Anda di halaman 1dari 33

Sari Pustaka

Pencegahan Stroke pada Atrial Fibrilasi

disusun oleh:
dr. Oky Nur Setyani
1606969592

Pembimbing:
Dr. dr. Muhammad Yamin, Sp. JP (K), FIHA, FACC, FSCAI

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA RUMAH SAKIT UMUM
PUSAT NASIONAL
DOKTER CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Naskah Makalah dengan Judul:

Pencegahan Stroke pada Atrial Fibrilasi

Oleh :
dr. Oky Nur Setyani
PPDS Ilmu Penyakit Dalam Tahap II
NPM 1606969592

Telah disetujui untuk dipresentasikan di RSUPN Cipto Mangunkusumo


Pada bulan Januari 2019

Pembimbing,

Dr. dr. Muhammad Yamin, Sp. JP (K), FIHA, FACC, FSCAI

ii
KONSULTASI

Pembimbing
Tanggal Kegiatan Tanda Tangan
Minggu ketiga November 2018 Persetujuan Sari Pustaka

Minggu pertama Januari 2019 Revisi Sari Pustaka

Minggu kedua Januari 2019 Sari Pustaka disetujui

iii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa karya ilmiah
saya berupa presentasi kasus dengan judul:

Pencegahan Stroke pada Atrial Fibrilasi

Saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas
Indonesia.

Jika di kemudian hari ternyata saya terbukti melakukan tindakan yang dapat digolongkan
sebagai plagiarisme atas karya ilmiah ini, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan
menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya.

Jakarta, Desember 2018

dr. Oky Nur Setyani


NPM: 1606969592

iv
UNDANGAN

Presentasi Sari Pustaka dengan Judul:

Pencegahan Stroke pada Atrial Fibrilasi

Presentan : dr. Oky Nur Setyani


Pembimbing : Dr. dr. Muhammad Yamin, Sp. JP (K), FIHA, FACC, FSCAI

Mengundang:
1. Staf Divisi Kardiologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia – Rumah Sakit Dokter Cipto Mangungkusumo

Disetujui oleh,

Dr. dr. Muhammad Yamin, Sp. JP (K), FIHA, FACC, FSCAI


Pembimbing

v
DAFTAR ISI

JUDUL ........................................................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................................ii
KONSULTASI ........................................................................................................................ iii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME .............................................................................. iv
UNDANGAN ............................................................................................................................ v
DAFTAR ISI............................................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ....................................................................................................................vii
DAFTAR SINGKATAN ....................................................................................................... viii
BAB I ......................................................................................................................................... 9
BAB II……………………………………………………………………………………… 10
BAB III……………………………………………………………………………………….31
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 32

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbandingan Skor CHADS2 dan CHA2DS2 VASC pada pasien FA nonvalvular…21
Tabel 2. Penyesuaian dosis untuk NOACs sebagaimana dievaluasi dalam uji coba PHASE III
……………………………………………………………………………………………… 27

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Contoh gambaran irama jantung normal dan atrial fibrilasi…………………........11


Gambar 2. A. Proses aktivasi fokal atrial fibrilasi dan B. Proses Multiple Wavelet ReentryAtrial
Fibrilasi………………………………………………………………………………………… 15
Gambar 3. Gambar etiologi, patofisiologi dan mekanisme terjadinya stroke oleh karena
thromboemboli pada Fibrilasi Atrial………………………………………………………….17
Gambar 4. Pencegahan Stroke pada Atrial Fibrilasi………………………………………….13
Gambar 5. Kaskade Koagulasi………………………………………………………………..24

vii
DAFTAR SINGKATAN

WHO World Health Organization


SRS Sample Registration System
FA Fibrilasi Atrial
OAC Oral Anti Coagulant
ESC European Society of Cardiology
NOAC Novel Oral Anti Coagulant
PCI Percutaneus Coronary Intervention
AV Atrio Ventrikular
EKG Elektro Kardiogram
SVR Slow Ventricular Response
RVR Rapid Ventricular Response
NVR Normal Ventricular Response
SA Sino-Atrial
TEE Trans Esofageal Echocardiography
LA Left Atrium
LAA Left Atrial Appendage
CHADS2 Congestive heart failure, Hypertension, Age ≥75 years, Diabetes
mellitus, Prior Stroke or TIA or Thromboembolism
CHA2DS2-VASc Congestive heart failure, Hypertension, Age ≥75 years, Diabetes
mellitus, Prior Stroke or TIA or thromboembolism, Vascular disease,
Age 65 to 74 years, Sex category
HAS-BLED Hypertension, Abnormal renal/liver function, Stroke, Bleeding history
or predisposition, Labile INR, Elderly, Drugs/alcohol concomitantly
VKA Vitamine K Antagonist
UFH Unfractionated Heparine
LMWH Low Molecular Weight Heparine

viii
BAB I
PENDAHULUAN

Fibrilasi atrium (FA) dialami oleh kurang lebih 2,2 juta orang di Amerika Serikat. FA
adalah gangguan ritme jantung yang paling umum berupa irama yang sangat cepat. Gangguan
irama yang tidak teratur ini dapat menyebabkan darah terkumpul pada jantung dan berpotensial
timbulnya bekuan darah yang dapat beredar ke aliran darah otak dan menyebabkan stroke.
Stroke adalah "serangan otak" dapat terjadi pada siapa saja kapan saja dimana pada stroke
terjadi aliran darah ke area otak terputus. Ketika ini terjadi, sel-sel otak kekurangan oksigen
dan mulai mati. Ketika sel-sel otak mati selama stroke, kemampuan yang dikendalikan oleh
area otak seperti memori dan kontrol otot akan hilang.1
Fibrilasi Atrial dengan insidensi seumur hidup 1 dari 4 untuk pasien > 40 tahun. FA
adalah penyebab utama kematian dan kecacatan, karena berhubungan dengan peningkatan 4-5
kali lipat dalam risiko stroke iskemik. Pada tahun 2010, perkiraan jumlah pria dan wanita
dengan FA di seluruh dunia masing-masing 20,9 juta dan 12,6 juta, dengan insiden dan tingkat
prevalensi yang lebih tinggi di negara berkembang. Pada 2030, 14–17 juta pasien FA
diperkirakan terjadi di Uni Eropa, dengan 120 000-215 000 pasien yang baru didiagnosis per
tahun.2 Pada pasien dengan FA, terapi antikoagulasi oral (OAC) dapat mengurangi risiko stroke
sekitar dua pertiga dan risiko penyebab semua kematian sekitar seperempat, tetapi terapi
antikoagulan ini juga berkaitan dengan peningkatan risiko perdarahan. Stratifikasi risiko
penting untuk mengidentifikasi pasien dengan FA yang dapat memperoleh manfaat dari terapi
OAC.3
Pencegahan stroke iskemik telah lama menjadi fokus tatalaksana manajemen pasien
dengan fibrilasi atrium. Studi kontemporer menunjukkan bahwa 20-30% pasien dengan stroke
iskemik telah didiagnosis FA sebelum, selama, atau setelah serangan awal. Tahun 2016
European Society of Cardiology (ESC) mengeluarkan pedoman untuk manajemen FA
menyediakan pembaruan kontemporer pada pencegahan stroke di era terapi NOAC. Mengelola
dan mengendalikan faktor risiko vaskular dapat menurunkan angka kejadian stroke dan
mortalitas pada pasien fibrilasi atrium.2 Berdasarkan hal tersebut sari pustaka ini disusun untuk
membantu para klinisi lebih memahami hal-hal yang dapat dilakukan untuk pencegahan serta
faktor apa saja yang perlu dimonitor untuk pencegahan efek samping dalam manajemen
pencegahan stroke pada pasien dengan atrial fibrilasi.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Fibrilasi Atrial

Fibrilasi Atrial (FA) merupakan aritmia yang paling sering dijumpai dalam praktek
sehari-hari dan paling sering menjadi penyebab seorang harus menjalani perawatan di rumah
sakit, gangguan hemodinamik serta meningkatnya angka kejadian thromboemboli. Fibrilasi
Atrial adalah aritmia jantung menetap yang paling umum didapatkan, dimana prevalensinya
semakin meningkat seiring bertambahnya usia.4 Walaupun bukan merupakan keadaan yang
mengancam jiwa secara langsung, tetapi FA berkaitan dengan peningkatan angka morbiditas
dan mortalitas. Fibrilasi Atrial dihubungkan dengan peningkatan angka kejadian stroke oleh
karena thromboemboli paling sering pada Left Atrial Appendage (LAA), dimana angka
kejadian stroke ini juga meningkat seiring meningkatnya usia. Stroke yang berkaitan dengan
FA biasanya lebih berat dibandingkan dengan stroke tanpa FA.5

Fibrilasi Atrial adalah supraventricular aritmia ditandai dengan ketidakteraturan irama


dan peningkatan frekuensi atrium sebesar 350-650 x/menit sehingga atrium menghantarkan
implus terus menerus ke nodus AV.5 Konduksi ke ventrikel dibatasi oleh periode refrakter dari
nodus AV dan terjadi tanpa diduga sehingga menimbulkan respon ventrikel yang sangat
ireguler. Atrial fibrilasi dapat terjadi secara episodik maupun permanen. Jika terjadi secara
permanen, kasus tersebut sulit untuk dikontrol. Fibrilasi atrial sering kali dihubungkan oleh
adanya gangguan struktur dari jantung ataupun kondisi kronik lainnya.4

Fibrilasi atrial terjadi karena meningkatnya kecepatan dan tidak terorganisirnya sinyal-
sinyal listrik di atrium, sehingga menyebabkan kontraksi yang sangat cepat dan tidak teratur
(fibrilasi). Sebagai akibatnya, darah terkumpul di atrium dan tidak benar-benar dipompa ke
ventrikel. Ini ditandai dengan denyut jantung yang sangat cepat sehingga gelombang P di dalam
EKG tidak dapat dilihat. Ketika ini terjadi, atrium dan ventrikel tidak bekerja sama
sebagaimana mestinya.4

Gambaran elektrokardiogram pada atrial fibrilasi yaitu (i) interval R-R yang irregular
(ii) gelombang P yang sulit dinilai (iii) aktivitas atrium yang irregular. Fibrilasi atrial ditandai
irama yang tidak teratur dengan frekuensi laju jantung bervariasi (bisa normal/lambat/cepat).
Jika laju jantung kurang dari 60 kali permenit disebut atrial fibrilasi dengan respon ventrikel

10
lambat (SVR), jika laju jantung 60-100 kali permenit disebut atrial fibrilasi respon ventrikel
normal (NVR) sedangkan jika laju jantung lebih dari 100 kali permenit disebut atrial fibrilasi
dengan respon ventrikel cepat (RVR). Kecepatan QRS biasanya normal atau cepat dengan
gelombang P tidak ada atau jikapun ada menunjukkan depolarisasi cepat dan kecil sehingga
bentuknya tidak dapat didefinisikan.4

Gambaran EKG Normal

Pada Fibrilasi Atrial, gambaran rekam jantung tampak


kecil, tidak teratur “gelombang fibrilasi’ diantara denyut
jantung.

Gambar 1. Contoh gambaran irama jantung normal dan atrial fibrilasi6

Pada dasarnya, jantung dapat melakukan kontraksi karena terdapat adanya sistem
konduksi sinyal elektrik yang berasal dari nodus sino-atrial (SA). Pada atrial fibrilasi, nodus
SA tidak mampu melakukan fungsinya secara normal, hal ini menyebabkan tidak teraturnya
konduksi sinyal elektrik dari atrium ke ventrikel. Akibatnya, detak jantung menjadi tidak
teratur dan terjadi peningkatan denyut jantung. Keadaan ini dapat terjadi dan berlangsung
dalam menit ke minggu bahkan dapat terjadi bertahun-tahun. Kecenderungan dari atrial
fibrilasi sendiri adalah kecenderungan untuk menjadi kronis dan menyebabkan komplikasi
lain.3
Pada manifestasi klinik, atrial fibrilasi dapat simptomatik dan dapat pula asimptomatik.
Gejala-gejala atrial fibrilasi sangat bervariasi tergantung dari kecepatan laju irama ventrikel,
lamanya atrial fibrilasi, dan penyakit yang mendasarinya. Gejala-gejala yang dialami terutama
saat beraktivitas, sesak nafas, cepat lelah, sinkop atau gejala tromboemboli. Atrial fibrilasi
dapat mencetuskan gejala iskemik dengan dasar penyakit jantung koroner. Fungsi kontraksi
atrial yang sangat berkurang pada atrial fibrilasi akan menurunkan curah jantung dan dapat
menyebabkan gagal jantung kongestif pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri.7

11
Walaupun atrial fibrilasi seringkali tanpa disertai adanya gejala, tetapi terkadang atrial
fibriasi dapat menyebabkan palpitasi, penurunan kesadaran, nyeri dada dan gagal jantung
kongestif. Pasien dengan FA biasanya memiliki peningkatan resiko stroke yang signifikan
(hingga >7 kali populasi umum). Pada atrial fibrilasi, resiko stroke meningkat tinggi, hal ini
dikarenakan adanya pembentukan gumpalan di atrium sehingga menurunkan kemampuan
kontraksi jantung khususnya pada atrium kiri jantung. Di samping itu, peningkatan resiko
stroke tergantung juga pada jumlah faktor resiko tambahan. Tetapi, banyak orang dengan atrial
fibrilasi memang memiliki faktor resiko tambahan lain dan juga merupakan penyebab utama
dari stroke. Tetapi pada sekitar 3% pasien atrial fibrilasi tidak dapat ditemukan penyebabnya,
atau disebut dengan lone FA. Lone FA ini dikatakan tidak berhubungan dengan resiko
tromboemboli yang tinggi pada kelompok usia muda, tetapi bila terjadi pada kelompok usia
lanjut resiko ini tetap akan meningkat.7

2.2 Klasifikasi Atrial Fibriasi


Beberapa kepustakaan tertulis ada beberapa sistem klasifikasi atrial fibrilasi yang telah
dikemukanakan, seperti :
1. Berdasarkan laju respon ventrikel, atrial fibrilasi dibagi menjadi :
 FA respon cepat (rapid response) dimana laju ventrikel lebih dari 100 kali
permenit
 FA respon lambat (slow response) dimana laju ventrikel lebih kurang dari 60
kali permenit
 FA respon normal (normo response) dimana laju ventrikel antara 60-100 kali
permenit.
2. Klasifikasi menurut American Heart Assoiation (AHA), atrial fibriasi (FA) dibedakan
menjadi 4 jenis, yaitu :
 FA deteksi pertama yaitu tahap dimana belum pernah terdeteksi FA sebelumnya
dan baru pertama kali terdeteksi.
 FA paroksismal bila atrial fibrilasi berlangsung kurang dari 7 hari. Lebih kurang
50% atrial fibrilasi paroksimal akan kembali ke irama sinus secara spontan
dalam waktu 24 jam. Atrial fibrilasi yang episode pertamanya kurang dari 48
jam juga disebut FA Paroksimal.
 FA persisten bila atrial fibrilasi menetap lebih dari 7 hari. Pada FA persisten
diperlukan kardioversi untuk mengembalikan ke irama sinus.

12
 Long-standing persistent FA bila FA berlangsung kontinue selama lebih dari 1
tahun dan diputuskan untuk melakukan kontrol ritme.
 FA kronik atau permanen bila atrial fibrilasi sudah diterima oleh pasien dan
pemeriksa. Biasanya dengan kardioversi pun sulit untuk mengembalikan ke
irama sinus (resisten). Sehingga tidak mentargetkan untuk kontrol ritme.4

2.3 Etiologi Atrial Fibrilasi


Pada dasarnya etiologi yang terkait dengan atrial fibrilasi terbagi menjadi beberapa
faktor-faktor, diantaranya yaitu:8
 Peningkatan tekanan atau resistensi atrium
 Peningkatan kekakuan katup jantung
 Kelainan pengisian dan pengosongan ruang atrium
 Hipertrofi jantung
 Kardiomiopati
 Hipertensi paru (chronic obstructive pulmonary disease dan cor pulmonary
chronic)
 Tumor intrakardiak
b. Proses Infiltratif dan Inflamasi
 Pericarditis atau miocarditis
 Amiloidosis dan sarcoidosis
 Faktor peningkatan usia
c. Proses Infeksi
 Demam dan segala macam infeksi
d. Kelainan Endokrin
 Hipertiroid, Feokromotisoma
e. Neurogenik
 Stroke, Perdarahan Subarachnoid
f. Iskemik Atrium
 Infark miocardial
g. Obat-obatan
 Alkohol, Kafein
h. Keturunan atau Genetik

13
2.4 Patofisiologi Atrial Fibrilasi
Fibrilasi atrial terjadi bila abnormalitas struktur dan/atau elektrofisiologi memperngaruhi
atrium yang selanjutnya mencetuskan irama abnormal. Kelaianan ini diakibatkan oleh
mekanisme patofisiologi yang beragam dan belum secara menyeluruh dipahami mekanisme
patofisiologi timbulnya atrial fibrilasi.4

Perubahan Struktural Atrium

Stresor eksternal seperti penyakit jantung struktural, hipertensi, mungkin diabetes, tetapi
juga FA itu sendiri menyebabkan proses lambat tetapi progresif perubahan struktural di atrium
(Gambar 3). Pengaktifan fibroblas, peningkatan deposisi jaringan ikat, dan fibrosis adalah hal
yang utama terjadi pada proses ini. Selain itu, infiltrasi lemak atrium, infiltrasi zat-zat radang,
hipertrofi miosit, nekrosis, dan amiloidosis ditemukan pada pasien FA dengan proses dan
predisposisi yang sama. Perubahan struktur menghasilkan listrik disosiasi antara bundel otot
dan heterogenitas konduksi lokal, mendukung masuknya kembali dan menimbulkan aritmia.
Pada banyak pasien, proses perubahan struktur terjadi sebelum timbulnya FA. Karena beberapa
perubahan struktural tidak akan dapat diubah, inisiasi awal pengobatan tampaknya sangat
diperlukan. 2
Perubahan fungsional dan struktural pada miokardium atrium dan stasis darah,
terutama di appendage atrium kiri (LAA), menghasilkan lingkungan protrombotik. Lebih jauh
lagi, bahkan episode pendek FA menyebabkan kerusakan miokardium atrium dan ekspresi
factor prothrombotik pada permukaan endotel atrium, di samping aktivasi trombosit dan sel-
sel inflamasi, dan berkontribusi pada generalisasi keadaan prothrombotik. Aktivasi atrium dan
sistemik dari sistem koagulasi dapat menjelaskan sebagian mengapa episode pendek FA
membawa risiko stroke jangka panjang.2

Mekanisme Elektrofisiologi Fibrilasi Atrial


FA memicu pemendekan periode refrakter atrium dan siklus FA panjang selama hari-
hari pertama aritmia, sebagian besar disebabkan oleh Ketidak seimbangan dari ion calcium dan
kalium. Penyakit jantung struktural, sebaliknya, cenderung memperpanjang periode refrakter
atrium, menggambarkan mekanisme yang bersifat heterogen yang menyebabkan FA pada
pasien yang berbeda.2
Pada dasarnya mekanisme atrial fibriasi terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi fokal
dan multiple wavelet reentry. Pada proses aktivasi fokal bisa melibatkan proses depolarisasi
tunggal atau depolarisasi berulang. Pada proses aktivasi fokal, fokus ektopik yang dominan

14
adalah berasal dari vena pulmonalis superior. Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari
atrium kanan, vena cava superior dan sinus coronarius. Fokus ektopik ini menimbulkan sinyal
elektrik yang dapat mempengaruhi potensial aksi pada atrium dan menggangu potensial aksi
yang dicetuskan oleh nodus sino-atrial (SA).5
Sedangkan multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial aksi yang berulang
dan melibatkan sirkuit atau jalur depolarisasi. Mekanisme multiple wavelet reentry tidak
tergantung pada adanya fokus ektopik seperti pada proses aktivasi fokal, tetapi lebih tergantung
pada sedikit banyaknya sinyal elektrik yang mempengaruhi depolarisasi. Timbulnya
gelombang yang menetap dari depolarisasi atrial atau wavelet yang dipicu oleh depolarisasi
atrial prematur atau aktivas aritmogenik dari fokus yang tercetus secara cepat. Pada multiple
wavelet reentry, sedikit banyaknya sinyal elektrik dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu periode
refrakter, besarnya ruang atrium dan kecepatan konduksi. Hal ini bisa dianalogikan, bahwa
pada pembesaran atrium biasanya akan disertai dengan pemendekan periode refrakter dan
terjadi penurunan kecepatan konduksi. Ketiga faktor tersebut yang akan meningkatkan sinyal
elektrik dan menimbulkan peningkatan depolarisasi serta mencetuskan terjadinya atrial
fibrilasi.5

Gambar 2. Proses aktivasi fokal atrial fibrilasi dan B. Proses Multiple Wavelet Reentry
Atrial Fibrilasi8

Mekanisme fibrilasi atrium identik dengan mekanisme fibrilasi ventrikel kecuali bila
prosesnya ternyata hanya di massa otot atrium dan bukan di massa otot ventrikel. Penyebab
yang sering menimbulkan fibrilasi atrium adalah pembesaran atrium akibat lesi katup jantung
yang mencegah atrium mengosongkan isinya secara adekuat ke dalam ventrikel, atau akibat
kegagalan ventrikel dengan pembendungan darah yang banyak di dalam atrium. Dinding

15
atrium yang berdilatasi akan menyediakan kondisi yang tepat untuk sebuah jalur konduksi yang
panjang demikian juga konduksi lambat, yang keduanya merupakan faktor predisposisi bagi
fibrilasi atrium.5

Karakteristik Pemompaan Atrium Selama Atrial Fibrilasi


Atrium tidak akan memompa darah selama FA berlangsung. Oleh karena itu atrium
tidak berguna sebagai pompa primer bagi ventrikel. Walaupun demikian, darah akan mengalir
secara pasif melalui atrium ke dalam ventrikel dan efisiensi pompa ventrikel akan menurun
hanya sebanyak 20 – 30 %. Oleh karena itu, dibanding dengan sifat yang mematikan dari
fibrilasi ventrikel, orang dapat hidup selama beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan
atrial fibrilasi, walaupun timbul penurunan efisiensi dari seluruh daya pompa jantung.7

Patofisiologi Pembentukan Trombus pada Atrial Fibrilasi


Pada AF aktivitas sistolik pada atrium kiri tidak teratur, terjadi penurunan atrial flow
velocities yang menyebabkan statis pada atrium kiri dan memudahkan terbentuknya trombus.
Pada pemeriksaan TEE (Transesophageal Echocardiography), trombus pada atrium kiri lebih
banyak dijumpai pada pasien FA dengan stroke emboli. Beberapa penelitian menghubungkan
FA dengan gangguan hemostasis dan thrombosis. Kelainan tersebut mungkin akibat dari statis
atrial tetapi mungkin juga sebagai kofaktor terjadinya tromboemboli pada FA. Kelainan-
kelainan tersebut adalah peningkatan faktor von Willebrand ( faktor VII ), fibrinogen, D-dimer,
dan fragmen protrombin. Sohaya melaporkan FA akan meningkatkan agregasi trombosit,
koagulasi dan hal ini dipengaruhi oleh lamanya FA.4

16
Gambar 3. Gambar etiologi, patofisiologi dan mekanisme terjadinya stroke oleh karena
thromboemboli pada Fibrilasi Atrial.2
2.5 Tanda dan Gejala Atrial Fibrilasi

Pada dasarnya, atrial fibrilasi tidak memberikan tanda dan gejala yang khas dan spesifik
pada perjalanan penyakitnya. Umumnya gejala dari atrial fibrilasi adalah peningkatan denyut
jantung, ketidakteraturan irama jantung dan ketidakstabilan hemodinamik. Disamping itu,
atrial fibrilasi juga memberikan gejala lain yang diakibatkan oleh penurunan oksigenisasi darah
ke jaringan, seperti pusing, kelemahan, kelelahan, sesak nafas dan nyeri dada. Akan tetapi,
lebih dari 90% episode dari atrial fibrilasi tidak menimbulkan gejala-gejala tersebut.2

Tanda dan gejala lain pada atrial fibrilasi seperti palpitasi. Palpitasi merupakan salah
satu gejala yang sering muncul pada pasien dengan atrial fibrilasi akibat respon ventrikel yang
ireguler. Namun gejala palpitasi dapat juga terjadi pada pasien dengan penyakit jantung
lainnya. Palpitasi belum menjadi gejala yang spesifik untuk mendasari pasien mengalami atrial
fibrilasi. Untuk menunjukkan adanya atrial fibrilasi, pasien biasanya disertai dengan keluhan
kesulitan bernafas seperti sesak, syncope, pusing dan ketidaknyamanan pada dada. Gejala
tersebut di atas dialami oleh pasien dimana pasien juga mengeluh dadanya terasa seperti diikat,
sesak nafas dan lemas.2

17
Sering pada pasien yang berjalan, pasien merasakan sakit kepala seperti berputar-putar
dan melayang tetapi tidak sampai pingsan. Serta nadi tidak teratur, cepat, dengan denyut sekitar
140x/menit. Atrial fibrilasi dapat disertai dengan pingsan (syncope) ataupun dengan pusing
yang tak terkendali. Kondisi ini akibat menurunnya suplai darah ke sitemik dan ke otak.2

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Elektrokardiogram sangat penting perannya dalam mendiagnosis Fibrilasi Atrial.
Rontgen dada harus dilakukan bila dicurigai adanya kelainan pulmonal atau adanya kecurigaan
gagal jantung dan juga harus dapat mendeteksi adanya pembesaran dari jantung. Sebagai
bagian dari pemeriksaan inisial, seluruh pasien dengan fibrilasi atrial harus memiliki
Transthoracic echocardiogram 2 dimensi untuk mendeteksi adanya kelainan struktur dari
jantung, menilai fungsi kerja dari jantung dan mengevaluasi dari ukuran atrium. Pemeriksaan
laboratorium harus mencantumkan adanya kadar elektrolit serum, pemeriksaan kadar hormon
tiroid, fungsi ginjal dan hati serta darah perifer lengkap.5

Transesofageal Echocardiography (TEE)

TEE merupakan teknik yang sensitif dan spesifik untuk mendeteksi thrombus Left
Atrium (LA) sebagai sumber potensial dari emboli sistemik pada FA dan dapat digunakan
untuk panduan waktu untuk kardioversi atau prosedur ablasi kateter. TEE juga dapat
mengidentifikasi gambaran yang berhubungan dengan resiko meningkatnya pembentukan
thrombus LA, seperti berkurangnya aliran Left Atrial Appendage (LAA) dan aortic atheroma.
Pada 5-15% pasien dengan FA, TEE sebelum direncanakan kardioversi dapat menemukan
adanya thrombus LA atau LAA.8

Electrophysiological Study (EP Study)

EP studi dapat membantu saat pertama kali didapatkan FA dari takikardia


supraventrikuler, seperti AV node reentrant tachycardia, AV reentry yang melibatkan
accessory pathway, or ectopic atrial tachycardia. Ablasi dari supraventricular takikardia dapat
mencegah atau mengurangi kekerapan dari FA. Ablasi dilakukan pada lokasi dimana terdapat
frekuensi yang sangat tinggi, ablasi biasanya dilakukan dekat dengan persimpangan antara
vena pulmoner dan atrium kiri. Diharapkan terjadi pemanjangan siklus FA dan konversi
kembali ke irama sinus pada pasien-pasien dengan FA paroksismal, sedangkan pada pasien
dengan FA persistent frekuensi fokal yang tinggi menyebar di seluruh atrium, sehingga sulit
untuk dilakukan ablasi dan konversi untuk kembali ke irama sinus lebih sulit didapat.5

18
EP study sering dianjurkan untuk pasien dengan delta wave pada EKG. Beberapa pasien
dengan FA biasanya juga mengalami Atrial Flutter dan dapat juga memperoleh manfaat dengan
dilakukannya kateter ablasi. FA. FA yang berhubungan dengan irama ventrikuler yang cepat
serta QRS yang lebar (konduksi aberrans) kadang sering salah didiagnosis sebagai takikardi
vntrikel, dan EP study dapat membantu untuk membuat diagnosis yang benar.8

Pemeriksaan Penunjang Tambahan untuk FA.

Kadar B-type natriuretic peptide dalam darah atau M-terminal pro-B-type natriuretic
peptide dapat meningkat pada pasien dengan paroksismal dan persisten FA pada pasien dengan
ketiadaan gejala gagal jantung, serta kadarnya akan meningkat cepat setelah terjadinya
perubahan irama menjadi irama sinus.4

2.7 Tatalaksana Terintegrasi Penanganan Pasien dengan Fibrilasi Atrial


Guideline ESC merekomendasikan 5 domain yang perlu diperhatikan untuk tatalaksana
pasien yang baru pertama kali terdiagnosa FA, yaitu :
1. Hemodinamik yang tidak stabil atau terbatas; gejala yang berat.
2. Adanya faktor yang mempresipitasi (contoh: tirotoksikosis, sepsis, post operatif FA)
serta adanya kelainan kardiovaskular yang mendasari.
3. Risiko terjadinya stroke dan kebutuhan untuk penggunaan antikoagulan.
4. Denyut jantung serta perlunya obat pengatur denyut jantung.
5. Penilaian gejala serta perlunya kontrol irama.

Pendekatan terpadu dan terstruktur untuk perawatan FA, sebagaimana diterapkan dengan
sukses ke domain kedokteran lainnya, akan memfasilitasi secara konsisten manajemen FA.2

2.8 Pencegahan Thromboemboli


2.8.1 Memilih Regimen Antitrombotik — Menyeimbangkan Risiko dan Manfaat
FA, apakah paroksismal, persisten, atau permanen dan apakah simptomatik atau silent,
secara signifikan meningkatkan risiko stroke iskemik tromboemboli. Nonvalvular FA
meningkatkan risiko stroke 5 kali, dan FA karena stenosis mitral meningkatkan risiko stroke
20 kali dibandingkan pasien dengan irama sinus. Tromboemboli yang terjadi dengan FA
dikaitkan dengan risiko stroke berulang yang lebih besar, kecacatan lebih parah, dan kematian.
Silent FA juga terkait dengan stroke iskemik. Penggunaan terapi antitrombotik yang tepat dan

19
kontrol faktor risiko lainnya, termasuk hipertensi dan hiperkolesterolemia, secara substansial
mengurangi risiko stroke.2
Agen antitrombotik secara rutin digunakan untuk pencegahan tromboemboli pada
pasien dengan FA nonvalvular termasuk obat antikoagulan (UFH dan LMWH, warfarin, dan
direct trombin dan penghambat faktor Xa) serta obat-obatan antiplatelet (aspirin dan
clopidogrel). Meskipun antikoagulan telah efektif dalam mengurangi stroke iskemik dalam
beberapa uji acak terkontrol (RCT), penggunaannya dikaitkan dengan peningkatan risiko
perdarahan, mulai dari perdarahan ringan hingga perdarahan intrakranial yang fatal atau
perdarahan ekstrakranial. Inhibitor trombosit (sendiri atau dalam kombinasi) kurang efektif
daripada warfarin, namun lebih baik ditoleransi oleh beberapa pasien, dan dikaitkan dengan
risiko perdarahan intraserebral yang lebih rendah. Pertimbangan yang cermat diperlukan untuk
menyeimbangkan manfaat dan risiko pendarahan pada setiap individu.2

2.8.1.1 Skema Stratifikasi Risiko (CHADS2, CHA2DS2-VASc dan HAS-BLED)


Satu meta-analisis telah mengelompokkan risiko stroke iskemik di antara pasien dengan
FA nonvalvular menggunakan sistem penilaian poin yang berikut ini: CHADS2 (Gagal jantung
kongestif, Hipertensi, Usia >75 tahun, Diabetes mellitus, Riwayat Stroke sebelumnya atau TIA
atau Tromboemboli berulang), atau CHA2DS2-VASc (gagal Jantung kongestif, Hipertensi,
Usia > 75 tahun, Diabetes mellitus, Riwayat Stroke sebelumnya atau TIA atau tromboemboli
berulang, Penyakit pembuluh darah, Usia 65 hingga 74 tahun, Jenis Kelamin).2
Jika dibandingkan dengan skor CHADS2, CHA2DS2-Skor VASc untuk FA
nonvalvular memiliki skor yang lebih luas kisaran (0 hingga 9) dan mencakup sejumlah besar
faktor risiko (Jenis kelamin perempuan, usia 65 hingga 74 tahun, dan penyakit pembuluh
darah). Dalam skema ini, perempuan tidak dapat mencapai CHA2DS2-VASc skor 0. Dalam
registri Denmark nasional dari 1997 hingga 2008, indeks CHA2DS2-VASc lebih baik dalam
menilai risiko stroke di antara subyek dengan baseline skor CHADS2 dari 0 hingga 1. Dalam
penelitian lain di antara pasien dengan FA, skor CHA2DS2-VASc lebih jelas mendefinisikan
individu mana yang memerlukan antikoagulan daripada skor CHADS2.2

20
Tabel 1. Perbandingan antara Skor CHADS2 dan CHA2DS2 VASC pada pasien FA
nonvalvular.4

Skor risiko perdarahan yang digunakan untuk mengukur risiko perdarahan diantaranya
termasuk HAS-BLED (Hipertensi, Fungsi Ginjal / hati abnormal, Stroke, Riwayat perdarahan
atau kecenderungan perdarahan, INR labil, Lansia, Obat-obatan / alkohol bersamaan), RIETE
(Registry Komputerisasi Pasien Dengan Tromboemboli Vena), HEMORR2HAGES (Penyakit
Hati atau Ginjal, Penyalahgunaan Etanol, Keganasan, Usia Tua, Berkurang Jumlah atau Fungsi
Platelet, Pendarahan Ulang, Hipertensi, Anemia, Faktor Genetik, Risiko Jatuh Berlebihan dan
Stroke), dan ATRIA (Antikoagulasi dan Faktor Risiko di Atrial Fibrilasi)9. Meskipun skor ini
mungkin membantu dalam mendefinisikan pasien dengan risiko perdarahan tinggi, utilitas
klinis mereka tidak cukup untuk digunakan sebagai bukti rekomendasi dalam pedoman ini.
Skor RIETE dikembangkan dari kohort tromboemboli vena besar dan mencakup 2 poin untuk
perdarahan terakhir, 1,5 poin untuk tingkat kreatinin atau anemia yang abnormal, dan 1 poin
untuk masing-masing hal berikut:> 75 tahun, kanker, atau emboli paru pada awal. Skor ATRIA
memberikan poin ke variabel berikut: anemia, 3; penyakit ginjal berat, 3; > 75 tahun, 2;
pendarahan sebelumnya,1; dan hipertensi, 1.2

21
HAS-BLED adalah skor berdasarkan adanya hipertensi (tekanan darah sistolik> 160
mmHg), fungsi hati atau ginjal abnormal, riwayat stroke atau perdarahan, INR labil, usia lanjut
(> 65 tahun), penggunaan obat-obatan yang meningkatkan pendarahan, atau kelebihan alkohol.
Skor > 3 menunjukkan potensi "risiko tinggi" untuk perdarahan dan mungkin membutuhkan
pengamatan yang lebih ketat dari pasien untuk risiko perdarahan, pemantauan lebih ketat pada
INR, atau pilihan dosis diferensial antikoagulan oral atau aspirin. HAS-BLED lebih baik
menilai risiko perdarahan daripada sistem penilaian HEMORR2HAGES atau ATRIA.6

Gambar 4. Pencegahan Stroke pada Atrial Fibrilasi2

2.8.2 Pilihan Terapi Anti Trombotik


Obat antitrombotik mencegah stroke dan emboli sistemik di antara pasien dengan FA
dengan mengurangi pembentukan gumpalan yang kaya trombotik atau trombotik di LA atau
LAA, dimana gumpalan dapat embolisasi melalui sirkulasi sistemik ke otak atau situs lain.
Percobaan pencegahan stroke membandingkan warfarin atau aspirin dengan plasebo dan
membandingkan aspirin dengan warfarin atau clopidogrel dan aspirin. Warfarin juga
dibandingkan dengan agen antiplatelet ganda (clopidogrel dan aspirin). Uji coba juga telah
membandingkan direct trombin inhibitor dan faktor Xa Inhibitor dengan warfarin dan, dalam

22
1 kasus, dengan aspirin. Pencegahan stroke primer dan sekunder telah dilakukan evaluasi.
Pemilihan agen antitrombotik harus didasarkan pada pengambilan keputusan bersama yang
dilakukan dengan memperhitungkan faktor risiko, biaya, tolerabilitas, preferensi pasien,
potensi interaksi obat, dan karakteristik klinis lainnya, termasuk waktu pasien dalam kisaran
INR terapeutik jika pasien telah menggunakan terapi warfarin, terlepas dari apa pun apakah
pola AF paroksismal, persisten, atau permanen.4

2.8.3 Antikoagulan Oral


2.8.3.1 Warfarin
Warfarin adalah antagonis vitamin K yang digunakan sejak 1950-an sebagai
antikoagulan oral untuk pencegahan stroke pada pasien dengan FA. Mekanisme aksi kerjanya
dalam kaskade koagulasi ditunjukkan pada Gambar 5. Di antara 6 RCT dari 2.900 subyek di
mana dosis warfarin disesuaikan dibandingkan dengan plasebo atau tanpa pengobatan, rata-
rata INR berkisar dari 2.0 hingga 2.9. Dosis Warfarin disesuaikan menghasilkan 64%
pengurangan RR (95% CI: 49% menjadi 74%) untuk iskemik dan stroke hemoragik
dibandingkan dengan plasebo. Yang absolut pengurangan risiko adalah 2,7% per tahun, yang
menghasilkan number needed to treat 37 selama 1 tahun untuk mencegah 1 stroke dan 12 untuk
pasien dengan stroke sebelumnya atau TIA.4 Penggunaan VKA dibatasi oleh interval terapi
yang sempit, yang mengharuskan pemantauan sering dan penyesuaian dosis, tetapi VKA,
ketika diberikan dengan waktu yang memadai dalam kisaran terapi (Time in Therapeutic
Range), efektif untuk pencegahan stroke pada pasien FA. VKA saat ini merupakan satu-
satunya pengobatan dengan keamanan yang mapan pada pasien AF dengan penyakit katup
mitral rematik dan penyakit atau prostesis katup jantung mekanis.2

23
Gambar 5. Kaskade Koagulasi4

2.8.3.2 Oral Antikoagulan Non Vitamin K Antagonis


NOAC, direct inhibitor thrombine termasuk dabigatran dan penghambat faktor Xa
apixaban, edoxaban, dan rivaroxaban, adalah alternatif yang cocok untuk VKA untuk
pencegahan stroke pada FA. Penggunaannya dalam praktik klinis meningkat dengan cepat.
Semua NOACs memiliki efek yang dapat diprediksi (onset dan offset) tanpa perlu pemantauan
antikoagulasi secara teratur. Percobaan fase III telah dilakukan dengan dosis yang dipilih
dengan hati-hati dari NOAC, termasuk aturan yang jelas untuk pengurangan dosis.4

Apixaban
Dalam ARISTOTLE (dalam percobaan Atrial Fibrilasi Apixaban untuk Pengurangan
risiko Stroke dan Peristiwa Trombo-embolik Lainnya), apixaban 5 mg dua kali sehari
mengurangi stroke atau emboli sistemik sebesar 21% dibandingkan dengan warfarin, serta
mengurangi perdarahan mayor sebesar 31% serta mengurangi 11% dalam semua penyebab
kematian (semua signifikan secara statistik).4

24
Tingkat stroke hemoragik dan perdarahan intrakranial, tetapi tidak stroke iskemik, lebih
rendah pada apixaban. Tingkat perdarahan gastrointestinal serupa antara kedua kelompok
pengobatan.10
Apixaban adalah satu-satunya NOAC yang telah dibandingkan dengan aspirin pada
pasien FA; apixaban secara signifikan mengurangi stroke atau emboli sistemik sebesar 55%
dibandingkan dengan aspirin, dengan tidak ada atau hanya perbedaan kecil dalam tingkat
perdarahan besar atau perdarahan intracranial.4

Dabigatran
Dalam RE-LY (Evaluasi Acak Terapi Anticoagulan Jangka Panjang), dabigatran 150 mg dua
kali sehari dapat mengurangi risiko stroke dan emboli sistemik sebesar 35% dibandingkan
dengan warfarin dengan perbedaan signifikan dalam peristiwa major bleeding. Dabigatran 110
mg dua kali sehari tidak kalah dengan warfarin untuk pencegahan stroke dan emboli sistemik,
dengan perdarahan mayor 20% lebih sedikit. Kedua dosis dabigatran tersebut secara signifikan
mengurangi perdarahan stroke dan perdarahan intrakranial. Dabigatran 150 mg dua kali sehari
secara signifikan mengurangi stroke iskemik sebesar 24% dan mortalitas vaskular sebesar 12%,
sementara perdarahan gastrointestinal meningkat secara signifikan 50%.11

Edoxaban
Pada ENGAGE AF-TIMI 48 (Effective Anticoagulation with Factor Xa Next
Generation in Atrial Fibrillation – Thrombolysis in Myocardial Infarction trial, edoxaban 60
mg sekali sehari dan edoxaban 30 mg sekali sehari (dengan pengurangan dosis pada pasien
tertentu), dibandingkan dengan warfarin dosis disesuaikan. Edoxaban 60 mg sekali sehari tidak
kalah dengan warfarin. Dalam analisis pengobatan, edoxaban 60 mg sekali sehari non inferior
bila dibandingkan warfarin untuk pencegahan stroke dan emboli sistemik serta secara
signifikan mengurangi kejadian perdarahan besar sebesar 53%. Kematian kardiovaskular
berkurang pada pasien yang dirandomisasi dengan edoxaban 60 mg sekali setiap hari atau
edoxaban 30 mg sekali sehari dibandingkan dengan warfarin. Hanya regimen dengan dosis
yang lebih tinggi yang disetujui untuk diberikan dalam pencegahan FA.12

Rivaroxaban
Di ROCKET-AF (Rivaroxaban Once Daily Oral Direct Factor Xa Inhibition
Compared with Vitamin K Antagonism for Prevention of Stroke and Embolism Trial in Atrial
Fibrillation), pasien secara acak diberikan rivaroxaban 20 mg sekali sehari atau VKA, dengan

25
penyesuaian dosis hingga 15 mg setiap hari untuk mereka yang diperkirakan CrCl 30 - 49 mL
/ mnt dengan rumus Cockroft – Gault. Rivaroxaban tidak kalah dengan warfarin untuk
pencegahan stroke dan emboli sistemik dalam intention-to-treat-analysis, sementara analisis
per-protokol pada pengobatan tercapai keunggulan statistik dengan pengurangan stroke atau
sistemik emboli sebesar 21% bila dibandingkan dengan warfarin. Rivaroxaban tidak
mengurangi tingkat kematian, stroke iskemik, atau peristiwa perdarahan besar dibandingkan
dengan VKA. Terjadi peningkatan kejadian perdarahan saluran pencernaan, tetapi terdapat
pengurangan yang signifikan pada stroke hemoragik dan perdarahan intrakranial bila
rivaroxaban dibandingkan dengan warfarin.13

2.8.4 Oral Antikoagulan pada Pasien dengan Gangguan fungsi Ginjal


CKD dikaitkan dengan stroke dan perdarahan dari hasil kumpulan data besar.
Antikoagulan dapat digunakan dengan aman pada pasien FA dengan CKD [glomerular
filtration rate (GFR) sedang atau sedang hingga parah ≥ 15 mL / menit]: uji coba SPAF
(Pencegahan Stroke pada Fibrilasi Atrium) III secara acak 805/1936 peserta dengan CKD stage
3 (diperkirakan GFR, 59 mL / mnt / 1,73 m2), dan melaporkan hasil yang baik dari warfarin
(INR 2 - 3). Temuan ini didukung oleh data dasar besar dari Swedia, di mana risiko stroke lebih
rendah pada pasien CKD dengan FA yang diobati dengan warfarin (HR yang disesuaikan 0,76;
95% CI 0,72 - 0,80), dimana risiko perdarahan sedikit meningkat, terutama saat awal terapi
dimulai. Dalam meta-analisis dari major NOAC trial, pasien dengan CKD ringan atau sedang
mengalami stroke lebih sedikit, emboli sistemik, atau kejadian perdarahan mayor pada NOAC
daripada pada warfarin. Fungsi ginjal harus dipantau secara teratur pada pasien FA untuk
penyesuaian dosis untuk mereka yang menggunakan NOAC.14

26
Tabel 2. Penyesuaian dosis untuk NOACs sebagaimana dievaluasi dalam uji coba
PHASE III4
Dabigatran Rivaroxaban Apixaban Edoxaban
RE-LY ROCKET-AF ARISTOTLE ENGAGE AF-
TIMI48
Renal clearance 80% 80% 80% 80%
Jumlah Pasien 18 113 18 113 18 113 18 113
Dosis 150 mg atau 110 mg 20mg sekali sehari 5 mg dua kali sehari 60mg atau 30mg
2x perhari sekali sehari

Kriteria eksklusi CrCl <30 mL/min CrCl <30 mL/min CrCl <25 mL/min CrCl <30 mL/min
untuk CKD

Dosis penyesuaian Tidak ada 15 mg sekali sehari 2.5 mg 2x/hari bila 30 mg (or 15 mg)
untuk CKD bila CrCl 30–49 kreatinin darah≥ sekali sehari bila
mL/min 1.5 mg/dL CrCl <50 mL/min
(133 μmol/L) dan
umur≥
80 tahun
Atau BB≤
60 kg

Persentase pasien 20% dengan 21% dengan 15% dengan 19% dengan
dengan CKD CrCl 30–49 mL/min CrCl 30–49 mL/min CrCl 30–50 mL/dL CrCl <50 mL/min

Pengurangan stroke Tidak ada hubungan Tidak ada hubungan Tidak ada hubungan NA
dan emboli sistemik dengan status CKD dengan status CKD dengan status CKD

Pegurangan Pengurangan risiko Perdarahan major Pengurangan NA


perdarahan major perdarahan major hampir sama perdarahan major
dibanding warfarin pada pasien dengan dengan apixaban
eGFR >80ml/min

2.9 Pertimbangan dalam Pemilihan Antikoagulan


Pemilihan agen untuk terapi antitrombotik tergantung pada sejumlah besar variabel,
termasuk faktor klinis, preferensi dokter dan pasien, dan, dalam beberapa keadaan, biaya. Agen
baru saat ini sangat lebih mahal dari warfarin. Namun, keterbatasan diet dan kebutuhan untuk
pengujian INR berulang dihilangkan dengan agen baru. Jika pasien stabil, kondisinya mudah
dikontrol, dan mereka puas dengan warfarin terapi, tidak perlu untuk beralih ke agen baru.
Namun, penting untuk mendiskusikan opsi ini dengan pasien yang merupakan kandidat untuk
agen baru. 4
Semua 3 antikoagulan oral baru memiliki keunggulan lebih dari warfarin karena
mereka lebih dapat diprediksi profil farmakologis, lebih sedikit interaksi obat-obat, tidak
adanya efek makanan utama, dan kurangnya risiko perdarahan intrakranial daripada warfarin.
Mereka memiliki onset cepat dan offset aksi sehingga tidak perlu adanya bridging terapi

27
antikoagulan parenteral selama inisiasi, dan bridging mungkin tidak diperlukan pada pasien
terapi kronis yang membutuhkan penghentian antikoagulasi singkat untuk prosedur invasif.
Namun, kepatuhan ketat dengan antikoagulan oral baru ini sangat penting. Karena melupakan
1 dosis dapat menghasilkan periode tanpa perlindungan dari tromboemboli. Akibatnya, FDA
mengeluarkan peringatan yang menghentikan agen baru ini dapat meningkatkan risiko
tromboemboli dan bahwa pemberian dengan antikoagulan lain mungkin diperlukan. Selain itu,
antidote masih dalam pengembangan, dan saat ini belum tersedia, meskipun waktu paruh
pendek mengurangi kebutuhan untuk antidot. Penyesuaian dosis OAC diperlukan untuk
mereka yang menderita CKD atau berat badan ekstrem, kelebihan agen baru ini tidak
memerlukan pemantauan INR secara teratur atau waktu tromboplastin parsial teraktivasi.4
Hal yang penting, pasien dengan katup jantung mekanis atau stenosis mitral yang
secara hemodinamik bermakna dikecualikan dari semua 3 percobaan utama (RE-LY,
ROCKET AF, dan ARISTOTLE); oleh karena itu, pasien ini harus dikelola dengan warfarin.
Selain itu risiko lebih banyak pendarahan setelah operasi katup pada pengguna dabigatran
dibandingkan pada pengguna warfarin; dengan demikian, dabigatran dikontraindikasikan
untuk digunakan pada pasien dengan katup jantung mekanis. Informasi keamanan dan
kemanjuran obat serupa kurang untuk rivaroxaban dan apixaban pada pasien dengan katup
jantung mekanis. Katup jantung bioprostetik belum dipelajari dengan antikoagulan baru. Tak
satu pun dari 3 uji coba utama mengikutsertakan wanita hamil atau menyusui, anak-anak,
pasien dengan penyebab reversible FA atau penderita hipertensi berat (tekanan darah sistolik
> 180 mmHg atau tekanan darah diastolik> 100 mmHg). Pasien dengan stroke baru (dalam 7
sampai 14 hari), pasien dengan penyakit hati yang signifikan, dan pasien kompleks dengan
beberapa kondisi kronis dikeluarkan dari semua percobaan.4
Jika terjadi perdarahan atau overdosis, agen antikoagulan harus dihentikan.
Penggunaan arang aktif untuk mengurangi penyerapan dapat dipertimbangkan. Dabigatran
dapat dilakukan eliminasi dengan hemodialisa, tetapi apixaban dan rivaroxaban tidak, dan
keduanya sangat terikat protein plasma.4

2.10 Penghentian serta Bridging Antikoagulan


Penghentian antikoagulan sering dipertimbangkan pada pasien dengan FA yang
memiliki episode perdarahan atau membutuhkan prosedur bedah atau intervensi yang terkait
dengan risiko perdarahan. Ada sedikit bukti yang menjadi dasar rekomendasi spesifik tentang
bridging antikoagulan oral di antara pasien dengan FA nonvalvular dengan dosis heparin atau
LMWH yang disesuaikan; namun, studi tambahan (mis: BRIDGE [Bridging Anticoagulation
28
in Patients who Require Temporary Interruption of Warfarin Therapy for an Elective Invasive
Procedure or Surgery]) sedang berlangsung. Durasi penghentian dan waktu dimulainya
kembali antikoagulan setelah prosedur berbeda pada setiap individu atas pertimbangan risiko
kejadian trombotik dan tingkat keparahan operasi dan perioperative risiko perdarahan. Untuk
pasien yang dirawat dengan warfarin dan untuk yang berisiko rendah thromboemboli atau
mereka yang berisiko kembali dalam ritme sinus normal dan sedang menjalani operasi atau
prosedur diagnostik yang membawa risiko perdarahan, menghentikan warfarin hingga 1
minggu dan membiarkan INR normal tanpa mengganti UFH dapat diterima. Warfarin
kemudian dilanjutkan setelah hemostasis yang adekuat sudah tercapai. Untuk pasien yang
berisiko lebih tinggi dari tromboemboli (katup mekanik, stroke sebelumnya, Skor CHA2DS2-
VASc ≥ 2), bridging dengan UFH atau LMWH adalah hal yang umum dipraktikkan, meskipun
data untuk LMWH terbatas. Pendekatan yang semakin umum, terutama untuk pemasangan alat
pacu jantung atau implantasi cardioverter-defibrillator implan, ablasi kateter, angiografi
koroner, dan intervensi vaskular lainnya, adalah dengan melakukan prosedur tanpa menstop
pemberian warfarin. Radiofrequency ablasi kateter FA dilakukan pada pasien dengan INR
terapeutik, tidak meningkatkan terjadinya risiko perdarahan dan dapat mengurangi risiko
emboli. Implantasi alat pacu jantung atau defibrillator dengan INR terapeutik memiliki risiko
lebih rendah perdarahan pasca operasi daripada menghentikan warfarin dan memulai
antikoagulasi bridging dengan UFH atau LMWH dan dapat dipertimbangkan pada pasien yang
membutuhkan perangkat implantasi yang juga memiliki risiko tromboemboli sedang hingga
tinggi.15
Untuk inhibitor faktor Xa oral dan direct thrombin inhibitor, pengalaman masih
terbatas dengan penghentian obat sebelum prosedur bedah. Dalam uji coba AF ROCKET,
rivaroxaban dilanjutkan selama 2 hari sebelum operasi elektif atau prosedur invasif dan selama
24 jam sebelum semiurgent prosedur. Peningkatan risiko perdarahan seharusnya ditimbang
dengan hati-hati terhadap urgensi operasi atau prosedur invasif. Penghentian antikoagulan
harus dipandu oleh sifat farmakologis dari obat. Waktu pembukaan kembali harus
diperhitungkan fakta bahwa antikoagulan, berbeda dengan warfarin, adalah onset kerja segera
dan bahwa antidote yang belum tersedia untuk agen ini, yang mempersulit manajemen jika
terjadi perdarahan. Untuk operasi elektif, menghentikan agen ini selama 1 hari (2 dosis untuk
dabigatran dan apixaban; 1 dosis untuk rivaroxaban) sebelum prosedur umumnya cukup untuk
pasien dengan fungsi ginjal normal. Juga, untuk pasien dengan fungsi ginjal normal, kebutuhan
untuk hemostasis lengkap (mis., untuk tusukan tulang belakang, kateter tulang belakang /
epidural, atau pembedahan besar) membutuhkan penghentian selama ≥ 48 jam. An activated
29
tromboplastin time untuk dabigatran dan prothrombin time untuk apixaban dan rivaroxaban
dapat memberikan informasi yang berguna; level yang dekat dengan kontrol menunjukkan
konsentrasi serum yang rendah agen ini. Untuk pasien yang menjalani ablasi kateter atau
prosedur apa pun di mana perforasi ruang jantung mungkin terjadi, agen-agen baru ini harus
digunakan dengan hati-hati karena belum tersedianya antidote yang disetujui dalam hal
tamponade jantung. Dalam beberapa kasus, activated prothrombin complex concentrate and
recombinant factor VIIa telah digunakan sebagai antidote OAC dari agen baru ini. Antidote
spesifik agen, saat ini belum tersedia tetapi sedang dalam pengembangan. Penggunaan stent
bare-metal atau pembedahan bypass arteri coroner dengan obat-eluting di mana memerlukan
penggunaan jangka panjang agen antiplatelet ganda bersamaan dan mungkin meningkatkan
risiko perdarahan merupakan pertimbangan yang diperlukan ketika jangka panjang terapi
dengan antikoagulan ini diinginkan.4
Pada pasien yang menjalani intervensi koroner perkutan, terapi antiplatelet ganda
dengan aspirin dan clopidogrel diindikasikan untuk mencegah trombosis stent. Kombinasi
antikoagulan oral dan terapi antiplatelet ("Triple Therapy") dikaitkan dengan risiko tahunan
yang tinggi episode perdarahan fatal dan nonfatal. Penelitian baru-baru ini, pada pasien yang
menggunakan antikoagulan oral yang menjalani perkutan intervensi koroner, kemanjuran dan
keamanan terapi antiplatelet dengan aspirin dan clopidogrel dibandingkan clopidogrel sendiri
sedang dipelajari. Penggunaan clopidogrel tanpa aspirin dikaitkan dengan pengurangan
perdarahan dan tidak ada peningkatan risiko terjadinya thrombus.4

2.11 Prosedur yang dapat dilakukan untuk pencegahan Thromboemboli


Oklusi LAA penggunakan alat watchman dapat mengurangi risiko stroke pada pasien
dengan kontraindikasi OAC. Data dari European Registry melaporkan tingkat keberhasilan
implantasi yang tinggi (98%), dengan tingkat komplikasi terkait prosedur yang dapat diterima
sebesar 4% pada 30 hari. Selain itu surgical occlusi atau exclusi LAA disertai ablasi FA juga
diperkirakan dapat mengurangi risiko stroke pada pasien FA, namun RCT untuk ini masih
sangat jarang.2

30
BAB III
KESIMPULAN

Pasien Fibrilasi Atrial memiliki risiko yang tinggi untuk terjadinya stroke, dimana
merupakan suatu morbiditas yang mempengaruhi kualitas hidup pasien secara menyeluruh. Hal
ini disebabkan oleh meningkatnya pembentukan thromboemboli pada pasien dengan fibrilasi
atrial yang dapat mencetuskan kejadian stroke. Berbagai upaya telah dilakukan untuk
pencegahan stroke, melalui berbagai uji coba. Penilaian faktor risiko stroke dengan system
skoring serta penilaian risiko perdarahan diperlukan untuk memulai terapi antikoagulan
sebagai pencegahan stroke pada pasien dengan Fibrilasi Atrial. Selain upaya medikamentosa,
upaya non medikamentosa juga dapat dilakukan untuk pencegahannya. Diharapkan angka
morbiditas stroke dapat diturunkan dengan secara dini mendeteksi pasien dengan Fibrilasi
Atrial serta memberikan terapi pencegahan untuk pasien dengan risiko tinggi.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. National Stroke Association. AFib-Stroke Connection [Internet]. 2018. Available from:


https://www.stroke.org/understand-stroke/preventing-a-stroke/afib-stroke-connection/
2. Task A, Members F, Kirchhof P, Uk C, Uk DK, Uk BC, et al. 2016 ESC Guidelines for
the management of atrial fibrillation developed in collaboration with EACTS The Task
Force for the management of atrial fibrillation of the European Society of Cardiology (
ESC ) Developed with the special contribution of the Europ. 2016;2893–962.
3. Mcintyre WF, Healey J. Stroke Prevention For Patients With Atrial Fibrillation : Beyond
The Guidelines. 2017;9(6):1–7.
4. Conti JB, Murray KT. 2014 AHA / ACC / HRS Guideline for the Management of
Patients With Atrial Fibrillation. 2014;(212).
5. Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. IV. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam; 2014.
6. Skanes AC, Healey JS, Cairns JA, Dorian P, Gillis AM, McMurtry MS, et al. Focused
2012 Update of the Canadian Cardiovascular Society Atrial Fibrillation Guidelines:
Recommendations for Stroke Prevention and Rate/Rhythm Control. Can J Cardiol.
2012;28(2):125–36.
7. Iskemik S, Rsud DI. HUBUNGAN FIBRILASI ATRIUM DENGAN KEJADIAN
ANANTO WIBISONO FAKULTAS KEDOKTERAN. 2012;
8. Fuster V, Rydén LE, Cannom DS, Crijns HJ, Curtis AB, Ellenbogen KA, et al. Erratum:
ACC/AHA/ESC 2006 guidelines for the management of patients with atrial fibrillation-
executive summary. Vol. 28, European Heart Journal. 2007. 2046 p.
9. Fang MC, Go AS, Chang Y, Borowsky LH, Pomernacki NK, Udaltsova N, et al. A New
Risk Scheme to Predict Warfarin-Associated Hemorrhage: The ATRIA
(Anticoagulation and Risk Factors in Atrial Fibrillation) Study. J Am Coll Cardiol.
2011;58(4):395–401.
10. Hylek EM, Held C, Alexander JH, Lopes RD, Caterina R De, Wojdyla DM, et al. Major
Bleeding in Patients with Atrial Fibrillation Receiving Apixaban or Warfarin in the
ARISTOTLE Trial: Predictors, Characteristics, and Clinical Outcomes. J Am Coll
Cardiol. 2014;

32
11. Graham DJ, Reichman ME, Wernecke M, Zhang R, Southworth MR, Levenson M, et
al. Cardiovascular, bleeding, and mortality risks in elderly medicare patients treated with
dabigatran or warfarin for nonvalvular atrial fibrillation. Circulation. 2014;131(2):157–
64.
12. Giugliano RP, Ruff CT, Braunwald E, Murphy SA, Wiviott SD, Halperin JL, et al.
Edoxaban versus warfarin in patients with atrial fibrillation. (Supplementary Appendix).
N Engl J Med [Internet]. 2013;369(22):2093–104. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24251359
13. Patel MR, K.W. M, J. G, G. P, D.E. S, W. H, et al. Rivaroxaban versus warfarin in
nonvalvular atrial fibrillation. N Engl J Med. 2011;365(10):883.
14. Del-Carpio Munoz F, Michael Gharacholou S, Munger TM, Friedman PA, Asirvatham
SJ, Packer DL, et al. Meta-Analysis of Renal Function on the Safety and Efficacy of
Novel Oral Anticoagulants for Atrial Fibrillation. Am J Cardiol. 2016;117:69–75.
15. Douketis J, Spyropoulos A, Kaatz S, Caprini J, Dunn A, Garcia D, et al. Bridging
anticoagulation in patients who require temporary interruption of warfarin therapy for
an elective invasive procedure or surgery (the bridge trial). J Thromb Haemost.
2015;13:83–4.

33

Anda mungkin juga menyukai