Anda di halaman 1dari 5

Bab 2

Teori Makna
2.1 Pendekatan-Pendekatan Terhadap Kajian Makna

Makna memang merupakan sebuah gagasan yang kompleks. Kompleksitasnya tercermin


dalam sejumlah disiplin akademik yang bermuara pada kajian tentang gagasan ini. Di samping
mengungkapkan kompleksitas makna, keseberagaman pendekatan-pendekatan ini terhadap
kajian makna dapat menyebabkan pemiskinan konseptual ketika masalah-masalah makna, bila
sering berhubungan secara benar, saling dikaji terpisah satu dari yang lain.

2.2 Makna : Sebuah Pendekatan Tiga Bagian


Penjelasan acuan tertentu sangat penting bagi teori makna yang sesuai. Namun demikian,
sama sekali tidak berarti bahwa acuan merupakan cerita yang utuh tentang makna. Karena di
samping memverbalisasikan intuisi-intuisi referensial dalam menjawab pertanyaan tentang
makna kalimat. Kita juga memungkinkann untuk membuat pernyataan-pernyataan yang dapat
menunjukkan intuisi-intuisi psikologis atau mental tentang makna.

2.3 Pendekatan Referensial Makna


2.3.1 Landasan Filosofis : Tarski dan Davidson

Tipe pengetasan yang dipandang Davidson ini dapat ditunjukkan sebagai berikut. Kita
ingin mendefinisikan kebenaran untuk sebuah bahasa imajiner yang disebut Tipilese. Sebagai
langkah, kita dituntut untuk membuat kalimat-kalimat T Tarksi dalam sebuah metabahasa :
Kalimat-kalimat T dalam metabahasa :
“Torka dit Prama” adalah benar jika dan hanya jika hujan turun
“Spila dit frip” adalah benar jika dan hanya jika bulu ringan

2.3.2 Semantik Kondisi Kebenaran

Dalam semantik kondisi kebenaran, tujuan analisisnya adalah untuk memberikan


spesifikasi formal kondisi kebenaran bagi kalimat dalam suatu bahasa.

2.3.3 Makna Referensial dan Disiplin-disiplin Lainnya

Semantik kondisi kebenaran merupakan teori filosofis dan linguistic makna referensial
makna dapat dilihat lebih umum dalam berbagai disiplin di luar disiplin-disiplin filsafat dan
linguistic. Salah satu disiplin semacam ini adalah intelijensi artifisial.
2.4 Pendekatan Psikologis Terhadap Makna

Realitas makna psikologis tidak dapat dilepaskan. Sebagaimana ditunjukkan oleh


pembahasan bagian bab 2.3.3, kita tidak mungkin mengatakan sesuatu tentang berbagai
kegunaan multidisipliner makna referensial tanpa membuat daya tarik yang sangat besar
terhadap bentuk makna psikologis tertentu.

2.4.1 Perlunya Makna Psikologis : Chomsky dan Fodor

Selama berabad-abad, banyak pikiran filsafat besar telah digunakan oleh pertanyaan-
pertanyaan tentang eksistensi dan bentuk representasi mental. Menurut Chomsky, kaidah-kaidah
yang menghasilkan representasi-representasi ini harus merupakan pembawaan sejak lahir jika
fakta-kfakta linguistic tertentu harus dijelaskan secara tepat.
Chomsky berpendapat bahwa tata bahasa yang diperoleh oleh anak anak itu sendiri tidak
dapat dijelaskan dengan data-data linguistic yang selalu diberikan kepada mereka- anak-anak
secara rutin memeroleh kaidah-kaidah linguistic yang tidak pernah dicontohkan oleh data-data
lingkuingan bahasa mereka.

2.4.2 Pragmatik, Bahasa Pikiran dan Gagasan-gagasan yang Berkaitan

Sejauh ini, kita telah membahas penelitian para ahli bahasa pikiran secara bersama-sama
dan telah menyelidiki asumsi sentral para ahli teori ini, bahwa pikiran tersusun dan berfungsi
menurut prinsip prinsip komputasional.

2.4.3 Disiplin-disiplin Lain, Bahasa Pikiran dan Berbagai Gagasan Terkait

Kita telah melihat bagaimana hipotesis bahasa pikiran dan modularitas tesis pikiran
diwujudkan dalam berbagai macam bentuk dalam usulan-usulan teori relevansi Sperber dan
Wilson. Meskipun membentuk landasan teori pragmatic, usulan-usulan ini melakukannya dari
dalam kerangka kognitif.

2.5 Pendekatan Sosial Makna

Teori-teori sosial/pragmatic makna telah dibahas secara luas dalam teori tindak tutur,
teori implikatur, untuk menyebutkan dua contoh saja. Yang juga dibhas dalam bab tersebut
adalah sejumlah konsep pragmatic sentral, seperti dieksis dan praanggapan. Dari pembahasan
tentang teori tidak tutur dan teori implikatur dapat diketahui dengan jelas bahwa banyak teori
pragmatik kita yang diketahui dengan jelas bahwa banyak teori pragmatik.

2.5.1 Analisis Wacana dan Analisis Percakapan

Kajian tentang penggunaan bahasa tidak akan lengkap bila tidak dilakukan penyelidikan
tertentu terhadap bentuk penggunaan bahasa yang paling umum, yakni percakapan. Analisis
wacan percaya bahwa pengintegrasian dalam pragmatic maupun pengintegrasian pragmatic
dengan linguistic dapat dicapai dengan memperluas pinsip-prinsip teoritas dan konsep-konsep
lingustik (misalnya kaidah-kaidah) di luar tingkatan masing-masing kalimat.

BAB 3
Inferensi
3.1 Pragmatik dan Inferensi

Ada pengertian penting dimana gagasan inferensi membentuk batu pijakan bagi
pragmatik. Meskipun ciri-ciri pengkarakterisasian inferensi di atas tidak berlaku tanpa
menimbulkan berbagai persoalan pada semua fenomena pragmatic.

3.2 Inferensi Deduktif

Dalam linguistic dan psikologi peran logika deduktif masing-masing dalam hal makna
dan penalaran merupakan sumber banyak kontroversi. Kelompok inferensi deduktif dapat
diklasifikasikan secara luas sebagai inferensi langsung, dimana kesimpulan ditarik dari satu
premis tunggal, dan inferensi menengah, dimana kesimpulan ditarik dari dua premis atau lebih.
Inferensi langsung memiliki relevansi tertentu dengan kajian pragmatic. Relevansi
inferensi ini berasal dari kesamaan structural antara jenis inferensi langsung ini dengan fenomena
pragmatic sentral interpretasi sentral.

Contoh :
Jika Sue telah terkena TB, maka Sue akan mati
Sue tidak terkena TB
: Sue tidak akan mati.

3.3 Inferensi Elaboratif

Inferensi-inferensi ini erat kaitannya dengan pengetahuan latar belakang yang


memperhatikan pemahaman kita terhadap bahasa. Dengan demikian, inferensi-inferensi ini dikaji
oleh para peneliti intelegensi artifisial, yang mencurahkan banyak tenaga mereka untuk
menyusun model-model pengetahuan ini.
Terlepas dari relevansinya dengan psikologi melalui hubungannya debgan kontruksi dan
pemrosesan atas-bawah, inferensi elaborative ini-misalnya, inferensi-inferensi yang didasarkan
pada proposisi-proposisi kondisiona-memiliki komponen logika maupun komponen pengetahuan
tentang dunia nyata.
Sementara para psikolog giat menggali proses-proses kognitif yang mendasaro inferensi-
inferensi elaborative, para peneliti intelegensi artifisial berusaha memodelkan pengetahuan yang
telah kita ketahui tidak bisa terlepas dari inferensi-inferensi ini.
Pada umumnya inferensi sama sekali terlalu terkesan psikologis bagi selera sebagian
besar ahli pragmatic. Secara khusus inferensi elaborative memanfaatkan terlalu banyak tema-
tema psikologi sentral-pemrosesan topdown, misalnya untuk menarik perhatian para ahli
pragmatic.
3.4 Inferensi-inferensi Percakapan

3.4.1 Grice tentang pemerolehan implikatur

Grice memahami proses implikatur ini melalui penggunaan kata ‘argumen’ dalam
kutipan berikut dari buku berjudul ‘Logic dan Conversation’
Adanya Implikatur percakaoan harus bisa diteliti; kareena meskipun sesungguhnya
implikatur percakapan dapat dipahami secara intuitif, namun jika intuisi tidak dapat digantikan
dengan argument, implikaturnya (jika memang ada) tidak akan dapat berarti sebagai implikatur
percakapan; ia akan menjadi implikatur kovensional. (1975:50; Penekanan Tambahan).
Argumen dari kebodohan merupakan bagian integral dari mekanisme inferensial yang
digunakan untuk menemukan kembali implikatur dalam percakapan. Argumen ini
memungkinkan kita untuk menarik kesimpulan bahwa prinsip-prinsip percakapan dan maksim-
maksimnya dipatuhi atas dasar bahwa tidak ada alasan untuk percaya bahwa prinsip-prinsip da
dan maksim-maksim tersebut tidak dipenuhi.

Bab 4 Teori Relevansi


4.2 Relevansi dan Komunikasi

Kerangka dasar Grice diadopsi oleh Sperber dan Wilson yang memodifikasi dan
mengembangkannya dalam berbagai cara yag penting.

4.3 Relevansi dan Kognisi


Relevansi dapat menjadi prinsip penuntun komunikasi dalam penjelasan Sperber dan
Wilson memang tidak bisa dipungkiri mengingat sangat pentingnya gagasan ini bagi kedua ahli
teori terhadap bidang kognisi yang lebih luas.

4.4 Kritik Filsafat terhadap Teori Relevansi


Positivisme logika pertama tampil menonjol pada tahun 1920-an dan merupakan gerakan
filsafat yang dominan selama dua puluh hingga tiga puluh tahun kemudian.
Teori verifiabilitas (atau daya pembuktian kebenaran) makna ini merupakan fokus
tuduhan penyangkalan diri yang dilontarkan oleh Putnam terhadap positivisme.
Kegagalan untuk melakukan verifikasi secara kritis terhadap kriteria signifikansi
kalangan positivis berkaitan dengan kenyataan bahwa argument, khususnya argument filsafat,
diperlukan untuk menetapkan kriteria ini.

Bab 5 Pragmatik dan Pikiran

Gagasan bahwaa bahasa merefleksikan atau mencerminkan isi pikiran bukanlah hal baru.
Untuk mengatasi ketidaksempurnaan yang selalu ada dalam bahasa alami, Leibniz berusaha
mengembangkan satu bahasa ideal yakni karakteristik universal, dimana kompleksitas konsep-
konsep manusia yang penuh tersebut dapat diwakili secara sempurna.
Demikianlah luasnya dominasi pendekatan modul pikiran yang mulai ditentang secara
serius oleh beberapa ahli teori. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bila pada beberapa
kesempatan ketika pragmatic dan modularitas telah diselidiki secara bersama-sama, para ahli
teori sudah memperkirakan kemampuan untuk mempertahankan diri bagi pendekatan modul
tersebut

Bab 9 Patologi Bahasa dan Pragmatik

Kajian-kajian pragmatic klinis linguistic telah mengalami berbagai persoalan konseptual


dan defisional yang sama seperti yang dialami oleh pragmatic pada tahun-tahun
pembentukannya. Tindak tutur merupakan fenomena pragmatic penyelidikan linguistic klinis
yang sangat menonjol. Penggunaan dan pemahaman pragmatik telah diselidiki dalam kondisi-
kondisi klinis dengan cara sama beragamnya seperti autism, ketidakmampuan beajar, penyakit
Alzheimer, cedera kepala tertutup dam kerusakan belahan otak kiri.
Dalam konteksnya itu bahwa inferensi sama beragamnya seperti fenomena-fenomen
pragmatic dan berbagai fenomena lainnya. Keberagaman ini tercermin dalam kajian-kajian
linguistic klinis terhadap inferensi dan bahasa.
Sebagaimana ditunjukkan oleh inferensi ensiklopedi, kita tidak dapat memperkirakan
peran inferensi dalam pragmatic tanpa juga memperkirakan kontribusi pengetahuan yang
sesungguhnya terhadap pragmatic.

Anda mungkin juga menyukai