Anda di halaman 1dari 22

JURNAL PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK

SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOM (SSA)


Penentuan Kadar Fe pada Air Laut

Oleh :
Rizky Amallia Prastika
17030194019
PKU 2017

PRODI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kimia analitik adalah cabang dari ilmu kimia yang mempelajari
tentang karakteristik suatu zat, meliputi analisis kuantitatif dan kualitataif.
Analisis kualitatif adalah analisis yang bertujuan untuk mengetahui senyawa-
senyawa yang terkandung dalam sampel, sedangkan analisis kuantitatif
adalah analisis yang bertujuan untuk mengetahui kadar suatu senyawa dalam
sampel. Dalam kimia analitik terdapat beberapa tahap pada proses analisis
yaitu penentuan masalah, penetapan metode, perolehan sampel, persiapan
sampel untuk analisis, pemisahan, pengukuran, perhitungan hasil, dan
pelaporan (Christian,2003).
Salah satu contoh metode analisis dalam analisis kimia kualitatif dan
kuantitatif adalah spektrofotometri serapan atom (SSA) atau dalam bahasa
inggris biasanya disebut atomic absorption spectrophotometri (AAS).
Spektrofotometri serapan atom adalah suatu metode analisis yang
didasarkan pada proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang
berada pada tingkat energi dasar (ground state). Penyerapan tersebut
menyebabkan tereksitasinya elektron dalam kulit atom ke tingkat energi yang
lebih tinggi. Keadaan ini bersifat labil, elektron akan kembali ke tingkat
energi dasar sambil mengeluarkan energi yang berntuk radiasi.
Dalam AAS, atom bebas berinteraksi dengan berbagai bentuk energi seperti
energi panas, energi elektromagnetik, energi kimia dan energi listrik.
Interaksi ini menimbulkan proses-proses dalam atom bebas yang
menghasilkan absorpsi dan emisi (pancaran) radiasi dan panas. Radiasi yang
dipancarkan bersifat khas karena mempunyai panjang gelombang yang
karakteristik untuk setiap atom bebas.
Adanya absorpsi atau emisi radiasi disebabkan adanya transisi elektronik
yaitu perpindahan elektron dalam atom, dari tingkat energi yang satu ke
tingkat energi lain.
Salah satu penerapan metode analisis dengan spektrofotometri
serapan atom adalah untuk mengetahui kadar suatu atom dalam sampel.

1
Dalam percobaan ini, kami akan menganalisis kadar Fe dalam sampel air laut
yang didapatkan dari laut di pesisir pantai madura dengan menggunakan
spektrofotometri AAS. Terdapat tiga langkah percobaan dalam praktikum ini
yaitu pembuatan larutan standar Fe dengan konsentrasi 1, 3, 6, 9 dan 12,
pembuatan kurva standar dan pembuatan larutan sampel.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana cara penentuan kadar Fe pada air laut
1.2.2 Bagaimana penerapan metode adisi standar pada penentuan kadar Fe
pada air laut ?
1.2.3 Berapa kadar Fe dalam air laut dengan metode adisi standar?
1.2.4 Berapa konsentrasi Fe pada air laut?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui cara penentuan kadar Fe pada air laut.
1.3.2 Mengetahui penerapan metode adisi standar pada penentuan kadar Fe
pada air laut.
1.3.3 Mengetahui jumlah kadar Fe dalam air laut dengan metode adisi
standar.
1.3.4 Mengetahui konsentrasi Fe pada air laut.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Spektrofotometri
Spektrofotometri adalah metode untuk mengukur seberapa banyak
zat kimia menyerap cahaya dengan mengukur intensitas cahaya ketika seberkas
cahaya melewati larutan sampel (Narayana, dkk., 2018: 80). Prinsip dasarnya
adalah bahwa setiap senyawa menyerap atau mentransmisikan cahaya pada
rentang panjang gelombang tertentu. Pengukuran ini juga dapat digunakan
untuk mengukur jumlah zat kimia yang dikenal. Spektrofotometri adalah salah
satu metode analisis kuantitatif dan kualitatif yang paling berguna di berbagai
bidang seperti kimia, fisika, biokimia, teknik material dan kimia serta aplikasi
klinis (Narayana, dkk., 2018: 82).
Setiap senyawa kimia menyerap, mentransmisikan, atau
memantulkan cahaya (radiasi elektromagnetik) pada rentang panjang
gelombang tertentu. Spectrophotometry adalah pengukuran seberapa banyak
zat kimia menyerap atau mentransmisikan. Spektrofotometri banyak
digunakan untuk analisis kuantitatif di berbagai bidang (mis., Kimia, fisika,
biologi, biokimia, teknik bahan dan kimia, aplikasi klinis, aplikasi industri, dll)
(Narayana, dkk., 2016: 238). Aplikasi apa pun yang berhubungan dengan
bahan atau bahan kimia dapat menggunakan teknik ini. Dalam biokimia,
misalnya, digunakan untuk menentukan reaksi yang dikatalisis oleh enzim.
Dalam aplikasi klinis, digunakan untuk memeriksa darah atau jaringan untuk
diagnosis klinis. Ada juga beberapa variasi spektrofotometri seperti
spektrofotometri serapan atom dan spektrofotometri emisi atom.
Dalam spektrofotometri yang terlihat, penyerapan (absorbansi) atau transmisi
zat tertentu dapat ditentukan oleh warna yang diamati (Csuros dan Csuros,
2016: 89). Misalnya, sampel larutan yang menyerap cahaya pada semua
rentang yang terlihat (mis., Tidak mentransmisikan panjang gelombang yang
terlihat) tampak hitam dalam teori. Di sisi lain, jika semua panjang gelombang
yang terlihat ditransmisikan (mis., Tidak menyerap apa pun), sampel larutan
tampak berwarna putih. Jika sampel larutan menyerap lampu merah (~ 700
nm), itu tampak hijau karena hijau adalah warna komplementer dari merah.

3
Spektrofotometer yang terlihat, dalam praktiknya, menggunakan prisma untuk
mempersempit kisaran panjang gelombang tertentu (untuk menyaring panjang
gelombang lainnya) sehingga berkas cahaya tertentu dilewatkan melalui
sampel larutan (Ochei dan Kolhatkar, 2000: 77).
2.1.1 Spektrum Elektromagnetik dan Gradasi
Analisis dengan metode spektrofotometer erat kaitannya dengan
sinar elektromagnetik dan warna. Setiap warna memiliki panjang
gelombang tertentu. Inilah hal yang penting dalam analisis dengan
spektrofotometer. Pemilihan panjang gelombang untuk menganalisis
suatu larutan akan mempengaruhi hasil absorbansi larutan tersebut
sehingga akan berpengaruh pada hasil akhir konsentrasi suatu molekul
dalam sampel.
Benda bercahaya seperti matahari atau bohlam listrik
memancarkan spektrum yang lebar yang terdiri dari panjang gelombang
yang bermacam-macam. Panjang gelombang yang dikaitkan dengan
cahaya tampak itu mampu mempengaruhi selaput pelangi mata manusia.
Mata manusia peka terhadap radiasi atau gelombang elektromagnetik
cahaya tampak (visible light). Gelombang elektromagnetik yang
memiliki panjang gelombang yang sedikit kurang dari gelombang cahaya
tampak disebut sinar ultraviolet sedangkan gelombang elektromagnetik
yang sedikit lebih panjang dari gelombang cahaya tampak disebut
gelombang inframerah (Thorpe, 2008: 124).
Bila “cahaya putih” yang berisi seluruh spektrum panjang gelombang
melewati suatu medium seperti kaca, prisma, dll., maka cahaya tersebut
akan diuraikan berdasarkan panjang gelmbangnya (Day dan Underwood,
2002: 384). Pada mata kita muncul kesan dari berbagai warna seperti
merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Fenomena ini disebut
dipersi cahaya yaitu penguraian cahaya polikromatis menjadi cahaya
monokromatis. Urutan warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan
ungu selalu sama karena warna merah memiliki frekuensi tertinggi
sehingga dibelokkan terlebih dahulu sedangkan warna ungu memiliki
frekuensi terendah.

4
Gambar 1 Spektrum Cahaya (Thorpe, 2008: 124)
2.1.2 Transisi Elektron
Spektrum elektron suatu molekul adalah hasil transisi antara dua tingkat
energi elektron pada molekul tersebut. Menurut Teori Orbital Molekul
ketika molekul tereksitasi oleh energi yang terserap (sinar UV-Tampak)
(Nazar, 2018: 16). Elektron akan mengalami promosi dari orbital
bonding ke antibonding.

Gambar 2 Teori Orbital Molekul (Nazar, 2018: 16)


Jenis transisi elektronik:
 Transisi σ—>σ*

5
 Transisi n—>σ*
 Transisi n—>π *
 Transisi π—>π *

Gambar 3 Empat Jenis Transisi Elektronik (Nazar, 2018: 16)


1. Transisi σ—>σ*
Ikatan sigma merupakan ikatan yang sangat kuat sehingga
dibutuhkan energi yang tinggi untuk dapat melakukan transisi ini
(Nazar, 2018: 18). Senyawa organik yang terbentuk dari ikatan sigma
(ikatan tunggal) tidak menunjukkan absorpsi di daerah normal
ultraviolet (200 – 400 nm). Senyawa hidrokarbon seperti CH4
(metana), CH3-CH2-CH3 (propana) mengalami transisi ini.
2. Transisi n—>σ*
Transisi jenis ini terjadi pada senyawa heteroatom berikatan tunggal
yang terikat dengan atom yang memiliki pasangan elektron bebas
seperti atom oksigen (O), atom-atom halogen (F, Cl, Br, I), atom
nitrogen (N) dan sebagainya. Senyawa-senyawa organik yang
mengalami transisi ini diantaranya adalah eter, alkohol, alkil halida,
amina dan sebagainya (Sastrohamidjojo, 2018: 32).
3. Transisi π—>π*
Transisi jenis ini terjadi pada molekul hidrokarbon tak jenuh atau
molekul yang memiliki ikatan rangkap. Energi yang dibutuhkan
untuk melakukan eksitasi lebih kecil dibandingkan transisi

6
sebelumnya, sehingga transisi ini terjadi pada panjang gelombang
yang lebih besar Senyawa-senyawa organik yang mengalami transisi
ini diantaranya adalah senyawa alkena dan alkuna (Nazar, 2018: 18)..
4. Transisi n—>π*
Transisi ini terjadi pada senyawa tak jenuh yang berikatan dengan
atom yang memiliki pasangan elektron bebas. Senyawa organik yang
mengalami transisi ini diantaranya adalah senyawaan karbonil
(C=O), nitril (C=N) (Nazar, 2018: 18)..
Pada umumnya senyawa yang mempunyai transisi σ—>σ*
mengabsorpsi cahaya pada panjang gelombang sekitar 150 nm. Senyawa
yang mempunyai transisi σ—>σ* dan n—>σ* (kromofor tak
terkonjugasi) mengabsorpsi cahaya pada panjang gelombang sekitar 200
nm. Senyawa yang mempunyai transisi π—>π* dan n—>π*
mengabsorpsi cahaya pada panjang gelombang daerah ultraviolet kuarsa
(200 – 400 nm). Panjang gelombang sinar ultraviolet-visible berkisar
antara 200 – 400 nm. Maka senyawa yang dapat dideteksi oleh
spektrofotometer UV-Vis adalah senyawa yang mempunyai transisi π—
>π* dan n–>π* (Nazar, 2018: 19).
Tabel 1 Panjang Gelombang Spektrum Warna Cahaya Tampak (Nazar, 2018: 19).

Panjang Warna Warna komplementer


gelombang (nm)
400-435 Violet Kuning-hijau

435-480 Biru Kuning

480-490 Hijau-biru Oranye

490-500 Biru-hijau Merah

500-560 Hijau Ungu

560-580 Kuning-hijau Violet

580-595 Kuning Biru

7
595-610 Oranye Hijau-biru

610-750 Merah Biru-hijau

2.2 Spektrofotometer AAS


Spektrofotometer adalah alat yang mengukur jumlah foton (intensitas
cahaya) yang diserap setelah melewati larutan sampel (Nair, 2010: 202).
Dengan spektrofotometer, jumlah zat kimia yang diketahui (konsentrasi) juga
dapat ditentukan dengan mengukur intensitas cahaya yang terdeteksi.
Berdasarkan pada kisaran panjang gelombang sumber cahaya,
spektrofotometer dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis:
1. Spektrofotometer UV-terlihat: menggunakan cahaya pada rentang
ultraviolet (185 - 400 nm) dan rentang tampak (400 - 700 nm) dari
spektrum radiasi elektromagnetik.
2. Spektrofotometer IR: menggunakan cahaya pada rentang inframerah
(700 - 15000 nm) spektrum radiasi elektromagnetik.
Spektrofotometri serapan atom menganalisis konsentrasi unsur-unsur
dalam sampel cair berdasarkan energi yang diserap dari panjang gelombang
cahaya tertentu (biasanya 190 hingga 900 nm). Spektrofotometer serapan atom
biasanya meliputi pembakar nyala untuk menyemprotkan sampel (paling
sering berupa lampu katoda berongga), monokromator, dan detektor foton.
Tergantung pada modelnya, beberapa spektrometer serapan atom dilengkapi
dengan turret atau soket lampu tetap yang dapat menampung banyak lampu
(hingga delapan) untuk mengurangi waktu henti antar sampel atau
memungkinkan dilakukannya analisis sekuensial.
Sensitivitas khas untuk spektrometer serapan atom menggunakan
pembakar api ada di kisaran bagian per juta. Untuk analisis jejak, tungku grafit
dapat digunakan sebagai pengganti pembakar api untuk meningkatkan
sensitivitas dengan beberapa urutan besarnya (dalam kisaran bagian per
miliar). Spektrofotometer serapan atom digunakan di banyak industri termasuk
pengujian lingkungan, analisis logam, manufaktur semikonduktor, produksi
minyak dan kimia, dan dalam obat-obatan, misalnya.

8
2.2.1 Bagian-Bagian Spektrofotometer AAS dan Fungsinya

Gambar 4 Komponen AAS (Day and Underwood, 2002).


1. Lampu Katoda
Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada AAS. Lampu katoda
memiliki masa pakai atau umur pemakaian selama 1000 jam. Lampu
katoda pada setiap unsur yang akan diuji berbeda-beda tergantung
unsur yang akan diuji, seperti lampu katoda Cu, hanya bisa digunakan
untuk pengukuran unsur Cu. Lampu katoda terbagi menjadi dua
macam, yaitu :
Lampu Katoda Monologam : Digunakan untuk mengukur 1 unsur
Lampu Katoda Multilogam : Digunakan untuk pengukuran beberapa
logam sekaligus, hanya saja harganya lebih mahal.
Lampu katoda berfungsi sebagai sumber cahaya untuk memberikan
energi sehingga unsur logam yang akan diuji, akan mudah tereksitasi.
Selotip ditambahkan, agar tidak ada ruang kosong untuk keluar
masuknya gas dari luar dan keluarnya gas dari dalam, karena bila ada
gas yang keluar dari dalam dapat menyebabkan keracunan pada
lingkungan sekitar.
2. Tabung Gas
Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang
berisi gas asetilen. Gas asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu ±
20.000K, dan ada juga tabung gas yang berisi gas N2O yang lebih

9
panas dari gas asetilen, dengan kisaran suhu ± 30.000K. Regulator
pada tabung gas asetilen berfungsi untuk pengaturan banyaknya gas
yang akan dikeluarkan, dan gas yang berada di dalam tabung.
Spedometer pada bagian kanan regulator merupakan pengatur
tekanan yang berada di dalam tabung.
3. Ducting
Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau
sisa pembakaran pada AAS, yang langsung dihubungkan pada
cerobong asap bagian luar pada atap bangunan, agar asap yang
dihasilkan oleh AAS, tidak berbahaya bagi lingkungan sekitar. Asap
yang dihasilkan dari pembakaran pada AAS, diolah sedemikian rupa
di dalam ducting, agar polusi yang dihasilkan tidak berbahaya.
4. Kompresor
Kompresor merupakan alat yang terpisah dengan main unit, karena
alat ini berfungsi untuk mensuplai kebutuhan udara yang akan
digunakan oleh AAS, pada waktu pembakaran atom. Kompresor
memiliki 3 tombol pengatur tekanan, dimana pada bagian yang kotak
hitam merupakan tombol ON-OFF, spedo pada bagian tengah
merupakan besar kecilnya udara yang akan dikeluarkan, atau
berfungsi sebagai pengatur tekanan, sedangkan tombol yang kanan
merupakantombol pengaturan untuk mengatur banyak/sedikitnya
udara yang akan disemprotkan ke burner. Bagian pada belakang
kompresor digunakan sebagai tempat penyimpanan udara setelah
usai penggunaan AAS.
5. Burner
Burner merupakan bagian paling terpenting di dalam main unit,
karena burner berfungsi sebagai tempat pancampuran gas asetilen,
dan aquabides, agar tercampur merata, dan dapat terbakar pada
pemantik api secara baik dan merata. Lobang yang berada pada
burner, merupakan lobang pemantik api, dimana pada lobang inilah
awal dari proses pengatomisasian nyala api. Terdapat dua jenis
burner yaitu:

10
a) Turbulent-flow burner
Sistem burner dimana nebulizer dan burner berada dalam
satu unit. Sampel naik melalui kapiler n dinebulisasikan melalui
Venturi action yang disebabkan oleh aliran gas di sekitar ujung
kapiler. Laju alir sampel yang khas adalah 1-3 mL/menit.
Kelebihan : Dapat mengalirkan sampel dalam jumlah besar ke
dalam nyala api.
Kelemahan : Panjang lengan kapiler yang pendek shg sering
mengakibatkan clogging n noisy.

Gambar 6 Turbulent Flow Burner (Kennedy, 1990: 482)


b) Laminar-flow burner
Sampel dinebulisasikan oleh aliran oksidan melewati ujung
kapiler. Aerosol yang dihasilkan kemudian dicampur dengan bahan
bakar dan dialirkan menuju burner yang menghasilkan nyala api.
Lengan kapiler dari burner ini cukup panjang, umumnya 5-10 cm.
Kelebihan : Menghasilkan flame yang relatif tidak berisik n
memiliki panjang lengan kapiler yg cukup signifikan
Kekurangan : Laju alir sampel ke flame rendah n ada kemungkinan
terjadinya penguapan pelarut sebelum sampai ke flame

11
Gambar 6 Laminar Flow Burner (Kennedy, 1990: 483)
6. Buangan pada AAS
Buangan pada AAS disimpan di dalam drigen dan diletakkan terpisah
pada AAS. Buangan dihubungkan dengan selang buangan yang
dibuat melingkar sedemikian rupa, agar sisa buangan sebelumnya
tidak naik lagi ke atas, karena bila hal ini terjadi dapat mematikan
proses pengatomisasian nyala api pada saat pengukuran sampel,
sehingga kurva yang dihasilkan akan terlihat buruk. Tempat wadah
buangan (drigen) ditempatkan pada papan yang juga dilengkapi
dengan lampu indicator. Bila lampu indicator menyala, menandakan
bahwa alat AAS atau api pada proses pengatomisasian menyala, dan
sedang berlangsungnya proses pengatomisasian nyala api. Selain itu,
papan tersebut juga berfungsi agar tempat atau wadah buangan tidak
tersenggol kaki. Bila buangan sudah penuh, isi di dalam wadah
jangan dibuat kosong, tetapi disisakan sedikit, agar tidak kering.
7. Monokromator
Berfungsi mengisolasi salah satu garis resonansi atau radiasi dari
sekian banyak spectrum yang dahasilkan oleh lampu piar hollow
cathode atau untuk merubah sinar polikromatis menjadi sinar
monokromatis sesuai yang dibutuhkan oleh pengukuran. Macam-
macam monokromator yaitu prisma, kaca untuk daerah sinar tampak,

12
kuarsa untuk daerah UV, rock salt (kristal garam) untuk daerah IR
dan kisi difraksi.
8. Detector
Dikenal dua macam detector, yaitu detector foton dan detector panas.
Detector panas biasa dipakai untuk mengukur radiasi inframerah
termasuk thermocouple dan bolometer. Detector berfungsi untuk
mengukur intensitas radiasi yang diteruskan dan telah diubah menjadi
energy listrik oleh fotomultiplier. Hasil pengukuran detector
dilakukan penguatan dan dicatat oleh alat pencatat yang berupa
printer dan pengamat angka.
9. Prinsip Kerja
Prinsip kerja Spektrofotometri Serapan Atom adalah absorpsi cahaya
oleh atom. Mekanisme yang terjadi untuk penentapan Kalium dan
penetapan Aluminium menggunakan AAS adalah larutan sampel
diaspirasikan ke suatu nyala dan unsur-unsur di dalam sampel diubah
menjadi uap atom sehingga nyala mengandung atom unsur-unsur yang
dianalisis. Beberapa diantara atom akan tereksitasi secara termal oleh
nyala, tetapi kebanyakan atom tetap tinggal sebagai atom netral dalam
keadaan dasar (ground state). Atom-atom ground state ini kemudian
menyerap radiasi yang diberikan oleh sumber radiasi yang terbuat dari
unsur-unsur yang bersangkutan. Panjang gelombang yang dihasilkan
oleh sumber radiasi adalah sama dengan panjang gelombang yang
diabsorpsi oleh atom dalam nyala. Absorpsi ini mengikuti hukum
Lambert-Beer yakni absorbansi berbanding lurus dengan panjang nyala
yang dilalui sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala. Kedua variabel
ini sulit untuk ditentukan tetapi panjang nyala dapat dibuat konstan
sehingga absorbansi hanya berbanding langsung dengan konsentrasi
analit dalam larutan sampel.
2.3 Hukum Lambert-Beer
Lambert-Beer menyatakan "Jumlah radiasi cahaya tampak (ultraviolet,
Inframerah, dan sebagainya) yang diserap atau ditransmisikan oleh suatu
larutan merupakan suatu fungsi eksponen dari konsentrasi suatu zat dan tebal

13
larutan" (Neldawati, Ratnawulan dan Gusnedi, 2013: 79). Konsentrasi dari
sampel di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada
panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum lambert beer yang
ditulis dengan :
A = -log T = -log It/I0 = a.b.c = ε.b.c

Keterangan:

A = Absorbansi dari sampel yang akan diukur

T = transmitansi

I0 = intensitas sinar masuk

It = intensitas sinar yang diteruskan

ε = koefisien ekstingsi

b = tebal kuvet yang digunakan

C = konsentrasi sampel

Hukum Beer-Lambert menyatakan bahwa ada hubungan linier antara


konsentrasi dan absorbansi larutan, yang memungkinkan konsentrasi larutan
dihitung dengan mengukur absorbansi (Neldawati, Ratnawulan dan Gusnedi,
2013: 79).

Istilah-Istilah dalam Spektrofotometri

1. Kromofor, gugus tak jenuh kovalen yang bertanggung jawab terhadap


terjadinya peristiwa absobsi radiasi molekul.
2. Auksokrom, gugus jenuh yang bila terikat pada kromofor dapat
menyebabkan perubahan panjang gelombang dan intensitas absorbansi
maksimum molekul ( -OH, -NH2 dan –Cl).
3. Pergeseran Batokromik, absorbansi molekul kepanjang gelombang yang
lebih tinggi akibat substitusi auksokrom atau pengaruh solven.

14
4. Pergeseran Hipsokromik, Pergeseran absobansi molekul kepanjang
gelombang yang lebih rendah akibat substitusi auksokrom atau pengaruh
solven.
5. Hiperkromik, kenaikkan intensitas absorbsi molekul terhadap molekul
radiasi.
6. Hipokromik, Penurunan intensitas molekul terhadap molekul radiasi

Penyimpangan Hukum Lambert-Beer


Grafik absorbansi A vs C menurut hukum Lambert-Beer seharusnya
menunjukkan kurva yang linear, tetapi ada beberapa penyimpangan
yang bias terjadi. Faktor-faktor yang menyebabkan penyimpangan
tersebut adalah:
1. Chemical Factor
Gangguan kimia terjadi apabila unsur yang dianailsis mengalami
reaksi kimia dengan anion atau kation tertentu dengan senyawa yang
refraktori, sehingga tidak semua analiti dapat teratomisasi. Untuk
mengatasi gangguan ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: 1)
penggunaan suhu nyala yang lebih tinggi, 2) penambahan zat kimia
lain yang dapatmelepaskan kation atau anion pengganggu dari
ikatannya dengan analit. Zat kimia lai yang ditambahkan disebut zat
pembebas (Releasing Agent) atau zat pelindung (Protective Agent).
2. Gangguang Matrik
Gangguan ini terjadi apabila sampel mengandung banyak garam
atau asam, atau bila pelarut yang digunakan tidak menggunakan
pelarut zat standar, atau bila suhu nyala untuk larutan sampel dan
standar berbeda. Gangguan ini dalam analisis kualitatif tidak terlalu
bermasalah, tetapi sangat mengganggu dalam analisis kuantitatif.
Untuk mengatasi gangguan ini dalam analisis kuantitatif dapat
digunakan cara analisis penambahan standar (Standar Adisi).
3. Gangguan Ionisasi
Gangguan ionisasi terjadi bila suhu nyala api cukup tinggi sehingga
mampu melepaskan electron dari atom netral dan membentuk ion

15
positif. Pembentukan ion ini mengurangi jumlah atom netral,
sehingga isyarat absorpsi akan berkurang juga. Untuk mengatasi
masalah ini dapat dilakukan dengan penambahan larutan unsur yang
mudah diionkan atau atom yang lebih elektropositif dari atom yang
dianalisis, misalnya Cs, Rb, K dan Na. penambahan ini dapat
mencapai 100-2000 ppm.
4. Absorpsi Latar Belakang (Back Ground)
Absorbsi Latar Belakang (Back Ground) merupakan istilah yang
digunakan untuk menunjukkan adanya berbagai pengaruh, yaitu dari
absorpsi oleh nyala api, absorpsi molecular, dan penghamburan
cahaya.

2.4 Kadar Fe dalam Air Laut


Air laut adalah suatu komponen yang berinteraksi dengan lingkungan
daratan, dimana buangan limbah dari daratan akan bermuara ke laut. Limbah
yang mengandung polutan tersebut akan masuk ke dalam ekosistem perairan
pantai dan laut. Sebagian larut dalam air, sebagian tenggelam ke dasar dan
terkonsentrasi ke sedimen, dan sebagian masuk ke dalam jaringan tubuh
organisme laut.
Pencemaran laut diartikan sebagai adanya kotoran atau hasil buangan
aktivitas makhluk hidup yang masuk ke daerah laut (Rengki, 2011).
Keberadaan logam berat di perairan laut dapat berasal dari berbagai sumber,
antara lain dari kegiatan pertambangan, rumah tangga, limbah pertanian dan
buangan industri (Parawita dkk, 2009).
Adanya logam berat di perairan berbahaya baik secara langsung
terhadap kehidupan organisme, maupun efeknya secara tidak langsung
terhadap kesehatan manusia. Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam berat
yaitu sulit terurai, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan perairan
dan keberadaannya secara alami sulit terurai.
Besi merupakan logam berat yang dibutuhkan dimana zat ini
dibutuhkan dalam proses untuk menghasilkan oksidasi enzim cytochrome dan
pigmen pernapasan (haemoglobin). Logam ini akan menjadi racun apabila

16
keadaannya terdapat dalam konsentrasi di atas normal (Hasbi, 2007).
Keberadaan besi dalam air laut juga dapat bersumber dari perkaratan
kapalkapal laut dan tiang-tiang pancang pelabuhan yang mudah berkarat.
Dalam air besi tersuspensi dan berwarna kecoklatan. Suspensi yang
terbentuk akan segera menggumpal dan mengendap di dasar badan air
(Suciastuti dan Sutrisno, 2002). Besi (Fe) termasuk dalam golongan logam
transisi. Suatu sifat khas logam ini, ialah kebanyakan logam ini cenderung
untuk memperlihatkan beberapa keadaan oksidasi. Sifat-sifat yang lain adalah
unsur-unsur transisi memiliki orbital d atau f yang belum terisi penuh (Syam,
2004). Tingginya konsentrasi besi di perairan diduga disebabkan oleh aktivitas
manusia yang terjadi di daratan yaitu buangan limbah rumah tangga yang
mengandung besi dan korosi pipa-pipa air yang mengandung logam besi. Tabel
berikut ini menunjukkan parameter kimia dalam standar baku mutu kesehatan
lingkungan untuk media air untuk keperluan higiene sanitasi :
Table 2 Parameter Kimia Dalam Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan Untuk Media Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi (Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017)

17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat
1. Spetrofotometer serapan atom 1 set
2. Gelas beker 100 mL 5 buah
3. Pipet 5 buah
4. Gelas ukur 10 mL 1 buah
5. Labu ukur 25 mL 1 buah

3.2 Bahan
1. Larutan standar Fe 50 ppm secukupnya
2. Akuades secukupnya
3. HNO3 1% secukupnya
4. Air sumur (sampel) 2 mL

3.3 Prosedur Percobaan


3.3.1 Cara Kerja 1
3.3.1.1 Buatlah larutan standar Fe dengan konsentrasi 1,3,6,9 dan 12
ppm dengan mengencerkan dari larutan kerja 50 ppm
3.3.1.2 Siapkan larutan blanko
3.3.1.3 Siapkan larutan sampel air laut (saring jika keruh)
3.3.1.4 Tambahkan HNO3 1%
3.3.1.5 Baca absorbansi dari blanko, standar, dan sampel dengan SSA
pada panjang gelombang 248,3 nm
3.3.1.5 Buat kurva standar Fe
3.3.1.6 Hitung konsentrasi sampel
3.3.2 Pergeseran Panjang Gelombang
3.3.2.1 Siapkan 6 buah labu ukur 2 mL beri nomor 1-6
3.3.2.2 Buat larutan standar 1,3,6,9 dan 12 ppm
3.3.2.3 Isilah masing-masing labu ukur dengan 5 mL sampel

18
3.3.2.4 Tambahkan pada masing-masing labu ukur larutan standar Fe
seperti berikut
No labu Volume Volume Konsentrasi
ukur sampel (mL) larutan larutan standar
standar (mL) (ppm)

1 5 0,5 1

2 5 1 3

3 5 1,5 6

4 5 2 9

5 5 2,5 12

6 5 0 0

3.3.2.5 Bacalah absorbansi dengan menggunakan SSA pada panjang


gelombang 248,3 nm

3.3.2.6 Hitung konsentrasi sampel

3.3.2.7 Bandingkan konsentrasi sampel yang didapatkan dengan cara


kerja 1

19
DAFTAR PUSTAKA

Day , R. A dan A. L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.


Jakarta: Erlangga.

Christian, D.G. 2003. Analytical Chemistry. Washington: John Wiley & Sons Inc.

Csuros, M. dan csuros, c. 2016. Environmental Sampling and Analysis for Metals.
Boca Raton: lewis Publisher.

Hasbi, R. 2007. Analisis polutan logam tembaga (Cu) dan timbal (Pb) dalam
sedimen laut pelabuhan Pantoloan berdasarkan kedalamannya (skripsi).
UNTAD Press, Palu.

Ika, Tahril dan Said. 2012. Analisis Logam Timbal (Pb) Dan Besi (Fe) Dalam Air
Laut Di Wilayah Pesisir Pelabuhan Ferry Taipa Kecamatan Palu Utara.
Jurnal Akademik Kimia, 1(4), hal 181-186.

Kennedy, John H. 1990. Analytical Chemistry: Principles. Pennsylvania: Saunders


College Publisher.

Nair, A. J. 2010. Principles of Biochemistry and Genetic Engineering. New Delhi:


University Science Press.

Narayana, P.S., Varalakshmi, D., dan Pullaiah, T. 2016. Research Methodology in


Plant Science. Jodhpur: Scientific Publishers.

Narayana, P.S., Varalakshmi, D., Pullaiah, T., dan Rao, K. R. S. S. 2018. Research
Methodology in Zoology. Jodhpur: Scientific Publishers.

Nazar, Muhammad. 2018. Spektroskopi Molekul. Banda Aceh: Syiah Kuala


University Press.

Neldawati, Ratnawulan dan Gusnedi. 2013. Analisis Nilai Absorbansi dalam


Penentuan Kadar Flavonoid untuk Berbagai Jenis Daun Tanaman Obat.
Pillar of Physics, vol. 2. hal 76-83.

Ochei, J dan Kolhatkar, A. 2000. Medical Laboratory Science : Theory And


Practice. New York: McGraw Hill.

20
Parawita, D., Insafitri., & Nugraha, A.W. 2009. Analisis konsentrasi logam berat
timbal (Pb) di muara sungai Porong. Jurnal Kelautan, 2(2), hal 34-41.

Sastrohamidjojo, H. 1991. Spektroskopi. Yogyakarta: Liberty.

Suciastuti, E., & Sutrisno, C. T. 2002. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.

Syam, L. (2004). Analisis kadar besi (Fe) dalam kedelai dengan pengompleks
fenantrolin. (skripsi). Untad Press, Palu.

Thorpe. 2008. The Pearson Guide To The Scra Examination Second Edition. Delhi:
Pearson Education.

21

Anda mungkin juga menyukai