikan dalam bentuk matriks dan narasi. Hasil Penelitian : Kebijakan manajemen telah disosialisasikan
kepada seluruh karyawan melalui pelatihan. Identifikasi sumber bahaya kebakaran belum terdokumentasi
dengan baik. Program pencegahan dan pengendalian kebakaran juga telah dijalankan. Organisasi telah
dibentuk Panitia keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana dengan uraian kerja yang jelas.
Pelatihan belum dilakukan secara rutin. Sarana proteksi kebakaran masih mengandalkan Alat Pemadam Api
Ringan (APAR). Proses inspeksi dan pemeliharaan telah dilakukan secara rutin. Upaya tanggap darurat
kebakaran dipersiapkan dengan membuat standar operasional prosedur (SOP) dan diagram khusus ketika
terjadi kebakaran. Sistem pelaporan belum JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT Jurnal Ilmu Kesehatan
Masyarakat 104 ● Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 5, Nomor 02 Juli 2014 dilakukan walau telah
memiliki prosedur dan format laporan. Audit kebakaran sudah dilakukan secara internal dan tidak rutin.
Kesimpulan : Sistem manajemen keselamatan kebakaran di Rumah Sakit telah terlaksana. Namun masih
perlu beberapa peningkatan pada sosialisasi kebijakan kepada pasien, pelatihan rutin, penambahan alat
proteksi, pencatatan dan pendokumentasian setiap kegiatan atau kejadian serta evaluasi manajemen. Kata
kunci : Sistem Manajemen, Pencegahan, Pengendalian dan Penanggulangan Kebakaran
22 (Zulfikar & Asfawi, 2015) ABSTRAK Latar Belakang: Kebakaran merupakan kecelakaan terbesar di dunia, Oleh karena itu, pencegahan
kebakaran merupakan peranan penting dalam mencegah terjadinya kebakaran di suatu bangunan.
Kebakaran juga sering terjadi pada instansi-instansi pemerintah seperti kantor dan rumah sakit. Metode:
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan observasional, yaitu penelitian yang
menggambarkan sistem proteksi kebakaran di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang. Informan peneliti
adalah orang-orang yang terlibat secara langsung dalam proses pengelolaan sarana proteksi aktif dan sarana
penyelamatan jiwa kebakaran. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeriksaan tingkat pemenuhan
sarana proteksi aktif di area RSUD Ungaran adalah baik artinya sesuai dengan persyaratan perundang-
undangan. Kemudian pemeriksaan tingkat pemenuhan sarana penyelamatan jiwa di area RSUD Ungaran
adalah cukup artinya sesuai dengan persyaratan perundangundangan. Kesimpulan:Perlu adanya peninjauan
ulang dari pihak RSUD Ungaran terhadap jumlah APAR yang tersedia disesuaikan dengan batas jarak antar
APAR yang satu dengan yang lainnya. Penambahan debit air hidran menjadi 380 liter/menit. Pemindahan
lahan parkir sehingga tempat area berkumpul dapat digunakan secara efektif. Sarana jalan keluar RSUD
Ungaran perlu ditambah dengan diberi lapisan kasar dengan bahan anti slip. Pintu darurat di RSUD Ungaran
perlu ditinjau ulang mengenai penggantian pintu darurat yang dapat menutup secara otomatis serta
dilengkapi dengan push bar system. Kata kunci: Kebakaran, sarana proteksi aktif, sarana penyelamatan jiwa
23 (Djaka Anugrah Hidayat, Abstrak: Faktor keamanan merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi di setiap bangunan, di mana
Suroto, 2017) pencegahan kebakaran merupakan salah satu aspeknya. Keselamatan bagi penghuni gedung juga harus
diperhitungkan. Ruang publik seperti Gedung Lawang Sewu, yang dikategorikan sebagai bangunan cagar
budaya, dilindungi oleh pemerintah dan penggunaannya diatur oleh hukum. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menganalisis keandalan sistem proteksi kebakaran dalam hal fasilitas penyelamatan kebakaran dan
sistem proteksi kebakaran pasif di Gedung Lawang Sewu. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif
dengan pendekatan kualitatif. Subjek utama adalah Manajemen Museum Lawang Sewu di bawah Unit
Pelestarian dan Arsitektur PT KAI (Perusahaan Kereta Api Nasional Indonesia), dengan subjek triangulasi dari
Pemandu Wisata di bawah Dinas Pariwisata dan Penjaga Keamanan. Keandalan sistem perlindungan
kebakaran dinilai dengan menggunakan Pedoman Teknis Inspeksi Keselamatan Kebakaran pada Bangunan
(Pd-T-11-2005-C) dari Kementerian Pekerjaan Umum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Fasilitas
Penyelamatan Kebakaran berada dalam kondisi baik dengan tingkat kepatuhan kategori 86,06% dari kriteria
penilaian, dan Sistem Perlindungan Kebakaran Pasif dalam kondisi wajar dengan tingkat kepatuhan kategori
67,96% dari kriteria penilaian. Manajemen Museum Lawang Sewu harus melakukan simulasi tanggap darurat
untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam menyelamatkan pengunjung dan aset, mengganti tanda-tanda
keselamatan seperti tanda-tanda Pemadam Api dan tanda-tanda rute evakuasi, dan mempertimbangkan
untuk mengatur ulang penempatan alat pemadam kebakaran untuk memaksimalkan respons kebakaran
segera.
Kata kunci: Fasilitas Penyelamatan Kebakaran, Sistem Perlindungan Kebakaran Pasif, Pelestarian Bangunan
Warisan
24 (T, Kurniawan, Lestantyo, Abstrak: Pusat perbelanjaan adalah jenis gedung bertingkat yang merupakan fasilitas publik dengan jumlah
Keselamatan, & Masyarakat, penduduk tidak tetap dari berbagai kelompok, yang memiliki pengetahuan berbeda tentang upaya
2018) penyelamatan diri selama keadaan darurat. Prosedur penanganan dan cara penyelamatan selama keadaan
darurat harus dimiliki oleh manajemen untuk memfasilitasi proses evakuasi. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menganalisis implementasi prosedur penanganan dan fasilitas penyelamatan selama keadaan darurat
di Mall X Semarang. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan metode observasi dan
wawancara mendalam. Menggunakan dua jenis informan yaitu primer dan triangulasi sebagai validitas data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen kebakaran yang dikelola oleh manajer Mall X telah
direncanakan dan diimplementasikan dengan cukup baik, sebagaimana dibuktikan oleh pembentukan
organisasi tanggap darurat dengan sumber daya terlatih, ada prosedur untuk menangani keadaan darurat
dan pelatihan reguler. Sedangkan untuk kelengkapan fasilitas penyelamatan beberapa aspek belum
memenuhi standar SNI yaitu keberadaan penunjuk arah yang belum dilengkapi di semua area mal hingga
keluar ke titik berkumpul, lampu darurat yang belum dipasang di semua tangga darurat. Kelengkapan
fasilitas penyelamatan perlu ditinjau dan dilakukan perbaikan terhadap fasilitas yang telah rusak. Dari
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa prosedur untuk penanganan dan penyelamatan fasilitas di Mall X
belum begitu baik karena mereka masih harus menyelesaikan beberapa komponen yang diminta oleh
standar yang berlaku.
Kata kunci: Kebakaran, Kesiapsiagaan Darurat, Fasilitas Penyelamatan
25 (Grandis Harini Sambada, Abstrak: Container Yard, PT. Pelabuhan Indonesia III Semarang adalah pelabuhan besar yang menyediakan
Bina Kurniawan, 2016) layanan penanganan kontainer manual. Kebakaran di terminal peti kemas dapat menyebabkan banyak
kerugian karena memengaruhi nilai aset, proses kerja, dan peluang kerja yang tinggi. Salah satu upaya untuk
mengurangi risiko dan dampak akibat kebakaran adalah sistem tanggap darurat. Salah satu upaya untuk
mengurangi risiko dan dampak yang disebabkan oleh kebakaran adalah memerlukan penerapan mitigasi
non-struktural di gedung kantor bertingkat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis sistem
tanggap darurat dalam upaya untuk mencegah dan mengendalikan bencana kebakaran di terminal Container
Yard 02. Penelitian ini adalah penelitian Kualitatif deskriptif dengan wawancara mendalam dan observasi
halaman. Subjek penelitian ini terdiri dari 5 orang sebagai informan utama dan 3 orang sebagai triangulasi
informan. Hasilnya menunjukkan bahwa manajemen memiliki komitmen dan kebijakan tertulis untuk
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, diberi tanggal dan disertifikasi oleh pimpinan tertinggi atau tingkat.
Pelatihan latihan kebakaran diberikan kepada semua staf dan tim tanggap darurat. Container Yard 2
memiliki semua fasilitas dalam api preventif aktif seperti APAR dan fasilitas hidran dan keselamatan yang
merupakan titik pertemuan. Prosedur yang diambil dalam situasi darurat adalah skenario dalam simulasi
kebakaran. Dalam kasus darurat, sistem komunikasi untuk menginformasikan dan meminta bantuan kepada
pihak terkait sudah ada. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa di Terminal Container respons darurat
diterapkan, seperti simulasi kebakaran, sosialisasi kebijakan pencegahan kebakaran dan pelatihan
pemadaman kebakaran dan evakuasi korban.
Kata kunci: tanggap darurat, kebakaran, halaman kontainer
26 (Alzahra, Widjasena, Bangunan X Jakarta adalah gedung pencakar langit dengan ketinggian 75 meter. Dalam situasi kebakaran,
Masyarakat, & Diponegoro, penyebaran api relatif cepat. Di gedung-gedung, upaya pemadaman dan penyelamatan akan sulit dilakukan
2016) karena akses masuk dan keluar gedung yang terbatas. Hal ini menyebabkan gedung bertingkat cenderung
mudah terbakar. Salah satu upaya untuk mengurangi risiko dan dampak yang disebabkan oleh kebakaran
adalah memerlukan penerapan mitigasi non-struktural di gedung kantor bertingkat. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk menganalisis mitigasi kebakaran non struktural dari upaya pencegahan bencana kebakaran
di gedung perkantoran bertingkat. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif yang menghasilkan
kata-kata tertulis atau lisan dari mereka yang mengamati dengan wawancara mendalam. Subjek penelitian
ini terdiri dari 4 orang sebagai informan utama dan 2 orang sebagai triangulasi informan. Hasilnya
menunjukkan manajemen telah menetapkan kebijakan dan komitmen tertulis dan tanggal serta
ditandatangani oleh manajemen puncak. Pelatihan pemadaman kebakaran belum diberikan kepada semua
karyawan. Sistem penganggaran untuk program mitigasi non-struktural telah dianggarkan setiap tahun.
Prosedur yang digunakan ketika keadaan darurat disimulasikan menggunakan skenario kebakaran. Ketika
keadaan darurat memiliki sistem komunikasi untuk memberi tahu dan meminta bantuan kepada pihak
terkait. Kesimpulan dari penelitian ini adalah gedung X Jakarta telah mengadopsi program mitigasi non-
struktural seperti simulasi kebakaran, diseminasi kebijakan pencegahan kebakaran, dan pelatihan
pemadaman dan evakuasi korban. Namun, implementasi program belum maksimal.
27 (Kurniawan, 2014) Kebakaran yang terjadi di Jakarta mulai Januari sampai dengan 27 Desember 2012 mencapai angka
1.008 kejadian, Gedung Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri
Jakarta merupakan instansi pendidikan dimana di dalamnya mempunyai resiko terjadinya kebakaran.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran manejemen dan sistem proteksi kebakaran di
gedung FKIK. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif dengan
desain studi kasus, yaitu membandingkan dengan Permen PU No.26/PRT/M/2008, Permen PU
No.10/PRT/M/2009, dan SNI (Standar Nasional Indonesia), serta standart international yaitu NFPA
(1995). Penelitian ini menggunakan data primer dengan instrumen observasi lapangan dan
dokumentasi. Berdasarkan hasil penilaian yang telah dilakukan, manajemen proteksi kebakaran yang
belum semua terpenuhi adalah prosedur tanggap darurat, organisasi proteksi kebakaran, dan sumber
daya manusia. Rata-rata proteksi aktif di gedung FKIK cukup baik artinya terpasang tapi ada beberapa
sarana proteksi aktif yang belum terpasang dan ada yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan
(74,4%). Dan rata-rata sarana penyelamat jiwa di gedung FKIK adalah cukup artinya terpasang tapi ada
beberapa sarana penyelamat jiwa yang belum terpasang dan ada yang tidak sesuai dengan peraturan
perundangan (76,25%). Untuk itu diperlukan pengadaan dan perbaikan bagi manajemen dan sistem
proteksi kebakaran yang belum memenuhi persyaratan, serta dilakukannya pemeliharaan terhadap
sistem yang telah tersedia.
28 (Kristiyanto, 2012) Sulitnya penanggulangan bencana kebakaran pada gedung bertingkat karena memiliki karakteristik yang
berbeda dengan jenis kebakaran yang terjadi di pabrik atau bangunan lainnya yang tidak bertingkat. Oleh
karena itu selalu diperlukan evaluasi sistem manajemen kebakaran yang dilakukan secara terus menerus
dengan baik dan terencana sepanjang siklus kegiatan operasional di gedung tersebut. Manajemen kebakaran
dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu diawali dari pencegahan yang dilakukan saat pra kebakaran dengan
aktivitas merumuskan dalam kebijakan manajemen institusi, pembuatan organisasi dan prosedur kebakaran,
identifikasi bahaya kebakaran, pembinaan dan pelatihan peran kebakaran, pemasangan sistem proteksi
kebakaran, inspeksi kebakaran dan pengendalian bahaya kebakaran.Pada tahap yang kedua penanggulangan
yang dilakukan saat kejadian kebakaran dalam fase ini dikembangkan sistem tanggap darurat yang baik dan
efektif sehingga kebakaran dapat secepatnya dipadamkan serta proses evakuasi dapat berjalan dengan
sempurna . Sedangkan tahap yang ketiga adalah fase rehabilitasi dan rekonstruksi dari dampak kebakaran
yang dilakukan pasca kebakaran dengan aktivitas penyelidikan dan pelaporan serta audit kebakaran. Dari
ketiga tahapan diatas dapat digunakan untuk melakukan evaluasi kelebihan dan kekurangan sistem
manajemen kebakaran di gedung rektorat guna perbaikan strategi manajemen kebakaran selanjutnya. Kata
kunci: Evaluasi, strategi, manajemen kebakaran
29 (Supriyono Asfawi, 2015) ABSTRAK
Latar belakang: Api adalah ancaman keselamatan manusia, properti dan lingkungan. Sumber api kebanyakan
berasal dari kelalaian manusia, tetapi juga alam dapat menyebabkan kebakaran. Kebakaran dapat terjadi di
mana saja di perkotaan, tempat-tempat umum, hutan, pemukiman, serta di kawasan industri. Mengelola
kebakaran tidak hanya disediakan pemadam atau pelatihan pemadaman setahun sekali, tetapi program
diperlukan untuk sistem manajemen kebakaran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat
pemenuhan fasilitas proteksi kebakaran dan fasilitas penyelamatan di Indonesia PT. Pelabuhan iii (persero)
Semarang 2015.
Metode: Penelitian ini adalah analisis deskriptif, yang menggambarkan alat perlindungan aktif dan
penyelamatan. Data telah dikumpulkan dan dianalisis dengan membandingkan dengan Kepmen PU No. 10 /
KPTS / 2000, Permenaker No 04 / MEN / 1980, Permenaker No 02 / MEN / 1983 dan Standar Nasional
Indonesia.
Hasil: Hasil menunjukkan bahwa tingkat pemenuhan detektor perlindungan kebakaran, sprinkler dan hidran
kosong. Pemenuhan alarm juga 0% dan APAR 84,8%. Tingkat pemenuhan sistem penyelamatan seperti pintu
keluar, pintu darurat, lampu darurat 100%, sementara tempat pengumpulan 40% dan kontrol asap tidak ada
Kesimpulan: Disarankan kepada PT Pelabuhan Indonesia III agar memasang alarm di setiap area,
menerapkan sistem detektor agar terdeteksi dan dengan cepat menangani jika terjadi kebakaran. Instalasi
APAR menggunakan pemeriksaan ulang tempat berkumpul dan pengontrol asap.
Kata kunci: Kebakaran, sistem perlindungan aktif, sistem penyelamatan
30
Alzahra, V., Widjasena, B., Masyarakat, F. K., & Diponegoro, U. (2016). Analisis Mitigasi Non Struktural Kebakaran Gedung Bertingkat Perkantoran X Jakarta. Jurnal Kesehatan Masyarakat (E-
Journal), 4. Retrieved From File:///C:/Users/User/Downloads/13430-27187-1-SM.Pdf
Amatulli, G., Joa, M., & Trombetti, M. (2006). Assessing Long-Term Fire Risk At Local Scale By Means Of Decision Tree Technique, 111, 1–15. Http://Doi.Org/10.1029/2005JG000133
Arkan, F. (2014). Sistem Detektor Kebakaran Untuk Rumah Susun Dengan Sistem Wireless Sensor Network Setahun . Zigbee Adalah Spesifikasi Untuk Seperti Bluetooth . Kecepatan Transfer Data
Dan Kekuatan Sinyal. Jurnal Ecotipe, 1(1). Retrieved From File:///C:/Users/User/Downloads/Document (1).Pdf
Arrazy, S., Sunarsih, E., & Rahmiwati, A. (2014). RUMAH SAKIT DR . SOBIRIN KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2013 IMPLEMENTATION OF FIRE SAFETY MANAGEMENT SYSTEM AT DR . SOBIRIN
HOSPITAL DISTRICT OF MUSI RAWAS 2013 Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat PENDAHULUAN Bangunan Yang Digunakan 24 Jam Sebagai Rumah Sakit Y. JURNAL ILMU KESEHATAN
MASYARAKAT, 5, 103–111. Retrieved From Http://Eprints.Unsri.Ac.Id/5854/1/4._Syafan_Arrazy.Pdf
Azeem, M., & Waheed, A. (2014). Approach To Fire-Related Disaster Management In High Density. Procedia Engineering, 77, 61–69. Http://Doi.Org/10.1016/J.Proeng.2014.07.007
Bringula, R., & Balahadia, F. (2018). For Fire Prevention A Spatiotemporal Analysis Of Fire Incidents In Manila From Implications For Fire Prevention. Disaster Prevention And Management: An
International Journal Emerald Publishing Limited. Http://Doi.Org/10.1108/DPM-05-2018-0147
Chuvieco, E., & Kasischke, E. S. (2007). Remote Sensing Information For Fire Management And Fire Effects Assessment, 112, 1–8. Http://Doi.Org/10.1029/2006JG000230
Djaka Anugrah Hidayat, Suroto, B. K. (2017). EVALUASI KEANDALAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DITINJAU DARI SARANA PENYELAMATAN DAN SISTEM PROTEKSI PASIF KEBAKARAN DI
GEDUNG LAWANG SEWU SEMARANG. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (E-Journal), 5, 134–146. Retrieved From File:///C:/Users/User/Downloads/18889-38258-1-SM (1).Pdf
Giglio, L., Csiszar, I., & Justice, C. O. (2006). Global Distribution And Seasonality Of Active Fires As Observed With The Terra And Aqua Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer ( MODIS )
Sensors, 111(July 1996), 1–12. Http://Doi.Org/10.1029/2005JG000142
Grandis Harini Sambada, Bina Kurniawan, S. (2016). ANALISIS SISTEM TANGGAP DARURAT KEBAKARAN DI CONTAINER YARD 02 TERMINAL PETIKEMAS PT. PELABUHAN INDONESIA III (PERSERO)
SEMARANG TAHUN 2016. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (E-Journal), 4, 667–672. Retrieved From File:///C:/Users/User/Downloads/14310-29103-1-SM.Pdf
Kristiyanto, A. (2012). EVALUASI SISTEM MANAJEMEN KEBAKARAN GEDUNG. ERUDIO, Vol. 1, No(ISSN: 2302-9021). Retrieved From File:///C:/Users/User/Downloads/106-147-2-PB.Pdf
Kurniawan, A. (2014). Gambaran Manajemen Dan Sistem Proteksi Kebakaran Di Gedung Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Jakarta Tahun 2014. Institutional
Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Retrieved From Http://Repository.Uinjkt.Ac.Id/Dspace/Handle/123456789/25569
Luo, R., Hui, D., Miao, N., Liang, C., & Wells, N. (N.D.). Global Relationship Of Fire Occurrence And Fire Intensity: A Test Of Intermediate Fire Occurrence-Intensity Hypothesis.
Http://Doi.Org/10.1002/2016JG003722
Mahoney, E. J., Harrington, D. T., Biffl, W. L., Metzger, J., Oka, T., & Cioffi, W. G. (2003). Lessons Learned From A Nightclub Fire : Institutional, 58(3), 487–491.
Http://Doi.Org/10.1097/01.TA.0000153939.17932.E7
Menya, A. A., & Akumu, O. A. K. (2016). Inter-Agency Collaboration For Fire Disaster Management In Nairobi City. Journal Of Urban Management, 5(1), 32–38.
Http://Doi.Org/10.1016/J.Jum.2016.08.001
Mirza Sanjaya1, M. U. (2015). Evaluation Of Hospital Facilities And Infrastructure In Dealing With Fire Disaster. Medcoeticolegal Jurnal Manajemen Rumah Sakit, Vol 4, No. Retrieved From
File:///C:/Users/User/Downloads/688-2122-1-PB (1).Pdf
Muhammad, K., Ahmad, J., & Baik, S. W. (2017). Early Fire Detection Using Convolutional Neural Networks During Surveillance For Effective Disaster Management,. Neurocomputing.
Http://Doi.Org/10.1016/J.Neucom.2017.04.083
Rafi, M. M., & Wasiuddin, S. (2012). Assessment Of Fire Hazard In Pakistan. Disaster Prevention And Management Emerald Group Publishing Limited 0965-3562, Vol. 21 No, 71–84.
Http://Doi.Org/10.1108/09653561211202719
Ressl, R., Lopez, G., Cruz, I., Colditz, R. R., Schmidt, M., Ressl, S., & Jiménez, R. (2009). Remote Sensing Of Environment Operational Active Fi Re Mapping And Burnt Area Identi Fi Cation
Applicable To Mexican Nature Protection Areas Using MODIS And NOAA-AVHRR Direct Readout Data. Remote Sensing Of Environment, 113(6), 1113–1126.
Http://Doi.Org/10.1016/J.Rse.2008.10.016
Rian Trikomara I, Mardani Sebayang, R. M. (2012). Evaluasi Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung (Studi Kasus Gedung Kantor Bupati Indragiri Hilir). Jurnal Universitas
Riau, (November), 1–11.
Sedlmeyer, L. R., Dwyer, R. J., Sedlmeyer, L. R., & Dwyer, R. J. (2018). Fire Officer Leadership Strategies For Cost Management Strategies. Disaster Prevention And Management: An International
Journal, Vol. 27(5). Http://Doi.Org/10.1108/DPM-11-2017-0283
Subramaniam, C. (2006). Human Factors Influencing Fire Safety Measures Disaster Prevention And Management. An International Journa Emerald Group Publishing Limited, Volume 13, 110–
116. Http://Doi.Org/10.1108/09653560410534243
Supriyono Asfawi, R. L. P. (2015). Analisis Tingkat Pemenuhan Sarana Proteksi Dan Sarana Penyelamatan Kebakaran Pada PT.Pelabuhan Indonesia III (Persero) Semarang Tahun 2015. Journal
Eprints Dinus, 1–15. Retrieved From Http://Eprints.Dinus.Ac.Id/17425/1/Jurnal_16150.Pdf
T, A. R. S., Kurniawan, B., Lestantyo, D., Keselamatan, B., & Masyarakat, F. (2018). Analisis Implementasi Prosedur Penanganan Dan Sarana Penyelamatan Dalam Menghadapi Keadaan Darurat
Kebakaran Di Mall X Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (E-Journal), Volume 6,. Retrieved From File:///C:/Users/User/Downloads/22083-44797-1-SM.Pdf
Yervi Hesna , Benny Hidayat, S. S. (2009). Evaluasi Penerapan Sistem Keselamatan Kebakaran Pada Bangunan Gedung Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Rekayasa Sipil, 5(2), 65–76.
Retrieved From File:///C:/Users/User/Downloads/60-239-1-PB (1).Pdf
Zulfikar, T., & Asfawi, S. (2015). Analisis Sarana Proteksi Aktif Dan Sarana Penyelamatan Jiwa Dalam Antisipasi Bencana Kebakaran Pada Rsud Ungaran Kabupaten Semarang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. Retrieved From Http://Mahasiswa.Dinus.Ac.Id/Docs/Skripsi/Jurnal/16122.Pdf
Zurimi, S., Kerja, K., Sakit, R., & Belakang, L. (2017). ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PELAKSANAAN TANGGAP DARURAT KEBAKARAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KABUPATEN. GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017, 2(1), 11–23. Retrieved from file:///C:/Users/User/Downloads/70-142-1-PB.pdf

Anda mungkin juga menyukai