Disusun oleh:
2015
SEDIAAN KRIM DENGAN BAHAN AKTIF GENTAMISIN
SULFAT DENGAN KADAR 0,1%
I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mampu menentuan formula dan mengevaluasi dengan tepat sediaan krim
dengan bahan aktif gentamisin sulfat.
II. LATAR BELAKANG
Pada praktikum ini akan dibuat sediaan krim dengan bahan aktif gentamisin sulfat.
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut
atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Kemenkes RI, 2014). Krim merupakan istilah
yang digunakan dalam dunia farmasi, kedokteran dan kosmetik. Krim biasanya digunakan
untu pemakaian pada kulit atau membran mukosa. Krim adalah sediaan solid kental,
umumnya berupa emulsi M/A (krim berair) atau emulsi A/M (krim berminyak) (The Council
of The Royal Pharmaceutical Society of Great Britain, 1994). Pada praktikum ini dibuat krim
tipe air dalam minyak. Karena bahan aktif yang digunakan memiliki kelarutan yang larut
dalam air, sehingga bahan aktif disimpan dalam fase dalam yaitu air.
Beberapa keuntungan sediaan krim yaitu mudah dipakai, mudah dicuci dan
dihilangkan dari kulit dan pakaian, tidak lengket untuk tipe minyak dalam air dan
memberikan dispersi obat yang baik pada permukaan kulit.
Gentamisin adalah antibiotik golongan aminoglikosida yang bersifat bakterisida
terhadap banyak bakteri aerob, gram-negatif dan terhadap beberapa strain stafilokokus.
Dalam sel, aminoglikosida mengikat sub unit ribosom 30S, dan sampai batas tertentu untuk
sub unnit ribosom 50S, menghambat sintesis protein dan menghasilkan kesalahan dalam
transkripsi kode genetik bakteri. Organisme patogen berikut biasanya sensitif terhadap
gentamisin, diantaranya: strain Gram-negatif, spesies Brucella, Calymmatobacterium,
Campylobacter, Citrobacter, Escherichia, Enterobacter, Francisella, Klebsiella, Proteus,
Providencia, Pseudomonas, Serratia, Vibrio, Yersini dan Neisseria. Di antara organisme
Gram-positif seperti strain Staphylococcus aureus, Listeria monocytogenes dan beberapa
strain Staphylococcus epidermidis, Enterococci dan Streptococcus. (Sweetman, 2009).
Gentamisin juga telah diterapkan untuk pemakaian topikal pada infeksi kulit
digunakan gentamisin dengan konsentrasi 0,1%, kadar tersebut merupakan kadar yang
disarankan, tetapi penggunaan tersebut juga dapat menyebabkan timbulnya resistensi.
Konsentrasi 0,3% digunakan dalam penggunaansediaan topikal untuk mata dan telinga
(Sweetman, 2009).
Sediaan ditujukan untuk penggunaan topikal pada kulit dan gentamisin sulfat sebagai
bahan aktif memiliki kelarutan yang larut dalam air (Kemenkes RI, 2014), maka dibuat
sediaan krim tipe air dalam minyak agar bahan aktif yaitu gentamisin berada di fase dalam
yaitu air. Selain itu bahan aktif memiliki pemerian yang tidak berbau, untuk menambah nilai
tampilan dalam hal aroma dan untuk meningkatkan akseptabilitas pasien maka pada sediaan
ditambahkan pengaroma.
Dosis pemakaian krim gentamisin sulfat yaitu 2 sampai 3 kali sehari, dioleskan
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1978).
Struktur
(Martindale
36th ed. 2009, p: 282)
Rumus
molekul
Kelarutan Larut dalam air; tidak larut dalam etanol, dalam aseton, dalam
kloroform, dalam eter dan dalam benzen. (FI V hlm. 491)
Kelarutan Parafin Cair tidak larut dalam air, dan dalam etanol; larut
dalam minyak menguap; dapat bercampur dengan minyak
lemak; tidak bercampur dengan minyak jarak. (FI V hlm.869)
3. Cetostearyl Alkohol
Struktur Tidak ditemukan dalam literatur Martindale 36th ed. 2009, JP 15th
ed., BP ed. 2009, FI V, European pharm 5th ed., USP 30-NF 25,
TPC 12th ed. 1992.
Pemerian Massa putih atau warna krem, serpihan, pellet, atau granul.
Mempunyai karakteristik aroma manis yang lemah. Pada
pemanasan, cetostearil alcohol melebur menjadi cairan bebas
bahan tersuspensi, jernih, tidak berwarna atau kuning pucat.
(HOPE 6th ed. 2009 p: 150)
Kelarutan Larut dalam etanol (95%), eter dan minyak; praktis tidak larut
dalam air. (HOPE 6th ed. 2009 p: 150)
Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik, jauh dari oksidator kuat, di tempat
sejuk dan kering. (HOPE 6th ed. 2009 p: 150)
4. Cetomacrogolum 1000
Sinonim Collone NI; Crodex N; Emulgade 1000 NI; Ester Wax NF;
Lipowax P; Masurf Emulsifying Wax NF; Permulgin D;
Polawax; Ritachol 2000; T-Wax. (HOPE 6th ed. 2009 p: 777)
Struktur
(http://apps.who.int/phint/en/p/docf/)
Pemerian Putih atau putih pucat lilin padat atau serpihan yang mencair
ketika dipanaskan untuk memberikan cairan hampir tidak
berwarna yang jelas. Lilin pengemulsi nonionik memiliki bau
samar dari setostearil alkohol. (HOPE 6th ed. 2009 p: 777)
Kelarutan Praktis tidak larut dalam air (formula emulsi), larut dalam alkohol
dan mudah larut dalam eter, kloroform, lebih larut dalam pada
pelarut hidrokarbon dan aerosol propellants. (HOPE 6th ed. 2009
p: 777)
Struktur
Zat Na-EDTA
Struktur
Titik lebur Dekomposisi pada 2528ºC untuk dihidrat. (HOPE 6th ed. 2009
p: 243)
Pemerian Kristal putih, bubuk, tidak berbau dengan rasa sedikit asam.
(HOPE 6th ed. 2009 p: 243)
Kelarutan Na-EDTA praktis tidak larut dalam dalam kloroform dan eter,
sedikit larut dalam etanol (95%), 1 bagian larut dalam 11
bagian air. (HOPE 6th ed. 2009 p: 243)
7. Vaselin Album
Struktur -
Rumus -
molekul
Pemerian Masa lunak, lengket, bening, putih; sifat ini tetap setelah zat
dileburkan dan dibiarkan hingga dingin tanpa diaduk.
Berfluoresensi lemah, juga jika dicairkan; tidak berbau; hampir
tidak berasa.
Kelarutan Praktis tidak larut dalam aseton, etanol. Etanol (95%) panas atau
dingin, gliserin, dan air ; larut dalam benzene, karbon disulfide,
kloroform, eter, heksana, dan minyak atsiri.
8. Propilen glikol
Struktur
Kelarutan Larut dalam aseton, kloroform, etanol 95%, glisein, air, larut
pada 1 dalam 6 bagian eter, tidak larut dalam minyak mineral
ringan atau minyak tetap, tetapi akan melarutkan beberapa
mintak esensial. (HOPE 6th ed. 2009 p: 592)
Stabilitas Pada suhu dingin, propilen glikol stabil dalam wadah yang
tertutup, tetapi pada suhu tinggi, ditempat terbuka cenderung
mengoksidasi sehinggal menimbulkan produk seperti
propionaldehida, asam laktat, asam piruvat, asam asetat.
Propilen glikol secara kimiawi stabil bila dicampur dengan
etanol 95%, gliserin, air. Larutan dalam air dapat disterilkan
dengan autoklaf. Propilen glikol higroskopis dan harus
disimpan dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya,
ditempat sejuk dan kering. (HOPE 6th ed. 2009 p: 593)
parenteral : 10-60%
Zat Metilparaben
Struktur
Pemerian Hablur kecil, tidak berwara atau serbuk hablur, putih; tidak
berbau atau berbau khas lemah; sedikit rasa terbakar. (FI V
hlm.856)
Kelarutan Sukar larut dalam air, dalam benzen dan dalam karbon
tetraklorida; mudah larut dalam etanol dan dalam eter. (FI IV
hlm.856)
Kadar Pada sediaan oral dan suspensi : 0,015-0,2% (HOPE 6th ed.
penggunaan 2009 p: 442)
10. Propilparaben
Zat Propilparaben
Struktur
Pemerian Serbuk atau hablur kecil, tidak berwarna. (FI V hlm. 1072)
Kelarutan Sangat sukar larut dalam air, sukar larut dalam air mendidih,
mudah larut dalam etanol dan dalam eter. (FI V hlm. 1072)
Kadar Larutan oral dan suspensi : 0,01-0,02%. (HOPE 6th ed. 2009
penggunaan p: 596)
11. Water
Zat Water
Struktur H H
Pemerian Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa.
(HOPE 6thed. 2009 p: 766)
SPESIFIKASI SEDIAAN
DOSIS
2 sampai 3 kali sehari setelah mandi, dioleskan. (Fornas edisi II 1978 hlm. 135)
TINJAUAN PUSTAKA
Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (mengandung air tidak
kurang dari 60%). Krim ada dua tipe yakni krim tipe M/A dan tipe A/M. Krim yang dapat
dicuci dengan air (M/A), ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat
digunakan untuk pemberian obat melalui vagina (Syamsuni, 2006).
Stabilitas krim akan rusak jika sistem campurannya terganggu oleh perubahan suhu
dan perubahan suhu dan perubahan komposisi ( adanya penambahan salah satu fase secara
berlebihan). Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika sesuai pengenceran yang cocok,
yang harus dilakukan dengan teknik aseptis. Krim yang sudah diencerkan harus digunakan
dalam waktu 1 (satu) bulan (Syamsuni, 2006).
Basis pada krim dan salep adalah sama, terbagi menjadi 4 kelompok, yaitu:
Basis hidrokarbon juga dikenal sebagai basis berminyak, bebas air, inkoporasi air
hanya dalam jumlah kecil dan dengan kondisi yang cukup sulit. Peran utama untuk basis ini
meliputi efek emuliensa (melunakkan), dapat bertahan pada kulit untuk periode waktu yang
cukup lama, mencegah penguapan kelengasan kelembaban dari kulit menuju atmosfer dan
tidak mudah tercuci. Basis hidrokarbon berkerja pula sebagai pembalut oklusif sehingga
meningkatkan hidrasi kulit dengan cara menurunkan kecepatan hilangnya air permukaan.
Juga tidak mengering atau berubah pada proses penuaan. Basis hidrokarbon semisolida
meliputi hidrokarbon cair C16 hingga C30 rantai lurus dan bercabang, terjerat dalam matriks
kristal halus dari hidrokarbon solida berbobot molekul tinggi.
Basis absorpsi bersifat hidrofilik, material anhidrous atau basis hidrous (emulsi A/M)
yang mempunyai kemampuan mengabsorpsi air tambahan. Dengan penambahan lanolin,
lanolin isolat, kolesterol, lanosterol atau sterol terasetilasi membuat basis hidrokarbon
menjadi hidrofil. Campuran hidrofil tersebut dikenal sebagai basis absorpsi, hanya saja kata
absorpsi kurang tepat. Walaupun basis mengabsorpsi larutan air dianggap emulsi A/M,
sebetulnya basis absorpsi tidak mengabsorpsi air pada saat berkontak, hanya sesudah cukup
diagitasi basis absorpsi menjadi salap konvesional yang mengandung pengemulsi A/M dalam
jumlah yang cukup besar.
Kelompok ini merupakan basis emulsi yang luas digunakan karena dapat tercuci dari
kulit atau pakaian dengan air. Dapat mengandung komponen larut air atau tidak larut air. Dari
sudut teurapeutik, basis tercuci air menunjukkan kemampuan mengabsorpsi buangan serum
(serous) pada kondisi dermatologi.
Basis tercuci air membentuk lapis tipis (film) semi permeabel pada lokasi aplikasi sesudah
penguapan air. Dalam hal ini basis terdiri dari 3 bagian komponen; fasa minyak, pengemulsi,
dan fasa air. Fasa minyak merupakan fasa internal, terdiri dari petrolatum atau liquid
petrolatum. Komponen lain yang ditambahkan ke dalam fasa minyak, seperti setil dan stearil
alkohol, membentuk fasa minyak secara menyeluruh.
Basis ini hanya mengandung komponen larut air. Basis larut air diacu juga sebagai
bebas lemak (minyak) karena tidak mengandung minyak (oleagenious). Inkoporasi larutan air
sulit dilakukan karena sistem akan segera melunak dengan penambahan air, baik digunakan
untuk bahan nonair maupun bahan padat. Mayoritas komponen basis terdiri dari
polietilenglikol yang merupakan basis larut air (Agoes, 2012).
Penggolongan Krim
Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau disperse mikrokristal asam–asam
lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih
ditujukan untuk pemakain kosmetika dan estetika. Krim dapat juga digunakan untuk
pemberian obat melalui vaginal. Ada 2 tipe krim yaitu krim tipe minyak dalam air (m/a) dan
krim tipe air dalam minyak (a/m). Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis
dan sifat krim yang dikehendaki. Untuk krim tipe a/m digunakan sabun polivalen, span, adeps
lanae, kolsterol dan cera. Sedangkan untuk krim tipe m/a digunakan sabun monovalen,
seperti trietanolamin, natrium stearat, kalium stearat dan ammonium stearat. Selain itu juga
dipakai tween, natrium lauryl sulfat, kuning telur, gelatinum, caseinum, cmc dan
emulygidum. Kestabilan krim akan terganggu/rusak jika sistem campurannya terganggu,
terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi yang disebabkan
perubahan salah satu fase secara berlebihan atau zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu
sama lain.
Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencernya yang cocok dan
dilakukan dengan teknik aseptic. Krim yang sudah diencerkan harus digunakan dalam jangka
waktu 1 bulan. Sebagai pengawet pada krim umumnya digunakan metil paraben (nipagin)
dengan kadar 0,12% hingga 0,18% atau propil paraben (nipasol) dengan kadar 0,02% hingga
0,05%. Penyimpanan krim dilakukan dalam wadah tertutup baik atau tube ditempat sejuk,
penandaan pada etiket harus juga tertera ’’obat luar’’. Cream M/A Biasanya digunakan pada
kulit, mudah dicuci, sebagai pembawa dipakai pengemulsi campuran surfaktan. Sistem
surfaktan ini juga bisa mengatur konsistensi. Campuran Pengemulsi Yang Sering Dipakai :
Sifat Emulsi M/A Untuk Basis Cream : Dapat diencerkan dengan air. Mudah dicuci
dan tidak berbekas. Untuk mencegah terjadinya pengendapan zat maka ditambahkan zat yang
mudah bercampur dengan air tetapi tidak menguap (propilen glikol). Formulasi yang baik
adalah cream yang dapat mendeposit lemak dan senyawa pelembab lain sehingga membantu
hidrasi kulit. Cream A/M Konsistensi dapat bervariasi, sangat tergantung pada komposisi
fasa minyak & fasa cair. Cream ini mengandung zat pengemulsi A/M yang spesisifik, seperti
: Ester asam lemak dengan sorbitol. Garam– garam dari asam lemak dengan logam bevalensi
(Ansel, 1989).
Bahan tambahan; Untuk sediaan semi solid agar peningkatan penetrasi pada
kulit:
- Zat untuk memperbaiki konsistensi Konsistensi
Sediaan topikal diatur untuk mendapatkan bioavabilitas yang maksimal, selain itu
juga dimaksudkan untuk mendapatkan formula yang “estetis” dan “acceptable”. Konsistensi
yang disukai umumnya adalah sediaan yang dioleskan, tidak meninggalkan bekas, tidak
terlalu melekat dan berlemak. Hal yang penting lain adalah mudah dikeluarkan dari tube.
Perbaikan konsistensi dapat dilakukan dengan mengatur komponen sediaan emulsi
diperhatikan ratio perbandingan fasa. Untuk krim adalah jumlah konsentrat campuran zat
pengemulsi.
- Zat pengawet.
Pengawet yang dimaksudkan adalah zat yang ditambahkan dan dimaksudkan untuk
meningkatkan stabilitas sediaan dengan mencegah terjadinya kontaminasi mikroorganisme.
Karena pada sediaan krim mengandung fase air dan lemak maka pada sediaan ini mudah
ditumbuhi bakteri dan jamur. Oleh karena itu perlu penambahan zat yang dapat mencegah
pertumbuhan mikroorganisme tersebut. Zat pengawet yang digunakan umumnya metil
paraben 0.12 % sampai 0,18 % atau propil paraben 0,02% - 0,05 %.
- Pendapar
Pendapar dimaksudkan untuk mempertahankan pH sediaan untuk menjaga stabilitas
sediaan. pH dipilih berdasarkan stabilitas bahan aktif. Pemilihan pendapar harus
diperhitungkan ketercampurannya dengan bahan lainnya yang terdapat dalam sediaan,
terutama pH efektif untuk pengawet. Perubahan pH sediaan dapat terjadi karena: perubahan
kimia zat aktif atau zat tambahan dalam sediaan pada penyimpanan karena mungkin
pengaruh pembawa atau lingkungan. Kontaminasi logam pada proses produksi atau wadah
(tube) seringkali merupakan katalisator bagi pertumbuhan kimia dari bahan sediaan.
- Pelembab
Pelembab atau humectan ditambahkan dalam sediaan topical dimaksudkan untuk
meningkatkan hidrasi kulit. Hidrasi pada kulit menyebabkan jaringan menjadi lunak,
mengembang dan tidak berkeriput sehingga penetrasi zat akan lebih efektif. Contoh zat
tambahan ini adalah: gliserol, PEG, sorbitol.
- Pengompleks (sequestering)
Pengompleks adalah zat yang ditambahkan dengan tujuan zat ini dapat membentuk
kompleks dengan logam yang mungkin terdapat dalam sediaan, timbul pada proses
pembuatan atau pada penyimpanan karena wadah yang kurang baik. Contoh : Sitrat, EDTA,
dsb.
- Anti Oksidan
Antioksidan dimaksudkan untuk mencegah tejadinya ketengikan akibat oksidasi oleh
cahaya pada minyak tidak jenuh yang sifatnya autooksidasi, antioksidan terbagi atas : a. Anti
oksidan sejati (anti oksigen) Kerjanya: mencegah oksidasi dengan cara bereaksi dengan
radikal bebas dan mencegah reaksi cincin. Contoh: tokoferol, alkil gallat, BHA, BHT. b. Anti
oksidan sebagai agen produksi. Zat-zat ini mempunyai potensial reduksi lebih tinggi sehingga
lebih mudah teroksidasi dibandingkan zat yang lain kadang–kadang bekerja dengan cara
bereaksi dengan radikal bebas. Contoh; garam Na dan K dari asam sulfit. c. Anti oksidan
sinergis. Yaitu senyawa yang bersifat membentuk kompleks dengan logam, karena adanya
sedikit logam dapat merupakan katalisator reaksi oksidasi. Contoh: sitrat, tartrat, EDTA.
- Peningkat Penetrasi.
Zat tambahan ini dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah zat yang terpenetrasi agar
dapat digunakan untuk tujuan pengobatan sistemik lewat dermal (kulit).
Syarat-syarat:
- Tidak mempunyai efek farmakologi.
- Tidak menyebabkan iritasi alergi atau toksik.
- Bekerja secara cepat dengan efek terduga (dapat diramalkan).
- Dapat dihilangkan dari kulit secara normal.
- Tidak mempengaruhi cairan tubuh, elektrolit dan zat endogen lainnya.
- Dapat bercampur secara fisika dan kimia dengan banyak zat.
- Dapat berfungsi sebagai pelarut obat dengan baik.
- Dapat menyebar pada kulit.
- Dapat dibuat sebagai bentuk sediaan.
- Tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa.
Metode Pembuatan
- Metode Pelelehan ( fusion)
Zat khasiat maupun pembawa dilelehkan bersama-sama, setelah meleleh diaduk
sampai dingin. Yang harus diperhatikan: kestabilan zat khasiat.
- Metode Triturasi
Zat yng tidak larut dicampur dengan sedikit basis, sisa basis ditambahkan terakhir. Di
sini dapat juga digunakan bantuan zat organik untuk melarutkan zat khasiatnya. Pada skala
industri dibuat dalam skala batch yang cukup besar dan keberhasilan produksi sangat
tergantung dari tahap-tahap pembuatan dan proses pemindahan dari satu tahap pembuatan ke
tahap yang lain. Untuk menjaga stabilitas zat berkhasiat pada penyimpanan perlu
diperhatikan, antara lain: . Kondisi temperatur /suhu . Kontaminasi dengan kotoran .
Kemungkinan hilangnya komponen yang mudah menguap (Ansel, 1989).
V. PENIMBANGAN
Dibuat sediaan 5 tube (@ 5 gram)
= 5 g × 5 tube
= 25 g
5
= 25 g + ( × 25 g)
100
= 25 g + 1,25 g
= 26,25 g
= 0,02625 g ~ 0,026 g
2. BHT 0,01 g
= x 26,25 g
100 g
= 0,002625 g ~ 0,0026 g
3. Metilparaben 0,1% 0,1 g
= 100 g x 26,25 g
= 0,02625 g ~ 0,026 g
Kelarutan dalam PPG 1 : 5 (HOPE 6th ed. 2009, p. 443)
= 0,026 g x 5
= 0,13 g
4. Propilparaben 0,01 g
= x 26,25 g
100 g
0,01%
= 0,002625 g ~ 0,0026 g
Kelarutan dalam PPG 1 : 3,9 (HOPE 6th ed. 2009, p. 443)
= 0,0026 g x 3,9
= 0,01014 g ~ 0,01 g
5. Basis krim = 26,25 g − (0,026 g + 0,0026 g + 0,026 g + 0,13 g
+ 0,0026 g + 0,01 g)
= 26,25 g − 0,1972 g
= 26,05 g ~ 26 g
Basis krim 20
= 26 g + ( x 26 g)
dilebihkan 20% 100
= 26 g + 5,2 g
(Metode triturasi)
= 31,2 g
= 1,56 g
Cetostearil alkohol = 5 g x 31,2 g
100 g
5%
= 1,56 g
Cetomakrogolum 3g
= 100 g x 31,2 g
1000/Emulsifying
= 0,936 g ~ 0,94 g
wax 3%
Na-EDTA 0,05% 0,05 g
= x 31,2 g
100 g
= 0,0156 g ~ 0,016 g
Basis sebelum = (vaselin album + parafin cair + cetostearil alkohol
ditambah 20% + cetomakrogolum 1000 + Na − EDTA)
× total sediaan
= (25% + 5% + 5% + 3% + 0,05%) × 26,25 g
= 38,05% × 26,25 g
38,05
= x 26,25 g
100
= 9,98 g ~ 10 g
6. Aquadest = 26,25 g − (0,026 g + 0,0026 g + 0,026 g + 0,13 g
+ 0,0026 g + 0,01 g + 10 g)
= 26,25 g − 10,1972 g
= 16,05 g ~ 16,1 g
Aquadest 20
= 16,1 g + ( x 16,1 g)
dilebihkan 20% 100
= 16,1 g + 3,22 g
= 19,32 g ~ 19,32 ml
KIMIA
Menunjukkan
maksimum hanya
pada bilangan
gelombang yang
Spektrum serapan inframerah sama seperti pada
Identifikasi
11. zat yang didispersikan dalam 1 tube Dispensasi gentamisin sulfat
zar aktif kalium bromida P. (FI V, hlm. BPFI. Menunjukkan
482) rekasi sulfat seperti
pada uji identifikasi
umum. (FI V, hlm.
482)
VIII. PEMBAHASAN
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat
terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Kemenkes RI, 2014). Krim ada dua
tipe yakni krim tipe M/A dan tipe A/M. Krim yang dapat dicuci dengan air (M/A), ditujukan
untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan untuk pemberian obat
melalui vagina (Syamsuni, 2006). Pada praktikum ini dibuat krim tipe air dalam minyak,
karena bahan aktif yang digunakan bersifat larut air sehingga bahan aktif diinginkan berada
di fase dalam yaitu air.
Krim terdiri atas dua fase terpisah yaitu air dan minyak, sehingga diperlukan
penambahan suatu emulgator yang dapat menyatukan kedua fase yang tidak saling bercampur
tersebut menjadi emulsi yang homogen dan stabil. Untuk mencegah penggabungan kembali
globul-globul minyak, dengan membentuk lapisam film diantara globul-globul tersebut
sehingga proses penggabungan menjadi terhalang, pada formulasi sediaan krim gentamisin
sulfat ditambahkan emulgator yaitu cetostearil alkohol dan cotemacrogolum 1000.
Penambahan basis krim cetostearyl alkohol dan cetomacrogolum 1000 dikarenakan sediaan
krim yang dibuat adalah tipe air dalam minyak. Cetostearyl alkohol dan cetomacrogolum
1000 merupakan emulgator yang cocok untuk krim tipe air dalam minyak.
Gentamisin juga telah diterapkan untuk pemakaian topikal pada infeksi kulit
digunakan gentamisin dengan konsentrasi 0,1%, kadar tersebut merupakan kadar yang
disarankan, tetapi penggunaan tersebut juga dapat menyebabkan timbulnya resistensi.
Konsentrasi 0,3% digunakan dalam penggunaansediaan topikal untuk mata dan telinga
(Sweetman, 2009). Dosis pemakaian krim gentamisin sulfat yaitu 2 sampai 3 kali sehari,
dioleskan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1978). Pemakaian krim disarankan
setelah mandi karena pada keadaan tersebut kondisi kulit masih lembab dan sel-sel mati pada
kulit sudah dibersihkan, sehingga kulit akan lebih mudah mengabsorpsi.
Absorpsi bahan dari luar kulit ke posisi bawah kulit tercakup masuk ke dalam aliran
darah, disebut sebagai absorpsi perkutan. Pada umunya, absorpsi perkutan dari bahan obat
ada pada preparat dermatologi seperti cairan, gel, salep, krim atau pasta tidak hanya
bergantung pada sifat kimia dan fisika dari bahan obat saja, tapi juga pada sifat apabila
dimasukkan ke dalam pembawa farmasetika dan pada kondisi dari kulit. Cukup dikenal
bahwa walaupun pembawa farmasetika tidak dapat lebih jauh menembus kulit, atau
membawa bahan obat melalui kulit, terhadap kadar dan tingkat penembus kulit, pembawa
tidak mempengaruhi laju dan derajat penetrasi zat obat, dan derajat serta laju penetrasi variasi
dengan berbedanya obat dan berbedanya pembawa. Oleh karena itu untuk absorpsi perkutan
dan efektivitas teurapeutik, tiap kombinasi obat harus diuji secara sendiri-sendiri (Ansel,
1989).
Pada permukaan kulit ada lapisan dari bahan yang diemulsikan terdiri dari campuran
kompleks dari cairan berlemak, keringat dan lapisan tanduk yang dapat terkelupas, yang
terakhir dari lapisan sel epidermis yang tealah mati yang disebut “lapisan tanduk” atau
stratum corneum dan letaknya langsung dibawah lapisan yang diemulsikan. Dibawah lapisan
tanduk yang teratur terdapat “lapisan penghalang” epidermis yang hidup atau “stratum
germinativum”, dan dermis atau kulit sesungguhnya (Ansel, 1989).
Pembuluh darah kapiler dan serabut-serabut syaraf timbul dari jaringan lemak
subkutan masuk ke dalam dermis dan sampai pada epidermis. Kelenjar keringat berada pada
jaringan subkutan menghasilkan produknya dengan cara pembuluh keringat menemukan
jalannya ke permukaan kulit. Kelenjar lemak dan folikel rambut yang berpangkal pada
dermis dan lapisan subkutan juga menemukan jalannya ke permukaan dan nampak seperti
pembuluh dan rambut berturut-turut (Ansel, 1989).
Mungkin obat dapat berpenetrasi kulit yang utuh setelah pemakaian topikal melalui
dinding folikel rambut, kelenjar keringat atau kelenjar lemak atau antara sel-sel dari selaput
tanduk. Sebenarnya bahan obat yang dipakai mudah memasuki kulit yang rusak atau pecah-
pecah, akan tetapi sesungguhnya penetrasi semacam itu bukan absorpsi perkutan yang benar
(Ansel, 1989).
Apabila kulit utuh, maka cara utama untuk penetrasi obat umumnya melalui lapisan
epidermis, lebih baik pada folikel rambut atau kelenjar keringat, karena luas permukaan
terakhir lebih kecil dibandingkan dengan daerah kulit yang tidak mengandung elemen
anatomi ini. Selaput yang menutupi lapisan tanduk umumnya tidak terus-menerus dan
sebenarnya tidak mempunyai daya tahan terhadap penetrasi. Karena susunan dari bermacam-
macam selaput dengan proposi lemak dan keringat yang di produksi dan derajat daya
lepasnya melalui pencucian serta penguapan keringat, selaput bukan penghalang yang
sesungguhnya terhadap pemindahan obat selama tidak memiliki komposisi, ketebalan atau
kelanjutan tertentu (Ansel, 1989).
Absorpsi perkutan suatu obat pada umumnya disebabkan oleh penetrasi langsung obat
melalui stratum corneum, tebal lapisan datar mengeringkan sebagian demi sebagian jaringan
mati yang membentuk permukaan kulit paling luar. Stratum corneum terdiri dari kurang lebih
40% protein (pada umumnya keratin) dan 40% air dengan lemak berupa perimbangannya
terutama sebagai trigliserida, asam lemak bebas, kolesterol dan fosfat lemak. Kandungan
lemak dipekatkan dalam fase ekstraseluler stratum corneum dan sebegitu jauh akan
membentuk membran mengelilingi sel. Komponen lemak dipandang sebagai faktor utama
yang secara langsung bertanggung jawab terhadap rendahnya penetrasi obat melalui stratum
corneum. Sekali molekul obat melalui stratum corneum kemudian dapat terus melalui
jaringan epidermis yang lebih dalam dan masuk ke dermis apabila obat mencapai lapisan
pembuluh kulit maka obat tersebut siap untuk diabsorpsi ke dalam sirkulasi umum (Ansel,
1989).
Stratum corneum sebagai jaringan keratin akan berlaku sebagai membran buatan
yang semi permeable, dan molekul obat mempenetrasi dengan cara difusi pasif. Jadi, jumlah
obat yang pindah menyebrang lapisan kulit tergantung pada konsentrasi obat, kelarutannya
dalam air dan koefisien partisi minyak atau airnya. Bahan-bahan yang mempunyai sifat larut
dalam keduanya, minyak dan air, merupakan bahan yang baik untuk difusi melalui stratum
corneum seperti juga melalui epidermis dan lapisan-lapisan kulit (Ansel, 1989).
Pada pembuatan krim, yang perlu diperhatikan adalah proses pencampuran meliputi
suhu dan waktu. Pencampuran kedua fase harus benar-benar pada suhu yang sama dan dalam
waktu bersamaan. Agar massa krim dapat mengembang dengan baik dan stabil, digunakan
mortir dan stamper yang panas. Kecepatan pengadukan harus konstan, stabil, dan seksama.
Pencampuran berlangsung terus hingga campuran mengalami pendinginan dengan sendirinya
hingga sekitar 25° C dan berubah konsistensinya menjadi massa krim setengah padat. Pada
praktikum ini, sediaan krim dibuat dengan menggunakan metode triturasi. Karena gentamisin
sulfat sebagai bahan aktif merupakan antibiotik, antibiotik dikhawatirkan tidak tahan panas.
Oleh karena itu digunakan metode triturasi dalam pembuatan sediaan.
Metode pembuatan sediaan krim ada dua, yaitu metode fusion dan metode triturasi.
Pada metode fusion, zat aktif ditambahkan langsung ke dalam fasa minyak/fasa air pada saat
pembuatan basis krim. Metode ini digunakan untuk bahan aktif yang tahan panas. Sedangkan
pada metode triturasi, zat aktif ditambahkan di akhir, setelah basis terbentuk.
Sediaan ditujukan untuk pemakaian topikal sehingga diperlukan pelembab/pelembut,
untuk meningkatktan akseptabilitas pasien maka pada sediaan ditambahkan vaselin album
dan parafin cair. Vaselin album merupakan basis krim yang mudah teroksidasi. Oleh karena
itu, pada sediaan ditambahkan antioksidan yaitu butil hidroxy toluen. BHT sebagai
antioksidan memiliki kelarutan yang praktis tidak larut dalam air dan lebih larut dalam
minyak mineral, maka BHT dilarutkan dalam parafin cair yang merupakan minyak mineral.
Bahan aktif yaitu gentamisin sulfat memiliki pemerian yang tidak berbau (Kemenkes
RI, 2014), untuk menambah nilai tampilan dalam hal aroma dan utnuk meningkatkan
akseptabilitas pasien, maka pada sediaan ditambahkan pengaroma yaitu oleum rossae.
Sediaan harus disimpan dalam wadah tertutup rapat sehingga mencegah penguapan dan
kontaminasi isinya. Bahan dan konstruksinya harus tahan terhadap absorpsi atau difusi isinya.
Maka sediaan disimpan dalam tube yang terbuat dari logam alumunium. Pengunaan wadah
yang terbuat dari logam dapat menimbulkan terbentuknya kelat, untuk mencegah hal tersebut
pada sediaan harus ditambahkan pengompleks, maka pada sediaan ditambahkan chelating
agent yaitu Na EDTA.
Sediaan krim dibuat dengan menggunakan metode triturasi. Basis krim yang
dipanaskan akan menguap dan akan kehilangan bobot. Untuk mengantisipasi kehilangan
bahan selama proses pembuatan, maka penimbangan basis krim dilebihkan 20%. Agar massa
krim yang dimasukkan ke tube tidak kurang, maka total massa krim dilebihkan 5%.
Setelah sediaan selesai dibuat dilakukan evaluasi. Pada evaluasi organoleptik, sediaan
krim diperiksa meliputi pengamatan warna, bau, dan struktur sediaan. Hasil evaluasinya yaitu
warna putih, bau mawar, massa semi solida krim.
Pada evaluasi pH dengan menggunakan indikator pH universal, sediaan krim
diencerkan terlebih dulu dengan sejumlah air, baru kemudian dicek pH-nya. Hasil yang
diperoleh pH sediaan sekitar 6,0.
Pada evaluasi homogenitas, sediaan krim diambil sedikit dengan mengggunakan
sudip, kemudian dioleskan pada kaca arloji dan diratakan. Hasil yang diperoleh sediaan
dinyatakan homogen karena dapat dilihat secara visual, partikel berukuran seragam dan
terdidtribusi merata. Setelah dilakukan evaluasi homogenitas, dilanjutkan dengan evaluasi
tipe krim. Sediaan krim yang dioleskan secara merata di kaca arloji, ditetesi zat warna
methylen blue. Hasil yang diperoleh sediaan krim yang dibuat adalah tipe air dalam minyak,
karena zat warna methylen blue ketika diteteskan tidak tersebar dan hanya pada satu titik. Jika
tipe sediaan krim yang dibuat adalah tipe minyak dalam air, maka zat warna methylen blue
akan terlarut dan berdifusi pada fase eksternal yaitu air. Karena methylen blue larut dalam
air.
Pada evaluasi viskositas dengan meggunakan viskometer stormer, angka yang tercatat
pada layar menunjukkan 150 P atau setara dengan 15.000 cP. Hal ini tidak sesuai dengan
spesifikasi viskositas sediaan yang telah ditetapkan. Praktikan terlalu rendah dalam
memperkirakan viskositas sediaan yang akan dibuat. Evaluasi yang terakhir dilakukan, yaitu
evaluasi uji isi minimum. Evaluasi ini dilakukan dengan cara menimbang tube kosong
sebelum diisi sediaan, kemudian menimbang kembali tube yang telah diisi sediaan, selisih
antara bobot tube yang diisi sediaan dengan bobot tube kosong merupakan bobot isi bersih
sediaan.
IX. KESIMPULAN
Formula yang tepat untuk sediaan yang dibuat adalah sebagai berikut:
Berdasarkan hasil evaluasi didapatkan bahwa hasil evaluasi organoleptik dari sediaan
adalah berwarna putih dan beraroma mawar. pH sediaan didapatkan sekitar 6,0. Homogenitas
sediaan dinyatakan homogen. Nilai viskositas sediaan adalah 15.000 cPs. Tipe krim sediaan
adalah krim air dalam minyak. Isi minimun sediaan adalah 5,097 gram.
Agoes, Goeswin. 2012. Sediaan Farmasi Likuida-Semisolida (SFI-7). Bandung. Penerbit ITB
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi IV. Jakarta . UI Press.
The Council of The Royal Pharmaceutical Society of Great Britain. 1994. The
Pharmaceutical Codex, 12th ed. London: The Pharmaceutcical Press.
The Departement Of Health British. 2009. British Pharmacopoeia 15th edition. London:
British Pharmacopoeia Commission.
XI. LAMPIRAN
Etiket
Brosur
Gentamina®
Gentamisin Sulfat
Krim
Tiap gram mengandung:
Gentamisin Sulfat yang setara dengan 1 mg Gentamisin.
FARMAKOLOGI
Gentamina® mengandung Gentamisin Sulfat yang dapat
digunakan sebagai Antibakteri yang bersifat bakterisid.
INDIKASI
Gentamina® diindikasikan untuk infeksi superficial yang peka
terhadap Gentamisin Sulfat.
Bakteri yang sensitif terhadap krim Gentamina® termasuk :
Streptococci (beta-hemolitik grup A, alfa-hemolitik),
Staphylococcus aureus, Bakteri gram negatif, Pseudomonas
aeroginosa, Aerobacter aerogenes, Escherichia coli, Proteus
vulgaris, dan Klebsiella pneumoniae.
EFEK SAMPING
Kadang-kadang terjadi iritasi (eritema atau pruritus).
CARA PAKAI
2 sampai 3 kali sehari setelah mandi, dioleskan pada bagian yang
sakit.
KEMASAN
Tube dengan isi bersih 5 g.
No. Reg. : DKL1515002729A1
PENYIMPANAN
Simpan pada suhu kamar (25℃), terlindung dari cahaya. Jauhkan
dari jangkauan anak-anak.
KETERANGAN
HARUS DENGAN RESEP DOKTER.
Dibuat oleh:
PT PHARAFAM FARMA
Bandung – Indonesia