Teori organisasi menunjuk pada suatu penggambaran beberapa generalisasi yang memiliki kemungkinan
penerapan untuk menjelaskan fenomena organisasi secara universal. Teori organisasi pada awalnya
berlangsung secara lambat, tapi kemudian mengalami perkembangan yang begitu pesat, sejalan dengan
bertambahnya perhatian para ahli terhadap fenomena organisasi. Perhatian yang muncul dari berbagai
ahli terhadap fenomena organisasi telah melahirkan banyak teori organisasi, juga suatu peta pemikiran
para ahli tentang fenomena organisasi, yang tercermin dari adanya berbagai perspektif yang berkembang
tentang fenomena organisasi itu.
Lambatnya perkembangan teori organisasi ini diawalnya karena banyak teori-teori, konsep-konsep dan
petunjuk praktis yang berkaitan dengan fenomena organisasi yang tidak selalu mendukung
perkembangan teori organisasi. Hal ini disebabkan karena berbagai teori, konsep dan petunjuk praktis
tersebut tidak menyediakan cukup temuan empiris yang diperlukan untuk berkembangnya kajian teori
organisasi. Teori, konsep dan petunjuk praktis seolah berada di luar jangkauan temuan empiris yang
diperlukan untuk dasar pengembangan kajian mengenai fenomena organisasi.
Perkembangan dalam ilmu administrasi, manajemen ilmiah dan ilmu-ilmu sosial lainnya, terutama
sosiologi telah membawa akibat berkembangnya teori organisasi. Revolusi industri di Inggris menjadi
kekuatan penting dalam mendorong terjadinya perubahan struktur dan kultur dalam masyarakat Eropa,
juga organisasi yang ada dalam masyarakat ikut berubah. Perubahan-perubahan tersebut telah
merangsang tumbuhnya berbagai penjelasan dan teori baru tentang fenomena organisasi. Dalam
pandangan banyak ahli, revolusi industri dipandang sebagai pertanda dari awal berkembangnya
organisasi modern. Dan akselerasi yang cukup besar dalam bidang ini terjadi setelah perang dunia ke II
berakhir, tepatnya sekitar tahun 1960-an.
TEORI ORGANISASI KLASIK
Menurut Mitchell (1982), sebelum tahun 2000 SM di Yunani dan Romawi telah ada pemikiran tentang
organisasi, pada masa itu organisasi yang dominan adalah Gereja dan Negara ( negara kota), yang
melahirkan pemikiran seperti yang dilakukan oleh Aristoteles dan filsuf lainya mengenai organisasi
negara. Salah satu momen atau kejadian yang sering dipergunakan oleh para ahli dalam memulai kajian
tentang organisasi adalah terjadinya Revolusi Industri yang terjadi di Inggris, yang terjadi pada paruh
kedua abad ke-19.
Terjadinya revolusi telah membawa perubahan bagi kondisi ekonomi, sosial dan juga teknologi yang
telah berubah telah menghasilkan sejumlah besar masalah-masalah baru, yang membutuhkan
pemecahan antara lain melalui pengembangan bentuk-bentuk organisasi dan pengelolaan manajemen
yang berbeda dengan apa yang secara tradisional dijalankan saat itu, yaitu suatu manajemen yang
sangat individualistik.
Sifat dasar dari organisasi dan manajemen tradisional yang individualistik itu kemudian runtuh karena
adanya tekanan yang berasal dari banyaknya masalah-masalah yang ditimbulkan oleh berkembangnya
organisasi-organisasi berskala besar dan bersifat kompleks.
Teori organisasi klasik memiliki asumsi bahwa organisasi selalu memiliki susunan yang rasional dan logis,
baik secara ekonomis maupun pencapaian efisiensi. Bagi teori organisasi klasik, rasionalitas, efisiensi dan
keuntungan ekonomis adalah tujuan organisasi. Manusia juga diasumsikan bertingkah laku atau
bertindak secara rasional pula. Jika manusia dipandang sebagai makhluk yang rasional maka akan mudah
bagi pihak manajemen untuk mencapai kepentingan-kepentingannya, terutama peningkatan
produktivitas melalui peningkatan upah dan insentif bagi pihak pekerja.
Teori organisasi klasik memusatkan perhatiannya pada penciptaan suatu kumpulan teknik-teknik yang
rasional, yang diperlukan dalam mengembangkan baik struktur maupun proses, dan juga mengarahkan
suatu bentuk koordinasi yang mampu mengintegrasikan hubungan-hubungan antara bagian dari suatu
organisasi. Teori organisasi klasik sangat menyakini bahwa jika teknik dan pendekatan yang rasional
dapat diwujudkan maka organisasi akan dapat berjalan lebih baik dalam pencapaian tujuan.
Beberapa perintis studi organisasi yang pandangannya sangat berpengaruh dalam perkembangan teori
organisasi klasik antara lain:
Max Weber mengemukakan tipe ideal birokrasi memiliki beberapa prinsip sebagai berikut.
Peraturan yang ada dalam birokrasi sangat jelas dan tegas sekali.
Sumber dari otoritas atau kewenangan adalah keterampilan teknis, kompetensi dan keahlian
(expertise). Ini merupakan ukuran yang objektif dan berlaku bagi siapapun yang memenuhi
kualifikasi dan persyaratan yang ada dapat dipromosikan pada suatu jabatan atau posisi
Para pelaksana atau staf administrasi secara tegas dipisahkan dari para pemilik modal.
Prinsip hierarki menunjukan bahwa tiap-tiap bagian yang lebih rendah posisinya, selalu
berada dibawah perintah dan selalu dibawah pengawasan dari posisi yang lebih tinggi. Garis
dan diarsipkan secara tertulis. Proses pelaksanaan fungsi organisasi merupakan suatu yang
Keenam prinsip diatas kemudian dipilah menjadi dua, yaitu prinsip-prinsip struktural dan prinsip-prinsip
prosesual. Prinsip struktural menunjuk pada beberapa hal penting. Pertama, pekerjaan tidak dirancang
sebagai sesuatu yang mudah dan spele. Pekerjaan dirancang paling tidak bersifat emosional tetapi
efisien dan memiliki tingkat konflik kepentingan yang minimum. Kedua, segala sesuatu menjadi bersifat
umum dan tegas. Fungsi-fungsi dirumuskan secara jelas dan tegas, orang-orang yang ada dalam birokrasi
dapat disalingtukarkan pada posisi-posisi yang tepat. Prinsip ini memberikan penekanan penting pada
aspek struktural dan aspek administratif dari organisasi, dan hanya memmberikan perhatian yang kecil
pada aspek manusia yang berada dalam organisasi itu yang melakukan tugas atau pekerjaan. Aspek
prosesual, seperti yang dikemukakan Weber akar dari model birokrasi adalah konsep otoritas dan
kekuasaan yang sah untuk melakukan kontrol. Posisi dalam organisasi memberikan kepada orang yang
menduduki posisi tersebut hak dan tanggung jawab. Artinya bahwa seseorang yang menerima suatu
tugas atau pekerjaan, berarti kepadanya diberikan otoritas yang sah dan kemudian ia dapat
menggunakannya kepada pihak lain yang berada di bawah posisinya. Weber menyatakan bahwa terdapat
tiga sumber otoritas yang dimiliki seseorang, yaitu otoritas tradisional, otoritas kharismatik, dan otoritas
birokratis. Pimpinan dalam birokrasi memiliki sumber otoritas pada keahlian dan keterampilan tertentu.
Otoritas yang demikian merupakan otoritas yang sah dan diproleh melalui persayarakatn dan kualifikasi
yang jelas.
Frederick W. Taylor (1856-1915), memiliki pandangan pragmatis dan menaruh perhatian besar pada
masalah peningkatan produktivitas pekerja. Inti dari pemikiran Taylor adalah gagasan mengenai
terdapatnya suatu cara terbaik untuk melaksanakan perkerjaan.
Pemikiran Taylor ini mengombinasikan sejumlah kecenderungan dalam pemikiran manajemen antara
lain;
Gagasan bahwa pekerjaan dapat dianalisa secara ilmiah. Studi tentang waktu dan kegiatan
yang detail akan dapat menunjukan cara yang terbaik dalam melakukan suatu pekerjaan.
Melalui standarisasi , proses seleksi, proses penempatan, dan proses pelatihan dapat
dilakukan lebih mudah. Studi tentang waktu dan kegiatan menunjukan keterampilan dan
keahlian seperti apa yang diperlukan oleh suatu pekerjaan yang khusus.
Standarisasi menjadi langkah yang penting menuju proses mekanisasi, suatu gagasan filosofis
yang menunjuk pada sistem hubungan manusia dengan mesin dalam dunia kerja. Orang
dilihat sebagai suatu komponen yang dapat dengan mudah dipindahtukarkan dan
Taylor juga mengemukakan bahwa pemberian intensif bagi pekerja merupakan suatu teknik dan
instrumen khusus yang dapat meningkatkan efisiensi menjadi lebih besar. Hal ini berarti ada kaitan
antara produktivitas dengan ganjaran yang bersifat ekonomis, karena secara logika, produktivitas dan
ganjaran ekonomis itu merupakan kepentingan dari masing-masing pihak.
Bagi Taylor, penerapan pendekatan ilmiah dalam pelaksanaan manajemen merupakan suatu kebutuhan
yang pokok untuk meningkatkan efisiensi dan pemenuhan kepentingan masing-masing pihak. Dengan
kata lain, Taylor menyarankan bahwa manajemen haruslah melakukan perubahan mental secara cepat
(mental revolusion) yang secara umum dikenal dengan manajemen ilmiah.
Henri Fayol (1841-1925), memusatkan perhatiannya pada pemecahan fungsional kegiatan administrasi.
Menurut Fayol kegiatan administrasi dapat dipecah secara fungsional dalam lima fungsi, yaitu:
Planning atau perencanaan;
Kelima elemen fungsional dari administrasi ini kemudian menjadi dasar-dasar bagi fungsi-fungsi dasar
manajemen.
Fayol juga mengemukakan 14 prinsip-prinsip yang menyeluruh, yang dipergunakan sebagai petunjuk bagi
manajer dalam beraktivitas mengelola organisasi.
Pembagian kerja
Disiplin
Kesatuan arah
Sentralisasi
Rantai perintah
Ketertiban
Keadilan
Inisiatif
Pengakuan terhadap orang yang berada pada posisi puncak kepemimpinan sebagai sumber
Selain gagasan Gulick dan Urwick, juga dikemukakan gagasan lain yang mendukung pemikiran Fayol yaitu
James D Mooney dan Alan C Reiley. Mereka memusatkan perhatiannya pada pengembangan struktur
organisasi yang piramidal, yang ditandai oleh adanya delinasi otoritas secara jelas, pengembangan tugas-
tugas secara khusus dan penggunaan staf khusus yang lebih besar.
Berbeda dengan Weber yang menempatkan pembagian kerja sebagai kekuatan utama yang
menggerakan organisasi, Mooney dan Reiley melihat koordinasi sebagai aspek penting dalam setiap
gerak dari organisasi. Koordinasi merupakan induk dari berbagai prinsip lainnya, terutama dalam
mendukung pelaksanaan fungsi yang saling berbeda tetapi saling terintegrasi dalam organisasi secara
lancar.
Adapun prinsip-prinsip utama dari organisasi menurut Mooney dan Reiley, meliputi:
Prinsip koordinasi yang diperlukan untuk menyatukan berbagai tindakan dalam mencapai
Prinsip jenjang yang menggambarkan susunan hierarkis dari organisasi maupun dalam
pendelegasian wewenang
departemental
Prinsip staf yang menunjukan adanya perbedaan antara lini dan staf yang memiliki tugas
berbeda, lini memiliki tugas pelaksana dari wewenang yang diberikan, sedangkan staf
Adanya sistem organisasi pada suatu perusahaan untuk memudahkan suatu pekerjaan agar dapat
diselesaikan dengan baik dan terorganisir.
Pada teori ini kita diharapkan bersikap dan bersifat rasional dan logis, juga efisien untuk menghasilkan
kinerja yang baik, mengembangkan struktur dan bentuk koordinasi yang mampu mengintegrasi
hubungan antar bagian dari suatu organisasi.
Walaupun, pada awal masa penerapannya memang mengalami beberapa kendala yang menyebabkan
beberapa permasalahan baru sehingga mengakibatkan perubahan pada sistem manajemen perusahaan
yang sudah dijalankan pada masa itu.
Penekanan pada aspek struktural dan administratif menjadi perhatian dalam organisasi untuk
menjalankan pekerjaan yang artinya seseorang yang menerima tugas diberikan otoritas yang sah untuk
digunakan kepada pihak lain yang berada di bawah posisi yang diberi kuasa, pembagian kerja yang jelas,
spesifikasi kemampuan teknis.
Kontribusi teori Manajemen klasik secara birokrasi atas dasar hierarki sampai saat ini masih banyak
digunakan oleh organisasi – organisasi modern, memberikan anatomi organisasi formal dengan 4
( empat ) unsur pokok yang selalu muncul dalam organisasi formal :
Kelompok orang
Kerjasama
Teori ini juga menjadi tiang dasar penting dalam organisasi formal yaitu:
Manajemen klasik menyediakan banyak teknik dan pendekatan terhadap manajemen yang masih
relevan saat ini sebagai contoh pemahaman secara menyeluruh mengenai sifat dari pekerjaan yang
dilaksanakan, pemilihan orang yang tepat untuk melakukan pekerjaan tersebut, dan melakukan
pendekatan keputusan secara rasional.
KRITIK TERHADAP TEORI ORGANISASI KLASIK
Teori organisasi klasik memiliki kelemahan yang serius dalam ketelitian dan kerangka analisis yang
menyeluruh. Meskipun teori organisasi klasiik menunjukan keunggulan-keunggulan dari beberapa
susunan organisasi, tetapi argumentasinya sering bersifat sepihak (one side). Dan juga tidak menunjukan
kriteria-kriteria objektif yang dipergunakan untuk menentukan pemilihan metode dalam studi mengenai
organisasi. Para pengkritik teori organisasi klasik juga menilai bahwa teori klasik itu lebih merupakan
suatu yang dapat memberi petunjuk (prescriptive) daripada penjelasan (descriptive) atau penjelasan
secara analis.
Kesalahan dalam melihat organisasi sebagai sistem yang tertutup, mekanistik dan
deterministik.
Asumsi teori klasik bahwa tidak ada pengaruh dari lingkungan pada organisasi dinilai sangat tidak tepat.
Karena organisasi selalu mendapatkan sesuatu dari lingkungan sebagai masukan (input), kemudian
ditransformasikan menjadi suatu keluaran (output) bagi lingkungan. jadi organisasi tidaklah merupakan
suatu sistem yang tertutup dan bersifat mekanis, tetapi organisasi merupakan suatu sistem yang terbuka
dan bersifat organis.
Sebagaiman teori klasik menganggap manusia sebagai sesuatu yang dapat dimanipulasi seperti sebuah
komponen mekanis, yang semua tanggapan atau stimulus dapat diperkirakan secara pasti. Juga
mengenai pandangannya bahwa manusia itu rasional, terutama dalam hubungannya dengan ganjaran
dan insentif ekonomis. Oleh pengkritik teori klasik dianggap tidak akurat dan tidak lengkap, kerna
manusia sebagai individu memiliki kebutuhan yang kompleks, tidak hanya kepuasan yang didasarkan
pada prolehan uang atau ganjaran ekonomi semata.
Manusia juga tidak selalu bertindak sebagai individu semata, tetapi juga sebagai anggota dari suatu
kelompok. Manusia tidak dapat dipandang sebagai sesuatu yang mudah diletakan dimana saja, juga
tidak dapat dilihat sebagai instrumen yang sama sekali tidak berdaya, atau sekedar tambahan dari suatu
mesin.
Pengabaian terhadap faktor manusia sebagai fokus perhatian dalam mengkaji anatomi
organisasi
Teori organisasi klasik yang melihat organisasi beroperasi seperti air mengalir dalam sebuah pipa yang
lurus dan tanpa rintangan, ini telah mengabaikan konflik dan ketegangan yang terjadi dalam hubungan
antar manusia dalam organisasi. Mereka memandang konflik dan ketegangan akan menghilang dengan
sendirinya karena dalam organisasi telah dilakukan penjabaran dan penjelasan mengenai tugas dan
pekerjaan masing-masing secara rinci, penjabaran dan penjelasan kebijakan-kebijakan , serta penerapan
aturan-aturan. Dengan memberikan argumentasi yang demikian, para ahli teori klasik telah mengabaikan
proses-proses personal yang menyertai proses-proses yang secara formal berlangsung dalam organisasi.
Konsep utama seperti pembagian kerja, proses hierarkis berjenjang dan funsional, struktur, lingkup
pengawasan telah mendapat sorotan karena didalamnya mengandung kelemahan-kelehaman. Selain itu,
penggunaan tipe ideal sebagai model penjelasan merupakan sesuatu yang tidak berdasar bukti empiris.
Pembagian kerja terlalu dipercaya mampu menggerakan proses-proses dalam organisasi. Karena
membagi aktivitas-aktivitas yang ada bukanlah seuatu hal yang mudah, karena tidak ada dasar yang
tepat untuk melakukan pengelompokan kegiatan orang, maupun tempat yang dapat diterapkan.
Kelemahan lain terletak pada struktur dan proses-proses fungsional berjenjang, terutama yang berkaitan
dengan pendelegasian wewenang dan tanggung jawab. Ahli teori klasik berpendapat bahwa melalui
program administrasi personalia yang rasional, akan dengan mudah menentukan orang yang akan
menduduki posisi tertentu dalam organisasi serta wewenang dan tanggung jawab yang diberikan
padanya. Namun pada kenyataannya hal itu tidak mudah dilakukan, karena tidak pernah ada kriteria
atau instrumen yang dapat dengan tepat dipakai sebagai dasar untuk menentukan kapasitas seseorang