Anda di halaman 1dari 9

BAB 11

Faktor Individu dalam Organisasi


1. Kontribusi dan Kompensasi

Ada 2 konsep yang mendasari mengapa factor individu perlu untuk dipelajari dan dipahami sehubungan
dengan manajemen perusahaan, khususnya dalam fungsi implementasi dan fungsi pengarahan. Dua
konsep itu adalah kontribusi (contribution) dan dan kompensasi (inducement). Kontribusi adalah apa yang
bisa diberikan oleh individu bagi organisasi atau perusahaan. Sebaliknya, kompensasi adalah apa yang
dapat diberikan oleh organisasi atau perusahaan bagi individu.

Contoh dari kontribusi dan dan kompensasi


Kompensasi dari organisasi bagi individu :
Kontribusi dari individu bagi
organisasi : Upah

 Usaha Kepastian dan keamanan kerja



2. Kemampuan
Benefit
 Keahlian
 Loyalitas Peluang karier
 Waktu
Status
 Kompetensi
Peluang promosi

2. Faktor Individu dalam Organisasi

Ada tiga yaitu :

 Kontrak Psikologis (psychological contract): adalah kesepakatan yg tak tertulis yang muncul
ketika seseorang bergabung dalam sebuah organisasi atau ketika tenaga kerja bergabung dalam
sebuah perusahaan. Kontrak psikologis biasanya menyangkut harapan-harapan yang
berhubungan bagi individu ketika dia bergabung di suatu perusahaan.
 Kesesuaian Tenaga Kerja yang Dibutuhkan Perusahaan (the person-job fit): proses seleksi
untuk mendapatkan tenaga kerja yang sesuai dilakukan dengan ketat, tetapi kadang-kadang tak
menghasilkan sesuai harapan. Hal ini membuat perusahaan harus berupaya untuk memahami
karakteristik individu dari tenaga kerja yang dimilikinya.
 Keragaman Individu dalam Organisasi (the individual differences in organization): perusahaan
perlu memahami keragaman individu secara terbuka, karena manusia ditakdirkan tidak sama,
baik dari sisi latar belakang biologisnya, pendidikan, dll.

3. Perilaku dan Kepribadian Individu

Kepribadian atau personality pada dasarnya merupakan karakteristik psikologis dan perilaku dari individu
yang sifatnya relative permanen (karena terbentuk oleh waktu yang cukup lama) yang membedakan satu
individu tenaga kerja dengan individu lainnya. Manajer dituntut untuk dapat memahami kepribadian dari
setiap individu agar manajer bisa mengetahui bagaimana cara terbaik untuk menghadapi mereka. Diantara
pemahaman yang harus diketahui oleh para manajer adalah apa yang dinamakan sebagai “ Model Lima
Dimensi Mengenai Kepribadian” (the big five model of personality) sebagaimana yang dikemukakan oleh
Griffin (2000). Model ini menjelaskan bahwa pada dasarnya kepribadian dapat di indentifikasi dari lima
jenis perilaku yang terdapat dalam setiap individu. Kelima jenis perilaku tersebut adalah tingkat
persetujuan (agreeableness), tingkat kesadaran dan keseriusan (conscientiousness), tingkat emosi yang
negative (negative emotion), tingkat keleluasaan dalam berinteraksi (extraversion), dan tingkat
keterbukaan (openness).

Tinggi Agreeableness Rendah

Tinggi Conscientiousness

Rendah Negative Emotion Tinggi

Tinggi Extraversion Rendah


Rendah

Tinggi Opennss Rendah

 Tingkat persetujuan (agreeableness) : tingkat persetujuan menunjukkan tingkat kemampuan


individu dalam berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain.
 Tingkat keseriusan dan kesadaran (conscrienctiousness) : perilaku ini merujuk kepada tingkat
keseriusan individu terhadap rencana pencapaian tujuan dari organisasi.
 Tingkat emosi yang negative (negative emotionally) : tingkat emosi yang negative merujuk
kepada ketidakstabilan emosi yang dimiliki oleh individu dalam pekerjaan.
 Tingkat keleluasaan dan kenyamanan (extraversion) : perilaku ini merujuk kepada kemampuan
individu untuk merasa nyaman dan leluasa bagi orang lain untuk berinteraksi dengannya.
 Tingkat keterbukaan (openness) : tingkat keterbukaan merujuk kepada perilaku individu untuk
bersikap terbuka terhadap orang lain.

4. Perilaku Individu Lainnya yang mempengaruhi Organisasi


 Locus of control : perilaku ini merujuk kepada sebuah keyakinan yang dimiliki individu
mengenai hasil yang mereka peroleh merupakan akibat dari apa yang mereka lakukan
 Self-eficacy : perilaku ini merujuk kepada kepada kepercayaan diri dari individu untuk dapat
melakukan sesuatu.
 Authoritarianism : perilaku ini merujuk kepada keyakinan individu akan peran tingkatan hierarki
dalam sebuah organisasi dan kaitannya dengan kekuasaan dalam organisasi.
 Machiavellism : istilah Machiavellism merujuk kepada tokoh di abad 16 yang bernama Nicolo
Machiavellism yang menganjurkan seseorang terutama pemimpin untuk bertindak secara
rasional.
 Self-esteem : perilaku ini merujuk kepada sebuah keyakinan dari seseorang atau individu bahwa
dirinya layak untuk mendapatkan penghargaan.
 Risk propensity : perilaku ini merujuk kepada kecenderungan individu dalam hal pengambilan
risiko dan menjawab tantangan.
BAB 12

Motivasi dan Kepemimpinan


1. Pengertian Motivasi

Menurut French and Raven, Motivasi adalah sesuatu yang mendorong seseorang untuk menunjukkan
perilaku tertentu. Motivation is the set of forces that cause people to behave in certain ways.

Kinerja terbaik menurut Griffin (2000) ditentukan oleh 3 faktor:

 Motivasi (Motivation) yaitu yang terkait dengan keinginan untuk melakukkan pekerjaan.
 Kemampuan (Ability) yaitu kapabilitas dari tenaga kerja atau SDM utuk melakukan pekerjaan.
 Lingkungan Pekerjaan (Work Environment) yaitu sumber daya dan situasi yang dibutuhkan untuk
melakukan pekerjaan tersebut.

Jika perusahaan berhadapan dengan persoalan lingkungan kerja, barangkali tidaklah terlalu sulit untuk
melakukan langkah antisipatif dan korektif terhadap persoalan tersebut, akan tetapi jika perusahaan
berhadapan dengan persoalan motivasi dari tenaga kerjanya, maka solusi atau langkah penyelesainya
menjadi tidak mudah karena motivasi terkait dengan sesuatu yang bersifat tidak dapat diukur (intangibles)
dan tidak dapat dilihat secara kasat mata (invisible).

2. Beberapa Pendekatan Mengenai Motivasi


 Pendekatan tradisional atau dikenal sebagai traditional model of motivation theory,
 Pendekatan relasi manusia atau human relation model
 Pendekatan sumber daya manusia atau human resources model.

3. Perspektif Kontemporer mengenai Motivasi


Terdapat 3 Perspektif Kontemporer dalam melihat bagiamana motivasi menjadi kekuatan pendorong bagi
individu untuk berperilaku. Ketiga Perspektif tersebut adalah Perspektif kebutuhan (need perspectives),
Perspektif keseimbangan dan keadilan (equity perspectives), Perspektif pengharapan (expectancy
perspectives), Perspektif penguatan (reinforcement perspectives) dan Perspektif penyusunan tujuan (goal
setting theory).
4. Perspektif Kebutuhan Mengenai Motivasi
Terdapat beberapa teori terkenal yang mencoba menjelaskan motivasi dari Perspektif kebutuhan, yaitu
teori hierarki kebutuhan (hierarchy of needs) Abraham Maslow, teori ERG Clayton Alderfer, teori tiga
kebutuhan Atkinson dan McClelland, serta teori dua factor (two-factor theory) dari Frederich Herzberg.
Teori ini akan dibahas satu per satu.

Teori Hirarki Kebutuhan (Hierarchy of Needs) dari Abraham Maslow :


 Kebutuhan Fisik (physical needs) : berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan utama atau dasar
atau esensial yang harus dipenuhi setiap manusia untuk mempertahankan diri sebagai makhluk.
Seperti kebutuhan makan, minum, pakaian.
 Kebutuhan Keamanan (safety and security needs) : berkaitan dengan kebutuhan akan dan proteksi
dari ancaman atau gangguan dari luar . ditempat kerja, misalnya ada jaminan kerja, jaminan hari
tua.
 Kebutuhan sosial (social/belongingness needs) : merupakan kebutuhan manusia untuk menjadi
bagaian dari kelompokan, mencintai dan dicintai orang lain dan bersahabat.
 Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs): berkaitan dengan keinginan manusia untuk
dihormati dan dihargai orang lain sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dan ingin punya
status.
 Kebutuhan Aktualisasi diri (self-actualization needs) : merupakan kebutuhan untuk tumbuh dan
berkembang sehingga membutuhkan penyaluran kemampuan dan potensi diri dalam bentuk
nyata. Artinya setiap orang ingin tumbuh, membangun pribadi dan mencapai hasil.

Teori ERG dari Clayton Alderfer


ERG merupakan singkatan dari Existence, Relatedness, dan Growth. Teori ini diperkenalkan oleh Clayton
Alderfer. Pada dasarnya Alderfer setuju dengan Maslow bahwa kebutuhan manusia atau individu yang
mendorong seseorang untuk termotivasi dalam melakukan sesuatu bersifat hierarkis atau memiliki
tingkatan, namun Alderfer memiliki setidaknya 2 perbedaan dibandingkan dengan Maslow.

Teori tiga kebutuhan dari Atkinson dan McClelland


Menurut Atkinson ada tiga jenis kebutuhan manusia yang mendorong seseorang untuk termotivasi dalam
berperilaku dan melakukan sesuatu. Ketiga kebutuhan tersebut adalah kebutuhan akan kekuasaan (nees
for power atau N-Pow), kebutuhan untuk melakukan interaksi secara social atau berafiliasi ( need for
affiliation atau N-Aff), dan kebutuhan untuk meraih prestasi (need for achievement atau N-Ach).
Ada 3 teori kebutuhan yang dikembangkan dan dipopulerkan oleh David McClelland yaitu:
 Kebutuhan untuk berpretasi
 Kebutuhan untuk berafiliasi
 Kebutuhan akan kekuasaan

Teori Dua Faktor dari Herzberg

a. Motivating Factors
 kesempatan untuk berprestasi(achievement)
 pengakuan dalam lingkungan pekerjaan (recognition)
 kesempatan untuk bertanggungjawab (responsibility)
 kesempatan untuk berkembang dan mengembangkan diri (advancement and growth).

b. Hygiene Factors
 kebutuhan akan kebijakan dan administrasi perusahaan yang jelas dan adil (company policy and
administration)
 supervisi yang memadai (supervision)
 keserasian hubungan dengan supervisi (relationship with supervision)
 kondisi pekerjaan yang kondusif (working condition)
 gaji atau upah yang layak (salary)
 hubungan yang baik antar pekerja (relationship with peers)
 adanya penghargaan terhadap kehidupan pribadi (personal life)
 hubungan yang serasi dengan bawahan (relationship with subordinates)
 adanya kejelasan status pekerjaan (job status)
 masa depan dari pekerjaan yang dijalani (job safety)

Perspektif Keseimbangan dan Keadilan mengenai Motivasi (Equity Theory)


Perspektif Pengharapan mengenai Motivasi
Perspektif penghargaan atau expectancy perspectives dapat dikatakan merupakan kelanjuatan dari
perspektif keseimbangan dan keadilan mengenai motivasi. Perspektif ini memandangkan bahwa motivasi
seseorang dalam berperilaku dan bekerja sangat tergantung pada berbagai pilihan penghargaan yanga
akan diperolehnya berdasarkan tingkatan perilaku dan pekerjaan yang akan dilakukannya.
BAB 13
Kelompok kerja dan Komunikasi dalam organisasi

1. Pengertian Kelompok Kerja


Stoner, Freeman, dan Gilbert (1995) mendefinisikan kelompok sebagai kumpulan dua orang atau lebih
yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi untuk suatu tujuan tertentu yang dipahami bersama
(two or more people who interact and influence each other toward a common purpose). Berangkat dari
definisi ini, maka kelompok memiliki karakteristik sebagai berikut :

 Merupakan kumpulan yang beranggotakan lebih dari satu orang, yang berarti adanya karakteristik
yang berbeda dari setiap orang
 Adanya interaksi di antara kumpulan orang tersebut
 Adanya tujuan bersama yang ingin dicapai

Berdasarkan karakteristik ini, jika kita memahami bahwa pekerjaan adalah sesuatu yang telah
direncanakan oleh organisasi untuk dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan, maka kelompok kerja
dapat didefenisikan sebagai kelompok yang disusun oleh organisasi dengan tujuan untuk menjalankan
berbagai pekerjaan yang terkait dengan pencapaian tujuan organisasi.

Kelompok kerja perlu disusun terutama jika organisasi atau perusahaan beranggotakan orang-orang dalam
jumlah yang sangat besar, ruang lingkup kegiatan luas, dan pengelolaan sumber daya yang banyak. untuk
orgsnisasi yang beranggotakan sedikit orang, katakanlah 5-10 orang, barangkali keseluruhan anggota
tersebut merupakan juga satu kelompok kerja, adapun untuk organisasi yang memiliki ribuan orang
anggota, maka kelompok kerja yang disusun dapat berjumlah lebih banyak. Kelompok kerja yang disusun
berdasarkan tujuan jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang, tergantung dari alasan dan
tujuan dari kelompok kerja tersebut disusun.

2. Kelompok Kerja Formal dan Informal

Secara teoritis maupun praktik, kelompok kerja dapat dibagi dua, yaitu kelompok kerja formal dan
kelompok kerja informal.

 Kelompok kerja formal


Kelompok kerja formal adalah Kelompok kerja yang dibentuk atau disusun secara resmi oleh manajer
dimana kelompok kerja tersebut diberikan tugas dan pekerjaan yang terkait dengan pencapaian tujuan
organisasi. Kelompok kerja formal dapat berupa formal dapat berupa kelompok kerja langsung (command
team), kepanitiaan (committee) dan kelompok kerja temporal atau khusus (task force team / specific
team). Kelompok kerja langsung biasanya dibentuk atau terbentuk dengan sendirinya (pada saat
departementalisasi dilakukan) sebagai konsekuensi langsung dari rencana organisasi yang telah dibuat
dan ketika struktur orgaisasi terbentuk. Kegiatan-kegiatan yang biasanya dilakukan oleh kelompok
kerja langsung adalah kegiatan yang bersifat utama dari sebuah organisasi dan kebanyakan bersifat rutin,
artinya yang selalu dilakukan oleh organisasi tersebut. Kepanitiaan adalah kelompok kerja yang disusun
oleh manajer dan beranggotakan beberapa orang yang bisa berasal dari bagian yang sama, atau juga dari
bagian lain dari organisasi. Kepanitiaan disusun berdasarkan tugas-tugas tertentu yang tidak rutin, namun
disusun sebagai upaya untuk mencapai tujuan organisasi pula. Kepanitiaan biasanya dibuat untuk jangka
waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh organisasi. Kelompok kerja temporal atau khusus adalahh
kelompok kerja yang disusun untuk kepentingan-kepentingan khusus yang bersifat sementara. Diantara
contoh dari kelompok kerja seperti ini, misalnya ketika perusahaan melakukan kerja sama dengan
perusahaan lain dalam sebuah kegiatan, maka perusahaan dapat membentuk kelompok kerja ini, atau juga
untuk suatu keperluan internal perusahaan dapat juga membentuk kelompok kerja ini dan lain sebagainya.
Sekalipun bersifat khusus, kelompok ini tetap disusun untuk mendukung pencapaian tujuan
organisasi,hanya saja biasanya dibenuk dari program-program yang bersifat tidak tetap dan sementara.

 Kelompok kerja informal

Kelompok kerja informal adalah kelompok kerja yang disusun atau tersusun dengan sendirinya ketika
beberapa anggota dari organisasi yang kegiatannya biasanya tidak terkait langsung dengan rencana-
rencana rutin dari organisasi, namun secara tidak langsung akan mempengaruhi kinerja dari orang-orang
dalam organisasi. Contohya adalah kelompok olahraga yang beranggotakan para pegawai termasuk juga
para manajer, kelompok hobi, dan lain-lain. Kelompok informal ini biasanya terbentuk dan dibentuk
untuk memelihara budaya organisasi tertentu yang akan mendukung terpeliharanya kekompakan,
persatuan, dan kinerja dari kelompok kerja formal. Paling tidak ada empat tujuan mengapa kelompok
kerja informal ini dibentuk :

 Untuk memelihara dan memperkuat perilaku positif dari para anggota


 Untuk menciptakan dan memelihara interaksi sesama anggota, sehingga anggota merasa nyaman,
puas, dan aman.
 Untuk membantu para anggota agar dapat saling berkomunikasi dan berinteraksi dalam bentuk
yang informal dan fleksibel
 Untuk membantu manajer dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang mungkin dalam
kondisi formal tidak dapat diselesaikan. Kadang kala seseorang lebih dapat berkomunikasi ketika
tengah bermain tenis bersama misalnya.

3. Karakteristik Kelompok Kerja

Bagaimana agar kita dapat mengelola kelompok kerja dengan efektif ? Salah satu kunci pokoknya adalah
dengan mengenali karakteristik dari kelompok kerja tersebut. Di antara kerakteristik yanag akan dibahas
adalah bagaimana kelompok kerja terbentuk dan berinteraksi (team development), peran kepemimpinan
dalam kelompok kerja (leardship roles), norma (norms), serta tingkat solidaritas dan integritas dari
kelompok kerja (cohesiveness).

Tahapan dalam Pembentukan dan Interaksi tim kerja

Paling tidak, sebagaimana yang dikemukakan oleh B.W. Tuckman yang dikutip oleh Stoner, Freeman,
Gilbert (1995) , terdapat 5 tahapan bagaimana sebuah tim kerja terbentuk dan berinteraksi. Kelima
tahapan tersebut adalah bagaimana kelompok kerja terbentuk dan berinteraksi (team development), peran
kepemimpinan dalam kelompok kerja (leardshiip roles), norma (norms), serta tingkat solidaritas dan
integritas dari kelompok kerja (cohesiveness).

Anda mungkin juga menyukai