Anda di halaman 1dari 20

TERJEMAH KITAB MABADI AL-AWALIYAH ( kaidah Ushul Fiqh Sunni

Syafi’iyyah )
Posted on July 24, 2017 by admin
SEKAPUR SIRIH
‫السالم عليكم ورحمة هللا وبركاته‬
‫الحمد هلل رب العلمين الصالة والسالم علي سيدنا محمد صلي هللا عليه وسلم الذي قال “طلب العلم فريضة علي كل مسلم ومسلمة ” وعلي أله وأصحابه أجمين‬
Puji syukur, kami haturkan kepada Allah ‘azza wa jalla. Shalawat serta salam dari Allah semoga tercurahkan
kepada beliau uswah al-hasanah Muhammad SAW. Al-nabiy, al-rosul ‘ala al-alamiin.
Berawal dari sebuah obrolan ma’a ashabiy alias bareng teman-teman sambil ngopi dan nyete 76 diwarung
selatan pondok putra Ponpes An-nawawi, kemudian berlanjut pada bahasan yang lebih serius untuk belajar
ushul fiqh dengan metode diskusi -walaupun diskusinya belum berjalan seperti yang diinginkan-, kami dan
teman-teman mencoba untuk belajar membaca dan memahamui kitab usul fiqh Mabadi’ al-Awaliyah. Kemudian
kami berniat untuk menterjemahkannya. Termotivasi oleh semangat beliau mas H. M. Khoirul Fata (al-marhum)
“ghofara Allah lah” dalam belajar ketika beliau masih bersama-sama kami (fi hayati al-dunya) serta dengan
harapan semoga kami dan teman-teman santri PP. An-Nawawi bisa mempunyai semangat seperti beliau dalam
belajar. Dan yang pasti beliau KH. Achmad Chalwani beserta zdurriyahnya ridho pada kita sehingga Allah pun
ridha pada kita.
Harapan kami, terjemahan kitab Mabadi’ al-Awaliyah ini dapat menjadi motivasi para santri khususnya teman-
teman di PP. An-Nawawi Berjan Purworejo dalam bwelajar baik dengan metode membaca, menulis atau lainnya.
Dan semoga bisa menjadikan washilah bagi kami untuk mendapatkan ilmu yang nafi’ fiy al-dunya wa al-akhirat.
Tidak lupa ucapan terimakasih kami kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penterjemahan ini.
Terlebih guru fan kitab Mabadi’ al-Awaliyah kami yaitu bapak Sahlan, S.Ag., MSI.dan mustahiq kelas II MDU
yang senantiasa memberi suport dan membesarkan hati kami sehingga dengan kemampuan yang kami miliki
akhirnya dapat terselesaikan apa yang telah menjadi harapan kami. Terakhir, untuk koreksi, tentunya dalam
terjemahan ini tidak sesempurna sesuai apa yang diharapkan. Apabila ditemukan kekurangan sangat kami
harapkan masukan dan saran dari para pembaca yang budiman.
‫والسالم عليكم ورحمة هللا وبركاته‬
Berjan, 9 juni 2009-06-09
TTM
DAFTAR ISI
Halaman Judul I
Sambutan Mustahiq II
Sekapur sirih III
Daftar isi IV
1. Al-Qism al-awwal Ushul al-Fiqh 1
2. Al-Ahkam 2
3. Al-Mabhats al-awwal fiy al-Amr 4
4. Al-Mabhats al-tsani fiy al-Nahyi 5
5. Al-Mabhats al-talits fiy al-‘Am 7
6. Al-Mabhats al-al-rabi’ fiy al-Khas wa al-Takhshis 8
7. Al-Mabhats al-khamis fiy al-Naskh 12
8. Al-Mabhats al-sadis fiy al-Mujmal 15
9. Al-Mabhats al-sabi’ fiy al-Muthlaq wa al-Muqayyad 16
10. Al-Mabhats al-tsamin fiy al-Mafhum wa al-Mantuq 17
11. Al-Mabhats al-tasi’ fiy Fi’l shahib al-syari’ah 19
12. Al-Mabhats al-‘asyir fiy Iqrar shahib al-syari’ah 20
13. Al-Mabhats al-hadiy ‘asyara fiy al-Ijma’ 21
14. Al-Mabhats al-tsani ‘asyara fiy al-Qiyas 22
15. Al-Mabhats al-tsalits ‘asyara fiy al-Ijtihad, al-Ittiba’, al-Taqlid 23
16. Al-Qism al-tsani Qawa’id al-Fiqh 25
17. Kaidah ke-1 25
18. Kaidah ke-2 25
19. Kaidah ke-3 25
20. Kaidah ke-4 26
22. Kaidah ke-6 27
21. Kaidah ke-5 26
23. Kaidah ke-7 27
24. Kaidah ke-8 27
25. Kaidah ke-9 28
26. Kaidah ke-10 28
27. Kaidah ke-11 28
28. Kaidah ke-12 29
29. Kaidah ke-13 30
30. Kaidah ke-14 30
31. Kaidah ke-15 30
32. Kaidah ke-16 31
33. Kaidah ke-17 31
34. Kaidah ke-18 31
35. Kaidah ke-19 32
36. Kaidah ke-20 32
37. Kaidah ke-21 33
38. Kaidah ke-22 33
39. Kaidah ke-23 33
40. Kaidah ke-24 34
41. Kaidah ke-25 34
42. Kaidah ke-26 35
43. Kaidah ke-27 35
44. Kaidah ke-28 35
45. Kaidah ke-29 36
46. Kaidah ke-30 36
47. Kaidah ke-31 37
48. Kaidah ke-32 37
49. Kaidah ke-33 37
50. Kaidah ke-34 38
51. Kaidah ke-35 38
52. Kaidah ke-36 38
53. Kaidah ke-37 39
54. Kaidah ke-38 39
55. Kaidah ke-39 39
56. Kaidah ke-40 40
﴾ ‫﴿ القسم األول‬
‫فى اصول الفقه‬
‫األصل لغة ما بني عليه غيره كأصل الشجرة أي أساسه وأصل الشجرة أى طرفها الثابت فى األرض فأصول الفقه أساسه والفرع ما بني عليه غيره كفروع‬
‫الشجرة ألصلها وفروع الفقه ألصوله‬
‫واألصل إصطالحا يقال على الدليل والقاعدة الكلية كقولهم أصل وجوب الصالة الكتاب أي الدليل على وجوبها الكتاب قال هللا تعالى أقيموا الصالة…االية وقولهم‬
‫خالف االصل اي مخالف للقاعدة الكلية وهي كل ميتة حرام قال هللا تعالى انما حرم عليكم الميتة…االية‬
ُ ‫إباحة الميتة للمضطر‬
‫ مطلق األمر للوجوب ومطلق النهي للتحريم ومطلق فعل النبى صلى هللا عليه وسلم ومطلق االجماع ومطلق‬: ‫أصول الفقه دليل الفقه على سبيل االجمال كقولهم‬
‫القياس حجج‬
‫الفقه لغة الفهم فقهت كالمك أى فهمته وإ صطالحا العلم باألحكام الشرعية التى طريقها االجتهاد كالعلم بأن النية فى الوضوء واجبة ونحو ذلك من المسايل‬
‫ بخالف العلم باألحكام التى ليس طريقها االجتهاد كالعلم بأن الصلوات الخمس‬.‫االجتهادية قال النبي صلى هللا عليه وسلم ” إنما األعمال بالنية ” رواه البخارى‬
‫واجبة وأن الزنا محرم ونحو ذلك من المسايل القطعية فال يسمى العلم بما ذكر فقها‬.
‫ صفة ينكشف بها المطلوب إنكشافا تاما‬: ‫العلم‬
‫ عدم العلم بالشيء‬: ‫والجهل‬
‫ االدراك الراجح ألحد األمرين‬: ‫والظن‬
‫والوهم االدراك المرجوح ألحد األمرين‬
‫ االدراك المستوى بين األمرين‬: ‫والشك‬
‫فتردد فى قيام زيد ونفيه على السواء شك ومع رجحان الثبوت واالنتفاء ظن ومع مرجوح فى أحدهما وهم والمراد بالعلم فى تعريف الفقه يشمل الظن‬
BAGIAN AWAL
USHUL FIQH
Asal (al-ashlu) secara bahasa adalah sesuatu yang menjadi sandaran. Seperti akar yang menjadi dasar
tumbuhnya sebuah pohon dan ushul al-fiqh yang menjadi pondasi fiqh. Sedangkan cabang (al-far’) adalah
sesuatu yang dididrikan diatas sesuatu yang lain. Seperti cabang-cabang pohon (batang dan lainnya) yang
berdiri diatas akarnya, dan fiqh yang berdiri diatas ushul-nya.
Menurut istilah asal adalah dalil dan kaidah kulliyat. Seperti perkataan ulama’ bahwa dasar wajibnya shalat
adalah al-Kitab (al-Quran). Maksudnya dalil yang mewajibkan shalat adalah al-Quran. Allah berfirman dalam QS.
al-Baqarah (2): 43.
  …‫ االية‬
Artinya : “….dan dirikanlah shalat…”
Pendapat ulama’ yang menyatakan diperbolehkannya memakan bangkai dalam kondisi darurat (emergency),
adalah bertentangan dengan kaidah kulliyat yang berbunyi; “kullu mayyitah harām” artinya : setiap bangkai
haram hukumnya. Kaidah ini bersumber dari firman Allah SWT. Yang berbunyi :
” ” ‫انما حرم عليكم الميتة‬
Ushul fiqh merupakan dalil fiqh global. Seperti kemutlakan amr (perintah) menunjukkan makna wajib, mutlaknya
nahi (larangan) menunjukkan keharaman, mutlaknya perbuatan Nabi (af’al al-Nabi), mutlaknya ijma’, dan
mutlaknya qiyas yang kesemuanya itu merupakan hujjah.
lafal “fiqh” dalam bahasa Arab mempunyai arti faham (al-fahm). Sedangkan dalam terminologi syar’iy, fiqh ialah
mengetahui hukum-hukum syari’at yang diperoleh dengan jalan ijtihad. Seperti mengetahui bahwa niat dalam
wudhu merupakan suatu kewajiban, dan berbagai permasalahan lain yang masuk dalam ranah ijtihadiyah. Fiqh,
berbeda dengan hukum-hukum syari’at yang diketahui tanpa menggunakan metode ijtihad. Seperti mengetahui
bahwa shalat lima waktu adalah wajib, perbuatan zina adalah haram, dan berbagai permasalahan lain yang
ditetapkan dengan dalil qath’iy. Ilmu seperti ini tidak dinamakan fiqih.
Sedangkan ilmu (‫ )العلم‬adalah sifat yang dengannya sesuatu yang di kehendaki bisa diketahui dengan sempurna.
bodoh (‫ )الجهل‬adalah tidak adanya pengetahuan akan sesuatu perkara. Dzan (‫ )الظن‬adalah menilai sesuatu yang
lebih kuat dari dua perkara. Wahm (‫ )الوهم‬adalah menemukan sesuatu yang kurang kuat dari dua perkara. Syak
(‫ )الشك‬adalah menemukan persamaan pada dua perkara.
Keraguan yang timbul tentanga antara apakah seseorang bernama Zaid sedang berdiri atau tidak yang sama-
sama kuat dinamakan syak, jika lebih unggul salah satunya dinamakan dzan, dan ketika mengunggulkan salah
satu antara keadaan Zaid sedang berdiri atau tidak sedang berdiri dinamakan wahm. Dalam kaitan ini, ilmu
dalam pengertian fiqih mengandung pengertian dzan (prasangka). Maksudnya, sebagaimana dalam
pembahasan selanjutnya, akan diketemukan adanya kaidah yang menyatakan bahwa produk ijtihad sebagai
salah satu mekanisme metode penggalian hukum dalam islam masuk dalam kategori zdanniy (prasangka) dan
bukannya qath’iy (pasti).
﴾ ‫﴿ األحكام‬
‫ الواجب والمندوب والمباح والحرام والمكروه والصحيح والباطل والرخصة والعزيمة‬: ‫األحكام تسعة‬.
‫ كالصلوات الخمس وصوم رمضان‬. ‫ مايثاب على فعله ويعاقب على تركه‬: ‫فالواجب‬.
‫ كتحية المسجد‬. ‫ مايثاب على فعله واليعاقب على تركه‬: ‫المندوب‬.
‫ كالربا وفعل المفسدة‬. ‫ مايثاب على تركه ويعاقب على فعله‬: ‫الحرام‬
‫ كتقديم اليسرى على اليمنى فى الوضوء‬. ‫ مايثاب على تركه واليعاقب على فعله‬: ‫المكروه‬
‫ كالنوم فى النهار‬. ‫ ما ال يثاب على فعله واليعاقب على تركه‬: ‫المباح‬.
‫ ما يجتمع فيه الركن والشرط‬: ‫الصحيح‬
‫ ما ال يجتمع فيه الركن والشرط‬: ‫الباطل‬
‫ كغسل الوجه للوضوء وتكبيرة االحرام للصالة‬.‫ ما يتوقف عليه صحة الشيء وكان جزأ منه‬: ‫الركن‬
‫ كماء مطلق للوضوء وستر العورة للصالة‬.‫ ما يتوقف عليه صحة الشيء وليس جزأ منه‬: ‫ الشرط‬.
‫ كجوز الفطر للمسافر ال يجهده الصوم وأكل الميتة للمضطر‬. ‫ هي الحكم الذى يتغير من سعوبة الى سهولة مع قيام سبب الحكم االصلي‬: ‫الرخصة‬
‫ هي الحكم كوجوب الصلوابت الخمس وحرمة اكل الميتة لغير المضطر‬: ‫العزيمة‬.
PEMBAGIAN HUKUM SYARI’AT
Al-Ahkam al-Syar’iy (hukum-hukum syariat) dibagi menjadi sembilan, yaitu: wajib, mandub, mubah, haram,
makruh, sahih, bathil, rukhshah dan ‘azimah. Adapun definisi masing-masing sembilan hukum tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Wajib, yaitu sesuatu yang apabila dikerjakan akan diberi pahala dan ketika ditinggalkan akan disiksa. Seperti
shalat lima waktu dan puasa Ramadhan.
2. Mandub, yaitu sesuatu yang apabila dikerjakan akan diberi pahala dan apabila ditinggalkan tidak akan disiksa.
Seperti shalat tahiyat masjid.
3. Haram, yaitu sesuatu yang apabila ditinggalkan akan diberi pahala dan apabila dikerjakan akan disiksa.
Seperti riba dan melakukan kerusakan.
4. Makruh, yaitu sesuatu yang diberi pahala apabila ditinggalkan, tapi tidak disiksa apabila dikerjakan. Seperti
mendahulukan bagian yang kiri dalam wudhu.
5. Mubah, yaitu sesuatu yang apabila ditinggalkan dan dikerjakan tidak mendapat pahala dan siksa. Seperti tidur
siang hari.
6. Shahih, yaitu sesuatu yang didalamnya mencakup rukun dan syarat.
7. Bathil, yaitu sesuatu yang didalamnya tidak mencakup rukun dan syarat.
Rukun adalah sesuatu yang menyebabakan sahnya sesuatu (pekerjaan) dan ia merupakan bagian (juz) dari
sesuatu (pekerjaan) itu. Seperti membasuh wajah dalam berwudhu dan takbiratul ihram dalam shalat. Adapun
syarat adalah sesuatu yang menyebabkan sahnya sesuatu (pekerjaan), namun ia bukanlah bagian (juz) dari
sesuatu (pekerjaan) tersebut.
8. Rukhshah, yaitu perubahan hukum dari berat menjadi ringan, sedangkan sebab hukum asalnya masih tetap.
Seperti diperbolehkannya membatalkan puasa bagi musafir meskipun ia tidak merasa keberatan untuk
melanjutkan puasanya. Dan diperbolehkan memakan bangkai bagi orang yang terpaksa.
9. ‘Azimah, yaitu hukum seperti kewajiban shalat lima waktu dan haramnya memakan bangkai bagi yang tidak
terpaksa.
‫ويتعلق باصول الفقه مباحث‬
﴾ ‫﴿ المبحث االول في االمر‬
‫وهو طلب الفعل من األعلي الي االدني‬
‫ فيه قواعد‬:
۱. ‫االصل فى االمر للوجوب اال ما دل الدليل علي خالفه قال تعالى واقيموا الصالة واتوا الزكاة…االية‬
٢. ‫ االصل فى االمر ال يقتضى التكرار اال ما دل الدليل علي خالفه قال تعالى‬   …‫األية‬
٣. ‫ الن الغرض منه ايجاد الفعل من غير اختصاص بالزمن االول دون الزمن الثاني‬.‫االصل فى االمر ال يقتضى الفور‬.
٤. ‫ االمر بالصالة امر بالطهارة‬.‫االمر بالشيء امر بوسايله‬.
٥. ‫ قال هللا تعالى‬.‫ االمر بالشيء نهي عن ضده‬ •• …‫األية‬
٦. ‫ فال قضاء عليه اذا وجد الماء‬.‫ فاذا عدم الشخص الماء فتيمم فصلي خرج عن عهدة االمر‬.‫اذا فُعِل المأمور به على وجهه يخرج المأمور عن عهدة االمر‬.
Pembahasan Ke – 1
AL-AMR
Al-Amr (perintah) yaitu tuntutan untuk mengerjakan dari atasan kepada bawahannya. Dalam pembahasan amr
ini terdapat beberapa kaidah sebagai berikut :
1. Perintah (amr) pada dasarnya menunjukkan wujub, kecuali ada dalil yang menunjukkan selainnya.
Firman Allah SWT dalam QS. al-Baqarah (2): 43.
   …‫ االية‬
Artinya: “…dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat…”
2. Perintah (amr) pada dasarnya tidak memiliki konsekuensi pengulangan, kecuali ada dalil yang menunjukkan
selainnya.
Firman Allah SWT dalam QS. al-Baqarah (2):196.
     ..‫األية‬
Artinya : “…dan sempurnakanlah haji dan umroh karena Allah…”
3. Perintah (amr) pada dasarnya tidak memiliki konsekuensi untuk segera dikerjakan. Tujuan amr (perintah)
adalah terwujudnya suatu pekerjaan tanpa adanya pengkhususan dengan waktu awal.
4. Perintah (amr) terhadap sesuatu berarti juga perintah kepada hal-hal yang menjadi wasilah (medium)
timbulnya sesuatu tersebut.
Contoh perintah shalat berarti perintah untuk bersuci.
5. Perintah terhadap sesuatu berarti larangan (nahi) terhadap hal-hal yang berlawanan dengan sesuatu tersebut.
Firman Allah SWT dalam QS. al-Baqarah (2):83.
 ••  ..‫ األية‬
Artinya : “….dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia…”
6. Ketika suatu perintah telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuannya maka orang yang dikenai perintah telah
terbebas dari ikatan (perjanjian) amr tersebut. seperti ketika seseorang yang tidak menemukan air (untuk wudhu)
kemudian tayamum dan mengerjakan shalat, maka ia tidak wajib qadha (mengulang) shalat ketika menemukan
air.
﴾ ‫﴿ المبحث الثانى فى النهي‬
‫وهو طلب الترك من االعلي الي االدني‬
‫ فيه قواعد‬:
۱. ‫ االصل فى النهي للتحريم اال ما دل الدليل علي خالفه قال تعالى وال تفسدوا فى االرض بعد اصالحها‬.
٢. ‫ قال تعالى‬.‫ النهي عن الشيء امربضده‬     
       ••  

٣. ‫ كالصالة الحايض والصومها‬.‫االصل في النهي يدل على فساد المنهي عنه فى العبادة‬.
٤. ‫ ان‬.‫ نهي صلي هللا عليه وسلم عن بيع الحصاة رواه مسلم‬.‫النهي يدل على فساد المنهي عنه فى المعامالت ا ِْن رجع النهي الي نفس العقد كما فى بيع الحصاة‬
‫ قال هللا تعالى‬.‫ كما فى البيع وقت نداء الجمعة‬.‫ رجع الى امر خارج عن العقد غير الزم فال‬   
          
…‫ واالخالل يوجد بالبيع وبغيره كاألكل‬.‫ لالخالل بالسعي الواجب الي الجمعة‬.‫االية‬.
Pembahasan Ke – 2
AL-NAHY
Al-Nahy (larangan) adalah tuntutan untuk meninggalkan (suatu pekerjaan) dari atasan kepada bawahannya.
Pembahasan larangan (al-nahy) meliputi beberapa kaidah sebagai berikut:
1. Larangan (al-nahy) pada dasarnya menunjukkan keharaman (sesuatu yang dilarang), kecuali adanya petunjuk
(dalil) sebaliknya.
2. Larangan (al-nahy) akan suatu hal (dapat diartikan sebagai) perintah akan hal-hal yang berlawanan atau
kebalikan dari yang dilarang. Allah berfirman QS. al-Baqarah (2):188.
        
    ••    
Artinya: “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang
bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan
sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”
3. Larangan (al-nahy) pada dasarnya menunjukkan rusaknya sesuatu yang dilarang dalam ibadah. Seperti shalat
dan puasanya perempuan yang haidh.
4. Larangan (al-nahy) pada dasarnya menunjukkan rusaknya sesuatu yang dilarang dalam muamalah. Hal ini
terjadi ketika larangan itu dikembalikan kepada kondisi akad (nafs al-‘aqd), seperti bai’ al-hashot (jual beli dengan
cara melemparkan batu kecil atau spekulasi). Namun ketika larangan itu dikembalikan kepada sesuatu yang
keluar dari transaksi (faktor eksternal) yang tidak tetap, maka sesuatu yang dilarang tersebut tidak rusak. Seperti
hanya jual beli pada waktu adzan jum’at.
Firman Allah SWT dalam QS. Al-Jum’ah (62):9.
        
           
 
Artinya : “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu
kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”.
(QS. al-Jum’ah 9).
﴾ ‫﴿ المبحث الثالث فى العام‬
‫ وااللفاظ الموضحة له اربعة‬.‫ وهو ما عم شييين فصاعدا من غير حصر‬:
‫• ” االسم الواحد المعرف بالالم قال تعالى‬      …‫” االية‬
‫ ” واالسم الجمع المعرف بالالم قال تعالى‬       
    •    ”
‫ وال فى النكرات قال تعالى‬•       …‫االية‬
‫ ” واالسماء المبهمة كمن فى من يعقل قال تعالى‬      ” ‫” وما فى ما ال يعقل قال تعالى‬
    ” ‫ ” واي قال تعالى ” ايا ّما تدعوا فله االسماءالحسنى…األية ” واين فى المكانقال تعالى‬
   …‫ متى سفرت فانت طالق‬.‫األية ” ومتى فى الزمن‬
Pembahasan Ke – 3
AL-‘AM
Al-‘ِِAm (‫ )العام‬adalah sesuatu yang meliputi dua hal atau lebih tanpa adanya batasan. Lafazd-lafazd yang
digunakan untuk menunjukkan makna ‘am ada empat, yaitu:
1. Isim wahid (mufrod) yang di-ma’rifat-kan dengan huruf lam. Seperti QS. al-Ashr (103): 2-3.
•       ..‫االية‬
Artinya : “Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian kecuali mereka yang beriman…”
2. Isim jama’ yang di-ma’rifat-kan dengan huruf lam. Contoh QS. al-Baqarah (2):195.
          
 •    
Artinya : “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke
dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”
3. huruf la yang me-nafi-kan pada isim nakiroh. Contoh QS. al-Baqarah(2): 48.
•            
      
Artinya: “Dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang
lain, walau sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa’at dan tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka
akan ditolong.”
4. Isim-isim mubham
a) Lafal “‫ “من‬bagi sesuatu yang berakal. Contoh firman Allah QS. al-Zalzalah (99): 7.
      
Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.”
b) Lafal ‫ ما‬bagi yang tidak berakal. Contoh firman Allah QS. al-Hujarat (49): 18.
•           
Artinya: “Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi. dan Allah Maha melihat apa yang
kamu kerjakan.”
c) Lafal ‫اي‬. Contoh :
‫األية‬..‫ايا ّما تدعوا فله االسماءالحسنى‬
d) Lafal َ‫ اَيْن‬yang menunjukkan tempat. Contoh QS. al-Nisa’ (4): 78.
   
Artinya: “Dimanapun kamu berada kematian akan mendapatkan kamu…”
e) Lafal ‫متى‬yang menunjukkan zaman. Contoh :
‫ت طالق‬ ِ ‫ت فان‬
ِ ‫متى سفر‬
﴾‫﴿المبحث الثالث فى الخاص والتخصيص‬
‫ ما ال يتناول شييين فصاعدا من غير حصر‬: ‫والخاص‬
‫ اخراج بعض مدلول العام‬: ‫والتخصيص‬
‫ متصل ومنفصل‬: ‫وهو قسمان‬
‫ فالمتصل انواع‬:
‫ قال تعالى‬.‫• ” منها االستثناء‬       …‫” اآلية‬
‫ قال تعالى‬.‫ ” منها التقيد بالصفة‬   …‫” اآلية‬
‫ قال تعالى‬.‫ ” منها التخصيص بالغية‬     …‫” اآلية‬
‫ قال تعالى ” وهلل على الناس حج البيت من استطاع اليه سبيال…اآلية‬.‫” منها التخصيص بالبدل‬
‫ فالمنفصل انواع‬:
۱. ‫ قال تعالى‬.‫ ” تخصيص الكتاب بالكتاب‬   … ‫اآلية ” خصص بقوله تعالى اليوم احل الى قوله تعالى‬
‫“…والمحصنات من الذين اوتو الكتاب من قبلكم… االية ” اي حل لكم‬
٢. ‫ قال هللا تعالى‬. ‫ ” تخصيص الكتاب بالسنة‬       
 …‫” اآلية ” الشامل للولد الكافر خصص بحديث الصحيحين ” اليرث المسلم الكافر وال الكافر المسلم‬
٣. ‫ كتحصيص حديث الصحيحين ” ال يقبل صالة احدكم اذا احدث حتى يتوضأ ” بقوله تعالى ” وان كنتم مرضى الي قوله تعالى فلم‬, ‫تخصيص السنة بالكتاب‬
‫” تجدوا ماء فتيمموا…االية‬
٤. ‫” تخصيص كتحصيص حديث الصحيحين ” فيما سقت السماء العشر” بحديثهما ” ليس فيما دون خمسة اوسق صدقة‬
٥. ‫ كقوله تعالى ” الزانية والزانى فاجلدوا كل واحد منهما ماية جلدة…االية ” فانه خصص منها االمة فعليها نصف ذلك بقوله تعالى‬, ‫” تخصيص الكتاب بالقياس‬
          
…‫االية ” والعبد فالقياس على االمة فى النصف ايضا‬
٦. ‫تخصيص السنة بالقياس كقوله صلى هللا عليه وسلم ” لي الواجد يحل عرضه وعقوبته رواه احمد وابن ماجه ” وهذا فى غير الوالد مع ولده اما هو فانه اليحل‬
‫ ” عرضه وعقوبته قياسا على عدم قول اف الثابت بقوله تعالى‬    …‫االية ” باألولى‬
Pembahasan Ke – 4
AL-KHAS DAN AL-TAKHSHIS
Al-khas (‫ )الخاص‬adalah sesuatu yang tidak mengandung dua makna atau lebih tanpa adanya batasan.
Sedangkan al-takhshish (‫ )التخصيص‬adalah mengeluarkan sebagian yang ditunjukkan ‘am. Takhshis dibagi
menjadi dua, yaitu; takhshis muttashil (bersamaan) dan takhshis munfashil (terpisah).
Macam-macam takhshis muttasil :
1) Pengecualian (al-Istisna’). Contoh: QS. al-‘Ashr (103): 2-3.
•       ..‫االية‬
Artinya: “Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian kecuali mereka yang beriman…”
2) Pembatasan (al-taqyid) dengan sifat. Contoh firman Allah SWT dalam QS. al-Nisa’ (4): 96.
   …‫اآلية‬
Artinya: “(Hendaklah) Ia memerdekakan seorang hamba yang beriman…”
3) Pengecualian dengan dengan batas (ghayah). Contoh QS. al-Baqarah (2): 222.
     ..‫ االية‬
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci…”
4) Pengecualian dengan pengganti (badal). Contoh QS. Ali ‘Imron(3): 97.
  ••        …‫اآلية‬
Artinya: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup
mengadakan perjalanan ke Baitullah…”
Macam-macam takhshish munfashil:
1) Pengecualian al-kitab (al-Qur’an) dengan al-kitab (al-Qur’an). Firman Allah SWT dalam QS. al-Baqarah (2):
221.
   …‫اآلية‬
Artinya: “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik…”
ayat ini ditakhsis dengan Firman Allah SWT dalam QS. al-Maidah (5): 5,
‫اليوم احل الى قوله تعالى…والمحصنات من الذين اوتو الكتاب من قبلكم… االية‬
 •         
        
        
          
      
Artinya: “Pada hari ini dihalalkan –sampai pada firman Allah ta’ala- Dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan
di antara orang-orang yang di beri al-kitab sebelum kamu…”
2) Pengecualian al-kitab (al-Qur’an) dengan al-sunah (al-Hadits). Firman Allah dalam QS. al-Nisa’ (4):11.
         …‫ اآلية‬
Artinya: “Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pustaka untuk) anak-anakmu, yaitu bagian anak laki-
laki sama dengan bagian dua anak perempuan…”
Ayat diatas mengandung pengertian bahwa yang mendapat waris termasuk anak kafir tapi ayat tersebut
ditakhsis dengan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim:
‫اليرث المسلم الكافر وال الكافر المسلم‬
Artinya: “Seorang anak muslim tidak mendapatkan warisan dari orang tua kafir dan anak kafir tidak mendapatkan
warisan dari orang tua muslim.”
3) Pengecualian al-Sunnah (al-Hadits) dengan al-Kitab (al-Qur’an). Seperti hadits riwayat Bukhari Muslim yang
menerangkan bahwa Allah SWT tidak akan menerima shalat seseorang yang masih dalam keadaan hadats
sampai dia berwudhu.
‫ال يقبل صالة احدكم اذا احدث حتى يتوضأ‬
Artinya : Allah tidak menerima shalat kalian, ketika berhadast sehingga kalian berwudhu.
Hadits ini di takhsis dengan firman Allah QS.al-Nisa’ (4): 43.
            
     …‫ االية‬
Artinya: “Dan jika kamu sakit –sampai pada firman Allah- kemudian kamu tidak mendapat air, maka
bertayamumlah…”
4) Pengecualian al-Sunnah (al-Hadits) dengan al-Sunnah (al-Hadits). Contoh hadits Riwayat Bukhari dan
Muslim:
‫فيما سقت السماء العشر‬
Artinya: “Setiap (zar’) yang disirami dengan air hujan zakatnya sebesar seper sepuluh.”
Hadits ini ditakhsis dengan hadits riwayat Bukhori dan Muslim :
‫ليس فيما دون خمسة اوسق صدقة‬
Artinya: “Setiap (zar’) yang kurang dari lima wasaq tidak ada zakat.”
5) Pengecualian al-kitab (al-Qur’an) dengan Qiyas. Contoh QS. al-Nur (24):3.
• •  •      
          
       
Artinya: Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya
seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama
Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka
disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.
Ayat tersebut di takhsis dengan ayat yang menerangkan hukum derap/jilid terhadap budak perempuan (amat)
yang hanya dijilid separuh dari ketentuan ayat. Allah SWT. berfirman QS. al-Nisa’ (4):25.
         
…‫ االية‬
Artinya: “Kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), Maka atas mereka separo hukuman dari
hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami…”
Adapun untuk seorang budak (‘abd) di-qiyas-kan kepada amat yaitu setengah dari ketentuan yang telah
disebutkan diatas.
6) Pengecualian al-Sunnah (al-Hadits) dengan al-Qiyas. Contoh sabda Rasulullah SAW. :
‫لي الواجد يحل عرضه ا وعقوبته رواه احمد وابن ماجه‬
Artinya: “Orang kaya yang berpaling dari membayar hutang maka halal kehormatan dan keperwiraannya “ (HR.
Ahmad dan Ibn Majjah.)
Dikecualikan dari ketentuan hadits diatas, yaitu orang tua yang menunda-nunda membayar hutang pada
anaknya meskipun sudah mampu untuk membayarnya. Maka bagi orang tua yang berpaling dari membayar
hutang tidak dihalalkan kehormatan dan keperwiraannya karena dengan memakai qiyas awla tidak
diperbolehkannya mengucapkan kata-kata kasar kepada mereka yang telah ditetapkan dalam QS. Al-Isra’
(17):23.
    …‫ االية‬
Artinya: “…Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”…”
﴾‫﴿المبحث الخامس فى النسخ‬
‫ يقال نسخت الشمس الظل اذا ازالته ورفعته بانبساطها وقيل معناه النقل من قولهم نسخت ما فى هذا الكتاب اذا نقلت ما فيه الى اخر‬. ‫وهو لغة االزالة‬
‫ وينقسم النسخ عند بعضهم الى اقسام‬.‫ رفع حكم شرعي بدليل شرعى متأخر‬: ‫ وشرعا‬:
۱. ‫ وقد رجم صلى هللا‬.‫ رواه الشافعى وغيره‬.‫ قال عمر رضي هللا عنه فانال قد قرأناها‬.‫نسخ الرسم وبقاء الحكم نحو الشيخ والشيخة اذا زنيا فارجموهما البتة‬
‫ وهما المراد بالشيخ والشيخة‬.‫عليه وسلم المحصنين متفق عليه‬
٢. ‫ قال تعالى ” والذين يتوفون منكم ويذرون ازواجا وصية الزواجهم متاعا الى الحول…االية ” نسخ باية‬.‫ ” ونسخ الحكم وبقاء الرسم‬
       
…‫” االية‬
٣. ‫ ويجوز نسخ الكتاب‬.‫ونسخ االمرين معا كحديث المسلم عن عايسة ” كان فِيْما انزل عشر رضعات معلومات يحرمن ” فنسخن بخمس معلومات يحرمن‬
‫بالكتاب كما تقدم فى اية العدة‬.
٤. ‫ كاستقبال بيت المقدس الثابت بالسنة الفعلية فى حديث الصحيحين فانه صلى هللا عليه وسلم استقبله فى الصالة ستة عشر شهرا نسخ بقوله‬.‫ونسخ السنة بالكتاب‬
‫ ” تعالى‬     …‫” االية‬
٥. ‫ونسخ السنة بالسنة كحديث مسلم ” كنت نهيتكم عن زيارة القبر فزورها ” وقال بعضهم يجوز نسخ الكتاب بالسنة كقوله تعالى ” كتب عليكم اذا حضر احدكم‬
‫الموت ان ترك خيرا الوصية للولدين واالقربين…االية ” نسخ بقوله صلى هللا عليه وسلم ” الوصية لورث ” رواه الترمذي وابن ماجه‬.
Pembahasan Ke – 5
NASIKH DAN MANSUKH
Al-Nãsikh (‫ )الناسخ‬secara bahasa berarti menghilangkan, menghapus, atau memindah. Dalam tinjauan syara’, al-
nãsikh adalah menghilangkan atau membatalkan hukum syara’ yang telah ditetapkan terdahulu dengan dalil
syara’ yang baru. Al-Nãsikh menurut sebagian ulama’ terbagi menjadi:
1) Menghapus tulisan (al-rasm) dan menetapkan hukum.
Contoh hadits Nabi SAW:
‫الشيخ والشيخة اذا زنيا فارجموهما البتة‬
Sahabat ‘umar RA berkata bahwa sesungguhnya kami telah membaca hadits dan bahwasanya nabi SAW telah
memberlakukan hukum ranjam terhadap dua orang yang berzina muhshon. Maksud lafal ‫ محصنين‬dalam hadits
diatas adalah ‫الشيخ والشيخجة‬
2) Menghapus hukum dan menetapkan tulisan (al-rasm).
Contoh QS. al-Baqarah (2): 240.
       •• 
            
  •     
Artinya: Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah
berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari
rumahnya). akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), Maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang
meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma’ruf terhadap diri mereka. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.
Ayat ini di nasikh dengan QS. al-Baqarah (2): 234.
       
  …‫ االية‬
Artinya: “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri
itu) menangguhkan dirinya (ber’iddah) empat bulan sepuluh hari.
3) Menghapus dua perkara (hukum dan tulisan) secara bersamaan.
Seperti hadits riwayat Muslim dari ‘aisyah ra.
‫كان فِيما انزل عشر رضعات معلومات يحرمن‬
Hadits yang menerangkan bahwa yang dapat menyebabkan haramnya sebuah pernikahan sepuluh kali
susushan yang diketahui ini kemudian dinasikh dengan hadits yang menerangkan lima kali susuan yang
mengharamkan:
‫بخمس معلومات يحرمن‬
Me-nasikh al-Kitab (ayat Al-Quran) dengan al-Kitab (ayat al-Quran lain) juga diperbolehkan, seperti dalam ayat
tentang ‘iddah perempuan sebagaimana yang diterangkan diatas.
4) Menghapus al-Sunah dengan al-Kitab.
Seperti menghadap Baitul maqdis dalam shalat yang ditetapkan dengan sunah fi’liyah (perbuatan Nabi). Dalam
hadits riwayat Bukhori Muslim disebutkan “bahwasahnya Nabi SAW menghadap baitul maqdis dalam shalatnya
selama 16 bulan “. Hadits kemudian dinasikh dengan firman Allah QS. al-Baqarah (2): 144.
       •   
         
   •       
       
Artinya: “Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langi, Maka sungguh kami akan memalingkan
kamu ke kiblat yang kamu sukai. palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada,
palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab
(Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan
Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”
5) Nasikh al-Sunah dengan al-Sunah. Seperti hadits riwayat imam Muslim:
‫كنت نهيتكم عن زيارة القبر فزورها‬
Artinya: “(dulu) Aku (Nabi) melarang kalian ziarah kubur. Maka (sekarang) Berziarahlah kalian. “
Sebagian ulama’ juga ada yang berpendapat tentang diperbolehkannya menasikh al-kitab dengan al-sunah.
Seperti firman Allah QS al-Baqarah :(2) 180,
        • 
       
Artinya: “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia
meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (ini adalah)
kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”
Ayat diatas dinaskh oleh sabda Nabi SAW:
‫الوصية لورث رواه الترمذي وابن ماجه‬
Artiny: “Tidak ada wasiat bagi ahli waris.” (HR. al-Tirmidzi dan Ibn Majjah.)
﴾‫﴿المبحث السادس فى المجمل‬
‫ ما يفتقر الى البيان كلفظ قرء من قوله تعالى ” والمطلقات يتربصن بانفسهن ثالثة قروء ” فانه يحتمل الحيض واالطهار الشتراك القرء بين الحيض‬: ‫المجمل‬
‫والطهر‬.
‫ اخراج الشيء من حيز االشكال الى حيز التجلى وهو انواع‬: ‫ والبيان‬:
۱. ‫” بيان بالقول كقوله تعالى فى صوم التمتع ” فصيام ثالثة ايام فى الحج وسبعة اذا رجعتم تلك عشرة كاملة‬
٢. ‫بيان بالفعل كبيان فعل النبى صلى هللا عليه وسلم كيفية الصالة وغيرها‬
٣. ‫ فانه صلى هللا عليه وسلم بينهما بكتبه المشهورة‬, ‫بيان بالكتاب كبيان مقادر الزكاة وديات االعضاء‬.
٤. ‫ ثم اعاد االشارة باصابعه ثالث مرات وحبس ابهامه فى الثالثة اشارة الى‬,‫بيان باالشارة كقوله صلى هللا عليه وسلم ” الشهر كذا وكذا وكذا ” يعنى ثالثين يوما‬
‫ان الشهر قد يكون تسعة وعسرين‬.
Pembahasan Ke – 6
MUJMAL DAN BAYAN
Mujmal (‫ )المجمل‬adalah sesuatu yang membutuhkan penjelasan. Contoh seperti lafal ‫ قروء‬pada ayat:
‫والمطلقات يتربصن بانفسهن ثالثة قروء‬
karena ada persekutuan makna dalam lafal al-quru’ maka memungkinkan lafal tersebut mempunyai arti haidh
dan suci.
Bayan (‫ )البيان‬adalah mengeluarkan sesuatu dari kondisi musykil kepada kondisi jelas. Bayan dibagi menjadi:
1) Bayan (penjelas) dengan ucapan (bi al-qawl) seperti pada firman Allah SWT. yang menerangkan puasa
tamatu’ QS. Al-Baqarah (2): 196.
          
 …‫ االية‬
Artinya: “…Maka wajib puasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari apabila kalian semua telah pulang. Itulah
sepuluh hari yang sempurna…”
2) Bayan dengan perbuatan atau pekerjaan. seperti pekerjaan Nabi yang menjelaskan tata cara shalat dan
lainnya.
3) Bayan dengan tulisan (kutub). Seperti bayan akan kadar zakat, dan diyat anggota badan sebagaimana yang
telah dijelaskan Nabi SAW. melalui hadits-haditsnya.
4) Bayan dengan isyarat, seperti isyarat nabi SAW sambil menunjukkan semua jari tangan dalam satu isyarat
“satu bulan adalah seperti ini, seperti ini dan seperti ini. Maksudnya 30 hari. Kemudian nabi memebrikan isyarat
lagi dengan telapak tangannya sampai tiga kali, dan pada urutan ketiga beliau tidak menunjukkan ibu jarinya
sebagai isyarat bahwa dalam bulan terkadang ada yang hanya sejumlah 29 hari.
﴾‫﴿المبحث السابع في المطلق والمقيد‬
‫ ما دل على الماهية بال قيد من قيودها‬: ‫المطلق‬
‫ ما دل على الماهية بقيد من قيودها‬: ‫والمقيد‬
‫ وان ورد مطلقا فى موضع ومقيدا فى موضع اخر يحمل المطلق على المقيد‬.‫واعلم ان الخطاب اذا ورد على مطلقا يبقى اطالقه وان ورد مقيدا يبقى على تقيده‬
‫ كالرقبة قيدت بااليمان فى بعض المواضع فى كفراة القتل فى قوله تعالى‬   … ‫اآلية واطلقت فى بعض‬
‫المواضع كما فى كفارة الظهار فى قوله تعالى فتحرير رقبة‬
Pembahasan Ke – 7
MUTLAQ DAN MUQOYYAD
Mutlaq (‫ )المطلق‬adalah lafal yang menunjukkan hakikat sesuatu hal tanpa adanya batasan. Sedangkan muqoyyad
(‫ )المقيد‬adalah lafal yang menunjukkan suatu hal dengan adanya batasan (taqyid).
Penting diketahui bahwa apabila terdapat perintah (khithab) yang bersifat mutlak atau umum, maka ia harus
diberlakukan seperti keumumannya. Begitupun ketika terdapat perintah yang dibatasi (muqoyyad) atau bersifat
khusus, maka ia harus diberlakukan berdasarkan kadar pembatasan atau kekhususannya tersebut. Namun
ketika perintah itu bersifat mutlak pada satu sisi dan muqoyyad pada sisi yang lain, maka sisi kemutlakannya
harus ditangguhkan dan diberlakukan sisi kekhususannya. Contohnya seperti lafal “roqobah” (budak) yang
dibatasi dengan sifat beriman dalam hal kafarat membunuh. Allah SWT berfirman QS. al-Nisa’ (4): 96.
   …‫اآلية‬
Artinya : (Hendaklah) Ia memerdekakan seorang hamba yang beriman…
Dalam bagian lain, lafal roqobah berlaku umum seperti pada kafarat zhihar dalam firman Allah SWT QS. al-
Mujadalah )58): 3.
        
            
 
Artinya: Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, Kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang
mereka ucapkan, Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu
bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
﴾‫﴿المبحث الثامن فى المفهوم والمنطوق‬
‫ ما دل عليه اللفظ فى محل النطق‬: ‫فالمنطوق‬
‫ ما دل عليه اللفظ ال فى محل النطق‬: ‫والمفهوم‬
‫ فالمنطوق ينقسم الى قسمين‬:
‫ كقوله تعالى ” فاصيام ثالثة ايام فى الحج وسبعة اذا رجعتم تلك عشرة كاملة…االية‬, ‫ ويسمى النص‬, ‫ ما ال يحتمل التأويل‬: ‫” االول‬
‫ كقوله تعالى‬, ‫ ويسمى الظاهر‬, ‫ ما يحتمل التأويل‬: ‫“ الثانى‬  … ‫االية ” ظاهره جمع ايد وذاك محال‬
‫فى حق هللا تعالى فصرف الى معنى القوة‬
‫ والمفهوم ايضا ينقسم الى قسمين‬:
‫ وهو ما كان المسكوت عنه موافقا للمنتوق به كمنع الضرض لالبوين المفهوم من قوله تعالى‬: ‫ ” مفهوم الموافقة‬    … ‫االية‬
‫• ” ” وكمنع احراق مال اليتيامى من قوله تعالى‬      
    … ‫االية‬
‫ كعدم وجوب الزكاة على المألوفة المفهوم من قوله صلى هللا عليه وسلم ” فى ساْيمة الغنام‬, ‫ وهو ما كان المسكوت عنه مخالفا للمنطوق به‬: ‫والمفهوم المخالفة‬
‫ قال تعالى‬.‫ وعدم الحج فى غير اشهر معلومات‬.‫ ” زكاة ” رواه الشافعى‬  • … ‫ وجواز البيع يوم الجمعة‬.“ ‫االية‬
‫ قال تعالى‬.‫ ” اذا لم يؤذن مؤذن‬       
       …‫” االية‬
Pembahasan Ke – 8
MANTUQ DAN MAFHUM
Mantuq (‫ )المنطوق‬adalah penunjukan lafal terhadap suatu hal (hukum) ketika diucapkan, sedangkan Mafhum
(‫ )المفهوم‬adalah penunjukan lafal terhadap hukum yang tidak diucapkan.
Pembagian Mantuq
1. Al-Nash. Yaitu lafal yang tidak mengandung takwil. Seperti firman Allah SWT. QS. al-Baqarah (2):196.
          
 …‫ االية‬
Artinya: “…Maka wajib puasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari apabila kalian semua telah pulang. Itulah
sepuluh hari yang sempurna.”
2. Al-Zahir. Yaitu lafal yang mengandung takwil atau perlu takwil. Contohnya seperti firman Allah QS. al-Dzariyat
(51):47.
     
Artinya: “Dan langit itu kami bangun dengan kekuasaan (kami) dan Sesungguhnya kami benar-benar berkuasa.”
Lafal ‫ ايد‬adalah bentuk jamak dari lafal ‫ يد‬yang berarti tangan, dan hal itu (tangan) mustahil bagi Allah SWT. Maka
dari itu lafal ‫ ايد‬dalam ayat tersebut dipalingkan ke makna ‫ القوة‬yang berarti kekuatan.
Pembagian Mafhum
1. Mafhum muwafaqoh. Yaitu penunjukan hukum yang tidak disebutkan mempunyai kesamaan dengan hukum
yang diucapkan. Seperti pencegahan atau larangan memukul kedua orang tua yang dapat dipahami dari firman
Allah QS. al-Isra’ (17):23.
       •  • 
           
   
Artinya: “Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-
duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada
keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan
yang mulia.”
Larangan membakar (atau hal-hal yang sifatnya merusak) harta anak yatim yang dapat dipahami dari firman
Allah QS. al-Nisa’ (4): 10.
•         
    
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, Sebenarnya mereka itu
menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).”
2. Mafhum mukholafah. Yaitu lafal yang disebutkan tidak sama dengan yang diucapkan. Contohnya antara lain
adalah sebagai berikut:
1) Tidak adanya kewajiban zakat bagi hewan yang digunakan untuk bekerja yang dipahami dari sabda Nabi
SAW:
‫فى ساْيمة الغنام زكاة‬
Artinya: “Pada hewan-hewan yang digembalakan terdapat (wajib) zakat.”
2) Tidak adanya haji kecuali pada bulan-bulan tertentu yang telah masyhur dari pemahaman firman Allah QS. al-
Baqarah (2):197.
  •          
           • 
 •   •   
Artinya: “Haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu
akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa
mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah,
dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.”
3) Diperbolehkannya jual beli pada hari Jum’at sebelum dikumandangkannya azdan yang dipahami dari firman
Allah QS. al-Jum’ah (62): 9.
        
           
 
Artinya: “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu
kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
﴾ ‫﴿ المبحث التاسع‬
‫فى فعل صاحب الشريعة صلى هللا عليه وسلم‬
‫ فان كان على وجه القربة والطاعة فان دل الدليل على االختصاص به حمل على‬. ‫فعل النبي صلى هللا ال يخلو اما ان يكون على وجه القربة والطاعة او ال يكون‬
‫ وعن ابن عمر قال اسالم غيالن وتحته عشر‬.“ ‫ قال هللا تعالى ” فانكحوا ما طاب لكم مثنى وثالث ورباع…االية‬. ‫االختصاص كزيادة فى النكاح على اربع نسوة‬
‫ رواه احمد وابن ماجه والترمذي‬.‫نسوة فى ا لجاهلية فاسلمن معه فامر صلى هللا عليه وسلم ان يختار منهن اربعا‬.
‫ قال هللا تعالى‬.‫ ” فان لم يدل على االختصاص به ال يختص به بل يشاركه امته‬      
 …‫” االية‬
‫ االصل فى افعال النبى صلى هللا عليه وسلم االقتداء اال ما دل الدليل على االختصاص به‬: ‫ولذلك قالوا‬.
Pembahasan Ke – 9
PERBUATAN NABI SAW.
Perbuatan Nabi SAW. terkadang bersifat qurbah (ibadah taqorrub) dalam artian taat dan kadang juga tidak
bersifat demikian. Ketika perbuatan Nabi bersifat taqorrub atau taat serta adanya dalil yang menunjukkan
kekhususan pada diri Nabi maka hal itu berlaku khusus untuk Nabi SAW. Seperti memiliki istri lebih dari empat.
Allah berfirman QS al- Nisa’ (4): 3.
         …‫ االية‬
Artinya: “Maka kawinilah wanita-wanita yang kamu sengangi dua, tiga, atau empat…”
Namun ketika perbuatan Nabi SAW. tidak disertai dalil yang menunjukkan kekhususannya pada diri Nabi SAW.
maka perbuatan tersebut tidak berlaku khusus pada Nabi SAW., tetapi juga meliputi umatnya. Alllah berfirman
QS. al-Ahzab (33): 21.
            
   
Artinya: “Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa hukum asal semua perbuatan Nabi SAW. itu untuk diikuti
kecuali ada dalil yang menunjukkan kekhususan pada Nabi SAW. saja dalam suatu perbuatan.
﴾ ‫﴿ المبحث العاشر‬
‫فى اقرار صاحب الشريعة‬
‫اقرار النبى صلى هللا عليه وسلم على قول من احد كقوله صلى هللا عليه وسلم‬.
‫ مثال ذلك اقراره صلى هللا عليه وسلم ابا‬.‫ النه معصوم من ان يقر احدا على المنكر‬, ‫اقراره صلى هللا عل يه وسلم على الفعل من احد كفعله صلى هللا عليه وسلم‬
‫ رواه شيخان‬.‫ اقراره صلى هللا عليه وسلم خالد بن الواليد رضى هللا عنه على االكل الضب‬, ‫ بكر على قوله رضي هللا عنه باءعطاء سلب القتيل لقاتله‬.
‫وما فعل او ما قيل فى غير مجلسه وعلم به ولم ينكره فحكمه حكم ما فعل او ما قيل فى مجلسه كعلمه صلى هللا عليه وسلم لحلف ابي بكر رضى هللا عنه انه ال‬
‫ رواه مسلم‬. ‫يأكل الطعامفى وقت غيظه ثم اكل لما رأى األكل خيرا‬.
‫ويستفا\ منه جواز الحنث بل ندبه بعد الحلف اذا كان خيرا‬.
Pembahasan Ke – 10
KETETAPAN NABI SAW.
Ketetapan Nabi SAW. atas ucapan seseorang memiliki kedudukan yang sama dengan ucapan Nabi SAW.
sendiri. Begitu juga ketetapan Nabi SAW. atas pekerjaan seseorang memiliki kedudukan yang sama dengan
pekerjaan Nabi SAW. hal itu karena Nabi SAW. bersifat maksum (terjaga) untuk mengakui perbuatan ingkar
seseorang. Contoh dari keterangan diatas adalah pengakuan Nabi SAW. pada sahabat Abu Bakr RA. yang
memberikan harta rampasan perang orang kafir yang terbunuh kepada pasukan muslim yang berhasil
membunuhnya dan pengakuan Nabi SAW terhadap sahabat Khalid bin Walid RA. yang memakan biawak.
Sesuatu yang dikerjakan atau diucapkan tidak dihadapan (majlis) Nabi SAW. namun terjadi atas sepengetahuan
Nabi SAW. mengetahui dan tidak pula mengingkarinya maka memiliki kedudukan hukum yang sama dengan
pekerjaan atau perkataan yang dilakukan dihadapan Nabi SAW. Seperti pengetahuan Nabi SAW. Dengan
sahabat Abu Bakr RA. yang pada saat murka bersumpah untuk tidak makan, namun kemudian melanggar
sumpahnya sendiri setelah meyakini adanya kebaikan dalam makan, yakni menjaga kesehatan tubuh
berdasarkan contoh dan keterangan diatas dapat ditarik kesimpulan diperbolehkannya melanggar sumpah,
bahkan disunatkan untuk melanggar sumpah ketika hal itu mengandung sesuatu yang lebih baik.
﴾ ‫﴿ المبحث الحادى عشر‬
‫فى االجماع‬
‫ االتفاق‬: ‫االجماع لغة‬
‫ لما اخرجه الترمذى‬. ‫ واالجماع حجج عند الجمهور‬.‫ اتفاق امة محمد صلى هللا عليه وسلم بعد وفاته فى عصر من االعصار على امر من االمور‬: ‫وصطالحا‬
‫” عن ابن عمر عن النبى صلى هللا عليه وسلم ” ال تجتمع امتي غلى الضاللة ويد هللا على الجماعة‬
.‫ ويسمى ذلك باالجماع السكوتى‬, ‫ ويصح أيضا بقول البعض وبفعل البعض وانتشار ذلك القول او الفعل وسكوت الباقين عليه‬, ‫واالجماج يصح بقولهم وبفعلهم‬
‫واجتمعوا علي نقض الوضوء بالخارج المعتاد من السبلين وهو البول والغايط‬.
‫ واعلم ان الشافعى قد استدل على اثبات القياس وخبر الواحد بان بعض الصحابة عمل به ولم يظهر من الباقين انكار فكان ذلك اجماعا سكوتيا‬.
Pembahasan Ke – 11
IJMA’
Ijma’ menurut bahasa adalah kesepakatan atau konsensus. Sedangkan menurut pengertian istilah, Ijma berarti
kesepakatan umat islam setelah wafatnya Nabi SAW. pada suatu masa terhadap satu dari beberapa perkara
atau permasalahan. Ijma’ menurut jumhur ulama’ adalah hujjah. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi SAW.:
‫”ال تجتمع امتي غلى الضاللة ويد هللا على الجماعة ” اخرجه الترمذي‬
Artinya: “Umatku tidak akan bersepakat dalam kesesatan. Pertolongan Allah atas jamaah.”
Ijma’ bisa atau sah terjadi dengan ucapan sebagian ulama’ dan perbuatan sebagian yang lain, tersiarnya kabar
mengenai perkataan atau perbuatan tersebut. Adapun sikap diamnya sebagian ulama’ yang lain terhadap
terjadinya kesepakatan itu disebut dengan ijma’ sukutiy. Para ulama’ telah bersepakat bahwa sesuatu yang biasa
keluar dari dubur (anus) dan qubul (kelamin) yaitu kencing dan buang air besar adalah membatalkan wudhu.
Perlu juga diketahui bahwa imam Syafi’i RA. telah menetapkan qiyas dan hadits ahadd untuk kegiatan
penetapan (istinbat) hukum, sebagaimana telah dilakukan oleh sebagian sahabat dan tanpa adanya
pengingkaran dari sahabat yang lain. Dengan demikian, hal ini juga dinamakan ijma’ sukutiy.
﴾ ‫﴿ المبحث الثانى عشر‬
‫فى القياس‬
‫ قال هللا تعالى ” فاعتبروا يا أولى االبصار‬.‫”القياس حجج‬
‫ تقول قست الثوب بالذراع اي قدرته به‬.‫ تقدير الشيء بأخر ليعلم المساواة بينهما‬: ‫القياس لغة‬
‫ كقياس االرز على البر فى الربا بجامع الطعام‬.‫ رد الفرع الى االصل بعلة تجمعهما فى الحكم‬: ‫واصطالحا‬.
‫ علة حكم االصل‬, ‫ حكم االصل‬, ‫ االصل‬, ‫ الفرع‬: ‫واركانه اربعة‬.
‫ وهو ثالثة اقسام‬:
۱.‫ قال هللا تعالى ” وال تقل لهما اف‬.‫ كقياس الضرب على التأفيف للوالدين فى التحريم بعلة االءيذاء‬.‫” قياس العلة وهو ما كان العلة فيه موجبة للحكم‬
٢. ‫ وجوز‬.‫ كقياس مال الصبى على مال البالغ فى وجوب الزكاة فيه بجامع انه مال تام‬.‫قياس الداللة وهو ما كان العلة فيه داللة على الحكم وال تكن موجبة للحكم‬
‫ اليجب فى مال الصبي كما قال به ابو حنيفة فيه قياسا على الحج فانه يجب على البالغ واليجب على الصبي‬: ‫ان يقال‬
٣. ‫ كما في العبد اذا اتلف فانه مردد فى الضمان بين االنسان الحر من انه ادمي فيجب على من‬.‫قياس الشبه وهو الحاق الفرع المردد بين االصلين باكثرهما شبها‬
‫ اتلفه القصاص وبين البهيمة انه مال فيجب عليه قيمته وهو بالمال اكثر شبها من الحر بدليل انه يباع ويورث ويوقف ويضمن وأجزاؤه بما نقص من قيمته‬.
Pembahasan Ke – 12
QIYAS
Qiyas adalah hujjah. Allah SWT. berfirman QS. al-Hasyr (59):2.
   
Artinya: “…Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai wawasan.”
Al-Qiyas (‫ )القياس‬menurut bahasa adalah mengukur atau memperkirakan sesuatu atas sesuatu yang lain untuk
mengetahui persamaan diantara keduanya, seperti mengukur pakaian dengan lengan. Sedangkan menurut
istilah, qiyas berarti mengembalikan hukum cabang (far’) kepada hukum asal karena adanya ‘illat (alasan) yang
mempertemukan keduanya dalam hukum. Seperti menqiaskan beras terhadap gandum dalam harta ribawiy
dengan titik temu berupa keduanya sama-sama makanan pokok.
Rukun Qiyas ada empat yaitu:
1) far’,
2) asal,
3) hukum asal, dan
4) illat hukum asal.
Macam-macam qiyas, di bagi menjadi tiga:
a. Qiyas al-illat
Yaitu sesuatu yang illat didalamnya menetapkan hukum. Seperti menqiyaskan memukul dengan ucapan yang
tercela kepada kedua orang tua dalam keharamannya dengan alasan menyakitkan hati orang tua. Allah
berfirman QS. Al-Isra’ (17):23.
    …‫ االية‬
Artinya: “…Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “Ah”.”
b. Qiyas al-dilalah
Yaitu sesuatu yang illat didalamnya menunjukkan pada hukum akan tetapi illat tersebut tidak menetapkan pada
hukum. Seperti menqiyaskan harta anak kecil dengan harta orang dewasa dalam kewajiban zakat dengan
adanya titik temu bahwa harta anak kecil termasuk harta yang sempurna (al-mãl al-tãmm). Boleh juga
mengatakan tidak wajib zakat -seperti yang dikatakan Abu Hanifah- dengan menqiyaskan pada haji yang mana,
haji wajib bagi orang dewasa adapun anak kecil tidak wajib untuk haji.
c. Qiyas al-syibh
Yaitu mempersamakan hukum cabang (far’) yang masih diragukan antara dua asal dengan mengambil
keserupaan yang lebih banyak dari asal tersebut. Contohnya dalam pembahasan budak yang dibunuh, apakah
sipembunuh wajib dikenai hukum qishas karena budak juga termasuk manusia, ataukah cukup hanya dengan
membayar ganti rugi dengan alasan adanya keserupaan budak dengan binatang, bahwa budak adalah harta.
Dalam hal ini budak lebih banyak keserupaannya dengan binatang (harta) sebab, budak bisa diperjual-belikan,
diwariskan, dan diwakafkan.
﴾ ‫﴿ المبحث الثالث عشر‬
‫فى االجتهاد واالتباع والتقليد‬
‫ واسم الفاعل منه المجتهد‬.‫االجتاد هو بذل الوسع فى نيل حكم شرعي بطريق الستنباط من الكتاب والسنة‬
‫ واسم الفاعل منه متبيع‬.‫واالتباع هو قبول قول القايل وانت تدري من اين مأخذه‬.
‫ واسم الفاعل منه مقلد‬.‫والتقليد هو قبول قول القايل وانت ال تدري من اين مأخذه‬.
‫ والتقليد مذموم‬.‫واالجتهاد فى الدين مطلوب وكذلك االتباع‬.
‫ قال تعالى‬:    •  …‫االية‬
‫اجر واح ٌد “رواه البخارى و مسلم‬
ٌ ‫اخطأ فله‬ْ َ‫كم فاجته َد ف‬
َ ‫جْران اذا َح‬
ِ َ‫كم الحاك ُم فاجته َد فاصاب فله ا‬
َ ‫ اذا َح‬: ‫”وقال النبي صلى هللا عليه وسلم‬
‫ وقال تعالى‬:       …‫االية‬
‫ وقال تعالى‬:           
          
  
‫ وقال تعالى‬:       •   

Pembahasan Ke – 13
IJTIHAD, ITTIBA’ DAN TAQLID
Ijtihad ialah mengerahkan segala kemampuan untuk mendapatkan hukum syara’ dengan jalan menyandarkan
hukum (istinbath) kepada al-Quran dan al-Sunah. Orang yang melakukan ijtihad disebut dengan mujtahid.
Ittiba’ adalah menerima ucapan orang lain serta mengetahui sumbernya, dan orang yang melakukan ittiba’
disebut dengan muttabi’.
Taqlid adalah menerima ucapan seseorang tanpa mengetahui dasarnya, dan orang yang melakukan taqlid
disebut dengan muqollid.
Ijtihad dalam permasalahan agama sangat dibutuhkan. Begitupun dengan ittiba’. Sedangkan taklid dalam agama
dianggap sebagai suatu pekerjaan yang hina, karena berdampak lebih jauh terhadap kemunduran umat.
Dalil-dalil untuk ketentuan dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut:
QS. al-Ankabut (2): 69.
   •   •   

Artinya: Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan kami tunjukkan
kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.”
Hadist Nabi SAW. :
‫اجر واح ٌد “رواه البخارى و مسلم‬ ْ َ‫كم فاجته َد ف‬
ٌ ‫اخطأ فله‬ ِ ‫كم الحاك ُم فاجته َد فاصاب فله اَج‬
َ ‫ْران اذا َح‬ َ ‫”اذا َح‬
Artinya: “Jika seorang hakim membuat keputusan (menghukumi) dengan berijtihad kemudian benar, maka
baginya dua pahala, jika menghukumi dengan berijtihad dan ternyata salah, maka baginya satu pahala.” (HR.
Bukhari dan Muslim).
QS. al-A’raf (7): 3.
         
   •  
Artinya : Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-
pemimpin selain-Nya. amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya).”
QS. al-Maidah (5): 104.
           
           
 
Artinya: “Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul”.
mereka menjawab: “Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya”. dan
apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui
apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?.”
QS. al-Zukhruf (43): 22.
      •   
 
Artinya: “Bahkan mereka berkata: “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama,
dan Sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka”.”
BAGIAN KEDUA
QOWA’ID AL-FIQH
Sabda Rasulullah SAW. :
‫انما االعمال بالنيات وانما لكل امرئ ما نوى رواه البخارى‬
Artinya: “Segala sesuatu tergantung pada niatnya, dan apa yang didapatkan ialah apa yang telah diniatkan.”
(HR. Bukhari).
Kaidah ke-1
‫االمور بمقاصدها‬
Segala sesuatu tergantung pada tujuannya.
Contoh kaidah:
1. Diwajibkannya niat dalam berwudhu, mandi, shalat dan puasa.
2. Penggunaan kata kiasan (kinayah) dalam talak. Seperti ucapann seorang suami kepada istrinya: ‫انت خالية‬
(engkau adalah wanita yang terasing). Jika suami bertujuan menceraikan dengan ucapannya tersebut, maka
jatuhlah talak kepada istrinya, namun jika ia tidak berniat menceraikan maka tidak jatuh talak-nya.
Kaidah ke-2
‫ما يشترط فيه التعين فالخطأ فيه مبطل‬
Sesuatu yang memerlukan penjelasan, maka kesalahan dalam memberikan penjelasan menyebabkan batal.
Contoh kaidah:
1. Seseorang yang melakukan shalat dhuhur dengan niat ‘ashar atau sebaliknya, maka shalatnya tersebut tidak
sah.
2. Kesalahan dalam menjelaskan pembayaran tebusan (kafarat) zhihar kepada kafarat qatl (pembunuhan).
Kaidah ke-3
‫ما يشترط التعرض له خملة وال يشترط تعيينه تفصيال‬
‫اذا عينه واخطأ ضر‬
Sesuatu yang memerlukan penjelasan secara global dan tidak memerlukan penjelasan secara rinci, maka ketika
kesalahan dalam penjelasan secara rinci membahayakan.
Contoh kaidah :
Seseorang yang bernama Gandung S.P. Towo niat berjamaah kepada seorang imam bernama mbah Arief.
Kemudian, ternyata bahwa yang menjadi imam bukanlah mbah Arief tapi orang lain yang mempunyai panggilan
Seger (Khoirul Mustamsikin), maka shalat Gandung tidak sah karena ia telah berniat makmum dengan mbah
Arief yang berarti telah menafikan mengikuti Seger. Perlu diketahui, bahwa dalam shalat berjamah hanya
disyaratkan niat berjamaah tanpa adanya kewajiban menentukan siapa imamnya.
Kaidah ke-4
‫ما ال يشترط التعرض له خملة وال تفصيال اذا عينه واخطأ لم يضر‬
Sesuatu yang tidak disyaratkan penjelasannya secara global maupun terperinci ketika dita’yin dan salah maka
statusnya tidaklah membahayakan.
Contoh kaidah :
Kesalahan dalam menentukan tempat shalat. Seperti mbah Muntaha (pengelolah kantin Asyiq) niat shalat di
Kemranggen Bruno Purworejo, padahal saat itu dia berada di Simpar (suatu daerah yang di Kecamatan
Kalibawang Wonosobo). Maka shalat mbah Muntaha tidak batal karena sudah adanya niat. sedangkan
menentukan tempat shalat tidak ada hubungannya dengan niat baik secara globlal atau terperinci (tafshil).
Kaidah ke-5
‫مقاصد اللفظ على نية الالفظ‬
Maksud sebuah ucapan tergantung pada niat yang mengucapkan.
Contoh kaidah :
1. Temon adalah seorang pria perkasa (berasal dari daerah Babadsari Kutowinangun Kebumen). Teman kita
yang satu ini konon katanya mempunyai seorang istri bernama Tholiq dan seorang budak perempuan bernama
Hurrah. Suatu saat, Temon berkata; Yaa Tholiq, atau Yaa Hurrah. Jika dalam ucapan “Yaa Tholiq” Temon
bermaksud menceraikan istrinya, maka jatuhlah talak kepada istrinya, namun jika hanya bertujuan memanggil
nama istrinya, maka tidak jatuh talaknya. Begitu juga dengan ucapan “Yaa Hurrah” kepada budaknya jika Temon
bertujuan memerdekakan, maka budak perempuan itu menjadi perempuan merdeka. Sebaliknya jika ia hanya
bertujuan memanggil namanya, maka tidak menjadi merdeka.
2. Menambahkan lafal masyiah (insya Allah) dalam niat shalat dengan tujuan menggantungkan shalatnya
kepada kehendak Allah SWT. maka batal shalatnya. Namun apabila hanya berniat tabarru’ maka tidak batal
shalatnya, atau dengan menambahkan masyiah dengan tanpa adanya tujuan apapun, maka menurut pendapat
yang sahih, shalatnya menjadi batal.
Kaidah ke-6
‫اليقين ال يزال بالشك‬
Keyakinan tidak bisa dihilangkan oleh keraguan.
Contoh kaidah :
1. Seorang bernama Doel Fatah ragu, apakah baru tiga atau sudah empat rakaat shalatnya? maka, Doel Fatah
harus menetapkan yang tiga rakaat karena itulah yang diyakini.
2. Santri bernama Maid baru saja mengambil air wudhu di kolam depan komplek A PP. Putra An-Nawawi.
Kemudian timbul keraguan dalam hatinya; “batal durung yo..? kayane aku nembe demek…” maka hukum
thaharah-nya tidak hilang disebabkan keraguan yang muncul kemudian.
3. seseorang meyakini telah berhadats dan kemudian ragu apakah sudah bersuci atau belum, maka orang
tersebut masih belum suci (muhdits).
Dibawah ini ialah kaidah yang esensinya senada dengan kaidah di atas:
‫ما ثبت بيقين ال يرتفع اال بيقين‬
Sesuatu yang tetap dengan keyakinan, maka tidak bisa dihilangkan kecuali dengan adanya keyakinan yang lain.
Kaidah ke-7
‫االصل بقاء ما كان على ما كان‬
Pada dasarnya ketetapan suatu perkara tergantung pada keberadaannya semula.
Contoh kaidah :
1. Seseorang yang makan sahur dipenghujung malam dan ragu akan keluarnya fajar maka puasa orang tersebut
hukumnya sah. Karena pada dasarnya masih tetap malam (al-aslu baqa-u al-lail).
2. Seseorang yang makan (berbuka) pada penghujung siang tanpa berijtihad terlebih dahulu dan kemudian ragu
apakah matahari telah terbenam atau belum, maka puasanya batal. Karena asalnya adalah tetapnya siang (al-
ashl baqa-u al-nahr).
Kaidah ke-8
‫االصل براة الذمة‬
hukum asal adalah tidak adanya tanggungan.
Contoh kaidah:
Seorang yang didakwa (mudda’a ‘alaih)melakukan suatu perbuatan bersumpah bahwa ia tidak melakukan
perbuatan tersebut. Maka ia tidak dapat dikenai hukuman, karena pada dasarnya ia terbebas dari segala beban
dan tanggung jawab. Permasalahan kemudian dikembalikan kepada yang mendakwa (mudda’i).
Kaidah ke-9
‫االصل العدم‬
Hukum asal adalah ketiadaan
Contoh kaidah :
1. Kang Khumaidi mengadakan kerjasama bagi hasil (mudharabah) dengan Bos Fahmi. Dalam kerjasama ini
Kang Khumaidi bertindak sebagai pengelola usaha (al-‘amil), sedangkan Bos Fahmi adalah pemodal atau
investornya. Pada saat akhir perjanjian, Kang Khumaidi melaporkan kepada Bos Fahmi bahwa usahanya tidak
mendapat untung. Hal ini diingkari Bos Fahmi. Dalam kasus ini, maka yang dibenarkan adalah ucapan orang
Bruna yang bernama Kang Khumaidi, karena pada dasarnya memang tidak adanya tambahan (laba).
2. Tidak diperbolehkannya melarang seseorang untuk membeli sesuatu. Karena pada dasarnya tidak adanya
larangan (dalam muamalah).
Kaidah ke-10
‫االصل فى كل واحد تقديره باقرب زمنه‬
Asal segala sesuatu diperkirakan dengan yang lebih dekat zamannya.
Contoh kaidah :
1. Mungkin karena kesal dengan seseorang wanita hamil yang kebetulan juga cerewet, maka tanpa pikir panjang
Ipin -cah Jiwan Wonosobo- memukul perut si wanita hamil tersebut. Selang beberapa waktu si wanita melahirkan
seorang bayi dalam keadaan sehat. Kemudian tanpa diduga-duga, entah karena apa si jabang bayi yang imut
yang baru beberapa hari dilahirkan mendadak saja mati. Dalam kasus ini, Ipin tidak dikenai tanggungan
(dhaman) karena kematian jabang bayi tersebut adalah disebabkan faktor lain yang masanya lebih dekat
dibanding pemukulan Ipin terhadap wanita tersebut.
2. Seorang santri kelas II MDU bernama Soekabul alias Kabul Khan ditanya oleh teman sekamarnya; “Kang
Kabul, aku melihat sperma di bajuku, tapi aku tidak ingat kapan aku mimpi basah. Gimana solusinya, Kang?”.
Dengan PD-nya, karena baru saja menemukan kaidah “al-aslu fi kulli wahidin taqdiruhu bi-aqrobi zamanihi” saat
muthala’ah Kitab Mabadi’ Awwaliyah, santri yang demen banget lagu-lagu Hindia ini spontan menjawab; “Siro -
red: kamu- wajib mandi besar dan mengulang shalat mulai sejak terakhir kamu bangun tidur sampai sekarang.”
Kaidah ke-11
‫المشقة تجلب التيسر‬
Kesulitan akan menarik kepada kemudahan.
Contoh kaidah :
1. Seorang bernama Godril yang sedang sakit parah merasa kesulitan untuk berdiri ketika shalat fardhu, maka ia
diperbolehkan shalat dengan duduk. Begitu juga ketika ia merasa kesulitan shalat dengan duduk, maka
diperbolehkan melakukan shalat dengan tidur terlentang.
2. Seseorang yang karena sesuatu hal, sakit parah misalnya, merasa kesulitan untuk menggunakan air dalam
berwudhu, maka ia diperbolehkan bertayamum.
3. Pendapat Imam Syafi’i tentang diperbolehkannya seorang wanita yang bepergian tanpa didampingi wali untuk
menyerahkan perkaranya kepada laki-laki lain”.
Kaidah yang semakna dengan kaidah di atas, antara lain:
Perkataan Imam al-Syafi’i:
‫االمر اذا ضاق اتسع‬
Sesuatu, ketika sulit, maka hukumnya menjadi luas (ringan).
Perkataan sebagian ulama:
‫االشياء اذا ضاقت اتسع‬
Ketika keadaan menjadisempit maka hukumnya menjadi luas.
Allah SWT. berfirman dalam QS. Al-Baqarah (2): 185.
        …‫ االية‬
Artinya : “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.”
KERINGANAN HUKUM SYARA’
Keringanan hukum syara’ (takhfifat al-syar’i), meliputi 7 macam, yaitu:
1. Takhfif Isqat, yaitu keringanan dengan menggugurkan. Seperti menggugurkan kewajiban menunaikan ibadah
haji, umrah dan shalat jumat karena adanya ‘uzdur (halangan).
2. Takhfif Tanqis, yaitu keringanan dengan mengurangi. Seperti diperbolehkannya menqashar shalat.
3. Takhfif Ibdal, yaitu keringanan dengan mengganti. Seperti mengganti wudhu dan mandi dengan tayammum,
berdiri dengan duduk, tidur terlentang dan memberi isyarat dalam shalat dan mengganti puasa dengan memberi
makanan.
4. Takhfif Taqdim, yaitu keringanan dengan mendahulukan waktu pelaksanaan. Seperti dalam shalat jama’
taqdim, mendahulukan zakat sebelum khaul (satu tahun), mendahulukan zakat fitrah sebelum akhir Ramadhan.
5. Takhfif Takhir, yaitu keringanan dengan mengakhirkan waktu pelaksanaan. Seperti dalam shalat jama’ ta’khir,
mengakhirkan puasa Ramadhan bagi yang sakit dan orang dalam perjalanan dan mengakhirkan shalat karena
menolong orang yang tenggelam.
6. Takhfif Tarkhis, yaitu keringanan dengan kemurahan Seperti diperbolehkannya menggunakan khamr (arak)
untuk berobat.
7. Takhfif Taghyir, yaitu keringanan dengan perubahan. Seperti merubah urutan shalat dalam keadaan takut
(khauf).
Kaidah ke-12
‫االشياء اذا اتسع ضاقت‬
Sesuatu yang dalam keadaan lapang maka hukumnya menjadi sempit.
Contoh kaidah :
Sedikit gerakan dalam shalat karena adanya gangguan masih ditoleransi, sedangkan banyak bergerak tanpa
adanya kebutuhan tidak diperbolehkan.
Dari dua kaidah sebelumnya (kaidah ke-11 dan ke-12) Al-Gazali membuat sintesa (perpaduan) menjadi satu
kaidah berikut ini:
‫كل ما تجوز حده انعكس الى ضده‬
Setiap sesuatu yang melampaui batas kewajaran memiliki hukum sebaliknya.
Kaidah ke-13
‫الضرر يزال‬
Bahaya harus dihilangkan.
Contoh kaidah:
1. Diperbolehkan bagi seorang pembeli memilih (khiyar) karena adanya ‘aib (cacat) pada barang yang dijual.
2. Diperbolehkannya merusak pernikahan (faskh al-nikah) bagi laki-laki dan perempuan karena adanya ‘aib.
Kaidah ke-14
‫الضررال يزال بالضرر‬
Bahaya tidak dapat dihilangkan dengan bahaya lainnya.
Contoh kaidah:
Mbah Yoto dan Lutfi adalah dua orang yang sedang kelaparan, keduanya sangat membutuhkan makanan untuk
meneruskan nafasnya. Mbah Yoto, saking tidak tahannya menahan lapar nekat mengambil getuk Asminah (asli
produk gintungan) kepunyaan Lutfi yang kebetulan dibeli sebelumnya di warung Syarof CS. Tindakan mbah Yoto
-walaupun dalam keadaan yang sangat menghawatirkan baginya- tidak bisa dibenarkan karena Lutfi juga
mengalami nasib yang sama dengannya, yaitu kelaparan.
Kaidah ke-15
‫الضرورات تبيح المحظورات‬
Kondisi darurat memperbolehkan sesuatu yang semula dilarang.
Contoh kaidah:
1. Ketika dalam perjalan dari Sumatra ke pondok pesantren An-Nawawi, ditengah-tengah hutan Kasyfurrahman
alias Rahman dihadang oleh segerombolan begal, semua bekal Rahman ludes dirampas oleh mereka yang tak
berperasaan -sayangnya Rahman tidak bisa seperti syekh Abdul Qadir al-Jailany yang bisa menyadarkan para
begal- karenanya mereka pergi tanpa memperdulikan nasib Rahman nantinya, lama-kelamaan Rahman merasa
kelaparan dan dia tidak bisa membeli makanan karena bekalnya sudah tidak ada lagi, tiba-tiba tampak
dihadapan Rahman seekor babi dengan bergeleng-geleng dan menggerak-gerakkan ekornya seakan-akan
mengejek si-Rahman yang sedang kelaparan tersebut. Namun malang juga nasib si babi hutan itu. Rahman
bertindak sigap dengan melempar babi tersebut dengan sebatang kayu runcing yang dipegangnya. Kemudian
tanpa pikir panjang, Rahman langsung menguliti babi tersebut dan kemudian makan dagingnya untuk sekedar
mengobati rasa lapar.
Tindakan Rahman memakan daging babi dalam kondisi kelaparan tersebut diperbolehkan. Karena kondisi
darurat memperbolehkan sesuatu yang semula dilarang.
2. Diperbolehkan melafazdkan kalimat kufur karena terpaksa.
Kaidah lain yang kandungan maknanya sama adalah kaidah berikut:
‫ال حرام مع الضرورة وال كراهة مع الحاجة‬
Tidak ada kata haram dalam kondisi darurat dan tidak ada kata makruh
ketika ada hajat
Kaidah ke-16
‫ما ابيح للضرورة يقدر بقدرها‬
Sesuatu yang diperbolehkan karena keadaan darurat harus disesuaikan dengan kadar daruratnya.
Contoh kaidah:
1. Dengan melihat contoh pertama pada kaidah sebelumnya, berarti Rahman yang dalam kondisi darurat hanya
diperbolehkan memakan daging babi tangkapannya itu sekira cukup untuk menolong dirinya agar bisa terus
menghirup udara dunia. selebihnya (melebihi kadar kecukupan dengan ketentuan tersebut) tidak diperbolehkan.
2. Sulitnya shalat jumat untuk dilakukan pada satu tempat, maka shalat jumat boleh dilaksanakan pada dua
tempat. Ketika dua tempat sudah dianggap cukup maka tidak diperbolehkan dilakukan pada tiga tempat.
Kaidah ke-17
‫الحجة قد تنزل منزلة الضرورة‬
Kebutuhan (hajat) terkadang menempati posisi darurat.
Contoh kaidah:
1. Diperbolehkannya Ji’alah (sayembara berhadiah) dan Hiwalah (pemindahan hutang piutang) karena sudah
menjadi kebutuhan umum.
2. Diperbolehkan memandang wanita selain mahram karena adanya hajat dalam muamalah atau karena
khithbah (lamaran).
Kaidah ke-18
‫اذا تعارض المفسدتان رعي اعظمهما ضررا بارتكاب اخفهما‬
Ketika dihadapkan pada dua mafsadah (kerusakan) maka tinggalkanlah mafsadah yang lebih besar dengan
mengerjakan yang lebih ringan.
Contoh kaidah:
1. Diperbolehkannya membedah perut wanita (hamil) yang mati jika bayi yang dikandungnya diharapkan masih
hidup.
2. Tidak perbolehkannya minum khamr dan berjudi karena bahaya yang ditimbulkannya lebih besar daripada
manfaat yang bisa kita ambil.
3. Disyariatkan hukum qishas, had dan menbunuh begal, karena manfaatnya (timbulnya rasa aman bagi
masyarakat) lebih besar daripada bahayanya.
4. Diperbolehkannya seorang yang bernama Junaidi yang kelaparan, padahal ia tidak memiliki cukup uang untuk
membeli makanan, untuk mengambil makanan Eko Setello yang tidak lapar dengan sedikit paksaan.
Kaidah ke-19
‫درء المفاسد مقدم على جلب المصالح‬
Menolak mafsadah (kerusakan) didahulukan daripada mengambil kemaslahatan.
Contoh kaidah:
1. Berkumur dan mengisap air kedalam hidung ketika berwudhu merupakan sesuatu yang disunatkan, namun
dimakruhkan bagi orang yang berpuasa karena untuk menjaga masuknya air yang dapat membatalkan
puasanya.
2. Meresapkan air kesela-sela rambut saat membasuh kepala dalam bersuci merupakan sesuatu yang
disunatkan, namun makruh dilakukan oleh orang yang sedang ihram karena untuk menjaga agar rambutnya agar
tidak rontok.
Kaidah ke-20
‫االصل فى االبضاع التحريم‬
Hukum asal farji adalah haram.
Contoh kaidah:
1. Ketika seorang perempuan sedang berkumpul dengan beberapa temannya dalam sebuah perkumpulan majlis
taklim, maka laki-laki yang menjadi saudara perempuan tersebut dilarang melakukan ijtihad untuk memilih salah
satu dari mereka menjadi istrinya. Termasuk dalam persyaratan ijtihad adalah asalnya yang mubah, sehingga
oleh karenanya perlu diperkuat dengan ijtihad. Sedangkan dalam situasi itu, dengan jumlah perempuan yang
terbatas, dengan mudah dapat diketahui nama saudara perempuannya yang haram dinikahi dan mana yang
bukan. Berbeda ketika jumlah perempuan itu banyak dan tidak dapat dihitung, maka terdapat kemurahan,
sehingga oleh karenanya, pintu pernikahan tidak tertutup dan pintu terbukanya kesempatan berbuat zina.
2. Seseorang mewakilkan (al-muwakkil) kepada orang lain untuk membeli jariyah (budak perempuan) dengan
menyebut cirri-cirinya. Ternyata, sebelum sempat menyerahkan jariyah yang dibelinya tersebut, orang yang telah
mewakili (wakil) tersebut meninggal. Maka sebelum ada penjelasan yang menghalalkan, jariyah itu belum halal
bagi muwakkil karena walaupun memiliki cirri-ciri yang disebutkannya, dikhawatirkan wakil membeli jariyah untuk
dirinya sendiri.
Allah SWT. berfirman QS. Al-Mukminun (23) 5-7.
         
 •       
 
Artinya: “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang
mereka miliki Maka Sesungguhnya mereka dalam hal Ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu
Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas.”
Lebih jelasnya sesuai dengan ayat quran tersebut bahwa seorang budak halal bagi tuannya tetapi berhubung
belum ada indikasi yang jelas mengenai kehalalannya sebagaimana contoh di atas maka budak tersebut belum
halal bagi muwakkil (orang yang mewakilkan).
Kaidah ke-21
‫العادة محكمة‬
Adat bisa dijadikan sandaran hukum.
Contoh kaidah:
1. Seseorang menjual sesuatu dengan tanpa menyebutkan mata uang yang dikehendaki, maka berlaku harga
dan maat uang yang umum dipakai.
2. Batasan sedikit, banyak dan umumnya waktu haidh, nifas dan suci bergantung pada kebiasaan (adapt
perempuan sendiri).
Kaidah ke-22
‫ما ورد به الشرع مطلقا وال ضابط له فيه وال فى فى اللغة‬
‫يرجع فيه الى العرف‬
Sesuatu yang berlaku mutlak karena syara’ dan tanpa adanya yang membatasi didalamnya dan tidak pula dalam
bahasa,maka segala sesuatunya dikembalikan kepada kebiasaan (al-“urf) yang berlaku.
Contoh kaidah :
1. Niat shalat cukup dilakukan bersamaan dengan takbiratul ihram, yakni dengan menghadirkan hati pada saat
niat shalat tersebut.
Terkait dengan kaidah di atas, bahwasanya syara’ telah menentukankan tempat niat di dalam hati, tidak harus
dilafalkan dan tidak harus menyebutkan panjang lebar, cukup menghadirkan hati; “aku niat
shalat…………rakaaat”. itu sudah di anggap cukup.
2. Jual beli dengan meletakan uang tanpa adanya ijab qobul, menurut syara’ adalah tidak sah. Dan menjadi sah,
kalau hal itu sudah menjadi kebiyasaan.
Kaidah ke-23
‫االجتهاد ال ينقد باالجتهاد‬
Ijtihad tidak bisa dibatalkan oleh ijtihad lainnya.
Contoh kaidah:
1. Apabila dalam menentukan arah kiblat, ijtihad pertama tidak sama dengan ijtihat ke dua, maka digunakan
ijtihad ke dua. Sedangkan ijtihad pertama tetap sah sehingga tidak memerlukan pengulangan pada rakaat yang
dilakukan dengan ijtihad pertama. Dengan demikian, seseorang mungkin saja melakukan shalat empat rakaat
dengan menghadap arah yang berbeda pada setiap rakaatnya.
2. Ketika seorang hakim berijtihad untuk memutuskan hukum suatu perkara, kemudian ijtihadnya berubah dari
ijtihad yang pertama maka ijtihad yang pertama tetap sah (tidak rusak).
Kaidah ke-24
‫االء يثار بالعبادة ممنوع‬
Mendahulukan orang lain dalam beribibadah adalah dilarang.
Contoh kaidah:
1. Mendahulukan orang lain atau menempati shaf awal (barisan depan) dalam shalat.
2. Mendahulukan orang lain untuk menutup aurat dan menggunakan air wudhu. Artinya, ketika kita hanya
memiliki sehelai kain untuk menutup aurat, sedangkan teman kita juga membutuhkannya, maka kita tidak boleh
memberikan kain itu kepadanya karena akan menyebabkan aurat kita terbuka. Begitu pula dengan air yang akan
kita gunakan untuk bersuci, maka kita tidak boleh menggunakan air tersebut. Karena hal ini berkaitan dengan
ibadah.
Firman Allah SWT dalam Qs. Al-Baqarah (2):148.
  …‫االية‬
Artinya: …Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan…
Kaidah ke-25
‫االء يثار بغيرالعبادة مطلوب‬
Mendahulukan orang lain dalam selain ibadah dianjurkan.
Contoh kaidah:
1. Mendahulukan orang dalam menerima tempat tinggal (Almaskan).
2. Mendahulukan orang lain untuk memilih pakaian.
3. Mempersilahkan orang lain untuk makanan lebih dulu.
Firman Allah SWT. Dalam QS. Al-Hasr (59):9.
         
         
           

Artinya: “Dan orang-orang yang Telah menempati kota Madinah dan Telah beriman (Anshor) sebelum
(kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin).
dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada
mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun
mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang
beruntung.”
Kaidah ke-26
‫تصرف االمام على الرعية منوط بالمصلحة‬
Kebijakan pemimpin atas rakyatnya dlakukan berdasarkan pertimbangan kemaslahatan.
Contoh kaidah:
1. Seorang pemimpin (imam) dilarang membagikan zakat kepada yang berhak (mustahiq) dengan cara
membeda-bedakan diantara orang-orang yang tingkat kebutuhannya sama.
2. Seorang pemimpin pemerintahan, sebaiknya tidak mengankat seorang fasiq menjadi imam shalat. Karena
walaupun shalat dibelakangnya tetap sah, namun hal ini kurang baik (makruh).
3. Seorang pemimpin tidak boleh mendahulukan pembagian harta baitul mal kepada seorang yang kurang
membutuhkannya dan mengakhirkan mereka yang lebih membutuhkan.
Rasulullah SAW. bersabda :
‫كلكم راع وكلكم مسؤل عن رعيته‬
Artinya : “Masing-masing dari kalian adalah pemimpin dan setiap dsari kalian akan dimintai pertanggung jawaban
atas kepemimpinan”.
Kaidah ke-27
‫الحدود تسقط بالشبهات‬
Hukum gugur karena sesuatu yang syubhat.
Contoh kaidah:
1. Seorang laki-laki tidak dikenai had, ketika melakukan hubungan seksual dengan wanita lain yang disangka
istrinya (wathi syubhat).
2. Seseorang melakukan hubungan seks dalam nikah mut’ah, nikah tanpa wali atau saksi atau setiap pernikahan
yang dipertentangkan, tidak dapat dikenai had sebab masih adanya perbedaan pendapat antara ulama,
sebagian membolehkan nikah mut’ah dan nikah tanpa wali dan sebagian lagi berpendapat sebalikannya.
3. Orang mencuri barang yang disangka sebagai miliknya, atau milik bapaknya, atau milik anaknya, maka orang
tersebut tidak dikenai had.
4. Orang meminum khamr (arah) untuk berobat tidak dikenai had karena masih terdapat khilaf antar ulama’.
‫ ادرؤا الحدود بالشبهات‬: ‫قال النبي صلى هللا عليه وسلم‬
Artinya: Nabi SAW. bersabda: Tinggalkanlah oleh kamu sekalian had-had dikarenakan (adanya) berbagai ketidak
jelasan.
Kaidah ke-28
‫ما ال يتم الواجب اال به فهو واجب‬
Sesuatu yang karena diwajibkan menjadi tidak sempurna kecuali dengan keberadaannya,maka hukumnya wajib.
Contoh Kaidah:
1. Wajib membasuh bagian leher dan kepala pada saat membasuh wajah saat berwudhu.
2. Wajibnya membasuh bagian lengan atas dan betis (wentis) pada saat membasuh lengan dan kaki.
3. Wajibnya menutup bagian lutut pada saat menutup aurat bagi laki-laki dan wajibnya dan wajibnya menutup
bagian wajah bagi wanita.
Kaidah ke-29
‫الخروج من الخالف مستحب‬
Keluar dari perbedaan pendapat hukumnya sunat (mustahab).
Contoh kaidah:
1. Disunatkan menggosok badan (dalk) ketika bersuci dan memeratakan air ke kepala dengan mengusapkannya,
dan tujuan keluar dari khilafdengan imam malik berpendapat bahwa dalk dan isti’ab al-ro’sy (meneteskan kepala
dengan air) adalah wajib hukumnya.
2. Disunatkan membasuh sperma, yang menurut imam malik wajib hukumnya.
3. Sunah men-qashar shalat dalam perjalanan yang mencapai tiga marhalah, karena keluar dari khilaf dengan
Abu hanifah yang mewajibkannya.
4. Disunatkan untuk tidak menghadap atau membelakangi arah kiblat ketika membuang hajat, walaupun dalam
sebuah ruangan atau adanya penutup, karena untuk keluar dari khilaf imam Tsaury yang mewajibkannya.
Untuk mengatasi perbedaan diperlukan beberapa syarat sebagai berikut:
a. Upaya mengatasi perbedaan tidak menyebabkan jatuh pada perbedaan lain. Seperti lebih diutamakan
memisahkan shalat witir (tiga rakaat dengan dua salam) dari pada melanjutkanya. Dalam hal ini pendapat Imam
Abu Hanafiah tidak dipertimbangkan karena adanya ulama yang tidak membolehkan witir dengan digabungkan
b. Tidak bertentangan dengan sannah yang tepat (al-sannah al-tsabilah). Seperti disunatkannya mengangkat
kedua tangan dalam shalat, walaupun seorang ulama Hanafiah menganggap hal ini dapat membatalkan shalat.
Menurut riwayat lima puluh orang sahabat, Nabi SAW sendiri melakukan shalat dengan mengangkat kedua
tangannya.
c. Kautnya temuan tentang bukti perbedaan, sehingga kecil kemungkinan terulangnya keslahan serupa. Dengan
alas an itu, maka berpuasa bagi musafir yang mampu menahan lapar dan dahaga aladah utama, dan tidak
dipertimbangkan adanya pendapat para kaum Zahiruasa musafir itu tidak sah.
Kaidah ke-30
‫الرخصة التناط بالمعاصى‬
Keringanan hukum tidak bisa dikaitkan dengan maksiat.
Contoh kaidah:
1. Orang yang bepergian karena maksiat, tidak boleh mengambil kemurahan hukum karena berpergiannya,
seperti; mengqashar dan menjama’ shalat, dan membatalkan puasa.
2. Orang yang berpergian karena maksiat, walaupun dalam kondisi terpaksa juga tidak diperbolehkan memakan
bangkai dan daging babi.
Kaidah ke-31
ّ‫الرخصة التناط بالشك‬
Keringanan hukum tidak bisa dikaitkan dengan keraguan.
Contoh kaidah:
1. Dalam perjalanan pulang ke Grabag Magelang, Abdul Aziz merasa ragu mengenai jauh jarak yang ditempuh
dalam perjalan tersebut, apakah sudah memenuhi syarat untuk meng-qashar shalat atau belum. Dalam kondisi
semacam ini, kang Aziz tidak boleh meng-qashar shalat.
2. Seorang yang bimbang apakah dirinya hadats pada waktu dhuhur atau ashar, maka yang harus diyakini
adalah hadats pada waktu dhuhur.
Kaidah ke-32
‫ما كان اكثر فعال كان اكثر فضال‬
Sesuatuyang banyak aktifitasnya, maka banyak pula keutamaanya.
Contoh kaidah:
1. Shalat witir dengan fashl (tiga rakaat dengan dua salam) lebih utama dari pada wasl (tiga rakaat dengan satu
salam) karena bertambahnya niat,takbir dan salam.
2. Orang melakulan shalat sunah dengan duduk, maka pahalanya setengan dari pahala orang yang shalat
sambil berdiri. Orang yang shalat tidur mirung, maka pahalanya adalah setengah dari orang yangh shalat dengan
duduk.
3. Memishkan pelaksanaan antara ibadah haji dengan umrah adalah lebih utama dari pada melaksanakan
bersama-sama.
Rasulullah SAW. bersabda:
‫اجرك على قدر نصبك رواه مسلم‬
Artinya: “Besarnya pahalamu tergantung pada usahamu. (HR. Muslim)
Kaidah ke-33
‫ما ال يدرك كله ال يترك كله‬
Jika tidak mampu mengerjakan secara keseluruhan
maka tidak boleh meninggalkan semuanya
Contoh kaidah:
1. Seorang yang tidak mampu berbuat kebajikan dengan satu dinar tetapi mampu dengan dirham maka
lakukanlah.
2. Seserang yang tidak mampu untuk mengajar atau belajar berbagai bidang studi (fan) sekaligus, maka tidak
boleh meninggalkan keseluruhannya.
3. Seseorang yang merasa berat untuk melakukan shalat malam sebanyak sepuluh rakaat, maka lakukanlah
shalat malam empat rakaat.
Kaidah yang semakna dengan kaidah di atas, adalah perkataan ulama ahli fiqh:
‫ما ال يدرك كله ال يترك بعضه‬
Sesuatu yang tidak dapat ditemukan keseluruhannya, maka tidak boleh tinggalkan sebagiannya.
Kaidah ke-34
‫الميسور ال يسقط بالمعسور‬
Sesuatu yang mudah tidak boleh digugurkan dengan sesuatu yang sulit.
Contoh kaidah:
1. Seorang yang terpotong bagian tubuhnya, maka tetap wajib baginya membasuh anggota badan yang tersisah
ketika bersuci.
2. Seseorang yang mampu menutup sebagian auratnya, maka ia wajib menutup aurat berdasarkan
kemampuannya tersebut.
3. Orang yang mampu membaca sebagian ayat dari surat Al-Fatihah, maka ia wajib membaca sebagian yang ia
ketahui tersebut.
4. Orang yang memiliki harta satu nisab, namun setengah darinya berada ditempat jauh (ghaib) maka harus
dikeluarkan untuk zakat adalah harta yang berada ditangannya.
Nabi SAW. bersabda :
‫ رواه شيخان‬.‫وما امرتكم به فأتوا منه ما استطعتم‬
Artinya: “Sesuatu yang aku perintahkan maka kerjakanlah semampu kalian.” (HR. Bukhari Muslim)
Kaidah ke-35
‫ما حرم فعله حرم طلبه‬
Sesuatu yang haram untuk dikerjakan maka haram pula mencarinya.
Contoh kaidah:
1. Mengambil riba atau upah perbuatan jahat.
2. Mengambil upah dari tukang ramal risywah (suapan). Begitu pula dengan upah orang-orang yang meratapi
kematian orang lain.
Kaidah ke-36
‫ما حرم اخذه حرم اعطاؤه‬
Sesuatu yang haram diambil,maka haram pula memberikannya.
Contoh kaidah :
1. Memberikan riba atau upah perbuatan jahat kepada orang lain.
2. Memberikan upah hasil meramal dan risywah kepada orang lain. Termasuk juga upah meratapi kematian
orang lain.
Kaidah ke-37
‫الخير المتعدي افضل من القاصر‬
kebaikan yang memiliki dampak banyak lebih utama daripada yang manfaatnya sedikit (terbatas).
Contoh kaidah:
1. Mengajarkan ilmu lebih utama daripada shalat sunah.
2. Orang yang menjalankan fardhu kifayah lebih istimewa karena telah menggugurkan dosa umat daripada orang
yang melakukan fardhu ‘ain.
Kaidah ke-38
‫الرضى بالشيء رضى بما يتولد منه‬
Rela akan sesuatu berarti rela dengan konsekuensinya.
Contoh kaidah:
1. Menerima suami istri dengan kekurangan yang dimiliki salah satu dari keduanya. Maka tidak boleh
mengembalikan kepada walinya.
2. Seseorang memita tangannya di potong dan berakibat kepada rusaknya anggota tubuh yang lain, maka orang
tersebut tidak boleh menuntut kepada pemotong tangan.
3. Memakai wangi-wangian sebelum melaksanankan ihram, teapi wanginya bertahan sampai waktu ihram maka
tidak dikenahi fidyah.
Kaidah yang memiliki makna sama dengan kaidah di atas yaitu :
‫المتولد من مأذون ال اثر له‬
Hal-hal yang timbul dari sesuatu yang telah mendapat ijin
tidak memiliki dampak apapun.
Kaidah ke-39
‫الحكم يدور مع العلة وجودا وعدما‬
Hukum itu berputar beserta ‘illatnya, baik dari sisi wujudnya maupun ketiadaannya’illatnya.
Contoh kaidah :
1. Alasan diharamkannya arak (khamr) adalah karena memabukkan. Jika kemudian terdeteksi bahwa arak tidak
lagi memabukkan seperti khamr yang telah berubah menjadi cuka maka halal.
2. Memasuki rumah orang lain atau memakai pakaiannya tanpa adanya ijin adalah haram hukumnya. Namun
ketika namun ketika diketahui bahwa pemiliknya merelakan, maka tidak ada masalah didalamnya (boleh).
3. Alasan diharamkannya minum racun karena adanya unsur merusakkan. Andaikata unsure yang merusakkan
itu hilang, maka hukumnya menjadi boleh.
‫قال النبي صلى هللا عليه وسلم كل مشكر خمر وكل خمر حرام‬
Nabi SAW. bersabda: Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr hukumnya haram.
Kaidah ke-40
‫االصل فى اآل شياء االءباحة‬
Hukum ashal (pada dasarnya) segala sesuatu itu diperbolehkan.
Contoh kaidah :
1. Dua sahabat bernama Lukman dan Rahmat Taufiq jalan-jalan ke Jakarta. Setelah lama muter-muter sambil
menikmati indahnya ibu kota, perut kedua bocah ndeso tersebut protes sambil berbunyi nyaring alias kelaparan.
Akhirnya setelah melihat isi dompet masing-masing keduanya memutuskan untuk mampir makan di restourant
yang lumayan mewah tapi kemudian keduanya ragu apakah daging pesenannya itu halal atau haram. Dengan
mempertimbangkan makna kaidah diatas, maka daging itu boleh dimakan.
2. Tiba-tiba ada seekor merpati yang masuk ke dalam sangkar burung milik Koci. ketika pemilik sangkar (Koci)
melihat merpati tersebut dia merasa tertarik dan ingin memilikinya, namun Koci masih ragu apakah dia boleh
memeliharanya atau tidak. Maka hukumnya burung merpati tersebut boleh atau bebas untuk dimiliki.
3. Ketika ragu akan besar kecilnya kadar emas yang digunakan untuk menambal suatu benda maka hukum
benda tersebut boleh untuk digunakan.
4. Memakan daging Jerapah diperbolehkan, sebagaimana al-Syubki berkata sesungguhnya memakan daging
Jerapah hukumnya mubah.
‫قال النبي صلى هللا عليه وسلم ما احل هللا فهو حالل وما حرم هللا فهو حرام وما سكت عنه فهو مما عفو‬
Nabi SAW. bersabda : Sesuatu yang dihalalkan Allah adalah halal dan sesuatu yang diharamkan Allah adalah
haram. Sedangkan hal-hal yang tidak dijelaskan Allah merupakan pengampunan dari-Nya.

Anda mungkin juga menyukai