Anda di halaman 1dari 6

BAB V

EVALUASI SEDIAAN

A. Hasil Evaluasi Sediaan


Sediaan emulsi yang telah di formulasi selanjutnya dilakukan evaluasi sediaan.
Evaluasi stabilitas fisik sediaan emulsi dilakukan untuk mengetahui apakah sediaan
emulsi yang dibuat dapat layak dikonsumsi nantinya. Ada 4 uji yang dilakukan.

a. Uji Organoleptis
Pengujian organoleptis dilakukan dengan mengamati sediaan emulsi dari
warna, rasa dan aroma (Farmakope Indonesia edisi IV, 1995).
Didapat hasil evaluasi :
Rasa : Jeruk
Aroma : Jeruk
Warna : Cream Kekuningan

b. Uji pH
Pengujian pH merupakan salah satu parameter yang penting karena nilai pH
yang stabil dari larutan menunjukkan bahwa proses distribusi dari bahan dasar
dalam sediaan merata. Pada pengujian pH emulsi yang dihasilkan pH 5.

c. Uji Viskositas
Viskositas adalah ukuran resistensi zat cair untuk mengalir. Makin besar
resistensi suatu zat cair untuk mengalir semakin besar pula viskositasnya.
Uji viskositas dilakukan dengan cara emulsi dimasukkan ke dalam wadah
beker gelas kemudian spindel yang telah dipasang diturunkan sehingga batas
spindel tercelup ke dalam emulsi. Kecepatan alat dipasang pada 0,6 brpm, 1,5 rpm,
3 rpm, 6 rpm, 12 rpm, 30 rpm dan 60 rpm, kemudian dibaca dan dicatat skalanya
MPas Viskositas
846 42,3 %
630 12,6 %
630 6,3 %

d. Uji Bobot Jenis


Pengujian bobot jenis pada emulsi bertujuan untuk mengetahui rasio bobot
terhadap bobot zat baku yang volumenya sama pada suhu yang sama dan
dinyatakan dalam desimal. Dengan perhitungan sebagai berikut :

Di mana :
p ( rho) = massa jenis suatu zat ( kg/m3 atau gr/cm3 )
m = massa suatu zat ( kg atau gr )
v = volume suatu zat ( m3 atau cm3)
Pikno kosong = 20,61 gram
Pikno + emulsi = 46,80 gram
Pikno + air = 45,53 gram
p = 46,80 gram – 20,61 gram
25,53 gram - 20,61 gram
p = 26,19 gram
4,92 gram
p = 5,323 gram/ml
Dari hasil pengujian bobot jenis didapat bobot jenis dari suspensi adalah 5,323
gram/ml
B. Analisis Hasil Evaluasi Sediaan (Pembahasan)
Evaluasi sediaan emulsi minyak ikan menggunakan jenis pengujian
stabilitas fisik yang merupakan persyaratan sediaan emulsi, yaitu uji organoleptik,
pH, bobot jenis dan viskositas.
Pengujian organoleptis dilakukan dengan mengamati sediaan emulsi dari
warna, rasa dan aroma. Tujuannya memeriksa kesesuaian bau, rasa dan warna
dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Prinsipnya dengan pemeriksaan bau, rasa
dan warna menggunakan panca indra. Didapat hasil evaluasi rasa jeruk, beraroma
jeruk, warna cream kekuningan dan berbentuk kental semisolid.
Pengujian pH merupakan salah satu parameter yang penting karena nilai pH
yang stabil dari larutan menunjukkan bahwa proses distribusi dari bahan dasar
dalam sediaan merata. Pada pengujian pH emulsi yang dihasilkan yaitu berada di
pH 5. Tinggi rendahnya pH dapat disebabkan karena pengunaan bahan-bahan
tambahan dari bermacam macam tingkat keasaman sehingga di dapat pH 5 pada
sediaan suspensi yang dibuat. Menurut buckle et al., (1985), pH merupakan tingkat
keasaman yang akan mempengaruhi daya tahan suatu produk. Dapat dikatakan
bahwa kadar asam yang tinggi (pH yang rendah) disertai dengan total padatan
terlarut yang tinggi seperti pada sirup merupakan teknik pengawetan pada produk.
Pada pH rendah (kurang dari 4,6) mikroorganisme berbahaya seperti Clostridium
botulinum akan sulit untuk tumbuh dan berkembang.
Pengujian viskositas yang bertujuan memeriksa kesesuaian viskositas
dengan spesifikasi yang telah ditetapkan dan mengetahui seberapa besar konsistensi
sediaan dan menunjukkan kekentalan dari suatu sediaan yang di ukur dengan
viskometer. Viskositas yang terlalu tinggi tidak diharapkan karena dapat
menyebabkan masalah penuangan emulsi dari wadah dan sulitnya sediaan untuk
terdispersi kembali (Martin, et al., 1993).
Menurut Winarno (2002) bahwa peningkatan viskositas dipengaruhi dengan
adanya penambahan gula dan konsentrasi gula yang ditambahkan. Semakin banyak
komponen gula yang larut maka zat organik yang terlarutkan juga semakin banyak,
sehingga jumlah total padatan terlarut menjadi semakin tinggi. Dengan semakin
tinggi jumlah total padatan terlarut maka nilai viskositasnya juga semakin tinggi.
Pengujian bobot jenis pada emulsi bertujuan untuk mengetahui rasio bobot
terhadap bobot zat baku yang volumenya sama pada suhu yang sama. Uji bobot
jenis bertujuan menjamin sediaan memilik bobot jenis yang sesuai dengan
spesifikasi yang telah di tetapkan dengan menggunakan alat piknometer
(Farmakope Indonesia IV,1995). Dari hasil pengujian bobot jenis didapat bobot
jenis dari suspensi adalah 5,323 gram/ml.
Uji bobot jenis untuk mengetahui kemurnian dari suatu sediaan khususnya
yang berbentuk larutan dan mempermudah dalam memfomulasikan obat. Zat yang
memiliki bobot jenis < 1 lebih ringan dari pada air dan zat yang miliki bobot jenis
>1 lebih berat dari pada air (Ansel,2006). Faktor yang mempengaruhi bobot jenis
yaitu temperatur, massa zat, volume zat dan kekentalan. Semakin besar persentase
zat tambahan pada sediaan semisolid maka makin meningkatkan bobot jenis.
Hambatan utama dalam memformulasikan emulsi adalah kestabilan
fisiknya. Obat yang tidak larut dapat memisah dari fase pembawa dan mengendap
didasar wadah. Sangat diharapkan bahwa sediaan mudah tersdispersi dengan
pengocokan ringan. Pengendapan dan agregasi dapat menyebabkan pembentukan
caking yang sulit untuk terdispersi kembali, ini adalah ciri dari sistem deflokulasi,
dimana partikel tidak mudah mengendap tetapi sulit terdispersi kembali. Oleh
karena itu, redispersi pada formulasi zat tidak larut dalam pembawa adalah
persyaratan penting dalam evaluasi suspensi, juga merupakan persyaratan penting
bahwa obat tetap homogen dan stabil secara fisik selama penyimpanan (Nep &
Conway, 2011).
BAB VI

A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
Semua uji stabilitas fisik pada emulsi sebagian tidak memenuhi standar parameter
kualitas uji organoleptis, pH, viskositas, dan bobot jenis..

B. SARAN
Lebih memperhatikan pembuatan formulasi serta perbandingan dari bahan-
bahan pembuat emulsi yang digunakan serta cara kerja agar didapatkan hasil yang
lebih baik dan sesuai dengan parameter uji yang telah ditetapkan.
Adinugraha MP dkk, 2005, Synthesis and Characterization of Sodium
Carboxymethyl Cellulose From Cavendish Banana Pseudo Stem (Musa
Cavendishii LAMBERT), Carbohydrate Polymers, 62: 164-169.
Agoes G, 2012, Sediaan Farmasi LiquidaSemisolida (SFI-7), Penerbit ITB
Bandung, 124, 142-143.
Anief, M., (1994). Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ansel, Howard C.et al. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. Jakarta:
Pustaka Bunda.
Buckle, K.A., R.A. Edwars, G.H. Fleet, dan Wooton. 1985 Indonesia. Jakarta.
Farmakope Indonesia edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Martin, A., Swarbrick, J., & Cammarata, A. (1993). Farmasi fisik jilid II (Edisi 3).
Penerjemah: Joshita Djajadisastra. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Nep, E.I., dan Conway, B.R. (2011). Evaluation of Grewia polysaccharide gum as
a suspending agent. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutics Sciences.
3 (2), 168-152.
Winarno. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT.Gramedia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai