Anda di halaman 1dari 35

PERSPEKTIF DAN TEORI KOMUNIKASI

IV.PUBLIK (RETORIKA,DRAMATISME,PARADIGMANARATIF DAN


KAJIAN BUDAYA).

EDMUNDUS ROKE WEA (253170007)


LARRY WIRAJAYA (253170012)
OBEN TABELA USOP (253170013
PENGERTIAN RETORIKA

Kehidupan modern dipenuhi oleh kesempatan untuk berbicara di depan


orang lain. Politik dan pendidikan, adalah area dimana orang
menghabiskan banyak waktu mereka dengan berbicara dengan orang
lain. Bagaimana tidak, public speaking atau berbicara di depan umum
memiliki kemampuan untuk mempengaruhi individu sehingga menjadi
keterampilan yang penting dalam masyarakat demokratis.
Aristoteles disebut sebagai tokoh yang menjelaskan dinamika dari public
speaking. The Rhetoric terdiri dari 3 buku, dimana salah satunya fokus
dengan public speaker, yang kedua fokus pada audiens, dan ketiga fokus
pada aktivitas pidato itu sendiri
THE RHETORICAL TRADITION
Sebagai putra dari seorang ahli fisika, Aristoteles didorong
untuk menjadi pemikir yang memperhatikan dunia di
sekelilingnya. Ia belajar dengan mentornya, Plato, pada usia 17.
Aristoteles dan Plato memiliki pandangan yang berbeda,
sehingga filosofi mereka pun berbeda. Plato selalu mencari
kebenaran absolut tentang dunia. Ia tidak terlalu peduli apakah
kebenaran itu memiliki nilai praktis.
Plato berpendapat bahwa sepanjang orang-orang percaya pada
pentingnya kebenaran itu, maka masyarakat akan tetap
bertahan. Namun, Aristoteles lebih tertarik dengan yang
berkaitan pada kejadian kini dan di sini. Ia tidak terlalu tertarik
mencari kebenaran absolute, tetapi ia lebih tertarik untuk meraih
pandangan yang logis dan rasional mengenai masyarakat.
Pengertian Teori Retorika
Kata retorika merupakan konsep untuk menerangkan ti
ga seni penggunaan bahasa persuasi yaitu : etos,patos
, dan logos. Dalam artian sempit, retorika dipahami seb
gai konsep yang berkaitan dan seni berkomunikasi lisa
n berdasarkan tata bahasa, logika, dan dialektika yang
baik dan benar untuk mempersuasi public dengan opini
. Dalam artian luas, retorika berhubungan dengan disku
rsus komunikasi manusia.
APA SAJA ASSUMPTIONS OF THE R
HETORIC ?
Seorang public speaker yang efektif harus tahu siapa audiens mereka. Asu
msi ini menggarisbawahi definisi sebagai proses transaksi. Dalam konteks
public speaking, Aristoteles menyugestikan bahwa hubungan antara pembi
cara-audiens harus dibangun. Pembicara tidak bisa menyampaikan pesan
mereka tanpa mengetahui siapa audiensnya.

Seorang public speaker menggunakan sejumlah bukti dalam presentasi m


ereka. Asumsi kedua yang mendasari teori Aristoteles yang berkaitan deng
an apa yang pembicara lakukan dalam persiapan dan pembuatan pidato m
ereka. Bukti yang dikemukakan Aristoteles merujuk pada makna persuasi,
dan baginya ada tiga bentuk bukti: ethos, pathos, dan logos.
SYLLOGISM: A THREE-TIERED ARGUMENT

Menurut Aristoteles, logos adalah salah satu jenis buk


ti yang akan membentuk pesan paling efektif. Terletak
dalam bukti ini, ada hal yang disebut sebagai silogism
e. Silogisme adalah susunan proporsi yang berkaitan
satu sama lain serta mengeluarkan kesimpulan dari p
remis minor dan premis mayor. Secara tipikal, silogis
me terdiri dari dua premis dan satu kesimpulan. Bent
uk silogisme secara umum adalah sebagai berikut:
A B
B C
CANONS OF RHETORIC
Ahli retorika klasik telah mempertahankan observasi Aristoteles, dan h
ingga hari ini, kebanyakan penulis teks public speaking dalam komuni
kasi mengikuti canons seperti yang tertera dalam table dibawah ini:
No Canon Definisi Uraian
1 Invention Integrasi alasan dan Penggunaan logika dan bukti dalam
argumentasi dalam pidato membuat pidato
sebuah pidato lebih powerful dan persuasive
2 Arrangement Organisasi atau Mempertahankan struktur pidato
pengelolaan pidato akan membentuk kredibilitas
pembicara, memperkaya
kepersuasifan, dan mengurangi
frustrasi pendengar
3 Style Penggunaan bahasa Menerapkan gaya meyakinkan
dalam pidato bahwa sebuah pidato dapat diingat
dan gagasan pembicara
terklarifikasi
4 Delivery Presentasi pidato Penyampaian yang efektif akan
melengkapi kata-kata pembicara
dan membantu mengurangi
kegelisahan pembicara
5 Memory Penyimpanan informasi Mengetahui apa yang harus
dalam pikiran pembicara dikatakan dan kapan
mengungkapkannya akan
mengurangi kegelisahan pembicara
dan memungkinkan pembicara
untuk merespon kejadian tak
terduga.
APA SAJA TYPES OF RHETORIC ?

Forensic rhetoric
Epideictic rhetoric
Deliberative rhetoric
INTEGRATION, CRITIQUE, AND CLOSING

Teori retorika Aristoteles dikategorikan dalam tradisi retorika, dalam konteks


komunikasi public, dan approach to knowing positivis/empiris dan interpretif.
Sedangkan kritik dalam teori ini ada tiga kriteria, yaitu logical consistency, he
urism,dan test of time

Logical consistencybanyak isu mengenai teori ini berkaitan dengan k


onsistensi logisnya. Aristoteles telah dikritik mengenai kontradiksi dan ink
oherensi.

Heurismbeberapa akan menyetujui bahwa The Rhetoric milik Aristotele


s adalah salah stu hari teori paling heuristic dalam komunikasi.

Test of timedari 2000 tahun yang lalu hingga kini, teori ini selalu dibica
rakan dalam buku, riset, dan kegiatan belajar mengajar.
PENGERTIAN DRAMATISME DAN SEJARA
H DRAMATISME
Dramatisme adalah teori retorika konvensional yang cenderung me
musatkan perhatian pada bagaimana wacana memengaruhi cara or
ang berpikir. Diformulasikan oleh Kenneth Duva Burke, dramatisme
menambah kedalaman pada teori retorika.
Kenneth Duva Burke adalah seorang teoritis retorika amerika terna
ma di abad dua puluh. Tidak seperti akademisi modern lainnya, Bur
ke bukanlah seorang intelektual eropa atau ekspatriat prancis. Lahir
di Pittsburg, Burke banyak menghabiskan masa mudanya di sebuah
desa kecil. Burke tidak pernah lulus sarjana. Ia hanya belajar secara
otodidak di bidang literatur kritik, filosofi, komunikasi, sosiologi, ekon
omi, teologi dan linguistik. Pemikirannya yang ketiga yang paling ber
pengaruh dalam kajian retorika adalah dramatisme. Di awal tahun 1
920 sampai 1930-an sebagai seorang kritis, Burke mulai menciptak
an teori dramatisme untuk membantu menunjukan pandangannya te
rhadap literasi. Burke memulai karirnya sebagai kritikus literasi nam
un diperluas dengan ketertarikannya menganalisis dan mengkritik s
emua wacana, terkhususnya yang mengarah pada kerjasama dan p
ersaingan dalam masyarakat.
ASUMSI DRAMATISME
Gambaran mengenai tiga asumsi teori dramatisme berik
ut ini adalah (Griffin, 2005: 303):

Manusia adalah hewan yang menggunakan simbol

Bahasa dan simbol membentuk sebuah sistem yang sanga


t penting bagi manusia
Manusia adalah pembuat pilihan
DRAMATISME SEBAGAI RETORIKA BARU

Dalam bukunya A Rhetoric of Motivates (1950, 1


6), Burke memperhatikan tentang persuasi dan d
ia banyak berdiskusi mengenai prinsip tradisional
retorika yang dikembangkan oleh Aristoteles. Bur
ke menyatakan bahwa definisi retorika intinya ad
alah persuasi, dan tulisannya mengeksplorasi car
acara dimana persuasi dapat terjadi. Menangga
pi hal ini, Burke mengatakan bahwa sebuah retor
ika baru berfokus pada beberapa isu penting, da
n yang paling penting di antara semuanya adala
h identifikasi.
IDENTIFIKASI DAN SUBSTANSI
Identifikasi adalah kesamaan yang ada antara pembicara
dan penonton. Burke menggunakan substansi sebagai ist
ilah umum untuk menggambarkan seseorang mulai dari
karakteristik fisik, bakat, pekerjaan, pengalaman, kepribad
ian, keyakinan, dan sikapnya. Semakin banyak tumpang t
indih antara substansi pembicara dan substansi pendeng
ar, semakin baik tingkat identifikasinya. Kebalikannya jug
a benar, semakin kecil tingkat ketumpangtindihan individ
u, makin besar pemisahan yang ada di antara mereka.
PROSES RASA BERSALAH DAN PENEBUS
AN
Burke percaya bahwa drama kehidupan dimotivasi oleh rasa ber
salah. Bagi Burke, proses rasa bersalah dan penebusan menga
mankan kesuluruhan konsep simbolisasi Proses merasa bersala
h dan berusaha untuk menghilangkannya ada di dalam siklus Bu
rke, yang mengikuti pola yang dapat diprediksi (Turner dan West
, 2007: 31); tatanan atau hierarki, negativitas, pengorbanan (pen
gkambinghitaman dan mortifikasi) dan penebusan.

Tatanan atau hierarki


Negativitas
Pengorbanan

Pentad drama adalah metode utama yang digunakan oleh para k


ritikus menganalisis penggunaan simbol pada komunikasi. Burke
menyebut metodenya pentad karena metode ini terdiri atas lima
poin untuk menganalisis teks simbolik.
Ilustrasi pentad dramatisme
Tindakan Adegan Agen Agensi Tujuan

Respon Situasi Subjek Stimulus Target

(Griffin, 2005: 302)


Terdapat lima elemen poin utama dari pentad dramati
sme, yaitu (Burke, 1965: 5):

Tindakan (act)
Adegan (scene)
Agen (agent)
Agensi (agency)
Tujuan (purpose)
Pentad Drama
KRITIK DRAMATISME
Beberapa kritikus mengeluh bahwa teori Burke tidak terlalu jel
as dan tidak terlalu spesifik. Dramatisme dipandang oleh seba
gian orang terlalu rumit dan membingungkan (Foss, Foss, & T
rapp, 1991). Bahkan pendukung Burke mengakui bahwa buku
nya sulit untuk dibaca. Marie Hochmuth Nichols (1952) menyi
mpulkan (Turner dan West 2007: 36)
Teori Burke sulit dan kadang membingungkan. Pemikirannya t
idak bisa dipahami dengan membaca sekilas berbagai volume
bukunya. Kesulitan muncul dari berbagai kosa kata yang ia pa
kai. Kata-katanya dalam konteks tertutup biasanya cukup sed
erhana, namun ia sering menggunakannya dalam konteks ya
ng baru. Dengan membaca salah satu dari bukunya, tanpa m
emperhatikan kronologi publikasi, membuat masalah pemaha
man lebih sulit karena terdapat makna khusus yang melekat p
ada berbagai kata dan frase.
LANJUTAN
KEGUNAAN
Beberapa peneliti mengamati bahwa dramatisme kurang d
apat memenuhi kriteria kegunaan. Secara garis besar kriti
k yang disampaikan oleh Condit (Condit, 1992; Murray 20
03) tidak menyangkal adanya kontribusi besar yang diberi
kan oleh teori Burke.

HEURISME
Sehubungan dengan heurisme, kebanyakan kritikus sepa
kat bahwa teori dramatisme sangat sukses. Misalnya saja,
dramatisme pada mulanya digunakan dalam analisis retori
s dari pidatopidato, tetapi sekarang fokusnya telah meleb
ar ke wacanawacana yang lainnya
PENGERTIAN PARADIGMA NARATIF

Paradigma naratif mengemukakan keyakinan bahwa ma


nusia adalah seseorang pencerita dan bahwa pertimban
gan akal ini, emosi, dan estetika menjadi dasar keyakina
n dan perilaku kita. Manusia lebih mudah terbujuk oleh s
ebuah cerita yang bagus daripada argument yang baik.
Paradigm naratif mengkonsepkan bahwa manusia adala
h pencerita dan manusia mengalami kehidupan dalam s
uatu bentuk narasi.
Tokoh Memperkenalkan Paradig
ma Naratif
Walter Fisher memperkenalkan paradigma naratif sebagai salahsatu teo
ri komunikasi. Fisher adalah Professor Emeritus di Annenberg School of
Communication Karya Fisher ini didasarkan pada konsep dimana masy
arakat sebetulnya adalah pencerita, yang dikenal dengan teori naratif. S
torytelling adalah salahsatu bentuk tertua dan universal dari komunikasi
dan Fisher mengajukan bahwa seorang individu meraih dunia sosialnya
dalam modus naratif dan membuat keputusan dalam kerangka naratif in
i. Teori naratif dibangun oleh Walter Fisher. Fisher meraih Ph.D di Univer
sity of Iowa di tahun 1960 dan menjadi profesor. Mungkin kontribusinya
yang paling dikenal adalah perumusannya tentang retorika dan teori ko
munikasi dengan pendekatan narasi. Di 1979, dia dihadiahi Golden Anni
versary Monograph Award dari Speech Communication Association untu
k artikelnya yang memperkenalkan teori narasi ke ranah komunikasi. Na
mun, seperti dalam kasus kebanyakan teori baru, teori naratif tidak sepe
nuhnya diterima oleh ranah ini. Teory naratif berlawanan dengan sebagi
an kepercayaan yang sudah ada mengenai sifat manusia dan caranya b
erkomunikasi dan berlaku. Fisher mendiskripsikan perbedaan ini denga
n memperkenalkan prinsip yang dia lihat sebagai dua paradigme univer
sal : paradigme dunia normal, dan paradigme naratif.
Paradigma naratif (Narrative Paradigm) mengemukakan keya
kinan bahwa manusia adalah seorang pencerita (homo narra
ns) dan bahwa pertimbangan akan nilai, emosi, dan estetika
menjadi dasar keyakinan dan perilaku kita.

Kisah seseorang akan efektif jika sesuai dengan nilai-nilai yan


g dianut oleh pendengarnya.

Kita cenderung dapat lebih terbujuk oleh sebuah cerita yang b


agus ketimbang oleh sebuah argumen yang baik.

Fisher menyatakan bahwa esensi dari sifat dasar manusia ad


alah menceritakan kisah.
Asumsi paradigma naratif
Asumsi paradigma naratif yang dinyatakan oleh Fisher bertolak belakang denga
n paradigma dunia rasional. Hal ini menimbulkan perbedaan antara paradigma n
aratif dengan paradigma dunia rasional sebagai berikut :

PARADIGMA NARATIF PARADIGMA DUNIA RASIONAL

1. Manusia adalah makhluk pencerita. 1. Manusia adalah makhluk rasional.

2. Pengambilan keputusan dan komunikasi 2. Pengambilan keputusan didasarkan pada


didasarkan pada pertimbangan yang sehat. argumen.

3. Pertimbangan yang sehat ditentukan 3. Argumen mengikuti kriteria khusus untuk


oleh sejarah, biografi, budaya, dan karakter. mencapai pertimbangan yang sehat, logika.

4. Rasionalitas didasarkan pada kesadaran 4. Rasionalitas didasarkan pada kualitas


orang tentang bagaimana sebuah cerita pengetahuan dan proses pemikiran formal.
konsisten secara internal dan benar
sebagaimana pengalaman hidup yang
dijalani.

5. Dunia dialami oleh orang sebagai 5. Dunia dapat direduksi menjadi sebuah
sebuah kumpulan cerita yang harus dipilih rangkaian hubungan logis yang disingkap
salah satunya. Ketika kita memilih, kita melalui pemikiran logis.
menjalani hidup dalam sebuah proses
penciptaan ulang yang terus-menerus.
Konsep Kunci dalam Pendekatan Naratif
Narasi adalah deskripsi verbal atau nonverbal apap
un dengan urutan kejadian yang oleh para pendeng
ar diberi makna.

Semua komunikasi adalah naratifsemua kehidup


an disusun dari cerita-cerita atau naratif (Fisher, 19
87).

Rasionalitas Naratif adalah standar metode yang di


butuhkan untuk menilai cerita mana yang kita perca
yai dan mana yang diabaikan.
Koherensi
Koherensi adalah prinsip rasionali
tas naratif yang menilai konsitensi
internal dari sebuah cerita.
Naratif memiliki koherensi ketika
semua potongan dari cerita ada.
Koherensi adalah standar dari pe
mahaman yang diterapkan pada
naratif tertentu.
Lanjutan
Proses pemahaman ini biasanya dicapai ketika ada konsisten
si internal dari sebuah narasi.
Koherensi struktural suatu jenis koherensi yang merujuk pa
da aliran cerita
Koherensi material jenis koherensi yang merujuk pada kong
ruensi antara satu cerita dan cerita lainnya yang berkaitan.
Kebenaran (fidelity) Dan Logika dari Good Reason

Kebenaran adalah prinsip rasionalitas naratif


yang menilai kredibilitas dari sebuah cerita.

Good reasonpertimbangan yang sehat, ada


lah seperangkat nilai untuk menerima suatu
cerita sebagai benar dan berharga untuk dit
erima; memberikan suatu metode untuk me
nilai kebenaran.
Studi Kasus
Caldiero (2007) berpendapat bahwa terdapat tiga bencana baru-baru ini menon
jol dalam memori di Amerika. Antara lain :
1. Pada tanggal 28 Januari 1986, Space Shuttle Challenger meledak di langit F
lorida 74 detik setelah lepas landas.
2. 2. Pada tanggal 19 April 1995, sebuah ledakan yang bisa dirasakan sejauh t
iga puluh mil terjadi dalam meter dari Alfred R. Murrah Federal Building di
pusat kota Oklahoma City, menewaskan 167 orang.
3. 3. Pada 11 September 2001, jam 8:45 dan 9:03 masing-masing, dua pesawa
t jet fuel menabrak Menara Kembar di New York City dan dalam waktu satu
jam, kedua menara runtuh ke dalam lebih dari satu juta ton puing-puing. Ti
dak lama setelah itu pesawat menghantam Pentagon dan pesawat lain jatu
h di sebuah lapangan di Pennsylvania, yang menewaskan semua awak kapa
l.
Lanjutan
Majalah berita, khususnya Time, Newsweek, dan US News & World Report, men
utupi peristiwa ini dengan cara yang tampaknya sewenang-wenang. Namun, pol
a linear yang berbeda ada yang dapat memprediksi bagaimana cakupan akan te
rungkap untuk cakupan krisis di masa depan. Diskusi yang disajikan di sini akan
membangun dua posisi. Pertama adalah bahwa cerita dan narasi metode yang i
deal untuk simbolisme, dan di saat krisis. menggunakan teori Fisher paradigma
naratif, esai ini membahas bagaimana cerita, dan bukan argumentasi (rasionalitas
), membentuk dasar untuk arti penciptaan masyarakat, khususnya dalam hal pela
poran krisis. Kedua adalah bahwa cakupan krisis di majalah berita konsisten dari
waktu ke waktu dan ruang akan ditampilkan melalui contoh narasi. Selain itu, es
ai ini menjelaskan pola narasi sering terbentuk selama cakupan majalah berita te
ntang krisis. Masyarakat memiliki harapan tertentu dan kebutuhan bahwa majala
h berita mingguan memuaskan. Menonjolkan masalah di luar penggunaan naras
i dalam pelaporan krisis. Data yang disajikan di sini menggambarkan betapa ber
bedanya jenis pola narasi tergantung pada cara bagaimana cara memprediksi sel
ama pelaporan krisis, sehingga memungkinkan untuk beberapa prediktabilitas b
agaimana krisis di masa depan mungkin akan dibahas dalam majalah berita. Hu
gh Dalziel Duncan, dalam Pengantar Keabadian Kenneth Burke dan Perubahan,
menulis, "Jika , dalam penderitaan waktu kita, kita dapat mengembangkan meto
de untuk analisis simbol apa yang lakukan untuk kita dalam hubungan kita deng
an satu sama lain, kita mungkin belum belajar untuk menjalani kehidupan yang l
ebih baik "(Burke, 1965, p XLIII.). Kata-kata inspirasi memberikan latar belakang
untuk analisis yang disajikan di sini. Mengganti narasi kata untuk Duncan "simbo
l," kita belum sampai pada pemahaman yang lebih lengkap tentang bagaimana
narasi membentuk realitas kita. Fisher mendefinisikan narasi sebagai "teori tinda
kan simbolik (kata-kata dan / atau perbuatan) yang memiliki urutan dan arti unt
uk mereka yang hidup, membuat, dan menafsirkannya "(Fisher, 1984, hal. 2). Par
adigma Fisher menawarkan alat yang layak untuk analisis tekstual. Fisher berpen
dapat bahwa mendongeng, bukan rasionalitas dan argumentasi yang keduanya
Pola Narasi Pelaporan Berita

Terlepas dari insiden yang dilaporkan, yang dikenali, pola diprediksi narasi
telah dikembangkan dalam pelaporan berita. Pola ini, pada dasarnya, mem
bantu masyarakat dalam membangun makna dan memungkinkan untuk p
rediksi liputan berita masa depan dan makna angkut. Pola cakupan terdiri
dari urutan lima bagian dari narasi:
individu / kolektif,
pengkambinghitaman,
pencegahan,
membayangkan masa depan, dan
refleksi.(cf., Burke, 1969; Jacobs, 1996; MacIntyre, 1981; Scott, 2000; U
ngar, 1998, untuk diskusi dari masing-masing jenis narasi tersebut).
Pengertian KAJIAN BUDAYA
Kajian disiplin ilmu lain telah terlebih dahulu mendefinisikan istila
h budaya (culture) yang dimasukkan ke dalam konsep masing-m
asing disiplin humaniora dan sosial, seperti antropologi, sosiologi
, politik, ekonomi dan seterusnya. Koentjaraningrat memberikan
definisi budaya sebagai sistem gagasan, tindakan dan hasil kary
a manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan
milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1990: 180).
Dan, James Spradley nampaknya hampir sependapat dengan K
oentjaraningrat. Ia mengatakan budaya merupakan sistem peng
etahuan yang diperoleh manusia melalui proses belajar, yang ke
mudian mereka gunakan untuk menginterpretasikan dunia sekeli
lingnya, sekaligus untuk menyusun strategi perilaku dalam meng
hadapi dunia sekitar.
Karakter Akademik Kajian Budaya
Menurut Barker, inti kajian budaya bisa dipahami sebagai kajian tentang bud
aya sebagai praktik-praktik pemaknaan dari representasi (Barker, 2000: 10). T
eori budaya marxis yang menggali kebudayaan sebagai wilayah ideologi yan
g lebih banyak dijelaskan pada aliran wacana (discourse) dan praktik budaya
seperti layaknya media berupa teks-teks (sosial, ekonomi, politik)

Chris Barker (2000) mengakui bahwa kajian budaya tidak memiliki titik acua
n yang tunggal. Selain itu, kajian budaya memang terlahir dari indung alam
pemikiran strukturalis/pascastrukturalis yang multidisipliner dan teori kritis
multidisipliner, terutama di Inggris dan Eropa kontinental. Artinya kajian bud
aya mengkomposisikan berbagai kajian teoritis disiplin ilmu lain yang dikem
bangkan secara lebih longgar sehingga mencakup potongan-potongan mod
el dari teori yang sudah ada dari para pemikir strukturalis/pascastrukturalis.
Sedangkan teori sosial kritis sebenarnya sudah mendahului tradisi disiplin "k
ajian budaya" melalui kritik ideologinya yang dikembangkan Madzhab Frank
furt. Sebuah kritik yang dimaknai dari pandangan Kantian, Hegelian, Marxia
n, dan Freudian. Sehubungan dengan karakter akademis, pandangan lain dar
i Ben Agger (2003) membedakan kajian budaya sebagai gerakan teoritis, dan
kajian budaya sebagai mode analisis dan kritik budaya ateoritis yang tidak b
erasal dari poyek teori sosial kritis, yaitu kritik ideologi (Agger, 2003).
Teori Kajian Budaya

Pentingnya mempelajari budaya yang ada dalam rangka melestarikan dan


memahami kebudayaan Indonesia agar tetap terjaga, dari Sabang sampai
Merauke. Sosialisasi tentang budaya sampai tahap internalisasi seharusnya
diikuti dengan adanya kajian budaya.
Kajian budaya merupakan suatu konsep budaya yang dapat dipahami seiri
ng dengan perubahan perilaku dan struktur masyarakat. Berbicara tentang
cultural studies atau yang kita kenal sebagai studi kajian budaya, di wilaya
h barat perhatian kita tidak dapat dilepaskan dari dasar suatu pengetahua
n yang disesuaikan dengan konteks keadaan dan kondisi etnografi serta k
ebudayaan mereka dan untuk wilayah timur kajian budaya digunakan unt
uk untuk meneliti dan menelaah konteks sosial di tempat-tempat yang jar
ang disentuh para praktisi. Kajian budaya tidak hanya berpusat dalam satu
titik saja namun kajian budaya mengkomposisikan berbagai kajian teoritis
disiplin ilmu lain yang dikembangkan secara lebih longgar sehingga menc
akup potongan-potongan model dari teori yang sudah ada.
Cultural studies itu sendiri mempunyai beberapa definisi se
bagaimana dinyatakan oleh Barker (via Storey, 2003), antara
lain yaitu sebagai kajian yang memiliki perhatian pada:

1. Hubungan atau relasi antara kebudayaan dan kekuasaan;


2. Seluruh praktik, institusi dan sistem klasifikasi yang tertanam dalam nilai-nilai
partikular, kepercayaan, kompetensi, kebiasaan hidup, dan bentuk-bentuk perilaku y
ang biasa dari sebuah populasi berbagai kaitan antara bentuk-bentuk kekuasaan g
ender, ras, kelas, kolonialisme dan sebagainya dengan pengembangan cara-cara be
rpikir tentang kebudayaan dan kekuasaan yang bisa digunakan oleh agen-agen dal
am mengejar perubahan berbagai kaitan wacana di luar dunia akademis dengan ge
rakan-gerakan sosial dan politik, para pekerja di lembagalembaga kebudayaan, dan
manajemen kebudayaan.
3. Cultural studies adalah suatu arena interdisipliner dimana perspektif dari disiplin ya
ng berlainan secara selektif dapat digunakan untuk menguji hubungan kebudayaan
dengan kekuasaan.
4. Cultural studies terkait dengan semua pihak, institusi dan sistem klasifikasi tempat
tertanamnya nilai-nilai, kepercayaan-kepercayaan, kompetensi-kompetensi, rutinitas
kehidupan dan bentuk-bentuk kebiasaan perilaku masyarakat.
Contoh sederhana bisa dilihat pada relasi antara budaya seni dan kelas. Barker mengik
uti Pierre Bourdieu (1984) yang secara saksama menunjukkan hubungan kompleks ant
ara kekuasaan sosial dan penggunaan produk kebudayaan oleh kelompok sosial yang
berbeda. Bourdieu memperlihatkan bagaimana pengunjung galeri seni terbagi menuru
t tingkatan kelas dan pendidikan.

Galeri seni, bagi Bourdieu, diperuntukkan bagi kelas berbudaya dengan hak-hak istime
wa. Selanjutnya, perbedaan hak ini dilegitimasi dengan pembedaan cita rasa antara ya
ng baik dan yang buruk, antara yang diperuntukkan bagi kelas pekerja dan kelas kong
lomerat. Kedua, cultural studies tak independen, terpisah, dan menyendiri dari budaya,
melainkan inheren dalam objek kajiannya. Ia bertujuan memahami kompleksitas buday
a dan menganalisis konteks sosial dan politik tempat budaya mengejawantahkan diri.
Ketiga, cultural studies memiliki fungsi ganda. Selain sebagai objek studi, juga sebagai
media tindakan kritisisme politik. Tujuannya menjadi usaha intelektual sekaligus usaha
pragmatis. Keempat, cultural studies antispesialisasi. Ketika sifat solidaritas organik ma
syarakat modern menuntut adanya spesialisasi dan pemilahan ilmu pengetahuan, ia m
alah melakukan penyatuan dan mengatasi perpecahan itu. Ia ingin membentuk identit
as dan kepentingan bersama dalam hubungan antara yang mengamati dan yang diam
ati, antara yang mengetahui dan yang diketahui.

Karakteristik terakhir, dengan melakukan evaluasi moral atas masyarakat modern, cultu
ral studies bertujuan mengubah struktur dominasi, terutama dalam struktur masyaraka
t kapitalis industrial. Ia bukanlah tradisi intelektual bebas nilai yang mengabaikan atau
mendukung penindasan. Melainkan tradisi yang memiliki komitmen bagi rekonstruksi
sosial dengan terjun ke dalam praktek politik.

Anda mungkin juga menyukai