Anda di halaman 1dari 8

KANDANG METABOLIK

LAPORAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Fisiologi Hewan dan Manusia

yang dibina oleh Dr. Abdul Gofur, M.Si

Oleh :

Kelompok 3 Offering I 2017

1. Anna Iriansyah Noor (170342615532)


2. Annisah Rachmawati Ariyadi (170342615606)
3. Farindra Septyanto (170342615512)
4. Fransisca Puspitasari (170342615530)
5. Indah Fitriyah (170342615519)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN BIOLOGI

Oktober 2018
I. Topik
Profil kandang metabolik
II. Tanggal Praktikum
04 Oktober 2018
III. Tujuan
1. Dapat merangkai kandang metabolik dengan benar
2. Mengetahui cara penggunaan kandang metabolik
3. Mengetahui cara koleksi sampel pakan, minum, urine, dan feses mencit.
IV. Dasar Teori
Rodensia atau hewan pengerat (baik mencit maupun tikus) merupakan hewan coba yang
banyak digunakan dalam penelitian, yaitu mencapai sekitar 69% (Schanaider, 2004). Kelebihan
dari penggunaan mencit maupun tikus adalah mudah dipelihara, rentang hidup singkat, mudah
beradaptasi, tingkat reproduksi yang singkat, dan kemudahan dalam mengamati makanan dan
minuman yang dikonsumsi hingga dikeluarkan dalam bentuk feses dan urin. Kemudahan dalam
mengikuti proses metabolisme dapat memberikan informasi penting mengenai status fisiologi
dan kesehatan hewan secara keseluruhan.

Kandang metabolik merupakan seperangkat peralatan yang berguna untuk mengatur


jumlah makanan maupun minuman yang dikonsumsi dan koleksi urin maupun feses dalam
jangka waktu 24 jam maupun lebih. Kandang metabolisme berperan penting dalam
perkembangan ilmu gizi dan metabolisme. Dengan kandang metabolisme, eksperimen untuk
menentukan parameter-parameter seperti kebutuhan nutrisi hewan, kemampuan mencerna
nutrisi, ekskresi endogen, keseimbangan mineral dalam tubuh, dan laju ekskresi urin. Prinsip
kerja dari kandang metabolisme ini adalah pengambilan data dari jumlah dan frekuensi hasil
ekskresi yang dikeluarkan oleh hewan tersebut (Huneke, 2012).

Kandang metabolisme tersusun dari bagian atas dengan atap yang terbuat dari bahan
polikarbonat. Pada bagian luar, terdapat tempat pakan yang ukurannya telah disesuaikan agar
hewan tidak bersarang didalamnya. Tempat makan didesain dengan laci agar tidak ada
kontaminasi antara urin dengan pakan. Urin yang akan diukur dialirkan pada corong bagian
bawah kandang yang di bawahnya terdapat tabung utuk mewadahi urin. Feses hewan dialirkan
ke bagian corong lainnya yang dibawahnya sudah tersedia tabung untuk mengumpulkan feses
(Patterson-Kane, 2002).

ALAT DAN BAHAN

1. Alat
Kandang metabolik
2. Bahan
Mencit

PROSEDUR KERJA

Dipasang cincin koleksi urine (14) pada corong transmisi (5).

Dimasukkan corong transmisi pada kontainer bawah (13)

Diputar corong pada kontainer sehingga posisi corong mengunci

DILetakkan perangkat pemisah (6) pada corong dan pastikan lengan perangkat pemisah cocok dengan bagian lain dari kandang.

Digeserlah kontainer bawah yang berada dalam posisi terbuka pada dudukan kandang (7) menuju dudukan yang tersedia

Ditempatkan pijakan hewan (11) di atasnya. Dipastikan tempat pijakan hewan berada dalam posisi terkunci atau rapat.

Diletakkan kandang tikus (2) pada penopang pijakan hewan (11), kemudian diitutup menggunakan penutup (1) dengan cara memutar searah jarum jam.

Dipasang kotak makan (3) dengan cara meletakkan kotak makan pada slide yang tersedia di kandang (2).

Dipasanglah terlebih dahulu penyangga botol (10) pada kandang (2).

Diletakkan botol minum (9) pada lubang yang tersedia. Air minum yang jatuh akan dikoleksi pada tabung koleksi (12)

Dipastikan kandang yang dirakit dalam posisi terkunci dengan cara memastikan keamanan kandang dengan memutar bagian kandang searah jarum jam

Diletakkan tabung yang digunakan untuk koleksi urin (15) pada bagian tengah bawah kandang

Dimasukkan mencit ke dalam kandang metabolik


HASIL PENGAMATAN

Berat mencit sesudah = 29 gram

Berat badan mencit 29 gram


Jumlah pakan yang diberikan 25 gram
Jumlah minum yang diberikan 50 ml
Sisa pakan pada kandang. 14,5 gram.
Pakan yang dikonsumsi. 15,5 gram.
Sisa minum pada kandang. 45 ml
Minum yang dikonsumsi. 5 ml
Jumlah feses yang dikeluarkan mencit 1 gram
Jumlah urin yang dikeluarkan mencit 0,9 ml

ANALISA DATA

Berdasarkan praktikum yang dilaksanakan pada hari kamis tanggal 4 Oktober 2018
dengan menggunakan mencit yang sudah diletakkan ke dalam kandang metabolik dan ditinggal
selama satu hari di green house Biologi FMIPA UM. Lalu esok hari nya pengamatan pada
tanggal 5 Oktober 2018 didapatkan hasil, berat badan mencit menjadi 29 gram, dengan jumlah
pakan yang sebelumnya diberikan sejumlah 25 gram dan jumlah air yang diberikan sebanyak
50ml. Lalu dilakukan pengecekan terhadap pakan, bobot pakan mencit di dalam kandang
metabolik masih sebanyak 14,5 gram berarti mencit memakan makanannya sejumlah 15,5 gram.
Selanjutnya, dilakukan pengecekan terhadap minuman, di kandang metabolik masih tersisa 45
ml sisa minum berarti mencit hanya mengkonsumsi sejumlah 5 ml air. Selanjutnya, dilakukan
pengecekan terhadap feses, feses yang dikeluarkan sebanyak 1 gram dan urin yang dihasilkan
sebanyak 0,9 ml.
PEMBAHASAN
Hewan percobaan yang digunakan pada praktikum ini adalah mencit putih. Para ahli
banyak menggunakan mencit untuk hewan percobaan, disamping mempunyai struktur fisiologis
yang mirip dengan manusia, penggunaan mencit sebagai hewan percobaan juga mempunyai
beberapa keuntungan seperti pemeliharaannya yang mudah dan harganya yang relatif murah.
Pemilihan tikus sebagai percobaan selain di dasarkan pada alasan ekonomis dan praktis terlebih
lagi pada pengetahuan tentang fisiologi, anatomi, genetik dan perangainya sehingga hasil yang
bermakna yang dapat di peroleh dari tikus jika di interpretasikan dengan baik dapat diramalkan
kemungkinan pada manusia (Arifin. DKK, 2007).
Pencernaan adalah proses perubahan fisik dan kimia yang dialami oleh bahan pakan
dalam alat pencernaan. Proses tersebut meliputi : pencernaan mekanik yang terjadi di mulut
oleh gigi sehingga bahan pakan menjadi berukuran kecil, pencernaan hidrolitik di dalam perut
dan usus dimana bahan makanan diuraikan menjadi molekul sederhana oleh enzim-enzim
pencernaan serta yang terakhir adalah pencernaan fermentative (Tillman. DKK, 1989).
Aspek perkandangan merupakan salah satu hal yang penting dalam manajemen
pemeliharaan karena dengan menciptakan perkandangan yang baik dapat memberikan
kenyamanan terhadap mencit sehingga performanya menjadi meningkat (Smith, J.B dan S.
Mangkoewidjojo, 1988).
Mengukur berat badan awal dan akhir merupakan hal yang penting dalam mengukur
pertumbuhan. Berat badan mencit awal 29 gram, dan berat badan akhir mencit 29 gram. Jumlah
pakan awal yang diberikan 25 gram, sisa pakannya setelah 22 jam sebanyak 14,5 gram berarti
jumlah pakan yang dikonsumsi sebanyak 10,5 gram. Jumlah minum awal yang diberikan 50 ml,
sisa minuman setelah 22 jam sebanyak 45 ml berarti jumlah minum yang dikonsumsi sebanyak
5 ml. Jumlah feses yang dikeluarkan mencit sebesar 1 gram dan jumlah urin yang dikeluarkan
sebanyak 0,9 ml.
Namun, hal ini berbanding terbalik dengan teori yang ada. Kebutuhan pakan bagi seekor
tikus setiap harinya kurang lebih sebanyak 10% dari bobot tubuhnya jika pakan tersebut berupa
pakan kering dan dapat ditingkatkan sampai 15% dari bobot tubuhnya jika pakan yang
dikonsumsi berupa pakan basah. Kebutuhan minum seekor tikus setiap hari kira-kira 15-30 ml
air. Jumlah ini dapat berkurang jika pakan yang dikonsumsi sudah banyak mengandung air
(Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Rata-rata pemberian pakan harian untuk tikus selama
periode pertumbuhan dan reproduksi mendekati 15-20 g untuk jantan dan 10-15 g untuk betina
(National Research Council, 1978).
Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa pada kondisi dimana pakan
diberikan dalam jumlah yang sangat terbatas maka tikus dapat mengurangi konsumsi energinya,
tetapi jika nafsu makan berlebih, tikus dapat meningkatkan penggantian energi. Adapun kriteria
yang umum digunakan dalam memperkirakan kecukupan nutrisi makanan antara lain
pertumbuhan, reproduksi, pola tingkah laku, kesediaan nutrisi, aktivitas enzim, histologi
jaringan dan kandungan asam amino serta protein dalam jaringan (National Research Council,
1978). Tidak semua energi yang dikonsumsi dapat dicerna dan diserap oleh tubuh , energi yang
tidak terpakai dikeluarkan melalui feses dan urin (Anggorodi, 1994). Selain energi, zat nutrisi
yang biasanya sangat diperhatikan kebutuhannya dalam penyusunan pakan adalah protein.
Konsumsi pakan merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan kehidupan
pokok dan produksi, karena dengan mengetahui tingkat konsumsi maka akan dapat ditentukan
kadar suatu zat makanan dalam ransum guna memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi.
Bobot badan individu, individu hewan, tipe dan tingkat produksi, jenis pakan dan faktor
lingkungan merupakan hal yang mempengaruhi konsumsi pakan (Church, 1979). Selain itu
palatabilitas pakan, cita rasa, tekstur, ukuran dan konsistensi pakan juga turut mempengaruhi
tingkat konsumsi pakan (Wiseman dan Cole, 1990).
Selanjutnya Tillman (1989) menyatakan bahwa hewan akan mencapai tingkat
penampilan produksi tertinggi sesuai dengan potensi genetiknya apabila memperoleh zat-zat
makanan yang dibutuhkan. Sifat dan komposisi pakan juga akan turut mempengaruhi tingkat
konsumsi. Pakan yang berkualitas baik akan memiliki tingkat konsumsi yang relatif tinggi bila
dibandingkan dengan pakan berkualitas rendah. Kualitas pakan dapat dilihat dari kandungan zat
makanan dan palatabilitasnya.
Kecernaan makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : jenis hewan,
komposisi makanan, cara pengolahan makanan dan jumlah pakan yang dikonsumsi oleh hewan
(McDonald, 1980). Pertambahan bobot badan juga dapat digunakan untuk menilai kualitas
bahan makanan ternak. Pertambahan bobot badan yang diperoleh dari percobaan pada ternak
merupakan hasil dari zat-zat makanan yang dikonsumsi (Church dan Pond, 1988). Faktor
lingkungan memegang peranan penting dalam mempengaruhi pertambahan bobot badan,
terutama keseimbangan energi dan protein serta zat-zat pakan lainnya yang terkandung dalam
pakan. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tikus putih salah satunya adalah kualitas
pakan.
Aktivitas makan pada masing-masing mencit jantan, yaitu mencit jantan dewasa 18%,
mencit jantan remaja 13%, dan mencit jantan anak 21%. Pada aktivitas ini, mencit jantan anak
memiliki frekuensi tertinggi. Mencit membutuhkan energi dari makanan untuk pemeliharaan
tubuh. Aktivitas makan yang tinggi ini bertujuan untuk mengatasi apabila tidak terdapat
makanan. Mencit harus berinvestasi lebih banyak makan (disimpang dalam bentuk lemak)
sebagai strategi fisiologis untuk mengalokasikan energi dan asupan nutrisi untuk pertumbuhan
(Speakman 2008).
Setelah aktivitas makan, mencit jantan melakukan aktivitas minum. Sama halnya
dengan makan, minum juga memiliki fungsi, yaitu mengurangi rasa haus mencit karena pelet
yang dimakan menyerap sebagian besar air (Bachmanov et al. 2002). Berdasarkan Gambar 3,
frekuensi aktivitas minum mencit jantan sama, yaitu 1%. Selain untuk keperluan pemeliharaan
tubuh dalam proses pertumbuhan dan fisiologis, kedua aktivitas ini dibutuhkan untuk
melakukan aktivitas lain.
SIMPULAN

Kesimpulan pada praktikum profil kandang metabolik adalah cara penggunaan dan
perangkaian kandang metabolik dengan benar sangat penting dalam tata letak wadah
pemberian makan dan minum serte tempat koleksi sampel pakan, minum, urine, dan feses
mencit.
DAFTAR RUJUKAN

Anggorodi, H. R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Arifin, Helmi ., Delvita, Vivi ., A, Almahdy. 2007. Pengaruh Pemberian Vitamin C terhadap
Fetus pada Mencit Diabetes. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi; vol. 12 no. 1
halaman: 32-40
Bachmanov AA, Danielle RR, Gary KB, Michael GT. 2002. Food Intake, Water Intake, and
Drinking Spout Side Preference of 28 Mouse Strains. Behav Genet, 32(6): 435–443
Church, D.C. 1979. Digestive Physiology and Nutrition of Ruminant. Vol :1
Second Edition. John Wiley and Sons. New York
Huneke RB. 2012. Guinea Pigs: Basic experimental methods. In: The Laboratory Rabbit,
Guinea Pig, Hamster, and Other Rodents. (Suckow MA, Stevens KA, and Wilson RP
Eds). Elsevier, pp.621-637
National Research Council. 1995. Nutrient Requirement of Laboratory Animals. Fourth Ed.
National Academy Press, Washington

Schanaider A, Silva PC. 2004. Use of animals in experimental surgery. Acta Cir Bras.19:
441–447.

Smith, J.B dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan Pembiakan dan Penggunaan Hewan
Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia Press, Jakarta
Speakman JR. 2008. The physiological costs of reproduction in small mammals. Phil. Trans.
R. Soc. B, 363: 375–398

Patterson-Kane EG. 2002. Cage size preference in laboratory rats. Journal of Applied Animal
Welfare Science 5 (1): 63 – 72

Tillman, A.D ., H.Hartadi., S.Reksohadiprodjo ., S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1989.


Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yoguakarta
Wiseman, J. and Cole, P. J. A. 1990. Feedstuff Evaluation. Cambridge: University Press

Anda mungkin juga menyukai