Anda di halaman 1dari 11

Skenario 2 : “ Opname bikin demam”

Seorang laki-laki usia 50 tahun di rawat inap di rumah sakit karena diabetes
mellitus. Pada pasien dilakukan pemasangan i.v line dan urin kateter. Pada hari
kelima di rumah sakit pasien mengeluh demam dan nyeri di perut bagian bawah
setelah dipasang kateter, pasien mengalami kebingungan untuk melakukan ibadah
shalat. Pemeriksaan fisik didapatkan suhu 39oC, denyut nadi 90x/menit, frekuensi
nafas 20x/menit, pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan pada region supra
pubis. Kemudian dilakukan pemeriksaan urin. Hasil pemeriksaan urin sebagai
berikut :

Pengamatan mikroskopis urin didapatkan leukosit >25LPB

Hasil isolasi pada media diferensial Mc concey agar didapatkan koloni berbentuk
bulat kecil, warna merah, tepi rata, permukaan cembung, dan elevasi semi mucoid

Hasil uji biokimia dengan media uji fermentasi gula didapatkan adanya
gelembung udara di dalam tabung durham.

Pada kultur urin, hitung kuman terdapat bakteri per ml 150.000 colony forming
unit.

STEP 1 :

1. Kateter urine : selang yang dimasukkan ke dalam kandung kemih untuk


mengalirkan urine
2. Tabung durham : tempat untuk menampung hasil fermentasi
mikroorganisme berupa gas
3. Diabetes mellitus : penyakit gangguan metabolic menahun akibat pancreas
tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan
insulin yang diproduksi secara efektif

STEP 2 :

1. Mengapa pasien Diabetes Mellitus harus dilakukan pemasangan urine


kateter ?
2. Mengapa pasien mengeluh nyeri di bagian perut ?
3. Bakteri apa yang terdapat pada hasil isolasi mac concey sesuai dengan
skenario tersebut?
4. Bagaimana prosedur pemeriksaan mikroskopis urin dan berapa nilai
normalnya?
5. Bagaimana hukum sholat bagi pasien yang dipasang kateter?

STEP 3 :

1. Gejala klasik Diabetes Mellitus berupa polyuria, polidipsi, serta oenurunan


berat badan. Akibat polyuria ini volume air kemih dalam 24 jam
meningkat melebihi batas normal. Poliuria timbul sebaga gejala Diabetes
Melitus dikarenakan kadar gula dalam tubuh relative tinggi sehingga tubuh
tidak sanggup untuk menguranginya dan berusaha mengeluarkannya
melalui urin sehingga harus menggunakan kateter urin.
Tujuan pemasangan kateter urin, yaitu :
1. Membantu memenuhi kebutuhan pasien untuk mengosongkan kandung
kemih
2. Mengukur jumlah produksi urin oleh ginjal secara akurat
3. Membantu melatih kembali atau memulihkan pengendalian kandung
kemih secara normal
2. Adanya keteter dalam traktur urinarius dapat menimbulkan infeksi
kolonisasi bakteri (bacteriuria) akan terjadi dalam waktu 2 minggu pada
separuh pasien yang menggunakan kateter urine. Pemasanagan kateter akan
menurunkan sebagian besar daya tahan alami pada traktur urinarius inferior
dengan menyumbat ductus periuretralis, megiritasi mukosa kandung kemih
dan menimbulkan jalur artificial untuk masuknya kuman kedalam kandung
kemih. Sehingga timbullah tanda dan gejala sistemik yang mengarah pada
Infeksi Saluran Kemih meliputi demam, mual, muntah, sakit kepala, dan
lemah sesuai dengan keluhan spesifik nyeri di daerah panggul, punggung
bawah dan abdomen.
3. Hasil isolasi pada media diferensial mac concey menunjukkan koloni
berbentuk bulat kecil. Warna merah, tepi rata, permukaan cembung dan
elevasi semi mucoid, hal itu merupakan ciri-ciri dari hasil koloni bakteri
Escherichia coli. Escherichia coli merupakan bakteri flora normal yang ada
di usus manusia dan tidak pathogen dalam saluran cerna. Namun
keberadaannya diluar saluran cerna dapat mengakibatkan pathogen bagi
tubuh. Menurut hasil penelitian bahwa E.Coli merupakan jenis bakteri
terbanyak penyebab infeksi saluran kemih pada pasien yang terpandang
kateter. Kesalahan lokasi fiksasi kateter juga dapat menyebabkan kateter
bersentuhan dengan area perineum sehingga memicu masuknya E.Coli dari
anus ke kandung kemih melalui kateter urin.
4. Prosedur pemeriksaan mikroskopis urin dan berapa nilai normalnya,
diantaranya :
a) kocok botol penampung urin supaya sedimen bercampur dengan cairan
atas dan ukur Ph urin
b) masukkan urin ke tabung sentrifuge
c) putar alat sentrifuge dengan kecepatan 1500-2000 rpm
d) buang cairan atas hingga suspense sedimen tinggal 0,5ml
 leukosit dan eritrosit : dilaporkan dengan LPB (obj 40x)
 epitel dan silinder : dilaporkan dengan LPK (obj 10x)
Nilai normal :
- eritrosit : 0-1/LPB
- leukosit : 1-5 /LPK
- silinder : 0-1/LPK

Ada 2 macam pemeriksaan urin :


1. Makroskopis: untuk glukosa, protein, bilirubin, berat jenis, darah,
nitrit,dll
2. Mikroskopis : untuk eritrosit, leukosit, epitel, silinder, bakteri, ragi,
fosfat, dll.
5. Tetap sholat seperti biasa, hanya kemudian shalat yang dikerjakan tersebut
harus di qadha di lain waktu bila telah sehat. Karena dalam pandangan
jumhur ulama, yakni kalangan ulama hanafiyah, syafi’iyah dan hanabilah
shalat orang yang mutanajis dihukumi sebagai shalat yang tidak sah dan jika
tetap mengerjakannya dihukumi sekedar untuk menghomati waktu. Karena
dia masih wajib mengganti secara sempurna shalatnya bila telah mampu
melakukannya.

STEP 4 :

ISK

AIK CAUTI Struktur dan Pembentukan Diagnosis Tata Pen-


pathogenesis biofilm Laboratorium Laksana cegahan
E. Coli

da

STEP 5 :
1. CAUTI
2. Struktur dan pathogenesis E.Coli
3. Pembentukan biofilm
4. Diagnosis laboratorium
5. Tata laksana
6. Pencegahan
7. AIK
STEP 7 :

1. Akibat infeksi saluran kemih karena pemakaian kateter.


Kuman penyebab infeksi saluran kemih umumnya adalah kuman yang
berasal dari flora normal usus dan hidup secara komensal di introitus vagina,
prepusium penis, kulit perineum, dan sekitar anus. Infeksi dapat juga
disebabkan kontaminasi bakteri pada tangan petugas medis dan perlengkapan
medis. Bakteri patogen dapat memasuki saluran kemih melalui rute extra-
luminal di sepanjang sisi luar kateter dan melalui rute intra-luminal di
sepanjang lumen internal kateter dari kantong pengumpul atau dari catheter
drainage tube junction yang terkontaminasi. Kondisi menetapnya kateter urine
yang terpasang di saluran kemih menjadi media bagi bakteri untuk kolonisasi
(biofilm).
Kateter urine tidak hanya menyebabkan terbentuknya biofilm, tapi
keberadaan kateter sendiri merusak banyak mekanisme pertahanan normal
kandung kemih. Penyumbatan kateter dapat menyebabkan distensi dan iskemi
pada mukosa kandung kemih, demikian meningkatkan kerentanan untuk
invasi oleh mikroorganisme. Kateter juga merusak mukosa kandung kemih
dengan memicu respon inflamasi dan erosi mekanik.
Kolonisasi bakteri (bakteri uria) akan terjadi dalam 2 minggu pada
separuh dari pasien-pasien yang menggunakan kateter urine, dan dalam waktu
4 hingga 6 minggu sesudah pemasangan kateter pada hampir semua pasien.
Pemasangan kateter akan menurunkan sebagian besar daya tahan alami pada
traktus urinarius inferior dengan menyumbat ductus pariurertalis, mengiritasi
mukosa kandung kemih dan menimbulkan jalur artificial untuk masuknya
kuman kedalam kandung kemih.
Kateterisasi merupakan tindakan memasukkan selang plastik atau karet
melalui uretra ke dalam kandung kemih. Pemasangan kateter semakin lama
akan menurunkan sebagian besar daya tahan alami pada traktus urinarius
inferior dengan menyumbat duktus periuretralis, mengiritasi mukosa kandung
kemih dan menimbulkan jalur artifisial untuk masuknya kuman (mikroba
patogen) ke dalam kandung kemih. Kemudian mikroba patogen tersebut akan
berkembang biak maka akan mengakibatkan kerusakan serta gangguan fungsi
organ semakin luas yang akhirnya memunculkan manifestasi klinis yang
signifikan untuk diagnosis infeksi saluran kemih. Infeksi saluran kemih
setelah pemasangan kateter terjadi karena kuman dapat masuk ke dalam
kandung kemih dengan jalan berenang melalui lumen kateter, rongga yang
terjadi antara dinding kateter dengan mukosa uretra, sebab lain adalah bentuk
uretra yang sulit dicapai oleh antiseptic.

2. Struktur dan Phatogenesis E.Coli


Struktur E.Coli
Struktur sel E. coli dikelilingi oleh membran sel, terdiri dari sitoplasma
yang mengandung nukleoprotein . Membran sel E. coli ditutupi oleh dinding
sel berlapis kapsul. Flagela dan pili E. coli menjulur dari permukaan sel. Tiga
struktur antigen utama permukaan yang digunakan untuk membedakan
serotipe golongan E. coli adalah dinding sel, kapsul dan flagela. Dinding sel E.
coli berupa lipopolisakarida yang bersifat pirogen dan menghasilkan
endotoksin serta diklasifikasikan sebagai antigen O. Kapsul E. coli berupa
polisakarida yang dapat melindungi membran luar dari fagositik dan sistem
komplemen, diklasifikasikan sebagai antigen K. Flagela E. coli terdiri dari
protein yang bersifat antigenik dan dikenal sebagai antigen H.
Bakteri E. coli merupakan merupakan bakteri Gram negatif, bentuk
batang, memilki ukuran 2,4 mikro 0,4 hingga 0,7 mikro, bergerak, tidak
berspora, positif pada tes indol, glukosa, laktosa, sukrosa. Dinding sel bakteri
gram negatif tersusun atas membran luar, peptidoglikan dan membran dalam.
Peptidoglikan yang terkandung dalam bakteri gram negatif memiliki struktur
yang lebih kompleks dibandingkan gram positif. Membran luarnya terdiri dari
lipid, liposakarida dan protein. Peptidoglikan berfungsi mencegah sel lisis,
menyebabkan sel kaku dan memberi bentuk kepada sel.
Escherichia Coli adalah bakteri opurtunis yang banyak ditemkan
didalam usus besar manusia sebagai flora normal. Sifatnya unik karena dapat
menyebabkan infeksi primer pada usus misalnya diare pada anak dan travelers
diarrhea, seperti juga kemampuannya menimbulkan infeksi pada jaringan
tubuh kain diluar usus.
Patogenesis
E. coli menjadi patogen jika jumlah bakteri ini dalam saluran pencernaan
meningkat atau berada di luar usus. E. coli menghasilkan enterotoksin yang
menyebabkan beberapa kasus diare. E. coli berasosiasi dengan
enteropatogenik menghasilkan enterotoksin pada sel epitel. Manifestasi klinik
infeksi oleh E. coli bergantung pada tempat infeksi dan tidak dapat dibedakan
dengan gejala infeksi yang disebabkan oleh bakteri lain.

3. Biofilum
Infeksi terkait dengan alat medis merupakan infeksi klinis pertama yang
disebabkan oleh biofilim dan menunjukkan bahwa pembentukan biofilm dapat
di fasilitasi oleh respon inflamasi hopes melalui adhesi ke permukaan alat
medis. Biofilm pada kateter urine disebabkan oleh bakteri yang memiliki
kemampuan untuk menghidrolisis urea dalam urin membentuk amonia bebas
melalui enzim urease. Amonia dapat meningkatkan pH di permukaan cairan
biofilm, sehingga terjadi pengendapan mineral seperti kalsium fosfat
(hidroksi-apatit) dan magnesium amonium fosfat (struvite). Mineral yang
mengendap dalam biofilm akan menyebabkan kerak pada kateter, seperti
kalsium karbonat, produk korosi seperti besi oksida, dan partikel tanah sering
terdeposit dalam biofilm yang berasal dari sistem air minum rumahan dan
industri, sebagai contoh lain interaksi partikel dengan biofilm.
Proses pembentukan biofilm
Terbentuknya biofilm dimulai degan perlekatan sel mikroba planklonik
pada permukaan substat. Sel-sel pada tahap perlekatan awal tidak melekat
dengan kuat karena hanya mengandalkan kekuatan ikatan van der waals.
Setelah itu, koloni akan mengikatkan diri lebih kuat pada permukaan dengan
menggunakan pili. Koloni awal berperan sebagai fasilitator bagi sel lainnya
untuk mencari sisi perlekatan selanjutnya sebagai tempat pembuatan matriks
biofilm. Bagi sel-sel yang tidak mampu untuk melekat pada permukaan, sel
tersebut memacu sel-sel dalam koloni untuk membentuk matriks melalui
quorum sencing
Alasan bakteri membentuk biofilm adalah karena daya tahan
hidup/sintasan (survival) meningkat dan pertumbuhan menjadi lebih baik.
Setidaknya ada empat alasan yang mendasari hal tersebut, yaitu pertahanan,
perlekatan pada relying, kolonisasi, cara hidup alami bakteri.

4. Diagnosis E. coli
Diagnosis keberadaan Escherichia coli dapat diidentifikasi dengan
beberapa teknik, beberapa diantaranya yaitu :
- Rectal Swab
Prosedur dimana kapas kecil steril dimasukkan kedalam rectum untuk
tujuan koleksi sampel yang akan diuji untuk penyakit dan infeksi tertentu.
Pemeriksaan specimen/sampel dilakukan dengan tujuan isolasi Escherichia
coli.
- Teknik ELISA ( Enzyimme- Linked Immunosorbent Essay )
Teknik ini sangat cepat dan sensitive serta praktis penggunaannya dalam
klinik. Cara ini didasrkan pada reaksi anatara antibody monoclonal
spesifik E.Coli dengan antigen E.Coli,. Kelemahannya kurang spesifik
karena akan terjadi reaksi silang dengan antibody dari bakteri lain.

5. Tata Laksana
Kultur urin tidak diperlukan pada pasien yang menggunakan kateter dan
tanpa gejala. Penggunaan antibiotik direkomendasikan hanya untuk ISK
karena kateter dengan gejala. Pengobatan awal menggunakan antibiotik
spektrum luas berdasarkan pola resistensi kuman, pilihan antibiotik perlu
disesuaikan menurut hasil kultur urin. Lama pemberian antibiotika minimal 7
hari tergantung kondisi klinis. Penggantian kateter harus dilakukan apabila
ditemukan kecurigaan ISK karena kateter. Sedangkan, penggunaan antibiotik
sistemik pada bakteriuria tanpa gejala direkomendasikan pada kasus (i) pasien
yang akan menjalani operasi urologi atau implantasi prostesis, (ii) pengobatan
sebagai bagian dari penatalaksanaan infeksi nosokomial yang disebabkan oleh
organisme virulen tertentu yang sering ditemukan pada unit tersebut, (iii)
pasien yang memiliki risiko tinggi terjadinya komplikasi infeksi berat seperti
pasien dengan imunosupresi, dan (iv) infeksi yang disebabkan kuman dengan
risiko tinggi bakteremia, seperti Serratia marcescens.

6. Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terkena infeksi saluran kemih
akibat pemasangan kateter dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
- Gunakan peralatan steril dan teknik aseptik selama pemasangan dan
perawatan / perawatan.
- Tinjau kebutuhan kateter setiap hari dan lepaskan sesegera mungkin ketika
tidak lagi diperlukan (idealnya dalam 48 jam).
- Jangan menunda buang air kecil, sebab menahan buang air kecil
merupakan sebab terbesar dari infeksi saluran kemih.
- Perhatikan kebersihan secara baik, misalnya setiap buang air kecil
bersihkanlah dari depan ke belakang. Hal ini akan mengurangi
kemungkinan bakteri masuk ke saluran urin dari rektum.
- Ganti selalu pakaian dalam setiap hari, karena bila tidak diganti bakteri
akan berkembang biak secara cepat dalam pakaian dalam.
- Pakailah bahan katun sebagai bahan pakaian dalam, bahan katun dapat
memperlancar sirkulasi udara.
- Hindari memakai celana ketat yang dapat mengurangi ventilasi udara, dan
dapat mendorong perkembangbiakan bakteri.
- Minum air yang banyak.

7. AIK
Jika penggunaan kateter ini termasuk kondisi terpaksa, di mana kateter
harus tetap terpasang dan tidak bisa dilepas waktu shalat, atau jika sering
dilepas akan membahayakan orang yang sakit, maka tidak masalah shalat
dalam keadaan kateter tetap terpasang. Sebagaimana firman Allah:
َ َ ‫َّللاَ َما ا ْست‬
‫ط ْعت ُ ْم‬ َّ ‫فَاتَّقُوا‬

“Bertaqwalah kalian kepada Allah semampu kalian.” (QS. At-Taghabun:


16).

Allah juga berfirman:

‫سا ِإالَّ ُو ْسعَ َها‬


ً ‫َّللاُ نَ ْف‬
ِّ ‫ف‬ُ ِّ‫الَ يُ َك ِل‬

“Allah tidak membebani satu jiwa kecuali sesuai kemampuannya.” (QS.


Al-Baqarah: 286).

Akan tetapi jika memungkinkan untuk dilepas, meskipun


diupayakan hanya dua kali sehari, maka dia bisa atur agar kateter dilepas
ketika mendekati waktu asar dan waktu isya. Ketika kateter dilepas
mendekati waktu asar, kemudian dia bisa shalat dzuhur di akhir waktu,
disambung dengan shalat asar setelah masuk waktunya. Atau dilepas
ketika mendekati isya, kemudian si sakit bisa shalat maghrib, disambung
dengan shalat isya setelah masuk waktu.
Daftar Pustaka

1. Tew L, pomfel I, King D. Infection risk associated with urinary catheter.

Nursing standart, united kingdom. 2005

2. Harahap L.R.P.dkk. infeksi Nosokomial Saluran Kemih Pasca Katerisasi

Urine Pada Anak. Majalah Kedokteran Nusantara. April 2014.4(1)

3. widianingsih M, Jesus aldino M. D. Isolasi Escherichia coli dari urine

pasien infeksi saluran kemih di rumah sakit Bhayangkara Kediri. Al

Kauniyah : Journal of biology. Vol.11, No.2. 2018.

4. Majmu’ syarh al muhadzdzab, fiqih islam wa addilatuhu

5. Afrilia I. Erly, Almurdi. Identifikasi mikroorganisme penyebab infeksi

saluran kemih pada pasien pengguna kateter urin di ICU RSUP dr.jamil

Padang. Jurnal FK UNAND. 2017; 6(1).

6. Harahap L.R.P.dkk. Infeksi Nosokomial Saluran Kemih Pasca Katerisasi

Urine Pada Anak. Majalah Kedokteran Nusantara. 2014.

7. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi. Jakarta:FK UI;2010.

8. Jewert, Melnick, Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 23. Jakarta:RGC;2008.

9. Purbowati R. Hubungan biofilm dengan infeksi: implikasi pada kesehatan

masyarakat dan strategi mengontrolnya. Jurnal Ilmiah Kedokteran. 2016;

5(1).

Anda mungkin juga menyukai