Anda di halaman 1dari 14

1.

Pengertian napza
Narkoba /NAPZA merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya yang disalahgunakan. NAPZA /Penyalahgunaan zat adalah penggunaan
zat secara terus menerus bahkan sampai setelah terjadi masalah (Purba dkk, 2013).
NAPZA merupakan perkembangan dari narkoba yang berubah nama seiring
dengan bertambahnya jumlah bahan yang masuk dalam kriteria narkoba. NAPZA
merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif.
a. NARKOTIKA:
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman yang dapat menurunkan, zat-zat alamiah
maupun buatan (sintetik) dari bahan candu/kokain atau turunannya dan padanannya –
digunakan secara medis atau disalahgunakan - menghilangkan dan mengurangi rasa
nyeri serta dapat menimbulkan ketergantungan/efek psikoaktif.
b. PSIKOTROPIKA
adalah zat-zat dalam berbagai bentuk pil dan obat yang mempengaruhi kesadaran
karena sasaran obat tersebut adalah pusat-pusat tertentu di sistem syaraf pusat (otak dan
sumsum tulang belakang). Menurut UU no.5/1997 Psikotropik meliputi : Ecxtacy,
shabu shabu, LSD, obat penenang/tidur, obat anti depresi dan anti psikosis. Sementara
PSIKOAKTIVA adalah istilah yang secara umum digunakan untuk menyebut semua zat
yang mempunyai komposisi kimiawi berpengaruh pada otak sehingga menimbulkan
perubahan perilaku,perasaan, pikiran, persepsi, kesadaran.
c. ZAT ADIKTIF
yaitu zat-zat yang mengakibatkan ketergantungan seperti zat-zat solvent termasuk
inhalansia (aseton, thinner cat, lem). Zat-zat tersebut sangat berbahaya
karena bisa mematikan sel-sel otak. Zat adiktif juga termasuk nikotin (tembakau) dan
kafein (kopi).
Penyalahgunaan Napza adalah suatu penyimpangan perilaku yg disebabkan oleh
penggunaan yg terus menerus sampai terjadi masalah. Napza tersebut bekerja didalam
tubuh yg mempengaruhi terjadinya perubahan: perilaku, alam perasaan, memori,proses
pikir,kondisi fisik individu yg menggunakannya.
Penyebab penyalahgunaan Napza

Penyalahgunaan narkoba merupakan suatu pola penggunaan yang bersifat patologik dan
harus menjadi perhatian segenap pihak. Meskipun sudah terdapat banyak informasi yang
menyatakan dampak negatif yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan dalam mengkonsumsi
narkoba, tapi hal ini belum memberi angka yang cukup signifikan dalam mengurangi tingkat
penyalahgunaan narkoba.

Terdapat 3 faktor (alasan) yang dapat dikatakan sebagai “pemicu” seseorang dalam
penyalahgunakan narkoba. Ketiga faktor tersebut adalah faktor diri, faktor lingkungan, dan
faktor kesediaan narkoba itu sendiri.

1.Faktor Diri

a.Keingintahuan yang besar untuk mencoba, tanpa sadar atau brfikir panjang tentang
akibatnya di kemudian hari.

b.Keinginan untuk mencoba-coba kerena penasaran.


c.Keinginan untuk bersenang-senang.
d.Keinginan untuk dapat diterima dalam satu kelompok (komunitas) atau lingkungan
tertentu.
e.Workaholic agar terus beraktivitas maka menggunakan stimulant (perangsang).
f.Lari dari masalah, kebosanan, atau kegetiran hidup.
g.Mengalami kelelahan dan menurunya semangat belajar.
h.Menderita kecemasan dan kegetiran.
i.Kecanduan merokok dan minuman keras. Dua hal ini merupakan gerbang ke arah
penyalahgunaan narkoba.
j.Karena ingin menghibur diri dan menikmati hidup sepuas-puasnya.
k.Upaya untuk menurunkan berat badan atau kegemukan dengan menggunakan obat
penghilang rasa lapar yang berlebihan.
l.Merasa tidak dapat perhatian, tidak diterima atau tidak disayangi, dalam lingkungan
keluarga atau lingkungan pergaulan.
m.Ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan.
n.Ketidaktahuan tentang dampak dan bahaya penyalahgunaan narkoba.
o.Pengertian yang salah bahwa mencoba narkoba sekali-kali tidak akan menimbulkan
masalah.
p.Tidak mampu atau tidak berani menghadapi tekanan dari lingkungan atau kelompok
pergaulan untuk menggunakan narkoba.
q.Tidak dapat atau tidak mampu berkata TIDAK pada narkoba.

2.Faktor Lingkungan

a.Keluarga bermasalah atau broken home.

b.Ayah, ibu atau keduanya atau saudara menjadi pengguna atau penyalahguna atau
bahkan pengedar gelap nrkoba.
c.Lingkungan pergaulan atau komunitas yang salah satu atau beberapa atau bahkan
semua anggotanya menjadi penyalahguna atau pengedar gelap narkoba.
d.Sering berkunjung ke tempat hiburan (café, diskotik, karoeke, dll.).
e.Mempunyai banyak waktu luang, putus sekolah atau menganggur.
f.Lingkungan keluarga yang kurang / tidak harmonis.
g.Lingkungan keluarga di mana tidak ada kasih sayang, komunikasi, keterbukaan,
perhatian, dan saling menghargai di antara anggotanya.
h.Orang tua yang otoriter,.
i.Orang tua/keluarga yang permisif, tidak acuh, serba boleh, kurang/tanpa pengawasan.
j.Orang tua/keluarga yang super sibuk mencari uang/di luar rumah.
k.Lingkungan sosial yang penuh persaingan dan ketidakpastian.
l. Kehidupan perkotaan yang hiruk pikuk, orang tidak dikenal secara pribadi, tidak ada
hubungan primer, ketidakacuan, hilangnya pengawasan sosial dari masyarakat,kemacetan
lalu lintas, kekumuhan, pelayanan public yang buruk, dan tingginya tingkat kriminalitas.
m.Kemiskinan, pengangguran, putus sekolah, dan keterlantaran.

3.Faktor Ketersediaan Narkoba.

Narkoba itu sendiri menjadi faktor pendorong bagi seseorang untuk memakai narkoba

karena :
a.Narkoba semakin mudah didapat dan dibeli.
b.Harga narkoba semakin murah dan dijangkau oleh daya beli masyarakat.
c.Narkoba semakin beragam dalam jenis, cara pemakaian, dan bentuk kemasan.
d.Modus Operandi Tindak pidana narkoba makin sulit diungkap aparat hukum.
e.Masih banyak laboratorium gelap narkoba yang belum terungkap.
f.Sulit terungkapnya kejahatan computer dan pencucian uang yang bisa membantu bisnis
perdagangan gelap narkoba.
g.Semakin mudahnya akses internet yang memberikan informasi pembuatan narkoba.
h.Bisnis narkoba menjanjikan keuntugan yang besar.
i. Perdagangan narkoba dikendalikan oleh sindikat yagn kuat dan professional. Bahan
dasar narkoba (prekursor) beredar bebas di masyarakat.

A. Pengertian
Manajemen kasus merupakan suatu pendekatan dalam pemberian pelayanan yang ditujukan
untuk menjamin agar klien yang mempunyai masalah ganda dan kompleks dapat memperoleh
semua pelayanan yang dibutuhkannya secara tepat. Kasus di sini adalah orang dalam situasi
meminta atau mencari pertolongan dalam masalah penyalahgunaan NAPZA.

B. Tujuan manajemen kasus


Tujuan atau peranan manajemen kasus secara umum adalah untuk mengupayakan agar
pelayanan kepada individu dan keluarga tetap berlanjut dengan menghubungkan klien kepada
sumber pelayanan yang sesuai selain melakukan koordinasi diantara pelayanan-pelayanan yang
diberikan. Dalam kasus ini klien diberikan pelayanan oleh lembaga yang menguasai yaitu BNN.
Peranan ini dimulai dari ;
● mengidentifikasi pelayanan apa yang dibutuhkan oleh klien,
● mencarikan jalan keluar dari setiap masalah yang dihadapi,
● membela klien dengan menghubungkannya dengan pihak terkait,
● memberikan pelayanan langsung sampai dengan memonitor ketercapaian pelayanan.

C.Prinsip-prinsip manajemen kasus


(Gerhart, 1990) & Henry S. Maas
1. Individualisasi pelayanan (Individualization of services)

Prinsip individualisasi, pada intinya menganggap setiap individu berbeda satu dengan yang
lainnya, sehingga seorang pekerja sosial haruslah menyesuaikan cara memberi bantuan
dengan setiap kliennya, guna mendapatkan hasil yang diinginkan. Dengan adanya prinsip
individualisasi ini, maka seorang pekerja sosial dibekali dengan pengetahuan bahwa setiap
individu adalah unik, sehingga pendekatan yang diutamakan adalah kasus per kasus dan
bukannya penggeneralisasian
2. Pelayanan yang komprehensif (comprehensiveness of services)
Pelayanan diberikan tidak hanya terfokus pada klien, tetapi juga sistem klien (lingkungan)
yang mempengaruhi keberadaan klien, agar tercita suasana yang kondusip bagi kehidupan
klien.
3. Pelayanan yang teratur (parsimonious services)
4. Kemandirian (fostering autonomy)
Pelayanan yang diberikan bertujuan agar klien mampu hidup normal dan kedepan mampu
mengatasi masalahnya sendiri
5. Keberlanjutan pelayanan (continuity of care)
Pelayanan dilakukansesuai dengan tahapan pelayanan yang dimulai dari pendekatan awal
sampai dengan terminasi yang berakhir dengan kemandirian klien.

6. a. Penerimaan

Prinsip ini mengemukakan bahwa seorang pekerja sosial menerima klien tanpa “menghakimi” klien
tersebutterlebih dahulu. Kemampuan pekerja sosial untuk menerima klien dengan sewajarnya (apa
adanya) akan banyak membantu perkembangan relasi antara pekerja sosial dengan kliennya.Dengan
adanya sikap menerima keadaan klien apa adanya, maka klien akan dapat merasa lebih percaya diri dan
tidak “kaku” dalam berbicara dengan pekerja sosial, sehingga ia dapat mengungkapkan berbagai macam
perasaan dan permasalahan yang mengganjal di hatinya. Dengan cara seperti ini maka relasi antara
pekerja sosial dengan klien dapat dikembangkan dengan baik

7. b. Komunikasi

Prinsip komunikasi ini erat kaitannya dengan kemampuan pekerja sosial untuk menangkap informasi
ataupun pesan yang dikemukakan oleh klien, baik dalam bentuk komunikasi yang verbal, yang
diungkapkan klien ataupun sistem klien, maupun bentuk komunikasi nonverbal, seperti cara duduk klien,
posisi ataupun letak duduk dalam suatu pertemuan dengan anggota keluarga yang lain, cara bicara, cara
berpakaian, dan lain sebagainya.

Bila suatu ketika lawan bicara tidak dapat mengungkapkan apa yang dirasakannya, seorang pekerja
sosial diharapkan dapat membantunya untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan agar dapat menelaah
permasalahannya secara lebih jelas.

Hal lain yang perlu diperhatikan oleh pekerja sosial adalah menyadari ekspektasi (harapan) dari klien,
sehingga komunikasi antara klien ataupun sistem klien dengan pekerja sosial daapat tetap terjaga. Dalam
kaitannya dengan hal ini, seorang pekerja sosial diharapkan dapat member kesempatan kepada klien
untuk mengemukakan apa yang ia rasakan, misalnya perasaan takut, marah, benci, sedih, gembira, dan
lain sebagainya. Dengan mengemukakan apa yang dirasakan, diharapkan akan sedikit dapat
meringankan beban yang menghimpit klien, sehingga hubungan antara pekerja sosial dengan klien dapat
semakin berkembang.

8. Kerahasiaan.
Apapun data atau pun perihal tentang klien wajib di jaga kerahasiaannya.
9.

KOMPONEN DASAR MANAJEMEN KASUS


1. Asesmen (Assessment) :
Sebelum melakukan tahap penilaian ini, tim manajemen kasus mengadakan prescreening terhadap
klien, untuk menentukan klien mana yang dapat ikut dalam program manajemen kasus yang akan
dilakukan.
Hal-hal mendasar dalam penentuan prescreening :
a. Keadaan medis psikiatri klien, dalam hal ini klien yang masih dalam kondisi akut tidak dapat
diikutsertakan dalam program ini.
b. Ada tidaknya dukungan keluarga terhadap program ini dapat berpengaruh pada keikutsertaan klien.
Keluarga yang tidak mendukung akan dapat mengurangi kesempatan klien untuk dapat mengikuti
program manajemen kasus.
● Asesmen yang bersifat komprehensif menjadi sangat penting dalam manajemen kasus, yakni asesmen
diperoleh dari :
- Hasil observasi dan evaluasi perkembangan tingkah laku klien selama masa perawatan
- Informasi dari keluarga atau orang yang dekat dengan klien
- Hasil masukan atau pendapat dari klien tentang hal-hal yang menjadi masalah bagi dirinya

2. Perencanaan (Planning); yaitu tahap untuk menyusun dan mengembangkan layanan yang menyeluruh
untuk klien sesuai dengan hasil asesmen.
Hasil-hasil identifikasi masalah yang didapatkan dari tahap asesmen (sesuai keinginan klien, masalah
kebutuhannya, serta sumber daya yang tersedia), kemudian disusun menjadi suatu formulasi masalah,
dan selanjutnya dapat ditetapkan prioritas masalah yg digunakan untuk menyusun perencanaan

Penetapan tujuan harus individual dan harus realistis berdasarkan hasil yang didapat dari asesmen, serta
tujuan yang tercapai.
contoh; klien yang memiliki masalah disabilitas psikososial atau sulit berkomunikasi dengan orang
sekitarnya atau tidak ada keterampilan untuk melakukan pekerjaan, maka perlu direncanakan intervensi
dengan menghubungkan klien pada program day care.
Selanjutnya harus ditentukan tujuan jangka pendek dan jangka panjang yang akan dicapai oleh klien
● Berdasarkan contoh di atas maka dapat ditetapkan tujuan jangka pendek dan panjang sbb:
- Tujuan jangka pendek yang ditetapkan pada klien ini, adalah : meningkatkan kemampuan
berkomunikasi dan mandiri
- Tujuan jangka panjang : mengurangi stresor yang dapat menyebabkan depresi dan kekambuhan
penyakit, sehingga dapat mengurangi terjadinya penurunan kondisi fisik dan psikis, serta memperbaiki
kualitas hidup.
Dalam upaya penetapan tujuan ini tentunya harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan tim
multidisiplin berkaitan dengan penyusunan;
● Dalam upaya penetapan tujuan ini tentunya harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan tim
multidisiplin berkaitan dengan penyusunan;
- jenis pelayanan yang akan diberikan
- sumber-sumber pelayanan yang mudah didapat klien, dan
- penentuan anggota staf tim yang bertanggung jawab terhadap pelayanan yang diberikan.
●Tahap selanjutnya adalah untuk menentukan keberhasilan program manajamen kasus yang dilakukan
terhadap klien, maka perlu disusun kriteria evaluasi;
● Contoh ;
klien yang sulit berkomunikasi. Adapun kriteria evaluasinya yaitu; mampu memulai, memelihara, dan
mengakhiri pembicaraan, mampu menemukan topik pembicaraan, serta mampu melakukan kontak
mata yang adekuat (penetapan kriteria evaluasi pun harus dikonsultasikan dg tim multidisiplin).
● Tahapan selanjutnya adalah menentukan target waktu bagi pencapaian tujuan.
Selain itu, staf manajamen kasus menyusun rencana utk mengantisipasi keadaan krisis ataupun kejadian
di luar dugaan yg mungkin terjadi pada saat program sedang berlangsung
3. Pelaksanaan (Implementation) ;
Menjamin terpenuhinya kebutuhan klien sesuai perencanaan yang telah dibuat.
Mulai dari perencanaan hingga melakukan pelaksanaan, dilihat sejauh mana manajamen kasus
memberikan pelayanan kepada klien untuk memenuhi kebutuhannya.
● Contoh ; konseling, bimbingan mental dan ketrampilan, dsb. Apakah dukungan ini dapat disediakan
sendiri atau harus bekerja sama dengan agensi lainnya? Bila terjadi keadan krisis yang tidak terduga,
maka harus dijamin tersedianya jasa pelayanan yang sesuai untuk mengatasinya
4. Pengawasan (Monitoring) : mengevaluasi dan memantau jasa pelayanan yang telah diberikan kepada
klien.
Faktor-faktor yang dievaluasi meliputi; kuantitas dan kualitas pelayanan, termasuk efektivitas
penggunaan biaya dan kesesuaian pelaksanaan pelayanan dengan tujuan yang ditetapkan.
Selain itu, harus diketahui ada tidaknya kebutuhan-kebutuhan yang belum terpenuhi atau adanya
kesenjangan antara kebutuhan dengan sumber daya dan pelayanan yang ada.
5. Pendampingan : mendampingi dan memberikan bimbingan lanjutan kepada klien.
Tahap pendampingan terhadap klien berlangsung terus-menerus selama program manajamen kasus,
bertujuan agar dapat diketahui apakah pelayanan yang diberikan sesuai dengan yang direncanakan
sebelumnya.
Contoh: klien yang telah direncanakan mendapat pelayanan day care, ternyata tidak dilakukan oleh
agen pelayanan, sehingga manajer kasus dapat mempertanyakan hal tersebut atas nama klien
6. Pengakhiran (Termination): mengambil tindakan untuk menyelesaikan atau meneruskan suatu
program manajemen kasus pada seorang klien, dimana klien dipersiapkan utk mengakhiri program,
disiapkan melalui masa transisi, dan kemudian dilepaskan untuk mengikuti program tanpa
pendampingan, setelah itu baru klien benar-benar dapat keluar dari program.
Pada masa transisi, manajer kasus mengajak klien untuk berperan aktif merencanakan kegiatan dan
pemenuhan kebutuhannya secara mandiri.

MODEL-MODEL MANAJEMEN KASUS


Sejumlah besar program manajemen kasus disusun dengan beberapa elemen yang diambil dari model
program yang berbeda. Pemilihan model ini disesuaikan dengan kebutuhan klien dan dapat memilih
untuk tidak memakai elemen tertentu dari suatu model manajemen kasus.
Salomon (1992) mengidentifikasikan ada 4 model yang sering dipakai pada manajemen kasus;

Expanded Broker Model


Model ini termasuk dalam model manajemen kasus tradisional dan merupakan model umum, dimana
staf yang bekerja pada model ini bertindak sebagai broker, yaitu, menghubungkan klien dengan agensi
atau pelayanan lain di dalam komunitas untuk mendapatkan kebutuhan-kebutuhan klien yang spesifik.
Petugas manajemen kasus dalam model ini bertindak sebagai agen dibandingkan sebagai penyedia
pelayanan.
Petugas manajemen kasus ini menggunakan elemen tugasnya terutama untuk penilaian, perencanaan,
pelaksanaan dan pendampingan.
- Keuntungan dari penerapan model ini, diantaranya; mempertimbangkan case load yang lebih besar,
mempengaruhi kualitas dan penyediaan pelayanan.
- Efektivitas model ini sangat tergantung pada keutuhan dan efektivitas dari pelayanan komunitas yang
ada.
- Tugas dari manajer kasus dalam model Expanded Broker ini yaitu untuk menjamin klien mendapatkan
keuntungan dari pelayanan yang tersedia.
Rehabilitation Model
Model ini lebih banyak membantu klien untuk mencapai sukses pada lingkungan yang dipilihnya,
dibanding memperhatikan program komprehensif untuk perbaikan, dimana kepada klien dilakukan
penilaian fungsional sebagai dasar untuk melakukan rencana rehabilitasi.
Manajer kasus dalam model ini lebih memfokuskan pada perkembangan keterampilan hingga klien
mampu bekerja pada suatu jaringan.
Personal Strengths Model atau Development Acquaisition Model
Model ini mempunyai 2 dasar, yaitu :
1. Untuk menjadi orang yang sukses, maka seseorang harus bisa menggunakan, mengembangkan dan
menjalankan potensi diri, serta mempunyai sumber utk menjalankannya.
2. Perilaku individu tergantung pada sumber-sumber individu yang tersedia.
Manajer kasus pada model ini bertindak sebagai penasehat atau mentor yang akan membantu klien
dalam memecahkan masalah dan mengembangkan sumber daya yang dimilikinya.
● Full Support Model
Model ini mempunyai fungsi tambahan, yaitu untuk menyediakan secara langsung sebagian atau
seluruh jasa pelayanan yang dibutuhkan oleh klien.
Model ini sangat khas, dimana tergabung tim multidisiplin yang terdiri dari spesialis berbagai jasa
pelayanan, misalnya bagian perumahan, perawatan dan rehabilitasi bertugas memberikan klien semua
kebutuhannya, sehingga mereka dapat menyesuaikan diri di dalam komunitas.
Model ini menjadi perhatian utama, karena merupakan pendekatan yang paling lengkap dan mungkin
paling berpengaruh pada program manajemen kasus.
KOMPOSISI TIM MANAJEMEN KASUS
Tim manajemen kasus terdiri dari berbagai multidisiplin yang menyediakan berbagai pelayanan yang
dibutuhkan klien, antara lain; pekerja sosial, psikiater, psikolog, dokter umum, dokter gigi, perawat,
pengacara, dan lain-lain.
Tim ini diharapkan dapat bekerja sangat dinamis dalam penyediaan pelayanan bagi klien, selalu siaga
dalam mengantisipasi keadaan-keadaan krisis bila diperlukan sehingga klien dapat segera mengatasi
kebutuhannya.
Agar peran tim ini menjadi optimal maka perlu ditetapkan seorang Manajer Kasus, yaitu; orang yang
bertanggung jawab dalam kelangsungan dan keberhasilan pelaksanaan pelayanan manajemen kasus.
Adapun tugas Manajer Kasus antara lain:
1. Melakukan asesmen kebutuhan klien, kapasitas jejaring sosial, dan kemampuan penyedia pelayanan
2. Mengembangkan rencana pelayanan komprehensif yang melibatkan klien secara maksimum dan
profesional multidisiplin
3. Melakukan intervensi secara langsung dengan klien untuk meningkatkan keterampilan dan kapasitas
pelayanan diri (self-care) dan yang secara tidak langsung mempengaruhi klien
4. Memonitor implementasi rencana pelayanan, menjajaki status klien, penyampaian pelayanan dan
pelibatan anggota jejaring sosial
5. Melakukan evaluasi efektifitas rencana pelayanan dan dampaknya kepada keberfungsian sosial klien,
pada kapasitas jejaring sosial guna mendukung klien, dan kemampuan profesional pelayanan sosial
bekerja dengan klien
Berdasarkan tugas-tugas manajer kasus tsb, maka Peran Manajer Kasus yaitu sebagai :
— Advocator
—Broker
—Pakar diagnostik
—Perencana
—Community organizer
—Evaluator
—Consultant
—Therapist
LANGKAH-LANGKAH PENERAPAN MANAJEMEN KASUS
1. Mengakses Lembaga Pelayanan
● Manajer kasus berkewajiban untuk memfasilitasi atau memudahkan klien agar mendapatkan akses
terhadap pelayanan-pelayanan yang diperlukan secepat mungkin
● Manajer kasus perlu merancang perjanjian secepat mungkin dengan organisasi atau lembaga
pelayanan bila klien dirujuk pada organisasi atau lembaga pelayanan tersebut
● Manajer kasus perlu melakukan penjangkauan (outreach) terhadap klien yang kesulitan menjangkau
lembaga pelayanan untuk mendorong mereka yang memerlukan pelayanan agar dapat dengan mudah
mendapatkan pelayanan
2. Tahap Awal Masuk (Intake)
● Pada tahap ini, manajer kasus atau pekerja sosial perlu menggali atau mengeksplorasi masalah dan
kebutuhan klien serta membantu klien memenuhi persyaratan (elijibilitas) untuk mendapatkan
pelayanan
● Selanjutnya, manajer kasus memberikan informasi tentang pelayanan yang disediakan oleh organisasi
atau lembaga pelayanan dan memberitahu tentang bagaimana mengisi formulir-formulir yang
diperlukan
● Keterampilan yang digunakan manajer kasus pada tahap ini yaitu keterampilan dalam
mengembangkan rapport (membangun kepercayaan klien pada pekerja sosial) dan keterampilan dalam
mendapatkan informasi
● Beberapa rencana pendahuluan dapat dimulai pada tahap ini
● Selanjutnya, manajer kasus memberikan informasi tentang pelayanan yang disediakan oleh organisasi
atau lembaga pelayanan dan memberitahu tentang bagaimana mengisi formulir-formulir yang
diperlukan
● Keterampilan yang digunakan manajer kasus pada tahap ini yaitu keterampilan dalam
mengembangkan rapport (membangun kepercayaan klien pada pekerja sosial) dan keterampilan dalam
mendapatkan informasi
● Beberapa rencana pendahuluan dapat dimulai pada tahap ini
4. Merumuskan tujuan pelayanan (goalsetting)
● Tujuan biasanya dipengaruhi oleh pandangan atau persepsi klien tentang bidang-bidang yang akan
diperbaiki dan oleh persepsi manajer kasus sendiri
●Tujuan sering dirumuskan dalam bentuk tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang, misal;
menyembuhkan gejala fisik dan mental yang akut (menahun), memberikan jaminan tempat tinggal,
membangun harga diri, dan lain-lain
● Rumusan tujuan harus realistis dan sesuai dengan kemampuan klien
5. Merencanakan intervensi dan mengidentifikasi sumber-sumber
● Langkah ini bersifat ganda sebab merencanakan intervensi (misalnya: melayani konseling atau terapi
dan perencanaan pelayanan lainnya) berhubungan dengan mengkaitkan klien dengan sumber-sumber
● Satu hal yang perlu mendapat perhatian adalah bahwa pada suatu saat, sumberdaya yang diperlukan
mungkin tidak tersedia dan akses terhadap pelayanan berubah. Oleh karena itu, perlu memiliki daftar
lembaga-lembaga pelayanan lain untuk alternatif
● Mengidentifikasi sumberdaya dapat dilakukan melalui telpon atau kontak pribadi dengan lembaga-
lembaga pelayanan yang dituju
● Manajer kasus seharusnya memiliki arsip daftar lembaga-lembaga pelayanan atau daftar sumber-
sumber pelayanan yang tersedia dan menggunakannya
● Dalam melakukan asesmen, pekerja sosial harus melibatkan klien, demikian juga dalam merencanakan
intervensi atau pelayanan sampai pada tingkat yang paling memungkinkan
6. Menghubungkan klien (linking clients)
● Manajer kasus merancang bagaimana pekerja sosial dapat mengkaitkan klien dengan sumber
pelayanan yang dibutuhkan
● Manajer kasus mempersiapkan klien untuk dihubungkan dengan sumber pelayanan melalui kegiatan-
kegiatan pemberian informasi secara rinci, mengantisipasi kesulitan, melakukan bermain peran (role
playing), dan mendampingi klien dalam kunjungan pertama
7. Monitor dan reasesmen (monitoring and reassessment)
● Tujuan tahap ini adalah untuk menentukan apakah rancangan yang telah dilaksanakan dapat
membuat klien bertahan secara memadai di dalam masyarakat
● Monitoring yang memadai memerlukan waktu yang banyak, yang digunakan untuk menelpon lembaga
dan staf, serta untuk mengunjungi klien
● Manajer kasus memonitor dan melakukan pengukuran terhadap perkembangan klien
● Manajer kasus sangat penting melakukan kegiatan re-asesmen (asesmen ulang) secara terus-menerus
untuk kesinambungan pelayanan
● Re-asesmen dapat dilakukan secara formal atau informal, tetapi harus dikerjakan dengan interval
waktu berkala (periodik)
● Monitoring yang memadai memerlukan waktu
● Pekerja sosial harus melibatkan klien secara aktif dalam melakukan re-asesmen.
Re-asesmen dilakukan dengan menggunakan alat ukur yang sama dengan yang digunakan pada tahap
asesmen awal untuk memperoleh pengukuran dasar (baseline measurement) pada aspek-aspek khusus
situasi masalah klien dan dapat membandingkannya dengan situasi terakhir
8. Evaluasi hasil (outcome evaluation)
● Evaluasi hasil dilakukan dengan menentukan tingkat pencapaian tujuan (misal; penempatan pada
rumah perlindungan, jaminan perawatan kesehatan, atau pencapaian kemampuan hidup secara
mandiri)
● Jika pengukuran dasar digunakan pada tahap asesmen, maka pengukuran tersebut dapat digunakan
lagi sebagai bagian dari evaluasi hasil
● Klien yang sangat tidak berdaya sering memerlukan pelayanan yang tidak terbatas, dan untuk
kelompok klien seperti ini evaluasi hasil kurang berguna (kurang tepat), sebaiknya dengan evaluasi
proses

D. Langkah-langkah penerapan manajemen kasus.


a. Orientasi dan identifikasi klien.

Manajemen kasus merupakan suatu pendekatan dalam pemberian pelayanan yang ditujukan untuk
menjamin agar klien yang mempunyai masalah ganda dan kompleks dapat memperoleh semua
pelayanan yang dibutuhkannya secara tepat. Kasus di sini adalah orang dalam situasi meminta atau
mencari pertolongan. Dalam masalah penyalahgunaan NAPZA, orang yang mencari pertolongan dapat
pada para penyalahguna NAPZA langsung, keluarga atau orang lain. Dalam manajemen kasus ini, pekerja
sosial melaksanakan peranan sebagai manajer kasus (case manager). Identifikasi dan menyeleksi kepada
individu untuk mendapatkan hasil pelayanan , yang dapat berdampak positif pada kualitas hidup melalui
managemen kasus

b. Assessment informasi dan memahami situasi klien.

Fungsi ini merujuk pada pengumpulan informasi dan memformulasikan suatu asesment kebutuhan
klien, situasi kehidupan dan sumber-sumber yang ada serta penggalian potensi klien.

c. Merencanakan program pelayanan.

Pekerja social mengidentifikasi berbagai pelayanan yang dapat diakses untuk memenuhi kebutuhan
klien. Klien dan keluarganya serta orang lain yang berpengaruh secara bersama-sama merumuskan
tujuan dan merancangnya dalam suatu rencana intervensi yang terintegrasi.

d. Menghubungkan dan Mengkoordinaksikan pelayanan.

Seperti peranannya sebagai broker, manaer kasus harus menghubungkan klien dengan sumber-sumber
yang tepat. Peranan manager kasus dapat berbeda –beda walaupun pekerja social yang utamanya
sebagai partisipan aktif dalam menyampaikan pelayanan kepada individu atau keluarga. Manager kasus
menekankan pada koordinasi dengan sumber sumber yang digunakan klien dengan menjadi saluran dan
berkomunikasi dengan sumber-sumber pelayanan.

e. Memberikan pelayanan tindak lanjut dan monitoring.

Manager kasus secara regular menindaklanjuti hubungan dengan klien dan penyedia pelayanan untuk
menjamin bahwa pelayanan yang dibutuhkan dapat diterima dan dimanfaatkan oleh klien.

f. Memberikan support pada klien


Selama pelayasnan berlangsung yang disediakan oleh berbagai sumber, manager kasus membantu klien
dan keluarganya yang meliputi pemecahan konflik pribadi, konseling, menyediakan informasi, memberi
dukungan emosional dan melakukan pembelaan yang tepat untuk menjamin bahwa mereka menerima
pelayanan yang tepat.

g.Monitor dan reassement


* Tujuan tahap ini adalah untuk menentukan apakah rancangan yang telah dilaksanakan dapat
mengatasi masalah klien atau belum.
* Manajer kasus memonitor dan melakukan pengukuran terhadap perkembangan klien
h. Evaluasi
Evaluasi hasil dilakukan dengan menentukan tingkat pencapaian tujuan (misal; jaminan
perawatan kesehatan, dapat mengendalikan untuk tidak menggunakan napza secara secara
mandiri)

E. Penanggulangan Masalah NAPZA


Penanggulangan masalah NAPZA dilakukan mulai dari pencegahan, pengobatan sampai
pemulihan (rehabilitasi)
1. Pencegahan Pencegahan dapat dilakukan, misalnya dengan:
a. Memberikan informasi dan pendidikan yang efektif tentang NAPZA. Bisa dengan cara
penyuluhan yang dilakukan oleh, guru, perawat maupun pihak kepolisian.
b. Deteksi dini perubahan perilaku. Menolak tegas untuk mencoba (“Say no to
drugs”) atau “Katakan Tidak pada narkoba”
2. Pengobatan Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifikasi.
Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala putus zat, dengan dua
cara yaitu:
a. Detoksifikasi tanpa subsitusi Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti
menggunakan zat yang mengalami gajala putus zat tidak diberi obat untuk menghilangkan
gejala putus zat tersebut.Klien hanya dibiarkan saja sampai gejala
putus zat tersebut berhenti sendiri. Metode ini berpusat pada diri klien sendiri untuk
mengendalikan rasa kecanduannya terhadap NAPZA.
b. Detoksifikasi dengan substitusi Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis
opiat misalnya kodein, ufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna sedatif-hipnotik dan
alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan
cara penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian substitusi
dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat penghilang
rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat putus zat
tersebut. Metode ini bisa juga disebut dengan menghilangkan kecanduan terhadap NAPZA
dengan bertahap.
3. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui pendekatan
non medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA yang menderita sindroma
ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya
pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.Sarana rehabilitasi
yang disediakan harus memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan (Depkes, 2001).
Sesudah klien penyalahgunaan/ ketergantungan NAPZA menjalani program terapi (detoksifikasi)
dan konsultasi medik selama 1 (satu) minggu dan dilanjutkan dengan program pemantapan
(pascadetoksifikasi) selama 2 (dua) minggu, maka yang bersangkutan dapat melanjutkan ke
program berikutnya yaitu rehabilitasi (Hawari, 2003).
- Dengan rehabilitasi diharapkan pengguna NAPZA dapat:
1. Mempunyai motivasi kuat untuk tidak menyalahgunakan NAPZA lagi 2. Mampu menolak tawaran
penyalahgunaan NAPZA 3. Pulih kepercayaan dirinya, hilang rasa rendah dirinya 4. Mampu mengelola
waktu dan berubah perilaku sehari-hari dengan baik 5. Dapat berkonsentrasi untuk belajar atau bekerja
6. Dapat diterima dan dapat membawa diri dengan baik dalam pergaulan dengan lingkungannya.
Jenis Rehabilitasi:

a) Rehabilitasi psikososial merupakan persiapan untuk kembali ke masyarakat (reentry program).

b) Rehabilitasi kejiwaan klien yang berperilaku maladaptif berubah menjadi adaptif yang penting
adalah psikoterapi baik secara individual maupun secara kelompok. Yang termasuk rehabilitasi kejiwaan
ini adalah psikoterapi/konsultasi keluarga terutama keluarga broken home.

c) Rehabilitasi komunitas berupa program terstruktur yang diikuti oleh mereka yang tinggal dalam satu
tempat. Dipimpin oleh mantan pemakai yang dinyatakan memenuhi syarat sebagai konselor, setelah
mengikuti pendidikan dan pelatihan. Di sini klien dilatih keterampilan mengelola waktu dan perilakunya
secara efektif dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga dapat mengatasi keinginan mengunakan
narkoba lagi atau nagih (craving) dan mencegah relaps.

d) Rehabilitasi keagamaan rehabilitasi keagamaan dapat menumbuhkan kerohanian (spiritual power)


pada diri seseorang apabila taat dan rajin menjalankan ibadah, risiko kekambuhan hanya 6,83%; bila
kadang-kadang beribadah risiko kekambuhan 21,50%, dan apabila tidak sama sekali menjalankan ibadah
agama risiko kekambuhan mencapai 71,6%.

http://hsvfhavfhbhv.blogspot.com/2017/03/makalah-penyalahgunaan-napza.html

http://lailatulmamluah2406.blogspot.com/

http://getaliadeaqorisyah.blogspot.com/2018/04/manajemen-kasus-pada-klien-dengan_85.html

http://stefanowidhy123.blogspot.com/2018/04/manajemen-kasus-pada-klien-dengan.html

http://intanhblogspot.blogspot.com/2018/04/manajement-kasus-pada-klien-dengan.html

http://akpersehat-binjai.ac.id/data/1544753780.pdf

http://wwwdayatranggambozo.blogspot.com/2011/03/menejemen-kasus-pejerjaan-sosial.html

http://media.kemsos.go.id/images/350MANAJEMEN_KASUS_DALAM_.pdf

https://sitiativa.wordpress.com/2012/04/07/prinsip-pekerjaan-sosial/

Anda mungkin juga menyukai