NIM : 1902056001
Akhir-akhir ini dunia maya banyak dimunculkan informasi dan berita palsu atau lebih dikenal
dengan istilah “hoax” oleh sejumlah oknum yang tidak bertanggung jawab. Pada masa ini,
kemajuan Ilmu pengetahuan dan Ilmu teknologi sangat pesat sehingga memudahkan
masyarakat dalam mengakses segala hal salah satunya informasi. Seiring perkembangannya,
kemajuan teknologi ini tidak hanya memberikan dampak positif tetapi juga memberikan
dampak negatif. Dalam mengakses informasi saat ini, penyampaian akan informasi sangat
mudah dancepat. Dimana seseorang dengan sangat mudah memproduksi informasi
danmembagikannya lewat media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, Google, Youtube
ataupun pesan genggam seperti WhatsApp, LINE, BBM, dan lain sebagainya yang tidak dapat
disaring dengan baik. Media sosial merupakan media bersifat Online Tools yang memfasilitasi
interaksi antar penggunanya dengan cara pertukaran informasi, pendapat dan permintaan.
Melalui media sosial dan alat elektronik seperti smartphone informasi yang dikeluarkan oleh
perseorangan maupun badan usaha sangat mudah tersebardan dibaca oleh banyak orang.
Informasi yang telah dibaca dapat mempengaruhi emosi, perasaan, pikiran bahkan tindakan
baik individu maupun kelompok. Sangat disayangkan apabila media sosial digunakan untuk
memperoleh dan memberikan informasi yang tidak akurat apalagi sampai menjadikan media
sosial sebagai alat penyebaran berita bohong (hoax) dengan menggunakan judul yang
sangatmemprovokasi untuk mengarahkan para pembaca kepada opini publik yang negatif.Opini
negatif tersebut seperti cacian, makian, fitnah, penyebar kebencian dan lain sebagainya yang
membuat sebagian orang takut serta merasa terancam sehingga berpotensi merusak nilai,
makna serta pengamalan sila ketiga Pancasila yaitu “Persatuan Indonesia”
Kondisi komunikasi di media sosial saat ini rentan terhadap konflik, sehingga beberapa media
mengatakan Indonesia "Darurat Hoax". Kemajuan teknologi memberikan kemudahan terhadap
akses informasi yang lebih beragam dan cepat, namun kelemahannya berdampak pada akurasi
dari informasi tidak menjadi prioritas.
Istilah hoax sudah dipakai sejak abad ke-7. Pada saat itu, istilah hoaxdigunakan dalam wilayah
kritik seni yang dikenal sebagai “satir art hoax”. Seiring berjalannya waktu, satir art hoax
berubah menjadi satir hoax lalu terpisah menjadi satir dan hoax. Hoax dalam Kamus Oxford
(2017) diartikan sebagai suatu bentuk penipuan yang bermaksud untuk membuat kekacauan.
Hoax dalam BahasaIndonesia berarti berita bohong, kabar burung, informasi palsu atau kabar
dusta. Sedangkan menurut kamus Bahasa Inggris, hoax berarti olok-olok, cerita bohong dan
memperdayakan atau tipuan. Dengan demikian, secara umum definisi hoax adalah berita
bohong yang dibuat dengan tujuan mengolok-olok maupun menipu individu ataukelompok.
Hoax disebarkan pada umumnya bertujuan untuk bahan leluconatau sekedar iseng,
menjatuhkan pesaing (black campaign), promosi dengan penipuan, membuat dan menggiring
opini publik yang negatif seperti fitnah, kritik tajam, penyebar kebencian dan lainnya. Hoax atau
berita bohong sengaja diciptakan untuk menipu banyak orang dengan cara memanipulasi data
dan menutupi fakta yang ada. Hoax bersifat menghasut karena dalam cerita bohong tersebut
telah di rekayasa sedemikian rupa sehingga seolah-olah berita bohong tersebut seperti
kenyataan. Ada beberapa ciri-ciri yang bisa dijadikan cara untuk mengidentifikasi suatu berita
bohong antara lain:
1. Sumber beritanya berasal dari sumber yang tidak bisa dipercaya, sehingga tidak ada
tautan ke sumber resmi.
2. Isi berita tidak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya.
3. Gambar, foto atau video merupakan hasil rekayasa atau editan.
4. Mengandung kalimat yang provokatif, sehingga mudah mempengaruhi pembacanya.
5. Biasanya mengandung unsur politis dan SARA
Saat Hoaks menyebar di masyarakat, maka terdapat kemungkinan dari berita tersebut dapat
membuat sebagian dari masyarakat memercayai berita bohong tersebut. Hal ini dapat
menyebabkan dampak negatif bagi masyarakatterutama bagi yang mudah memercayai suatu
informasi tanpa melakukan pengecekan terlebih dahulu. Secara umum, dapat disimpulkan
terdapat empat dampak negatif yang ditimbulkan oleh hoaks sebagai berikut :
1. Mengurangi waktu produktif di masyarakat Hoaks yang dibaca dan kemudian diyakini
benar oleh pembacanyadapat mengakibatkan efek terkejut (biasanya hoaks dibuat
dengan kata-kata yang menggemparkan) sehingga berpengaruh dengan produktivitas
masyarakat. Masyarakat akan lebih berfokus pada pembahasan mengenai hal-hal yang
sebenarnya tidak pernah terjadi. Selain itu pula, tidak sedikit kasus seorang sahabat
dapat menjadi musuh lantaran termakan oleh berita hoaks.
2. Pengalihan isu, Pengalihan isu merupakan pengalihan dari focus masalah besar
yangseharusnya menjadi sorotan publik. Sebagai contoh terkini adalah, pada kasus
hoaks yang dilakukan oleh Ratna Sarumpaet. Hoaks yang dibuat oleh Ratna Sarumpaet
membuat sebagian dari rakyat Indonesia menjadi mengalihkan perhatiannya kepada hal
tersebut daripada focus untuk menyoroti masalah yang lebih besar, yaitu bencana
Gempa Bumi yang melanda kota Palu dan Tsunami di Donggala.
3. Penipuan Publik, Jenis penipuan ini biasanya bertujuan untuk menarik simpati
masyarakat yang percaya dengan hoax tersebut, lalu ketika dianjurkan untuk
menyumbangkan sejumlah uang dan anehnya ada saja yang maumenyumbangkan uang
tersebut tanpa mau berpikir lebih dalam ataupun detail apakah berita tersebut terbukti
benar ataupun salah. Banyak orang yang akhirnya tertipu dengan hoax tersebut dan
padaakhirnya terlanjur mengirimkan sejumlah uang yang sangat besar.
4. Pemicu Kepanikan Sosial, hoax yang satu ini memuat berita yang merangsang kepanikan
khalayak publik, dan beritanya berisikan tentang tindak kekerasan atau suatu musibah
tertentu. Salah satu contohnya adalah hoax tentang kecelakaan hilangnya pesawat
Garuda Indonesia dengan tujuan Jakarta– Palu beberapa waktu lalu. Hoax ini begitu
cepat menyebar sampaimedia massa maupun media online harus mengklarifikasi berita
tersebut agar masyarakat tidak panic ataupun percaya dengan hoax tersebut.
Dari dampak negative yang telah disebutkan di atas, kita dapat mengambil contoh terkini yaitu
banyaknya berita hoaks yang tersebar menjelang bergulirnya Pilkada dan Pemilu 2019.
Menurut Partono Samino, Tenaga Ahli Komisi Pemilihan Umum, “Tentunya kita (KPU) tidak
ingin penyelengaraan pemilu yang sebentar lagi berlangsung dicederai oleh banyaknya berita
hoaksyang bermunculan. Hoaks akan merusak kredibilitas dan integritas penyelenggaraa
pemilihan, kedua (dapat) merusak kredibilitas dan integritas pasangan calon.” (dilansir dari
Tribunnews.com) Dari pernyataan beliau dapat ditarik kesimpulan bahwasannya dengan
maraknya hoaks dapat menyebabkan kepanikan sehingga pemilu dan pilkada 2019 tidak akan
berjalan dengan baik dan kondusif. Dalam menghadapi maraknya berita Hoaks, tidak ada
artinya jika kita membatasi penyebaran berita hoaks tersebut, Hal ini dikarenakan berita hoaks
dengan mudahnya dapat menyebar baik secara publik di internet maupun melalui Chat Private
antar individu. Dalam menghadapi hoaks, alangkah baiknya untuk meningkatkan kualitas
masyarakat sehingga masyarakat dapat memilah secara mandiri, Sehingga saat masyarakat
mampu membedakan mana yang benar dan tidak, berapapun berita hoaks tersebar, tidak aka
nada yang memercayainya. Hal ini dapat diwujudkan dengan melalui Edukasi masyarakat yang
dilakukan oleh pemerintah melalui Kominfo, Kerja sama dengan penyedia layanan sosial media,
menerapkan sanksi tegas terhadap pembuat dan penyebar berita hoaks, mengubah pola piker
masyarakat dengan meningkatkan budaya literasi, dan membiasakan masyarakat untuk
memerhatikan sumber dari informasi yang diperoleh.
Penyebaran berita hoax dapat dilakukan dimanapun, melalui media apapun, dan oleh siapapun.
Salah satu alat penyebaran berita hoax yang sedang marak saat ini adalah media sosial. Media
sosial dapat denganmudah di akses melalui telepon genggam atau smartphone. Bukan hanya
masyarakat Indonesia saja, hampir masyarakat dunia saat ini memiliki akun media sosial nya
masing-masing. Mengingat media sosial adalah media yang paling banyak digunakan sehingga
peluang penyebaran berita bohong atau hoax semakin meningkat. Persoalan lainnya yang
menyebabkan penyebaran berita hoax semakin sulit di kendalikan adalah kebiasaan masyarakat
Indonesia yang cenderung ingin cepat berbagi informasi di dunia nyata maupun dunia maya
tanpa memperhatikan sumber berita sehingga enggan untuk mengecek ulang sumber berita
yang pertama kali membuat atau menyebarkan berita tersebut. Karena kebiasaan inilah yang
menjadikan seseorang langsung percaya tanpa memedulikan kebenarannya dan secara tergesa-
gesa membagikan berita atau informasi tersebut kepada pengguna media sosial lainnya. Salah
satu contoh berita bohong/hoax yang paling sering terjadi melalui media sosial adalah
mengklaim sesuatu barang atau kejadian dengan suatu sebutan yang berbeda dengan barang
atau kejadian yang sebenarnya. Baru-baru ini kasus hoax melalui media sosial yang paling
menggemparkan khususnya bagi masyarakat Indonesia adalah kasus hoax yang dibuat oleh
Ratna Sarumpaet. Kasus ini bermula ketika Ratna Sarumpaet mengunggah foto wajahnya yang
memar di akun Instagram miliknya dengan keterangan Ratna telah di keroyok segerombolan
orang yang tak dikenal. Ratna Sarumpaet merupakan salah satu anggota tim sukses pasangan
capres dan cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Maka dari itu, kasus ini dianggap cukup
menarik dan menuai banyak kontroversi karena politisi Prabowo Subianto capres Republik
Indonesia membenarkan pernyataan yang telah dibuat oleh Ratna Sarumpaet sehingga
menimbulkan kritik dan fitnah yang menunjuk kepada pihak tertentu. Kasus ini tidak
memerlukan waktu yang lama untuk tersebar dimedia sosial dan banyak yang me-repost
melalui medsos seperti Facebook, Twitter, Google, Youtube dan lain sebagainya. Hal ini menjadi
contoh bahwa dengan mudahnya berita hoax menyebar melalui media sosial. Selain pengguna
media sosial yang banyak, fitur me-share berita tersebut sangatlah mudah. Setelah kasus ini
ditangani oleh pihak yang berwenang, Ratna mengaku ia melakukan hal tersebut demi untuk
menutupi rasa malunya pasca gagal operasi sedot lemak di wajahnya. Tanpa mencari tau
kebenarannya, akibatnya banyak orang yang merasa tertipu ketika sudah mengetahui apa yang
telah terjadi sebenarnya
Meskipun butir-butir pengamalan Pancasila sudah dicabut oleh pemerintah, namun butir-butir
tersebut masih relevan untuk dijadikan acuan dalam menjalani kehidupan berbangsa dan
bernegara. Pengamalan sila ketiga Pancasila yang sesuai dengan nilai yang terkandung dalam
sila ketiga Pancasila salah satunya yaitu mampu menempatkan persatuan, kesatuan serta
kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas
kepentingan pribadi maupun golongan. Berdasarkan kasus hoax Ratna Sarumpaet yang
menimbulkan sebagian masyarakat geram dan emosi sehingga memunculkan opini negative
seperti fitnah, kritik tajam, ancaman, dan lain sebagainya yang menunjuk pihak tertentu
sehingga mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, hal inisangat tidak sesuai dengan makna,
nilai dan pengamalan sila ketiga Pancasila.
Peran Pemerintah dan Masyarakat dalam Menanggapi Hoax Melalui Media Sosial
A. Peran Pemerintah
Fenomena hoax di media sosial yang semakin merajalela membuat pemerintah mengambil
langkah tegas dengan menerbitkan UU No. 11Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE) yangdiperbarui dengan UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU
No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). UU ITEdalam pasal-
pasalnya mencakup aturan dan larangan apa saja yang harusdipatuhi masyarakat dalam
menggunakan media sosial seperti cara berinteraksi di media sosial, mengatur apa yang boleh
diposting ataupundilarang untuk di tampilkan di media sosial dan lain sebagainya agar
tidakmerugikan pihak manapun.Pelaku penyebar berita palsu bisa dijerat dengan pasal-pasal
lainterkait yakni pasal 311 dan 378 KUHP, Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,Undang-Undang No. 40 tahun 2008 tentang
Penghapusan Diskiriminasi Rasdan Etnis, serta para pelaku penyebaran berita palsu juga
dikenakan pasalterkait ujaran kebencian (hate speech). dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang
berbunyi: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik” Adapun
ancaman pidana bagi mereka yang memenuhi unsur dalamPasal 27 ayat (3) adalah dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1 miliar. Selain
itu, pemerintahtelah membentuk satgas (satuan tugas) antihoax yang diharapkan
terusmelakukan verifikasi atau akreditasi terhadap media maupun para penyedia berita melalui
televisi, koran, media online, termasuk melakukan akreditasidan indepedensi terhadap para
wartawan yang menyajikan informasi,menutup situs-situs yang menyebarkan berita hoax dan
terus melakukansosialisasi yang berkaitan dengan hoax serta menerapkan UU ITE.
B.Peran Masyarakat
Hoax sendiri telah menimbulkan keresahan dan membuat sebagianmasyarakat merasa
terancam bahkan dapat memecah belah persatuan bangsa. Solusi agar tidak mudah
terpengaruh oleh berita hoax tersebutadalah membangun daya pikir masyarakat agar tidak
mudah terprovokasioleh hoax yang tidak dapat dipastikan kebenarannya, berpikiran kritis
dalammenerima sebuah berita atau informasi, tidak menelan mentah-mentahsebuah berita
atau informasi dengan melakukan pengecekan ulang sumber berita atau informasi yang
didapat, serta tidak berlebihan dalam menanggapisebuah berita dengan cara ini masyarakat
diharapkan bisa mengambil perandalam rangka menyikapi berita hoax melalui media sosial.
CNN Indonesia menyebutkan bahwa dalam data yang dipaparkan oleh Kementerian Komunikasi
dan Informatika menyebutkan ada sebanyak 800 ribu situs di Indonesia yang terindikasi sebagai
penyebar berita palsu dan ujaran kebencian (hate speech). Kemkominfo juga selama tahun
2016 sudah memblokir 773 ribu situs berdasar pada 10 kelompok. Kesepuluh kelompok
tersebut di antaranya mengandung unsur pornografi, SARA, penipuan/dagang ilegal, narkoba,
perjudian, radikalisme, kekerasan, anak, keamanan internet, dan Hak Kekayaan Intelektual
(HKI). Dari jumlah itu, paling banyak yaitu unsur pornografi (Jamaludin, 2016).
Menurut pandangan psikologis, ada dua faktor yang dapat menyebabkan orang cenderung
mudah percaya pada hoax. Orang lebih cenderung percaya hoax jika informasinya sesuai
dengan opini atau sikap yang dimiliki. Contohnya jika seseorang penganut paham bumi datar
memperoleh artikel yang membahas tentang berbagai teori konspirasi mengenai foto satelit
maka secara naluri orang tersebut akan mudah percaya karena mendukung teori bumi datar
yang diyakininya. Secara alami perasaan positif akan timbul dalam diri seseorang jika opini atau
keyakinannya mendapat afirmasi sehingga cenderung tidak akan mempedulikan apakah
informasi yang diterimanya benar dan bahkan mudah saja bagi mereka untuk menyebarkan
kembali informasi tersebut. Hal ini dapat diperparah jika si penyebar hoax memiliki
pengetahuan yang kurang dalam memanfaatkan internet guna mencari informasi lebih dalam
atau sekadar untuk cek dan ricek fakta.
Terdapat empat mode dalam kegiatan penemuan informasi melalui internet, diantaranya
adalah:
1. Undirected viewing
Pada undirected viewing, seseorang mencari informasi tanpa tahu informasi tertentu dalam
pikirannya. Tujuan keseluruhan adalah untuk mencari informasi secara luas dan sebanyak
mungkin dari beragam sumber informasi yang digunakan, dan informasi yang didapatkan
kemudian disaring sesuai dengan keinginannya.
2. Conditioned viewing
Pada conditioned viewing, seseorang sudah mengetahui akan apa yang dicari, sudah
mengetahui topik informasi yang jelas, Pencarian informasinya sudah mulai terarah.
3. Informal search
Mode informal search, seseorang telah mempunyai pengetahuan tentang topik yang akan
dicari. Sehingga pencarian informasi melalui internet hanya untuk menambah pengetahuan
dan pemahaman tentang topik tersebut. Dalam tipe ini pencari informasi sudah mengetahui
batasan-batasan sejauh mana seseorang tersebut akan melakukan penelusuran. Namun dalam
penelusuran ini, seseorang membatasi pada usaha dan waktu yang ia gunakan karena pada
dasarnya, penelusuran yang dilakukan hanya bertujuan untuk menentukan adanya tindakan
atau respon terhadap kebutuhannya.
4. Formal search
Pada formal search, seseorang mempersiapkan waktu dan usaha untuk menelusur informasi
atau topik tertentu secara khusus sesuai dengan kebutuhannya. Penelusuran ini bersifat formal
karena dilakukan dengan menggunakan metode-metode tertentu. Tujuan penelusuran adalah
untuk memperoleh informasi secara detail guna memperoleh solusi atau keputusan dari sebuah
permasalahan yang dihadapi.
Perilaku penyebaran hoax melalui internet sangat dipengaruhi oleh pembuat berita baik itu
individu maupun berkelompok, dari yang berpendidikan rendah sampai yang tinggi, dan
terstruktur rapi. (Lazonder, Biemans, & Wopereis, 2000) menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan antara seseorang yang memiliki keahlian khusus dalam menggunakan search engine
dengan orang yang masih baru atau awam dalam menggunakan search engine. Mereka
dibedakan oleh pengalaman yang dimiliki. Individu yang memiliki pengalaman lebih banyak
dalam memanfaatkan search engine, akan cenderung lebih sistematis dalam melakukan
penelusuran dibandingkan dengan yang masih minim pengalaman (novice).
Berita hoax semakin sulit dibendung walaupun sampai dengan 2016 pemerintah telah
memblokir 700 ribu situs, namun setiap harinya pula berita hoax terus bermunculan. Pada
Januari 2017 pemerintah melakukan pemblokiran terhadap 11 situs yang mengandung konten
negatif, namun kasus pemblokiran tersebut tidak sampai menyentuh meja hijau. Beberapa
kasus di indonesia terkait berita hoax telah memakan korban, salah satunya berita hoax akan
penculikan anak yang telah tersebar di beberapa media sosial dan menyebabkan orang semakin
waspada terhadap orang asing,
Sikap pemerintah dalam fenomena berita hoax dipaparkan dalam beberapa pasal yang siap
ditimpakan kepada penyebar hoax tersebut antara lain, KUHP, Undang-Undang No.11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang No.40 Tahun 2008
tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Tidak hanya itu, penyebar berita hoax juga
dapat dikenakan pasal terkait ujaran kebencian dan yang telah diatur dalam KUHP dan UU lain
di luar KUHP.
Dari hukum yang dibuat oleh pemerintah, jumlah penyebar hoax semakin besar tidak
berbanding lurus dengan jumlah persidangan yang seharusnya juga besar. Dengan masih belum
mampu menjerat beberapa pelaku hoax, sangat disayangkan pemerintah hanya melakukan
pemblokiran terhadap situs-situs hoax. Sementara si pembuat berita hoax masih dapat terus
berproduksi melakukan ancaman dan memperluas ruang gerak.
Dalam melawan hoax dan mencegah meluasnya dampak negatif hoax, pemerintah pada
dasarnya telah memiliki payung hukum yang memadai. Pasal 28 ayat 1 dan 2 UU No. 11 tahun
2008 tentang ITE, Pasal 14 dan 15 UU No. 1 tahun 1946, Pasal 311 dan 378 KUHP, serta UU No.
40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskiriminasi Ras dan Etnis merupakan beberapa produk
hukum yang dapat digunakan untuk memerangi penyebaran hoax. Selain produk hukum,
pemerintah juga sedang menggulirkan kembali wacana pembentukan Badan Siber Nasional
yang dapat menjadi garda terdepan dalam melawan penyebaran informasi yang menyesatkan,
selain memanfaatkan program Internetsehat dan Trust+Positif yang selama ini menjalankan
fungsi sensor dan pemblokiran situs atau website yang ditengarai memiliki materi negatif yang
bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Literasi media adalah seperangkat kecakapan yang berguna dalam proses mengakses,
menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan pesan dalam beragam bentuk. Literasi media
digunakan sebagai model instruksional berbasis eksplorasi sehingga setiap individu dapat
dengan lebih kritis menanggapi apa yang mereka lihat, dengar, dan baca.
Freedom of Speech
Penyebaran berita palsu yang marak terjadi ini jika dikaitkan dengan etika pada internet adalah
penyalahgunaan freedom of speech. Freedom of speech ini berasal dari negara-negara yang
memiliki tradisi liberal yang menyalahkan apabila seseorang mempunyai batasan dalam
mengemukakan pendapat dan memiliki fungsi masing-masing individu pada komunitas dapat
mengemukakan pendapat, menyalahkan seseorang, memuji seseorang dll sebebas-bebasnya
pada suatu komunitas (Floridi, 2010). Dengan berkembangnya media sosial yang dapat
melintasi antar negara atupun benua, masing-masing budaya dan tradisi tidak akan berperan
dalam hal pembatasan penyebaran informasi ini. Berawal dari biasnya budaya tersebut,
hak Freedom of Speech seringkali disalahartikan dan salahgunakan untuk menciptakan
berita hoax yang bertujuan memang untuk membuat sensasi pada media sosial tersebut atau
memang sengaja agar pengguna internet dapat mampir pada website sang pembuat berita
hoax tersebut agar meraup keuntungan dari jumlah pengunjung yang banyak pada websitenya.
Jika tidak ada kehati-hatian, netizen pun dengan mudah termakan tipuan hoax tersebut bahkan
ikut menyebarkan informasi palsu itu, tentunya akan sangat merugikan bagi pihak korban
fitnah. Lalu bagaimana caranya agar tak terhasut?
1. Berita hoax seringkali menggunakan judul sensasional yang provokatif, misalnya dengan
langsung menudingkan jari ke pihak tertentu. Isinya pun bisa diambil dari berita media resmi,
hanya saja diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki sang pembuat
hoax. Oleh karenanya, apabila menjumpai berita denga judul provokatif, sebaiknya Anda
mencari referensi berupa berita serupa dari situs online resmi, kemudian bandingkan isinya,
apakah sama atau berbeda. Dengan demikian, setidaknya Anda sebabagi pembaca bisa
memperoleh kesimpulan yang lebih berimbang.
2. Cermati alamat situsnya, untuk informasi yang diperoleh dari website atau mencantumkan
link, cermatilah alamat URL situs dimaksud. Apabila berasal dari situs yang belum terverifikasi
sebagai institusi pers resmi -misalnya menggunakan domain blog, maka informasinya bisa
dibilang meragukan. Menurut catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs di
Indonesia yang mengklaim sebagai portal berita. Dari jumlah tersebut, yang sudah terverifikasi
sebagai situs berita resmi tak sampai 300. Artinya terdapat setidaknya puluhan ribu situs yang
berpotensi menyebarkan berita palsu di internet yang mesti diwaspadai.
3. Periksa fakta, Perhatikan dari mana berita berasal dan siapa sumbernya? Apakah dari institusi
resmi seperti KPK atau Polri? Sebaiknya jangan cepat percaya apabila informasi berasal dari
pegiat ormas, tokoh politik, atau pengamat.
Perhatikan keberimbangan sumber berita. Jika hanya ada satu sumber, pembaca tidak bisa
mendapatkan gambaran yang utuh.Hal lain yang perlu diamati adalah perbedaan antara berita
yang dibuat berdasarkan fakta dan opini. Fakta adalah peristiwa yang terjadi dengan kesaksian
dan bukti, sementara opini adalah pendapat dan kesan dari penulis berita sehingga memiliki
kecenderungan untuk bersifat subyektif.
Apabila menjumpai informasi hoax, lalu bagaimana cara untuk mencegah agar tidak tersebar.
Pengguna internet bisa melaporkan hoax tersebut melalui sarana yang tersedia di masing-
masing media.
Untuk media sosial Facebook, gunakan fitur Report Status dan kategorikan informasi hoax
sebagai hatespeech/harrasment/rude/threatening, atau kategori lain yang sesuai. Jika ada
banyak aduan dari netizen, biasanya Facebook akan menghapus status tersebut.
Untuk Google, bisa menggunakan fitur feedback untuk melaporkan situs dari hasil pencarian
apabila mengandung informasi palsu. Twitter memiliki fitur Report Tweet untuk melaporkan
twit yang negatif, demikian juga dengan Instagram. Kemudian, bagi pengguna internet Anda
dapat mengadukan konten negatif ke Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan
melayangkan e-mail ke alamat aduankonten@mail.kominfo.go.id. Masyarakat Indonesia Anti
Hoax juga menyediakan laman data.turnbackhoax.id untuk menampung aduan hoax dari
netizen. TurnBackHoax sekaligus berfungsi sebagai database berisi referensi berita hoax.
Kesimpulannya Hoaks merupakan berita bohong yang dengan sengaja dibuat untuk menutupi
kebenaran yang ada. Terdapat Berita hoaks misinformasi (informasi salah), disinformasi
(sengaja membuat informasi palsu), dan malinformasi(informasi benar namun sengaja
disebarluaskan dengan maksud buruk.) Dari misinformasi dan disinformasi dapat dibagi
menjadi tujuh jenis salah informasi yaitu satir, koneksi salah, konten menyesatkan, konten
dengan konteks yangsalah, konten tiruan, konten yang dimanipulasi, dan konten palsu. Hoaks
dapat berdampak negatif bagi masyarakat adalah mengurangi waktu produktifmasyarakat,
pengalihan isu, penipuan publik, serta pemicu kepanikan sosial.Dampak negatif dari hoaks
dapat menyebabkan Pilkada dan pemilu 2019 tidak berjalan dengan kondusif dan
mengakibatkan turunnya kredibilitas dan integritas baik dari penyelenggara pemilu (KPU)
maupun dari pihak peserta pemilu. Kondisi tersebut dapat dicegah dengan melakukan edukasi
terhadap masyarakat akan bahaya hoaks, bekerja sama dengan layanan penyedia sosialmedia
serta penegakan hokum, Semakin besarnya jumlah penguna internet dan dengan mudahnya
mendapatkan informasi saat ini menjadikan berita hoax semakin dengan mudah tersebar,
Aturan dan pasal untuk menjerat hukuman untuk penyebar hoax belum mampu mengendalikan
jumlah jumlah berita hoax yang terus terproduksi setiap waktu, Biasnya budaya-budaya pada
negara yang sudah melek internet/media sosial membuat berita hoax semakin mudah tersebar.