Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN SKENARIO 2

BLOK XXI PENGOBATAN RASIONAL


KELOMPOK 6

DOSEN TUTORIAL: dr. Sri Wahyuni Nst.


Disusun Oleh :
Ketua : Noni (143307010085)
Sekretaris : Yuni Sartika (143307010046)
Anggota : Budio Satya Sinuraya (133307010033)
Dio Damara H (143307010010)
Ulfa Khuzainah Namira Husni (143307010019)
Fahrunnisa (143307010013)
Natalia Putri (143307010012)
Agung Haganta Pinem (173307010103)
Corry Zalukhu (143307010044)
Landi Daeli (143307010045)
Endah A Arimbi (143307010038)
Handres Hafidtullah (143307010032)
Muhammad Idris Tanjung (143307010017)
Natasha Rismayana (143307010058)
Veronica (143307010018)
Redo Widio (163307010080)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
T.A. 2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat -Nya yang telah menuntun kami dalam belajar untuk mencapai hidup
yang lebih baik. Dan dengan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun
makalah ini, sehingga dapat tersusun dengan sebaik-baiknya sesuai dengan yang
diharapkan.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu pengetahuan
serta wawasannya mengenai tujuan pembelajaran yang dibahas pada makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini banyak hal yang belum sempurna. Oleh sebab itu
kami selaku penyusunan makalah ini, mengharapkan adanya masukan yang
berupa kritikan ataupun saran demi kebaikan untuk makalah berikutnya dan tidak
lupa juga kami selaku penyusun berterima kasih pada pihak-pihak yang ikut serta
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan, kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang ikut berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini.
Semoga semua ini berguna bagi kita semua khususnya dalam menunjang
pembelajaran kita di dunia kedokteran.

Hormat Kami

Kelompok VI

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
BAB II DATA PELAKSANAAN TUTORIAL ........................................................
BAB III PEMBAHASAN........................................................................................6
BAB IV KAJIAN TEORI .......................................................................................7
1.Jenis-Jenis Obat Tuberkulosis Paru (Farmakokinetik, Farmakodinamik,
Indikasi dan Efek Samping) ...............................................................7
2.Jenis-Jenis Obat Kontrasepsi (Farmakokinetik, Farmakodinamik,
Indikasi dan Efek Samping...............................................................20
3.Interaksi Obat Tuberkulosis Paru Dengan Pil KB...............................28
BAB V KESIMPULAN AKHIR ..........................................................................31
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................32

2
BAB I
PENDAHULUAN

Tuberkulosis Paru (TB Paru) telah dikenal hampir di seluruh dunia,


sebagai penyakit kronis yang dapat menurunkan daya tahan fisik penderitanya
secara serius. Hal ini disebabkan oleh terjadinya kerusakan jaringan paru yang
bersifat permanen. Di samping proses destruksi terjadi pula secara simultan proses
restorasi atau penyembuhan jaringan paru sehingga terjadi perubahan struktural
yang bersifat menetap serta bervariasi yang menyebabkan berbagai macam
kelainan faal paru (Supardi, 2006). Penyakit Tuberkulosis paru (TB paru) sudah
lebih dari 100 tahun yang lalu ada dipermukaan bumi kita ini. Abad ke-19
merupakan abad ketika banyak terdapat penemuan ilmiah termasuk konsep
penyakit tuberkulosis. Di indonesia penyakit ini sudah lama ada, dapat diketahui
dari salah satu relief dicandi Borobudur yang tampaknya menggambarkan suatu
kasus Tuberkulosis. Berarti pada masa itu (tahun 750 sesudah masehi) orang
sudah mengenal penyakit ini ada diantara mereka (Situmeah,2004). Indonesia
berada pada tingkat ke-3 terbesar didunia dalam jumlah penderita
Tuberkulosis(TB), setelah India dan Cina. Di dunia diperkirakan penyakit ini
dapat menyebabkan kematian kurang lebih 8.000 orang per hari terdaftar hampir 2
400 kematian yang berhubungan dengan TB setiap harinya, atau 140.000 per
tahun, dan kurang lebih ¼ juta penduduk diduga terinfeksi TB setiap tahun
( Jakarta Pos, 2008). Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang
penyebarannya sangat mudah sekali, yaitu melalui batuk, bersin dan berbicara.
Untuk mengurangi bertambahnya TB paru dan masalah yang ditimbulkan oleh
penyakit TB paru, perlu dilakukan penanganan awal yang dapat dilakukan adalah
dilingkungan keluarga. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri
atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu
tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. (Depkes RI,
2001). Penyebaran penyakit tuberkulosis paru yang sangat mudah ini, sangat

3
rentan pada keluarga yang anggota keluarganya sedang menderita penyakit
tersebut. Penyakit dapat menular pada anggota keluarga yang lain. Oleh karena
itu, penyakit tuberkulosis harus mendapat penanganan yang tepat karena penyakit
ini menyerang tidak memandang kelompok usia produktif, kelompok ekonomi
lemah dan berpendidikan rendah. Penyakit TB paru lebih banyak ditemukan di
daerah miskin. Karena faktor lingkungan yang kurang mendukung menjadi
penyebab TB paru. Beberapa faktor yang erat hubunganya dengan terjadinya
infeksi basil tuberkulosis yaitu adanya sumber penularan, jumlah basil yang cukup
banyak dan terus menerus memapar calon penderita, virulensi (keganasan basil
serta daya 3 tahan tubuh dimana daya tahan tubuh ini mempunyai hubungan erat
dengan faktor lingkungan, misalnya perumahan dan pekerjaan, faktor imunologis.
Keadaan penyakit yang memudahkan infeksi seperti diabetes militus dan campak
serta faktor genetik. Melihat fenomena pada penyakit TB paru seperti yang
tersebut diatas penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana bentuk pengelolaan
pasien dengan TB paru.

4
BAB II
DATA PELAKSANAAN TUTORIAL

JUDUL BLOK
Pengobatan Rasional

NAMA TUTOR
dr. Sri Wahyuni Nst

DATA PELAKSANAAN TUTORIAL


TUTORIAL 1
TANGGAL : 20 November 2017
WAKTU : 14.30 – 16.30 WIB
TEMPAT : Ruang Tutorial
TUTORIAL 2
TANGGAL : 23 November 2017
WAKTU : 14.30 – 16.30 WIB
TEMPAT : Ruang Tutorial
PLENO
TANGGAL : 24 November 2017
WAKTU : 10.00 – 10.50 WIB
TEMPAT : Ruang Kelas Semester 7

BAB III
PEMBAHASAN

5
Seorang wanita 32 tahun datang ke praktek dokter dengan keluhan batuk
serta keringat malam, penurunan berat badan dijumpai, foto toraks dijumpai
infiltrate pada aspek paru, lalu dokter memberikan OAT, pasien mengaku bahwa
saat ini pasien sedang menjalankan program KB dengan menggunakan pil
Kontrasepsi hormonal dan bertanya pada dokter apakah berpengaruh pada
pengobatan ini.

I. Klasifikasi Istilah
1. OAT : Obat Anti Tuberkulosis
2. Infiltrat : Proses Peradangan

II. Penetapan Masalah


1. Seorang wanita 32 tahun datang ke praktek dokter dengan keluhan batuk
serta keringat malam, penurunan berat badan
2. foto toraks dijumpai infiltrate pada aspek paru, lalu dokter memberikan
OAT
3. pasien mengaku bahwa saat ini pasien sedang menjalankan program KB
dengan menggunakan pil Kontrasepsi

4. Analisa Masalah
1. Kemungkinan pasienn menderita Tb paru
2. Kemungkinan pasien batuk, sehingga terjadi peradangan pada toraks
3. Obat KB bisa mengurangi penggunaan dari OAT

4. Kesimpulan Sementara
Seorang wanita 32 tahun menderita TB paru.

5. Learning Objects
1. Jenis-jenis, indikasi dan efek samping dari obat Tb
2. Jenis-jenis, indikasi dan efek samping dari obat KB
3. Jelaskan hubungan antara obat Tb dan obat KB

BAB IV
KAJIAN TEORI
Jenis-Jenis Obat Tuberkulosis Paru (Farmakokinetik, Farmakodinamik,
Indikasi dan Efek Samping)
1. ISONIAZID (H)
a. Identitas

6
Sediaan dasarnya adalah tablet dengan nama generik Isoniazid 100
mg dan 300 mg / tablet Nama lain Isoniazida : Asam
Nicotinathidrazida, Isonikotinilhidrazida, INH
b. Dosis
Untuk pencegahan, dewasa 300 mg satu kali sehari, anak anak 10
mg per berat badan sampai 300 mg, satu kali sehari. Untuk pengobatan
TB bagi orang dewasa sesuai dengan petunjuk dokter / petugas
kesehatan lainnya. Umumnya dipakai bersama dengan obat anti
tuberkulosis lainnya. Dalam kombinasi biasa dipakai 300 mg satu kali
sehari, atau 15 mg per kg berat badan sampai dengan 900 mg, kadang
kadang 2 kali atau 3 kali seminggu. Untuk anak dengan dosis 10 20 mg
per kg berat badan. Atau 20 – 40 mg per kg berat badan sampai 900
mg, 2 atau 3 kali seminggu.
c. Indikasi
Obat ini diindikasikan untuk terapi semua bentuk tuberkulosis
aktif, disebabkan kuman yang peka dan untuk profilaksis orang
berisiko tinggi mendapatkan infeksi. Dapat digunakan tunggal atau
bersama-sama dengan antituberkulosis lain.
d. Kontraindikasi
Kontra indikasinya adalah riwayat hipersensistifitas atau reaksi
adversus, termasuk demam, artritis, cedera hati, kerusakan hati akut,
tiap etiologi : kehamilan (kecuali risiko terjamin).
e. Kerja Obat
Bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam
beberapa hari pertama pengobatan. Efektif terhadap kuman dalam
keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang.
Mekanisme kerja berdasarkan terganggunya sintesa mycolic acid, yang
diperlukan untuk membangun dinding bakteri.
f. Dinamika/Kinetika Obat
Pada saat dipakai Isoniazid akan mencapai kadar plasma puncak
dalam 1 – 2 jam sesudah pemberian peroral dan lebih cepat sesudah
suntikan im; kadar berkurang menjadi 50 % atau kurang dalam 6 jam.
Mudah difusi kedalam jaringan tubuh, organ, atau cairan tubuh; juga
terdapat dalam liur, sekresi bronkus dan cairan pleura, serobrosfina,

7
dan cairan asitik. Metabolisme dihati, terutama oleh karena asetilasi
dan dehidrazinasi (kecepatan asetilasi umumnya lebih dominan ).
Waktu paruh plasma 2-4 jam diperlama pada insufiensi hati, dan pada
inaktivator ”lambat”. Lebih kurang 75-95 % dosis diekskresikan di
kemih dalam 24 jam sebagai metabolit, sebagian kecil diekskresikan di
liur dan tinja. Melintasi plasenta dan masuk kedalam ASI.
g. Interaksi
Isoniazid adalah inhibitor kuat untuk cytochrome P-450
isoenzymes, tetapi mempunyai efek minimal pada CYP3A. Pemakaian
Isoniazide bersamaan dengan obat-obat tertentu, mengakibatkan
meningkatnya konsentrasi obat tersebut dan dapat menimbulkan risiko
toksis. Antikonvulsan seperti fenitoin dan karbamazepin adalah yang
sangat terpengaruh oleh isoniazid. Isofluran, parasetamol dan
Karbamazepin, menyebabkan hepatotoksisitas, antasida dan adsorben
menurunkan absopsi, sikloserin meningkatkan toksisitas pada SSP,
menghambat metabolisme karbamazepin, etosuksimid, diazepam,
menaikkan kadar plasma teofilin. Efek Rifampisin lebih besar
dibanding efek isoniazid, sehingga efek keseluruhan dari kombinasi
isoniazid dan rifampisin adalah berkurangnya konsentrasi dari obat-
obatan tersebut seperti fenitoin dan karbamazepin
h. Efek Samping
Efek samping dalam hal
1. Neurologi: parestesia, neuritis perifer, gangguan penglihatan,
neuritis optik, atropfi optik, tinitus, vertigo, ataksia, somnolens,
mimpi berlebihan, insomnia, amnesia, euforia, psikosis toksis,
perubahan tingkah laku, depresi, ingatan tak sempurna,
hiperrefleksia, otot melintir, konvulsi.
2. Hipersensitifitas: demam, menggigil, eropsi kulit (bentuk
morbili,mapulo papulo, purpura, urtikaria), limfadenitis, vaskulitis,
keratitis.
3. Hepatotoksik: SGOT dan SGPT meningkat, bilirubinemia, sakit
kuning, hepatitis fatal.

8
4. Metabolisme dan endrokrin: defisiensi Vitamin B6, pelagra,
kenekomastia, hiperglikemia, glukosuria, asetonuria, asidosis
metabolik, proteinurea.
5. Hematologi: agranulositosis, anemia aplastik, atau hemolisis,
anemia, trambositopenia. Eusinofilia, methemoglobinemia.
6. Saluran cerna: mual, muntah, sakit ulu hati, sembelit.
7. Intoksikasi lain: sakit kepala, takikardia, dispenia, mulut kering,
retensi kemih (pria), hipotensi postura, sindrom seperti lupus,
eritemamtosus, dan rematik.
i. Peringatan/Perhatian
Diperingatkan hati-hati jika menggunakan Isoniazid pada sakit hati
kronik, disfungsi ginjal, riwayat gangguan konvulsi. Perlu dilakukan
monitoring bagi peminum alkohol karena menyebabkan hepatitis,
penderita yang mengalami penyakit hati kronis aktif dan gagal ginjal,
penderita berusia lebih dari 35 tahun, kehamilan, pemakaian obat
injeksi dan penderita dengan seropositif HIV. Disarankan
menggunakan Piridoksin 10-2 mg untuk mencegah reaksi adversus.
j. Overdosis
Gejala yang timbul 30 menit sampai 3 jam setelah pemakaian
berupa mual, muntah, kesulitan berbicara, gangguan penglihatan atau
halusinasi, tekanan pernafasan dan SSP, kadang kadang asidosis,
asetonurea, dan hiperglikemia pada pemeriksaan laboratorium.
Penanganan penderita asimpatomimetik dilakukan dengan cara
memberikan karbon aktif, mengosongkan lambung, dan berikan
suntikan IV piridoksin sama banyak dengan isoniazid yang diminum,
atau jika tidak diketahui, berikan 5 gram suntikan piridoksin selama
30-60 menit untuk dewasa, dan 80 mg / kg berat badan untuk anak
anak. Sedangkan penanganan penderita simpatomimetik, ditangani
dengan memastikan pernafasan yang cukup, dan berikan dukungan
terhadap kerja jantung. Jika jumlah Isoniazid diketahui, berikan infus
IV piridoksin dengan lambat 3 – 5 menit, dengan jumlah yang
seimbang dengan jumlah isoniazid. Jika tidak diketahui jumlah

9
isoniazid, berikan infus IV 5 gram piridoksin untuk dewasa dan 80
mg / kg berat badan untuk anak anak.

A. RIFAMPISIN
a. Identitas
Sediaan dasar yang ada adalah tablet dan kapsul 300 mg, 450 mg,
600 mg
b. Dosis
Untuk dewasa dan anak yang beranjak dewasa 600 mg satu kali
sehari, atau 600 mg 2 – 3 kali seminggu. Rifampisin harus diberikan
bersama dengan obat anti tuberkulosis lain. Bayi dan anak anak, dosis
diberikan dokter / tenaga kesehatan lain berdasarkan atas berat badan
yang diberikan satu kali sehari maupun 2-3 kali seminggu. Biasanya
diberikan 7,5 – 15 mg per kg berat badan. Anjuran Ikatan Dokter Anak
Indonesia adalah 75 mg untuk anak < 10 kg, 150 mg untuk 10 – 20 kg,
dan 300 mg untuk 20-33 kg.
c. Indikasi
Di Indikasikan untuk obat antituberkulosis yang dikombinasikan
dengan antituberkulosis lain untuk terapi awal maupun ulang
d. Kerja Obat
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant yang
tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Mekanisme kerja, Berdasarkan
perintangan spesifik dari suatu enzim bakteri Ribose Nukleotida Acid
(RNA)-polimerase sehingga sintesis RNA terganggu.
e. Dinamika / Kinetika Obat
Obat ini akan mencapai kadar plasma puncak (berbeda beda dalam
kadar) setelah 2-4 jam sesudah dosis 600 mg, masih terdeteksi selama
24 jam. Tersebar merata dalam jaringan dan cairan tubuh, termasuk
cairan serebrosfinal, dengan kadar paling tinggi dalam hati, dinding
kandung empedu, dan ginjal. Waktu paruh plasma lebih kurang 1,5- 5
jam ( lebih tinggi dan lebih lama pada disfungsi hati, dan dapat lebih
rendah pada penderita terapi INH). Cepat diasetilkan dalam hati
menjadi emtablit aktif dan tak aktif; masuk empedu melalui sirkulasi
enterohepar. Hingga 30 % dosis diekskresikan dalam kemih, lebih
kurang setengahnya sebagai obat bebas. Meransang enzim mikrosom,

10
sehingga dapat menginaktifkan obat terentu. Melintasi plasenta dan
mendifusikan obat tertentu kedalam hati.
f. Interaksi
Interaksi obat ini adalah mempercepat metabolisme metadon,
absorpsi dikurangi oleh antasida, mempercepat metabolisme,
menurunkan kadar plasma dari dizopiramid, meksiletin, propanon dan
kinidin, mempercepat metabolisme kloramfenikol, nikumalon,
warfarin, estrogen, teofilin, tiroksin, antidepresan trisiklik, antidiabetik
(mengurangi khasiat klorpropamid, tolbutamid, sulfonil urea), fenitoin,
dapson, flokonazol, itrakonazol, ketokonazol, terbinafin, haloperidol,
indinafir, diazepam, atofakuon, betabloker(propanolol),diltiazem,
nifedipin, verapamil, siklosprosin, mengurangi khasiat glukosida
jantung, mengurangi efek kostikosteroid, flufastatin.
Rifampisin adalah suatu enzyme inducer yang kuat untuk
cytochrome P-450 isoenzymes, mengakibatkan turunnya konsentrasi
serum obat-obatan yang dimetabolisme oleh isoenzyme tersebut. Obat
obat tersebut mungkin perlu ditingkatkan selama pengobatan TB, dan
diturunkan kembali 2 minggu setelah Rifampisin dihentikan. Obat-
obatan yang berinteraksi: diantaranya : protease inhibitor, antibiotika
makrolid, levotiroksin, noretindron, warfarin, siklosporin, fenitoin,
verapamil, diltiazem, digoxin, nortriptilin, alprazolam, diazepam,
midazolam, triazolam dan beberapa obat lainnya.
g. Efek Samping
1. Saluran cerna ; rasa panas pada perut, sakit epigastrik, mual,
muntah, anoreksia, kembung, kejang perut, diare,
2. SSP: letih rasa kantuk, sakit kepala, ataksia, bingung, pening, tak
mampu berfikir, baal umum, nyeri pada anggota, otot kendor,
gangguan penglihatan, ketulian frekuensi rendah sementara
( jarang).
3. Hipersensitifitas: demam, pruritis, urtikaria, erupsi kulit, sariawan
mulut dan lidah, eosinofilia, hemolisis, hemoglobinuria, hematuria,
insufiensi ginjal, gagal ginjal akut( reversibel).
4. Hematologi: trombositopenia, leukopenia transien, anemia,
termasuk anemia hemolisis.

11
5. Intoksikasi lain: Hemoptisis, proteinurea rantai rendah, gangguan
menstruasi, sindrom hematoreal.
h. Peringatan/Perhatian
Keamanan penggunaan selama kehamilan, dan pada anak anak usia
kurang 5 tahun belum ditetapkan. Hati hati penggunaan pada: penyakit
hati, riwayat alkoholisme, penggunaan bersamaan dengan obat
hepatotoksik lain. Rifampisin juga berinteraksi terhadap kontrasepsi
hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk KB), sehingga dapat
menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB
sebaiknya menggunakan kontrasepsi non-hormonal, atau kontrasepsi
yang mengandung estrogen.
i. Overdosis
Gejala yang kadang kadang timbul adalah mual, muntah, sakit perut,
pruritus, sakit kepala, peningkatan bilirubin, coklat merah pada air
seni, kulit, air liur, air mata, buang air besar, hipotensi, aritmia
ventrikular. Pemberian dosis yang berlebih pada Ibu hamil dapat
menyebabkan gangguan pada kelahiran berhubungan dengan masalah
tulang belakang ( spina bifida). Penanganan mual dan muntah dengan
memberikan karbon aktif, dan pemberian anti emetik. Pengurangan
obat dengan cepat dari tubuh diberikan diuresis dan kalau perlu
hemodialisa.
B. PIRAZINAMID
a. Identitas
Sediaan dasar Pirazinamid adalah Tablet 500 mg/tablet.
b. Dosis
Dewasa dan anak sebanyak 15 – 30 mg per kg berat badan, satu
kali sehari. Atau 50 – 70 mg per kg berat badan 2 – 3 kali seminggu.
Obat ini dipakai bersamaan dengan obat anti tuberkulosis lainnya.
c. Indikasi
Digunakan untuk terapi tuberkulosis dalam kombinasi dengan anti
tuberkulosis lain.
d. Kontraindikasi
Terhadap gangguan fungsi hati parah, porfiria, hipersensitivitas,
serta wanita hamil dan menyusui.
e. Kerja Obat

12
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam. Mekanisme kerja, berdasarkan pengubahannya
menjadi asam pyrazinamidase yang berasal dari basil tuberkulosa.
f. Dinamika / Kinetika Obat
Pirazinamid cepat terserap dari saluran cerna. Kadar plasma
puncak dalam darah lebih kurang 2 jam, kemudian menurun. Waktu
paruh kira-kira 9 jam. Dimetabolisme di hati. Diekskresikan lambat
dalam kemih, 30% dikeluarkan sebagai metabolit dan 4% tak berubah
dalam 24 jam.

g. Interaksi
Bereaksi dengan reagen Acetes dan Ketostix yang akan
memberikan warna ungu muda – sampai coklat.
h. Efek Samping
1. Hepatotoksisitas, termasuk demam anoreksia, hepatomegali,
ikterus; gagal hati; mual, muntah, artralgia, anemia sideroblastik,
urtikaria.
2. Keamanan penggunaan pada anak-anak belum ditetapkan.
3. Hati-hati penggunaan pada: penderita dengan encok atau riwayat
encok keluarga atau diabetes melitus; dan penderita dengan fungsi
ginjal tak sempurna; penderita dengan riwayat tukak peptik.
i. Peringatan/Perhatian
Hanya dipakai pada terapi kombinasi anti tuberkulosis dengan
pirazinamid , namun dapat dipakai secara tunggal mengobati penderita
yang telah resisten terhadap obat kombinasi. Obat ini dapat
menghambat ekskresi asam urat dari ginjal sehingga menimbulkan
hiperurikemia. Jadi penderita yang diobati pirazinamid harus dimonitor
asam uratnya.
j. Overdosis
Data mengenai overdosis terbatas, namun pernah dilaporkan
adanya fungsi abnormal dari hati, walaupun akan hilang jika obat
dihentikan.

4. ETAMBUTOL
a. Identitas
Sediaan dasarnya adalah tablet dengan nama generik Etambutol-
HCl 250 mg, 500 mg/tablet.

13
b. Dosis
Untuk dewasa dan anak berumur diatas 13 tahun, 15 -25 mg/kgBB,
satu kali sehari. Untuk pengobatan awal diberikan 15 mg/kgBB, dan
pengobatan lanjutan 25 mg/kgBB. Kadang kadang dokter juga
memberikan 50 mg/kgBB sampai total 2,5 gram dua kali seminggu.
Obat ini harus diberikan bersama dengan obat anti tuberkulosis
lainnya. Tidak diberikan untuk anak dibawah 13 tahun dan bayi .
c. Indikasi
Etambutol digunakan sebagai terapi kombinasi tuberkulosis dengan
obat lain, sesuai regimen pengobatan jika diduga ada resistensi. Jika
risiko resistensi rendah, obat ni dapat ditinggalkan. Obat ini tidak
dianjurkan untuk anak-anak usia kurang 6 tahun, neuritis optik,
gangguan visual.
d. Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap etambutol seperti neuritis optik.
e. Kerja Obat
Bersifat bakteriostatik, dengan menekan pertumbuhan kuman TB
yang telah resisten terhadap Isoniazid dan streptomisin. Mekanisme
kerja, berdasarkan penghambatan sintesa RNA pada kuman yang
sedang membelah, juga menghindarkan terbentuknya mycolic acid
pada dinding sel.
f. Dinamika/Kinetika Obat
Obat ini diserap dari saluran cerna. Kadar plasma puncak 2-4 jam.
Lebih kurang 40% terikat protein plasma. Diekskresikan terutama
dalam kemih. Hanya 10% berubah menjadi metabolit tak aktif. Tidak
penetrasi meningen secara utuh, tetapi dapat dideteksi dalam cairan
serebrospinal pada penderita dengan meningitis tuberkulosa
g. Interaksi
Garam Aluminium seperti dalam obat maag, dapat menunda dan
mengurangi absorpsi etambutol. Jika dieprlukan garam alumunium
agar diberikan dengan jarak beberapa jam.
h. Efek Samping
Efek samping yang muncul antara lain gangguan penglihatan
dengan penurunan visual, buta warna dan penyempitan lapangan
pandang. Gangguan awal penglihatan bersifat subjektif; bila hal ini

14
terjadi maka etambutol harus segera dihentikan. Bila segera dihentikan,
biasanya fungsi penglihatan akan pulih. Reaksi adversus berupa sakit
kepala, disorientasi, mual, muntah dan sakit perut.
i. Peringatan/Perhatian
Jika Etambutol dipakai, maka diperlukan pemeriksaan fungsi mata
sebelum pengobatan. Turunkan dosis pada gangguan fungsi ginjal; usia
lanjut; kehamilan; ingatkan penderita untuk melaporkan gangguan
penglihatan. Etambutol tidak diberikan kepada penderita anak berumur
dibawah umur 6 tahun, karena tidak dapat menyampaikan reaksi yang
mungkin timbul seperti gangguan penglihatan.
5. STREPTOMISIN
a. Identitas
Sediaan dasar serbuk Streptomisin sulfat untuk Injeksi 1,5 gram /
vial berupa serbuk untuk injeksi yang disediakan bersama dengan
Aqua Pro Injeksi dan Spuit.

b. Dosis
Obat ini hanya digunakan melalui suntikan intra muskular, setelah
dilakukan uji sensitifitas. Dosis yang direkomendasikan untuk dewasa
adalah 15 mg/kgBB maksimum 1 gram setiap hari, atau 25 – 30
mg/kgBB, maksimum 1,5 gram 2 – 3 kali seminggu. Untuk anak 20 –
40 mg/kgBB maksimum 1 gram satu kali sehari, atau 25 – 30
mg/kgBB 2 – 3 kali seminggu. Jumlah total pengobatan tidak lebih dari
120 gram.
c. Indikasi
Sebagai kombinasi pada pengobatan TB bersama isoniazid,
Rifampisin, dan pirazinamid, atau untuk penderita yang dikontra
indikasi dengan 2 atau lebih obat kombinasi tersebut.
d. Kontraindikasi
Hipersensitifitas terhadap streptomisin sulfat atau aminoglikosida
lainnya.
e. Kerja Obat
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang sedang
membelah. Mekanisme kerja berdasarkan penghambatan sintesa
protein kuman dengan jalan pengikatan pada RNA ribosomal.
f. Dinamika / Kinetika Obat

15
Absorpsi dan nasib Streptomsin adalah kadar plasma dicapai
sesudah suntikan im 1 – 2 jam, sebanyak 5 – 20 mcg/ml pada dosis
tunggal 500 mg, dan 25 – 50 mcg/ml pada dosis 1. Didistribusikan
kedalam jaringan tubuh dan cairan otak, dan akan dieliminasi dengan
waktu paruh 2 – 3 jam kalau ginjal normal, namun 110 jam jika ada
gangguan ginjal.
g. Interaksi
Interaksi dari Streptomisin adalah dengan kolistin, siklosporin,
Sisplatin menaikkan risiko nefrotoksisitas, kapreomisin, dan
vankomisin menaikkan ototoksisitas dan nefrotoksisitas, bifosfonat
meningkatkan risiko hipokalsemia, toksin botulinum meningkatkan
hambatan neuromuskuler, diuretika kuat meningkatkan risiko
ototoksisitas, meningkatkan efek relaksan otot yang non depolarising,
melawan efek parasimpatomimetik dari neostigmen dan piridostigmin.
h. Efek Samping
Efek samping akan meningkat setelah dosis kumulatif 100 g, yang
hanya boleh dilampaui dalam keadaan yang sangat khusus.
i. Peringatan/Perhatian
Peringatan untuk penggunaan Streptomisin : hati hati pada
penderita gangguan ginjal, Lakukan pemeriksaan bakteri tahan asam,
hentikan obat jika sudah negatif setelah beberapa bulan. Penggunaan
intramuskuler agar diawasi kadar obat dalam plasma terutama untuk
penderita dengan gangguan fungsi ginjal.
6. Obat Anti Tuberkulosis untuk Tuberkulosis Resisten Majemuk (multi-
drug resistant tuberculosis =MDRTB)
Peningkatan prevalensi bakeri patogen yang resisten saat ini semakin
banyak, terutama karena penggunaan antibiotik yang tidak rasional baik
oleh petugas kesehatan maupun penderita sendiri. Hal ini menyebabkan
beberapa orang telah mulai diidentifikasi resisten terhadap obat
antituberkulosis yang ada. Memang belum banyak dilakukan penelitian
tentang resisensi ini, namun telah terjadi di beberapa Negara, termasuk di
Indonesia. Temuan tentang resistensi terhadap INH dan Rifampisin, yang
cukup tinggi seperti yang dilaporkan WHO, menuntut penggunaan obat
anti tuberkulosis generasi kedua ( Second lines anti-tuberculosis drugs).

16
WHO menganjurkan penggunaan obat obatan berikut dan diawasi
langsung oleh para ahli, yaitu :

Capreomycin Serbuk untuk injeksi, 1000 mg /vial

Cycloserine kapsul atau tablet, 250 mg


Para-aminosalicylic acid
(PAS) tablet, 500 mg, granules, 4 g dalam
sachet
Ethionamide tablet, 125 mg 250 mg

Amikacin Serbuk untuk injeksi, 1000 mg /vial

Kanamycin Serbuk untuk injeksi, 1000 mg /vial

Ciprofloxacin tablet, 250 mg, 500 mg


Ofloxacin tablet, 200 mg, 400 mg
Levofloxacin tablet, 250 mg, 500 mg

Tabel Efek Samping Obat Tuberkulosis dan Penanganannya

Efek samping Kemungkinan penyebab Penanganan

Minor Teruskan obat, periksa

Anoreksia, mual, sakit Rifampisin Berikan obat pada malam


perut hari sesudah makanan

Nyeri sendi Pirazinamid Aspirin

Rasa panas di kaki INH Piridoksin 100mg/hari

Urin kemerahan Rifampisin Terangkan kepada pasien

Mayor Hentikan obat penyebab

Gatal-gatal, kemerahan Tiasetazon Hentikan obat


di kulit

17
Ketulian Streptomisin Hentikan streptomisin,
ganti dengan etambutol

Pusing, vertigo. Streptomisin Hentikan streptomisin,


nistagmus ganti dengan etambutol

Ikterus (tanpa sebab Berbagai antiTB Hentikan antiTB


lain)

Muntah, bingung Berbagai antiTB Hentikan obat, segera


(kecurigaan gagal hati) periksa fungsi hati dan
waktu protrombin

Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan etambutol

Syok, purpura, gagal Rifampisin Hentikan rifampisin


ginjal akut

Jenis-Jenis Obat Kontrasepsi (Farmakokinetik, Farmakodinamik, Indikasi


dan Efek Samping)
A. Definisi Kontrasepsi Hormonal
Kontrasepsi berasal dari kata “Kontra” yang artinya mencegah atau
melawan. Dan “Sepsi” yang berarti pertemuan antara sel telur yang sudah
matang dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari
kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilansebagai
akibat dari pertemuan antara sl telur yang matang dan sel sperma.
Kontrasepsi hormonal adalah kontrasepsi yang menggunakan hormone
dari progesteron sampai kombinasi estrogen dan progesteron. Estrogen
menekan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan mencegah perkembangan
folikel dominant. Estrogen juga menstabilkan bagian dasar endometrium dan
memperkuat kerja progestin. Progestin menekan peningkatan Luteinizing
Hormone (LH) sehingga mencegah ovulasi. Progestin juga menyebabkan
penebalan mukus leher rahim sehingga mempersulit perjalanan sperma dan
atrofi endometrium sehingga menghambat implantasi (Elin Yulinah, dkk.
2008 : 43).
B. Macam-macam Kontrasepsi Hormonal

18
1. Pil Kombinasi

Dalam satu pil terdapat baik estrogen maupun progesteron sintetik. Pil
diminum setiap hari selama tiga minggu diikuti dengan satu minggu tanpa pil
atau plasebo. Estrogennya adalah etinil estradiol atau mestranol dalam dosis
0,05; 0,08 ; 0,1 mg pertablet. Progestinnya bervariasi.

a) Jenis pil kombinasi


1) Monofasik
Pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon
aktif estrogen/progestin dalam dosis yang sama, dengan 7 tablet tanpa
hormon aktif. Contoh: microgynon.
2) Bifasik
Pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon
aktif estrogen/progestin dalam dua dosis yang berbeda, dengan 7
tablet tanpa hormon aktif. Contoh: Climen
b) Cara kerja

Secara umum pil kombinasi berkerja dengan cara menekan ovulasi,


mencegah implantasi, mengentalkan lendir serviks sehingga sulit dilalui
sperma, dan pergerakan tuba terganggu sehingga transportasi ovum akan
terganggu.

c) Manfaat
1) Memiliki efektifitas yang tinggi (hampir menyerupai efektivitas
tubektomi), bila digunakan setiap hari (1 kehamilan per 1000
perempuan dalam tahun pertama penggunaan).
2) Risiko terhadap kesehatan sangat kecil.
3) Tidak mengganggu hubungan seksual.
4) Siklus haid menjadi teratur, banyaknya darah haid berkurang
(mencegah anemia), tidak terjadi nyeri haid.
5) Dapat digunakan jangka panjang, selama perempuan masih ingin
menggunakannya.

19
6) Dapat digunakan sejak usia remaja hingga menopause.
7) Mudah dihentikan setiap saat.
8) Kesuburan segera kembali setelah pengunaan pil dihentikan.
9) Membantu mencegah kehamilan ektopik, kanker ovarium, kanker
endometrium, kista ovarium, penyakit radang panggul, kelainan jinak
pada payudara, dismenore, akne.

d) Keterbatasan
1) Mahal dan membosankan karena harus menggunakannya tiap hari.
2) Mual terutama pada 3 bulan pertama.
3) Perdarahan bercak atau perdarahan sela terutama 3 bulan pertama.
4) Pusing dan nyeri payudara.
5) Berat badan naik sedikit tetapi pada perempuan tertentu kenaikan berat
badan justru memilki dampak positif.
6) Tidak boleh diberikan pada perempuan menyusui (mengurangi ASI).
7) Pada sebagian kecil perempuan dapat menimbulkan depresi dan
perubahan suasana hati sehingga keinginan untuk melakukan
hubungan seksual berkurang.

8) Dapat meningkatkan tekanan darah dan terensi cairan, sehingga risiko


stroke dan gangguan pembekuan darah pada vena dalam sedikit
meningkat. Pada perempuan usia >35 tahun dan merokok perlu hati-
hati.

e) Yang dapat menggunakan Pil kombinasi


Pada prinsipnya hampir semua ibu boleh menggunakan pil kombinasi,
seperti:
1) Usia reproduksi.
2) Telah memiliki anak ataupu yang belum.
3) Gemuk atau kurus.
4) Setelah melahirkan dan tidak menyusui.
5) Pasca keguguran.

20
6) Anemia karena haid berlebihan.
7) Nyeri haid hebat.
8) Siklus haid tidak teratur.
9) Riwayat kehamilan ektopik.
10) Kelainan payudara jinak.
11) DM tanpa komplikasi pada ginjal, pembuluh darah, mata dan saraf.
12) Penyakit tiroid, radang panggual, endometriosis atau tumor ovarium
jinak.
13) Menderita TB kecuali yang sedang menggunakan rifampisin.
14) Varises vena.

f) Yang tidak boleh menggunakan Pil kombinasi:


1) Hamil atau dicurigai hamil.
2) Menyusui eksklusif.
3) Perdarahan pervaginam yang belum diketahui penyebabnya.
4) Penyakit hati akut.
5) Perokok dengan usia >35 tahun.
6) Riwayat penyakit jantung, stroke, hipertensi > 180/110 mmHg.
7) Riwayat gangguan faktor pembekuan darah atau DM > 20tahun.
8) Kanker payudara atau yang dicurigai kanker payudara.
9) Migrain dan gejala neurologis fokal (epilepsi/ riwayat epilepsi).

10) Tidak dapat menggunakan pil secara teratur setiap hari.

g) Waktu mulai menggunakan pil kombinasi


1) Setiap saat selagi haid, untuk meyakinkan kalau perempuan tersebut
tidak hamil.
2) Hari pertama sampai hari ke-7 siklus haid.
3) Boleh menggunakan pada hari ke-8 haid, tetapi perlu menggunakan
metode kontrasepsi yang lain (kondom) mulai hari 8 sampai hari 14
atau tidak melakukan hubungan seksual sampai telah menghabiskan
paket pil tersebut.

21
4) Setelah melahirkan: 6 bulan pemberian ASI eksklusif; setelah 3 bulan
dan tidak menyusui; pascakeguguran segera atau dalam waktu 7 hari).

2. Suntikan Kombinasi

a) Jenis suntikan kombinasi

Jenis suntikan kombinasi adalah 25 mg Depo medroksiprogesteron


asetat dan 5 mg Estradiol Sipionat yang diberikan injeksi sebulan sekali,
dan 50 mg Noretindron Enantat dan 5 mg Estradiol Valerat yang
diberikan injeksi. Sangat efektif 0,1-0,4 kehamilan per 100 perempuan
selama tahun pertama penggunaan.

b) Cara kerja

Secara umum menekan ovulasi, mengentalkan lendir serviks, atrofi


endometrium, dan menghambat transportasi ovum lewat tuba.

3. Kontrasepsi Pil Progestin (minipil)

a) Jenis minipil
1) Kemasan dengan isi 35 pil: 300 ug levonorgestrel atau 350ug
noretindron.
2) Kemasan dengan isi 28 pil: 75ug dosegestrel.

b) Cara kerja minipil


1) Menekan sekresi gonadotropin dan sintesis steroid seks di ovarium
(tidak begitu kuat).
2) Endometrium mengalami transformasi lebih awal sehingga implantasi
lebih sulit.
3) Mengentalkan lendir serviks.
4) Mengubah motilitas tuba sehingga transportasi ovum terganggu.

c) Efektivitas

22
Sangat efektif (98,5%). Pada penggunaan minipil jangan sampai
terlupa satu-dua tablet karena akibatnya kemungkinan terjadi kehamilan
sangat besar. Penggunaan obat-obat mukolitik asetilsistein bersamaan
dengan minipil perlu dihindari karena dapat meningkatkan penetrasi
sperma. Dalam menggunakan minipil sebaiknya jangan sampai ada tablet
yang lupa, tablet digunakan pada jam yang sama, senggama sebaiknya
dilakukan 3-20 jam setelah penggunaan minipil.

d) Keuntungan
1) Cocok untuk perempuan menyusui.
2) Sangat efektif jika digunakan secara benar.
3) Tidak mempengaruhi produksi ASI.
4) Nyaman dan mudah digunakan.
5) Kesuburan cepat kembali.
6) Sedikit efek samping.
7) Tidak mengandung estrogen
8) Dapat dipakai sebagai senggama.
9) Mengurangi nyeri haid dan jumlah darah haid.
10) Mencegah kanker endometrium.
11) Sedikit sekali mengganggu metabolisme karbohidrat sehingga relatif
aman diberikan pada perempuan DM yang belum mengalami
komplikasi.

e) Keterbatasan
1) Hampir 30-60% mengalami gangguan haid.
2) Peningkatan/penurunan berat badan.
3) Harus digunakan setiap hari dan pada waktu yang sama.
4) Bila lupa satu pil saja maka kegagalan menjadi lebih besar.
5) Payudara menjadi tegang, mual, pusing, dermatitis atau jerawat.
6) Efektivitasnya menjadi lebih rendah bila digunakan bersamaan dengan
obat OAT (rifampisin) dan obat epilepsi (fenitoin, barbiturat).
f) Kontraindikasi

23
1) Hamil atau diduga hamil
2) Perdarahan pervaginam yang belum tahu penyebabnya.
3) Kanker payudara.
4) Mioma uteri.
5) Riwayat stroke.

4. Kontrasepsi Implan
a) Jenis
1) Norplant. Terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan
panjang 3,4 cm, diameter 3,4 mm, yang diisi dengan 36 mg
Levonorgestrel dan lama kerjanya 5 tahun.
2) Implanon. Terdiri dari satu batang putih lentur dengan panjang kira-
kira 4 mm, dan diameter 2 mm yang diisi dengan 68 mg 3-keto-
dosegestrel dan lamam kerjanya 3 tahun.
3) Jadena dan Indoplan. Terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg
Levonorgestrel dengan lamam kerja 3 tahun.
b) Cara kerja
Secara umum bekerja dengan menekan ovulasi, Mengentalkan lendir
serviks, Atrofi endometrium, dan menghambat transportasi ovum lewat
tuba. Efektivitas sangat efektif 0,2-1 kehamilan per 100 perempuan.

5. Kontrasepsi Dengan AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)


a) Jenis
1) Progestasert-T = Alza T
2) LNG-20
b) Cara kerja
AKDR akan berada dalam uterus, bekerja terutama mencegah
terjadinya pembuahan (fertilisasi) dengan menghalangi bersatunya ovum
dengan sperma, mengurangi jumlah sperma yang mencapai tubafalopi
dan menginaktifkan sperma. Ada beberapa mekanisme cara kerja AKDR
sebagai berikut:

24
1) Timbulnya reaksi radang lokal di dalam cavum uteri sehingg
implantasi sel telur yang telah dibuahi terganggu.
2) Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan
terhambatnya implantasi.
3) Gangguan/terlepasnya blastocyst yang telah berimplantasi didalam
endometrium.
4) Pergerakan ovum yang bertambah cepat didalam tubafalopi.
5) Immobilisasi spermatozoa saat melewati cavum uteri.
c) Indikasi
1) Usia reproduktif.
2) Keadaan nulipara.
3) Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang.
4) Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi.
5) Setelah melahirkan dan tidak menyusui banyinya.
6) Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi.
7) Tidak menghendaki metode hormonal.
8) Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari.
9) Tidak menghendaki kehamilan setelah 1-5 hari senggama.
d) Kontraindikasi
Kontraindikasi untuk pemasangan AKDR dapat dibagi atas 2
golongan, yaitu kontraindikasi yang relatif dan yang mutlak.
Yang termasuk ke dalam kontraindikasi relatif ialah:
1) Mioma uteri dengan adanya perubahan bentuk rongga uterus.
2) Insufisiensi serviks uteri.
3) Uterus dengan parut pada dindingnya, seperti pada bekas seksio
sesarea, enukleasi mioma, dan sebagainya.
4) Kelainan yang jinak seviks uteri, seperti erosio porsiones uteri.
Yang termasuk ke dalam kontraindikasi mutlak ialah:
1) Kehamilan.
2) Adanya infeksi yang aktif pada traktus genitalis.
3) Adanya tumor ganas pada traktus genitalis.
4) Adanya metroragia yang belum disembuhkan.
5) Pasangan yang tidak lestari.

25
C. Potensial Bahaya pada Penggunaan Kontrasepsi Hormonal

Tanda-Tanda Kemungkinan Penyebab


 Nyeri lambung hebat  Sakit pada kandung kemih,adenoma
hepatic, pembekuan darah, dan
pangkreatitis
 Nyeri dada hebat, sesak napas  Pembekuan darah pada paru-paru dan
atau nafas pendek, dan batuk infark jantung (gagal jantung)
berdarah  Stroke, migren, dan hipertensi
 Sakit kepala hebat  Stroke hipertensi dan masalah atau
 Pandangan kabur, flashing problem pembuluh darah temporer
setelah kena sinar, dan  Terjadi pembekuan pada hepar
kebutaan
 Nyeri kaki hebat (betis dan
paha)

Interaksi Obat Tuberkulosis Paru Dengan Pil KB


1. Kontrasepsi Hormonal

Dibawah pengaruh hipotalamus, hipofisis mengeluarkan menurut urutan


tertentu Follicle Stimulating Hormone (FSH) Luteinizing Hormone (LH).
Hormon-hormon ini dapat merangsang ovarium untuk membuat estrogen dan
progesteron. Dua hormon yang terakhir ini menumbuhkan endometrium pada
waktu daur haid, dalam keseimbangan yang tertentu menyebabkan ovulasi, dan
akhirnya penurunan kadarnya mengakibatkan disintergrasi endometrium dan haid.

Pil-pil hormonal terdiri atas komponen estrogen dan komponen progestagen,


atau oleh salah satu dari komponen itu. Umunya dapat dikatakan bahwa
komponen estrogen dalam pil dengan jalan menekan sekresi FSH menghalangi
maturasi folikel dan ovarium. Karena pengaruh estrogen dari ovarium tidak ada,
tidak terdapat pengeluaran LH. Di tengah-tengah daur haid kurang terdapat FSH
dan tidak ada peningkatan kadar LH menyebabkan ovulasi terganggu. Pengaruh
komponen progestagen dalam pil kombinasi memperkuat khasiat estrogen untuk
mencegah ovulasi, sehingga dalam 95-98% tidak terjadi ovulasi. Selanjutnya,
estrogen dalam dosis tinggi dapat pula mempercepat perjalanan ovum dan
menyulitkan terjadinya implantasi dalam endometrium dari ovum yang sudah di
buahi.

Progesteron : merupakan progestin yang terpenting pada manusia. Selain


mempunyai efek hormonal yang penting, progesteron juga merupakan prekursor
untuk estrogen, androgen, dan steroid adrenokortikal.

26
Estrogen : disintesis dari androstenodion dan testosteron secara langsung,
dengan bantuan enzim aromatase atau CYP19 melalui 3 langkah proses
aromatisasi cincin

A. aktivitas ini dilakukan oleh glikoprotein transmembran (cytochrome P450


family of monooxygenases) yang berada di retikulum endoplasmik berbagai sel
dan diinduksi oleh gonadotropin. Sel-sel tersebut antara lain di granulosa ovarium,
sel sertoli dan lidig kelenjar testis, sel stroma jaringan adiposa, sinsitiotrofoblas
plasenta, tulang dan beberapa tempat di otak.

Estrogen utama yang dihasilkan oleh perempuan adalah estradiol


(estradiol-17β, E2), estron (E1), dan estriol (E3). Estradiol merupakan produk
sekresi utama ovarium. Meskipun sebagian estron dihasilkan di ovarium,
kebanyakan estron dan estriol dibentuk di hari dari estradiol atau dalam jaringan
perifer dari androstenedion dan androgen lain.

Gambar 1 Gambar 2

2. Rifampin

Rifampin merupakan turunan semisintetik rifamisin, suatu antiibiotik yang


dihasilkan oleh Streptomyces Mediterranei. Obat ini aktif secara in vitro terhadap
kokus gram-positif dan gram-negatif, beberapa bakteri enterik, mikobakterium
dan klamidia.

27
Rifampin berikatan dengan subunit β RNA polimerase dependen-DNA milik
bakteri sehingga mengahambat sintesis RNA. Resistensi timbul akibat salah satu
dari beberapa kemungkinan mutasi titik pada rpoB, gen untuk subunit β RNA
polimerasi. Mutasi ini menyebabkan berkurangnya ikatan rifampin pada RNA
polimerase. RNA polimerase manusia tidak mengikat rifampin dan tidak dihambat
olehnya. Rifampin bersifat bakterisidal terhadap mikobakterium. Obat ini cepat
mempenetrasi sebagian besar jaringan dan ke dalam sel fagositik. Rifampin dapat
membunuh organisme intrasel dan organisme yang tersekuestrasi dalam abses dan
jaringan paru.

Rifampin diabsorpsi dengan baik setelah pemberi per oral dan diekskresi
terutama melaului hati ke dalam empedu. Rifampin kemudian mengalami
resirkulasi enterohepatik; sejumlah besar rifampin diekstresi sebagai metabolit
terdeasetilasi dalam tinja dan sejumlah kecil melalui urine.

Interaksi obat
Rifampisin merupakan pamacu metabolisme obat yang cukup kuat,
sehingga berbagai obat hipoglikemil oral, kortikosteroid oral akan berkurang
efektivitasnya bila diberikan bersamaan rifampisin. Dan kemungkinan dapat
terjadi kehamilan pada pemberian bersama kontrasepsi oral.

Perempuan yang menggunakan kontrasepsi oral harus waspada terhadap


interaksi penting yang terjadi dengan obat-obat antimikroba. Karena flora saluran
cerna yang normal meningkatkan siklus enterohepatik (dan bioavailabilitas)
estrogen, obat antimikroba yang memperngaruhi organisme ini dapat menurunkan
efektivitas kontrasepsi oral. Selain itu, pemberian bersamaan dengan penginduksi
enzim metabolisme mikrosomal hati yang poten, seperti rifampin, dapat
meningkatkan katabolisme estrogen atau progestin di hati dan menghilaingkan
efektivitas kontrasepsi oral.

Dimana rifampin sangat menginduksi kebanyakan isoform sitokrom P450


(CYP 1A2, 2C9, 2C19, 2D6, dan 3A4), yang meningkatkan eliminasi berbagai
obat lain seperti metadon, antikoagulan, siklosporin, beberapa antikonvulsan,
penghambat proteasem beberapa penghambat reverse transriptase nonnukleosida,
kontrasepsi, dan obat lain. Pemberian rifampin menurunkan kadar semua obat
tersebut dalam serum.

Untuk penggunaan obat menginduksi enzim jangka pendek, dosis


kontrasepsi oral sebaiknya disesuaikan sehingga didapat kadar etinilestradiol 50
mcg atau lebih setiap hari, selanjutnya sebaiknya diperhatikan kemungkinan
diperlukan kontrasepsi tambahan selama menggunakan obat yang menginduksi
enzim dan 4 minggu setelah penghentian obat.

Untuk yang menggunakan obat penginduksi enzim jangka panjang


dianjurkan untuk melakukan metode kontrasepsi yang tidak dipengaruhi oleh
interaksi obat. Rifampisin dan rifabutin adalah obat penginduksi enzim yang kuat.

28
Oleh karena itu metode kontrasepsi alternative seperti IUD selalu dianjurkan.
Karena aktivitas enzim menjadi tidak kembali normal setelah beberapa minggu
penghentian obat penginduksi enzi

29
BAB V
KESIMPULAN AKHIR

Seorang wanita 32 tahun di diagnosis menderita Tuberkulosis Paru dengan


riwayat kontasepsi hormonal. Telah diketahui bahwa ada interaksi kontrasepsi
hormonal terhadap Obat Anti Tuberculosis (OAT) seperti Rifampisin, yaitu
berkurangnya efektivitas kontrasepsi hormonal jika digunakan bersama-sama
dengan OAT karena rifampisin sangat menginduksi kebanyakan isoform sitokrom
P450 dan menyebabkan peningkatan katabolisme estrogen dan progesterone di
hati dan menghilangkan efektivitas kont rasepsi oral. Maka, dianjurkan (edukasi)
kepada pasien untuk beralih ke kontrasepsi non-hormonal. Kemudian pasien di
rujuk ke dokter obgyn dan dokter paru.

1
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2005. PHARMACEUTICAL


CARE UNTUK PENYAKIT TUBERKULOSIS. Departemen Kesehatan RI:
Jakarta
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2014. Informatorium Obat Nasional
Indonesia (IONI). Badan POM RI: Jakarta

Badan Pom RI, 2015. Kontrasepsi Hormonal Kombinasi. Pusat Informasi Obat
Nasional
Depkes RI, 2005. Pharmateutical care untuk penyakit tuberculosis . Direktorat
Bina farmasi dan klinik.
http://binfar.depkes.go.id/dat/lama/1309242859_YANFAR.PC%20TB_1.pdf
Katzung, Bertram G. 2010. Farmakologi Dasar & Klinik Edisi 10. Jakarta : EGC.
Universitas Indonesia. 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
Wiknjosastro, Hanifa. 2009. Ilmu Kandungan Edisi Kedua Cetakan Ketujuh.
Jakarta : P. T. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai