Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU KIMIA

PERCOBAAN 8
PEMBUATAN SABUN

Disusun oleh:
Hanna Angelina 171444040
Kelompok 10
Dosen Pengampu:
1. Johnsen Harta, M.Pd
2. Risnita Vicky Listyarini, M.Sc
Asisten Dosen:
1. Clarentia Dwivani
2. Elni Meilianti

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
2017
LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU KIMIA
A. Judul Praktikum
Pembuatan Sabun
B. Hari dan Tanggal Praktikum
Jumat, 10 November 2017
C. Tujuan
Mempelajari cara pembuatan sabun berbahan lemak hewani dan minyak nabati.
D. Landasan Teori
1. Lipid
Lipid didefinisikan sebagai senyawa yang tak larut dalam air yang diekstraksi
dari makhluk hidup dengan mengguanakan pelarut yang kurang polar atau
pelarut nonpolar. Istilah lipid mencakup golongan senyawa-senyawa yang
memiliki keanekaragaman struktur dan tidak ada skema penggolongan lipid yang
bisa diterima di seluruh dunia. Ciri khas yang umum dijumpai di semua lipid
adalah kandungan hidrokarbonnya yang diturunkan dari polimerisasi astat yang
diikuti dengan reduksi rantai segera setelah rantai itu terbentuk (Kuchel dan
Ralston, 2006, p. 33).
2. Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak adalah trigliserida atau trigliserol yang berarti “trimester
dari gliserol”. Perbedaan antara suatu lemak dan suatu minyak bersifat sebarang:
pada temperature kamar lemak berbentuk padat dan minyak berbentuk cair.
Sebagian besar gliserida pada hewan adalah berupa lemak, sedangkan gliserida
dalam tumbuhan cenderung berupa minyak; karena itu biasa terdengar ungkapan
lemak hewani dan minyak nabati (Fessenden, 1986, p. 407).
3. Sufraktan
Surfaktan adalah senyawa yang dapat menurunkan tegangan permukaan air.
Surfaktan dapat dikelompokkan sebagai anionik, kationik, atau netral, bergantuk
pada sifat dasar gugus hidrofiliknya. Sabun dengan gugus karboksilatnya adalah
surfaktan anionik, benzalkoniumklorida yang bersifat antibakteri adalah contoh-
contoh surfaktan kationik. Surfaktan netral mengandung suatu gugus non-ion
seperti suatu karbohidrat yang dapat berikatan-hidrogen dengan air (Fessenden,
1986, p. 412).

1
4. Sabun
Sabun terbentuk dari trigliserida atau asam lemak yang diberi perlakuan
dengan basa-basa kuat (biasanya NaOH atau KOH). Pada dasarnya, sabun adalah
garam-garam dari asam-asam lemak berantai panjang. Dasar dari kerja sabun
adalah kemudahan membentuk ikatan antar bagian nonpolar (rantai karbon yang
panjang) dengan lemak, minyak, ataupun lipid lainnya, yang kemudian dibilas
bersama keseluruhan molekul sabun oleh air, yang berikatan dengan ujung polar
bermuatan dari sabun (Fried dan Hademenos, 2006, p. 33).
5. Penyabunan
Larutan basa kuat, misalnya larutan natrium hidroksida atau larutan kalium
hidroksida, yang panas, apabila dicampur dengan lemak, lemak tersebut akan
mengalami pemecahan secara hidrolisis. Pada proses hidrolisis ini, mula-mula
terbentuk gliserol dan asam lemak. Selanjutnya, asam lemak yang terbentuk
bereaksi dengan basa menjadi garam-garam asam lemak, yang dikenal dengan
sabun. Oleh karena itu, reaksi hidrolisis lemak oleh larutan basa disebut dengan
reaksi penyabunan (Sumardjo, 2006, p. 275).
6. Angka Penyabunan
Pada reaksi antara lemak dan basa kuat, dikenal adanya suatu bilangan yang
disebut bilangan penyabunan, yaitu suatu bilangan yang menunjukkan jumlah
milligram basa yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram lemak atau minyak.
Bilangan ini memberikan gambaran tentang besar kecilnya molekul lemak.
Makin besar bilangan penyabunan suatu lemak, makin kecil molekul lemak
tersebut, sebaliknya makin kecil bilangan penyabunan suatu lemak, makin besar
molekul lemaknya (Hartomo dan Widiatmoko, 1993, p. 275).
7. Critical Micelle Concentration (CMC)
Segerombol molekul sabun yang rantai hidrokarbonnya mengelompok
dengan ujung-ujung ionnya menghadap ke air disebut dengan misel (Fessenden,
1986, p. 411). Misel sangat larut dalam air. Itulah sebabnya tensida takmengion
dapat membentuk dwi-fasa atau larut dalam air dengan suhu transisi sangat tajam
antar keduanya (Hartomo dan Widiatmoko, 1993, p. 5).
Energi interaksi ionnya dengan air jauh lebih besar daripada energi interaksi
dwikutub eter tensida (takmengion) dengan air. Jadi, kepala ionic molekulnya
mempunyai kecenderungan lebih besar untuk menyeret ekor takmengionnya ke

2
dalam air. ini disebut gejala struktur amfipatik atau amfifilik. Tensida terionisasi
sempurna dalam air. pada suhu rendah, tensida melarut sebagai larutan encer ion-
ionnya, dan bila dipanaskan akan meningkat pelan konsentrasinya sampai
mencapai suhu tertentu saat kelarutannya meningkat drastis, takni ketika
terbentuk misal: ekor paraffin tercampak ke bagian dalam sedangkan gugus ionic
tertebar pada permukaan. Gejala demkian dirintis kajiannya oleh Krafft, maka
suhu saat kelarutan tensida mengion mencapai titik kritis pembentukan misal
(CMC) – konsentrasi misel kritis, disebut juga sebagai titik krafft (Hartomo dan
Widiatmoko, 1993, p. 5).
E. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Gelas kimia e. Termometer
b. Gelas ukur f. Pengaduk gelas
c. Pemanas g. Gelas kertas
d. Batang pengaduk
2. Bahan
a. Mentega
b. Minyak zaitun
c. Larutan NaOH jenuh
d. Larutan NaCl
F. Prosedur Kerja

Gelas kimia yang


Sebanyak 2 mL
berisi 10 gram lemak Sebanyak 3 mL
larutan NaOH
dan 1 gram minyak larutan NaOH jenuh
ditambahkan dan
zaitun dipanaskan ditambahkan panaskan
dipanaskan hingga
hingga 35℃ dan hingga 50-60℃
menjadi bening
diaduk

Setelah saponifikasi
Dibuat lubang kecil Dipastikan proses
selesai, ditmabahkan 3
dibawah gelas kertas, saponifikasi selesai
mL larutan NaCl dan
lalu sabun dituangkan dengan mengecek
dipanaskan hingga
dan dikeringkan pernyataan
larutan keruh

3
Pernyataan untuk mengecek proses saponifikasi:
1. Hasilnya licin apabila dioleskan di tangan.
2. Hasilnya bening dan sedikit lengket.
3. Hasilnya tidak berminyak dan basah.
4. Hasilnya bening dan berbusa.
5. Hasilnya larut ketika dilarutkan pada sedikit alcohol.
Catatan:
1. Aduklah larutan lemak dengan satu arah
2. Ketika mencampur antara lemak dan NaOH, tambahkan larutan NaOH secara
perlahan agar tidak terpercik
G. Data Pengamatan
Pembuatan larutan NaOH jenuh
100 gram NaOH dilarutkan hingga mencapai volume 100 mL
Pembuatan larutan NaCl jenuh
36,5 gram NaCl dilarutkan hingga mencapai volume 100 mL
1. Pembuatan Sabun dengan Olive Oil
Penampilan fisik yang didapatkan:
Bentuk : Padat
Warna : Kekuningan
Berat : 28,21 gram
Karakteristik fisik : a. Licin bila dioleskan ke tangan
b. Bening dan sedikit lengket
c. Todah berminyak dan basah
d. Bening dan berbusa
e. Larut ketika dilarutkan pada sedikit alkohol
Angka : m NaOH × 𝐾𝑂𝐻 𝑀𝑤
𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑀𝑤
Penyabunan
100 𝑥 103 𝑥 56
= 140.000
40
Jumlah basa yang : 1x140 = 140 gram
diperlukan untuk
penyabunan

4
2. Pembuatan Sabun dengan Mentega
Bentuk : Padat
Warna : Kekuningan
Berat : 10,71 gram
Karakteristik fisik : a. Licin bila dioleskan ke tangan
b. Bening dan sedikit lengket
c. Todah berminyak dan basah
d. Bening dan berbusa
e. Larut ketika dilarutkan pada sedikit alkohol
Angka : m NaOH × 𝐾𝑂𝐻 𝑀𝑤
𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑀𝑤
Penyabunan
100 𝑥 103 𝑥 56
= 140.000
40
Jumlah basa yang : 10 x 140 = 1400 gram
diperlukan untuk
penyabunan
H. Pembahasan
Bahan baku dalam praktikum pembuatan sabun kali ini adalah minyak zaitun
(olive oil) dan mentega. Pembuatan sabun yang pertama adalah menggunakan
minyak zaitun terlebih dahulu. Dibutuhkan sekitar 1 gram minyak zaitun untuk
membuat sabun tersebut. Minyak zaitun dipanaskan hingga suhunya mencapai
35℃, kemudian ditambahkan larutan NaOH jenuh sebanyak 3 mL dan
dipanaskan lagi hingga suhunya mencapai 60℃. Selama proses pemanasan
tersebut, larutan tetap diaduk selama 20 menit. Larutan NaOH ditambahkan lagi
ke dalam larutan tersebut sebanyak 2 mL hingga larutan menjadi bening.
Selanjutnya, dilakukan uji apakah proses penyabunan berhasil atau tidak. Ketika
proses penyabunan sudah selesai, ditambahkan 3 mL larutan NaCl jenuh dan
dipanaskan lagi hingga larutan menjadi keruh. Jika larutan sudah keruh dan
menjadi agak padat, saring sabun sehingga didapatkan yang padatannya saja.
Pembuatan sabun dari bahan baku mentega memiliki proses yang sama
dengan pembuatan sabun dari bahan baku minyak zaitun, yang membedakan
adalah hasil dari sabun yang dihasilkan. Untuk sabun dari bahan mentega,
diperlukan mentega sebanyak 10 gram. Mentega dipanaskan hingga suhunya
mencapai 35℃, kemudian ditambahkan larutan NaOH jenuh sebanyak 3 mL dan

5
dipanaskan lagi hingga suhunya mencapai 60℃. Selama proses pemanasan
tersebut, larutan tetap diaduk selama 20 menit. Larutan NaOH ditambahkan lagi
ke dalam larutan tersebut sebanyak 2 mL hingga larutan menjadi bening.
Selanjutnya, dilakukan uji apakah proses penyabunan berhasil atau tidak. Ketika
proses penyabunan sudah selesai, ditambahkan 3 mL larutan NaCl jenuh dan
dipanaskan lagi hingga larutan menjadi keruh. Jika larutan sudah keruh dan
menjadi agak padat, saring sabun sehingga didapatkan yang padatannya saja.

Gambar 1. Bahan Baku Sabun

Gambar 2. Pengukuran Minyak Zaitun

Gambar 3. Massa Mentega ditimbang

6
Gambar 4. Proses Penyabunan

Gambar 5. Pengujian Hasil Penyabunan

Gambar 6. Sabun yang dihasilkan


Dari proses penyabunan yang telah dilakukan, didapatkan hasil seperti di
bawah ini:
1. Licin bila dioleskan ke tangan
2. Bening dan sedikit lengket
3. Tidak berminyak dan basah
4. Bening dan berbusa
5. Larut ketika dilarutkan pada sedikit alkohol

7
Dalam praktikum ini, hidrolisis lemak yang digunakan adalah hidrolisis
lemak dengan katalis basa, dimana basa yang digunakan adalah larutan NaOH
jenuh. Larutan basa kuat seperti natrium hidroksida, yang panas, apabila
dicampur dengan lemak, lemak tersebut akan mengalami pemecahan secara
hidrolisis. Pada proses ini, mula-mula terbentuk gliserol dan asam lemak.
Selanjutnya, asam lemak yang terbentuk bereaksi dengan basa menjadi garam-
garam asam lemak, yang dikenal dengan sabun (Sumardjo, 2006).

Gambar 7. Mekanisme Hidrolisis Lemak


Dalam pembuatan sabun ini digunakan larutan NaOH jenuh dan larutan NaCl
jenuh. Tujuan dari penggunaan larutan NaOH jenuh adalah untuk membentuk
asam lemak dan gliserol. Selanjutnya, asam lemak yang terbetuk itu juga akan
bereaksi dengan basa kuat membentuk garam asam lemak yang disebut sabun.
Tujuan dari penggunaan larutan NaCl jenuh adalah untuk memisahkan sabun dari
gliserol. NaCl juga berguna sebagai zat yang mengeraskan atau membuat sabun
menjadi padat (Sumardjo, 2006).
Penampilan fisik sabun yang dihasilkan adalah berwarna kekuningan, baik
sabun dari minyak zaitun maupun dari mentega. Hal ini disebabkan oleh warna
dasar dari kedua bahan baku yang berwarna kekuningan. Bentuk dari sabun yang
didapat adalah berupa padatan yang disebabkan oleh penambahan larutan NaCl
pekat setelah proses penyabunan selesai. Berat dari sabun yang dihasilkan adalah
sebesar 28,21 gram untuk sabun berbahan dasar minyak zaitun dan 10,71 gram
untuk sabun berbahan dasar mentega.
Perbedaan dari sabun berbahan minyak zaitun dan mentega adalah aroma dan
kekerasan dari sabun yang dihasilkan. Sabun yang berbahan dasar minyak zaitun
memiliki aroma khas minyak zaitun dan sabun yang terbentuk berupa padatan
yang keras. Sedangkan, untuk sabun yang berbahan mentega memiliki aroma

8
yang agak menyengat yang disebabkan oleh pencampuran aroma antara mentega
dengan NaCl yang bereaksi dalam sabun. Sabun berbahan dasar mentega
memilki struktur yang lebih lunak dari sabun berbahan dasar minyak zaitun.
I. Diskusi
Kesalahan yang dapat terjadi saat praktikum adalah kesalahan dalam pembuatan
larutan NaOH dan NaCl jenuh. Kesalahan dalam pembuatan NaOH akan
menyebabkan proses saponifikasi tidak berhasil. Kesalahan yang lainnya adalah saat
pemanasan dilakukan. Bisa saja sabun menjadi gosong apabila waktu dan suhu tidak
diperhatikan saat pemanasan.
1. Apakah tujuan penambahan NaOH jenuh?
Jawab:
Tujuan dari penggunaan larutan NaOH jenuh adalah untuk membentuk asam
lemak dan gliserol. Selanjutnya, asam lemak yang terbetuk itu juga akan bereaksi
dengan basa kuat membentuk garam asam lemak yang disebut sabun.
2. Apakah tujuan penambahan NaCl jenuh?
Jawab:
Tujuan dari penggunaan larutan NaCl jenuh adalah untuk memisahkan sabun
dari gliserol. NaCl juga berguna sebagai zat yang mengeraskan atau membuat
sabun menjadi padat.
J. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, kita dapat mempelajari cara pembuatan
sabun berbahan lemak hewani dan nabati.
K. Daftar Pustaka
Fessenden, F. a. (1986). Kimia Organik. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Fried, G. H., dan Hademenos, G. J. (2006). Schaum's Outlines of Theory and
Problems of Biology. Jakarta: Penerbbit Erlangga.
Hartomo, A. J., dan Widiatmoko, M. C. (1993). Emulsi dan Pangan Instant Ber-
letisin. Yogyakarta: Andi Offset.
Kuchel, P., dan Ralston, G. B. (2006). Biokimia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sumardjo, D. (2006). Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
\

Anda mungkin juga menyukai