Batuk Dan Demam 2
Batuk Dan Demam 2
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Swamedikasi (Pengobatan sendiri) merupakan upaya yang dilakukan oleh
masyarakat dalam pengobatan tanpa adannya resep dari dokter atau tenaga medis
lainnya. Menurut World Health Organization (WHO) peran pengobatan sendiri
adalah untuk mengatasi dan menanggulangi secara cepat dan efektif keluhan
yang tidak memerlukan konsultasi medis, mengurangi beban biaya dan
meningkatkan keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan medis.
Salah satu penyakit ringan yang dapat diatasi dengan pengobatan sendiri
adalah penyakit batuk dan demam.Demam merupakan peningkatan suhu tubuh
normal bersamaan dengan peningkatan titik set hipotalamus dan merupakan
manifestasi dari banyak keadaan penyakit selain infeksi.Suhu tubuh normal
dipertahankan (≤ 37,2°C/98,9°F di pagi hari dan ≤ 37,7°C/99,9°F di malam hari)
karena pusat hermoregulasi hipotalamus menyeimbangkan kelebihan produksi
panas dari aktivitas metabolik di otot dan hati dengan disipasi panas dari kulit
dan paru-paru.
Batuk adalah suatu refleks fisiologi protektifyang bermanfaat untuk
mengeluarkan danmembersihkan saluran pernapasan dari dahak,debu, zat-zat
perangsang asing yang dihirup,partikel-partikel asing dan unsur-unsur
infeksi.Orang sehat hampir tidak batuk sama sekaliberkat mekanisme
pembersihan dari bulu getardi dinding bronchi, yang berfungsimenggerakkan
dahak keluar dari paru-parumenuju batang tenggorok. Cilia ini
bantumenghindarkan masuknya zat-zat asing kesaluran napas. Jenis batuk dapat
dibedakan menjadi 2, yakni batuk produktif (dengan dahak) dan batuk non-
produktif (kering).Swamedikasi batuk diperlukan pengetahuan mengenai
pemilihan obat yang rasional sesuai batuk yang dialami oleh pasien, untuk batuk
berdahak digunakan obat golongan mukolitik (pengencer dahak) dan
ekspektoran (membantu mengeluarkan dahak), sementara untuk batuk kering
digunakan obat golongan antitusif (penekan batuk).
1
Oleh karena itu praktikum ini dilakukan untuk mengetahui keadaan
sesungguhnya hubungan pengetahuan terhadap pemilihan obat pada
swamedikasi batuk dan demam, sehingga dimaksudkan akan berdampak positif
kepada apoteker untuk lebih dapat menjelaskan dengan benar fungsi dari
masing-masing obat batuk yang akan dipilih oleh pasien.
B. Tujuan Praktikum
Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu :
1. Menjelaskan tentang patofisiologi dan patologi klinik penyakit (Etiologi,
manifestasi klinis, interpretasi data laboratorium, dan patogenesisnya)
2. Menjelaskan farmakologi obat-obat yang digunakan
3. Memilih pengobatan sesuai alogaritma pengobatan
4. Melakukan swamedikasi
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Penyakit
1. Demam
Demam didefinisikan sebagai peningkatan suhu tubuh yang dikontrol di atas
perkiraan 37°C (98,6°F) (diukur secara oral) dan merupakan manifestasi dari
banyak keadaan penyakit selain infeksi.
Banyak obat telah diidentifikasi sebagai penyebab demam. Demam yang
diinduksi obat didefinisikan sebagai demam persisten tanpa adanya infeksi atau
kondisi lain yang mendasarinya. Demam harus bersamaan secara bersamaan
dengan pemberian agen yang mengganggu dan menghilang segera setelah
penarikannya, setelah itu suhu tetap normal. (Dipiro Pharmacotherapy
Handbook Edisi 9, tahun 2015, hal 313)
2. Batuk
Batuk merupakan refleks yang terangsang oleh iritasi paru-paru atau saluran
pernapasan. Bila terdapat benda asing selain udara yang masuk atau merangsang
saluran pernapasan, otomatis akan batuk untuk mengeluarkan atau
menghilangkan benda tersebut. Batuk biasanya merupakan gejala infeksi saluran
pernapasan atas (misalnya batuk-pilek, flu) dimana sekresi hidung dan dahak
merangsang saluran pernapasan. Batuk juga merupakan cara untuk menjaga
jalan pernapasan tetap bersih.(Depkes RI 2006)
B. Epidemiologi
1. Demam
Demam merupakan akibat kenaikan set point (oleh sebab infeksi) atau oleh
adanya ketidakseimbangan antara produksi panas dan pengeluarannya. Demam
pada infeksi terjadi akibat mikroorganisme merangsang makrofag atau PMN
membentuk PE (faktor pirogen endogenik). Zat ini bekerja pada hipotalamus
dengan bantuan enzim cyclooxygenase pembentuk prostaglandin.
Prostaglandin-lah yang meningkatkan set point hipotalamus.
3
Pada keadaan lain, misalnya pada tumor, penyakit darah dan keganasan,
penyakit kolagen, penyakit metabolik, sumber pelepasan PE bukan dari PMN
tapi dari tempat lain. (Sari Pediatri Volume 2 No. 2 tahun 2000, hal 103-108)
2. Batuk
Sangat sering terjadi
Prevalensinya antara 5% - 40%
Bisa menunjukan keadaan patologis yang serius namun umumnya tidak
terlalu signifikan, tidak harus ditindaklanjuti dengan pemeriksaan penujang.
(At a Glance Medicine, hal 23)
C. Patofisiologi
1. Demam
Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang
sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari
mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak
berdasarkan suatu infeksi. Pengaruh pengaturan autonom akan mengakibatkan
terjadinya vasokonstriksi perifer sehingga pengeluaran panas menurun dan
pasien merasa demam suhu dapat bertambah tinggi lagi karena meningkatkan
aktivitas metabolisme yang juga mengakibatkan penambahan produksi panas
dan karena kurang adekuat penyalurannya dari permukaan maka rasa demam
bertambah pada pasien.
Kasus demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia,
keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat. Juga gangguan pusat regulasi
suhu sentral dapat menyebabkan peninggian temperatur seperti pada heat stroke,
pendarahan otak, koma, atau gangguan lain. Beberapa hal yang secara khusus
diperhatikan pada demam adalah cara timbulnya demam, tinggi demam, dan
keluhan serta gejala lain yang menyertai demam. Demam yang tiba-tiba tinggi
lebih sering disebabkan oleh penyakit virus. (Dasar-dasar Ilmu Penyakit Dalam
2015, hal 2)
2. Batuk
Batuk adalah salah satu reflek pelindung yang paling penting dan
memberikan kontribusi signifikan terhadap kekebalan tubuh sistem pernapasan
dengan meningkatkan pembersihan mukosilior. Batuk berada dibawah kendali
4
sukarela dan tidak disengaja.Reseptor batuk adalah penghentian saraf vagal
aferen yang terletak di laring, faring dan trakeobronkial. Situs ekstra pulmoner,
seperti telinga luar, dapat memicu batuk karena stimulasi cabang aurikulus saraf
vagus. Reseptor-reseptor ini mengirimkan sinyal kembali ke pusat batuk medulla
oblongata, yang kemudian memicu urutan kejadian yang merupakan batuk.
Mekanika batuk mencangkup 3 fase berurutan : inspirasi, kompresi dan
ekspirasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi batuk termasuk jalan nafas
yang memadai (penyempitan jalan nafas menurunkan efisiensi misalnya
malasia), sifat lendir dan kekuatan otot pernapasan. Mengingat batuk merupakan
reflek protektif, sangat penting untuk tidak menekannya tanpa
mengindikasikannya dan mengobati penyebab yang mendasarinya. (Alsubaie
2015, international journal)
D. Tanda dan Gejala
1. Demam
Kepala, leher dan tubuh akan terasa panas sedangkan tangan dan kaki dingin.
Mungkin merasa kedinginan atau menggigil, bila suhu tubuh meningkat
dengan cepat. (Depkes RI 2006).
2. Batuk
Batuk produktif merupakan suatu mekanisme perlindungan dengan fungsi
mengeluarkan zat-zat asing (kuman, debu dsb) dan dahak dari batang
tenggorokan. Sering kali batuk yang hebat mengganggu tidur meletihkan
pasien ataupun berbahaya.
Batuk nonproduktif bersifat kering tanpa dahak, misalnya pada batuk rejan
(pertusis, kinkhoest). Batuk menggelitik sering kali mengganggu tidur (Obat-
obat Penting, hal 666)
E. Diagnosis
1. Demam
Infeksi yang didiagnosis harus diobati dengan tepat. Sirosis, asplenia,
penggunaan obat imunosupresif, atau perjalanan eksotis baru-baru ini mungkin
merupakan pengaturan yang tepat untuk empiris.
Namun, menahan antipiretik dapat membantu dalam mengevaluasi efektivitas
terapeutik dan antibiotik tertentu atau dalam memungkinkan pengamatan
5
indikator klinis penting seperti pola kambuh pada malaria atau pembalikan dari
waktu biasa puncak dan suhu melalui demam tifoid dan TB disebarluaskan.
(Harrison’s Manual of Medicine 2005, hal 199)
2. Batuk
Riwayat harus mempertimbangkan :
Durasi, akut atau kronis
Adanya demam atau napas tersengal-sengal
Kuantitas dan karakter sputum, perubahan karakter sputum, warna atau
volume pada perokok dengan “batuk perokok” memerlukan pemeriksaan
Pada temporal atau musiman, batuk musiman dapan mengidentifikasi
“batuk asma”
Faktor resiko untuk penyakit yang mendasari, paparan lingkungan
Riwayat medis masa lalu, dari riwayat pneumonia berulang dapat
mengindikasikan bronkietaksis, terutama jika dikaitkan dengan produksi
ssputum purulen atau berlebihan. Perubahan batuk kronis menimbulkan
kecurigaan karsinoma bronkogenik CHF keonis menyebabkan batuk
Obat-obatan, ACE inhibitor penyebab batuk kronis 5-20% (Harrison’s
Manual of Medicine 2005, hal 234-235).
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Demam
Pemeriksaan fisik
Perhatian terhadap demam harus berdasar tanda dan gejala yang
dapat menyebabkan demam. Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan secara
oral maupun rektal. Alat pengukur suhu tubuh elektronik untuk mengukur
suhu membran timpani juga bisa dipercaya (Dasar-dasar Ilmu Penyakit
Dalam 2015, hal 3)
Tes laboratorium
Pemeriksaan laboratorium terdiri dari pemeriksaan darah lengkap,
differential counts juga dibutuhkan karena sensitif untuk mengidentifikasi
apakah demam kemungkinan disebabkan oleh infeksi bakterial ataupun oleh
infeksi virus. Granulositosis biasanya dikaitkan dengan infeksi bakterial
sedangkan neutropenia dikaitkan dengan infeksi usus C-reaktive protein
6
(CRP) dan pemeriksaan laju endap darah (LED) juga merupakan
pemeriksaan yang penting dan sangat menolong untuk mengidentifikasi
penyakit pada kadar dimana kenaikan suhu tubuh tidak terlalu tinggi.
(Dasar-dasar Ilmu Penyakit Dalam 2015, hal 3)
2. Batuk
Pemeriksaan fisik harus menilai saluran udara atas dan bawah dan parenkim
Standar menunjukan obstruksi saluran nafas bagian atas, nafas tersengal-
sengal menunjukan bronkospasme sebagai penyebab batuk
Midnispiratory crackles mengindikasikan penyakit saluran nafas (misalnya
bronkitis kronis)
Crackles akhir inspirasi yang halus terjadi pada fibrosis intestisial dan gagal
jantung
CXR dapat menunjukan neoplasma, infeksi, penyakit interstisial atau
adenopati hilar sarkoidosis
High Resolution CT (HRCT) membantu batuk kronis yang tidak dapt
dijelaskan
PFTs dapat mengungkapkan ostruksi atau pembatasan
Pemeriksaan dahak dapat menunjukan keganasan atau infeksi
Fiberoptic bronchoscopy, membantu dalam menunjukan penyebab
endobronkial. (Harrison’s Manual of Medicine 2005, hal 235)
G. Algoritma Terapi
7
1. Demam(Harrison’s Manual of Medicine 2005, hal 202)
8
9
BAB III
METODELOGI
A. Tanggal dan Waktu
1. Tanggal Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 7 Oktober 2019
2. Waktu Praktikum
Waktu pelaksanaan praktikum dimulai pada pukul 15.30 WIB dan berakhir pada
pukul 18.00 WIB.
B. Judul Praktikum
Praktikum Farmakoterapi ini membahas tentang “Batuk dan Demam”.
10
BAB IV
PEMBAHASAN
A. SWAMEDIKASI
Pasien : Begini mas, anak saya mengalami batuk berdahak pilek dan
Pasien : Sudah sejak dua hari yang lalu mas. Dia batuk berdahak,
Pasien : iya ada mas saat anak saya berusia 1,5 tahun
dan pileknya bu ?
Sendok teh 2 kali tiap 4 jam tapi tidak turun juga demamnya
11
Apt : Baiklah.. sebentar saya pilihkan obatnya dulu ya Bu.
Apt : Pertama ibu cuci tangan terlebih dahulu lalu anak ibu di
baringkan miring kaki yang bawah di birkan lurus kaki yang
bagian atas di angkat dengan menekuknya sampai ke arah perut,
buka kemasan supposutoria basahi sedikit ujung bagian yang
lancip dengan air, lalu masukan dalam dubur anak ibu perlahan-
lahan tunggu 5 menit agar tidak keluar lagi, lalu ibu cuci tangan
kembali
Apt : baik ibu selanjutnya ini obat batuk dan flunya OBH combi anak
diminum 3 kali sehari 5 ml
12
Apt : Iya Bu,dan sebaikanya perbanyak minum air putih buah dan
sayur, kurangi konsumsi ice cream dan makanan yang kurang
sehat
ya mbak
FORM
Pembahasan
13
datang ke apotek, di khawatirkan dengan suhu tubuh yang sudah tinggi dapat
mengalami kejang.
Supositoria menurut FI edisi IV adalah sediaan padat dalam berbagai bobot
dan bentuk,yang diberikan melalui rektal, vagina atau urethra. Umumnya meleleh,
melunak atau melarutdalam suhu tubuh. Supositoria dapat bertindak
sebagai pelindung jaringan setempat, sebagai pembawa zat terapetik yang bersifat
lokal atau sistemik, Obat dapat masuk langsung dalam saluran darah sehingga obat
dapat berefek lebih cepat dari pada penggunaan obat peroral.
Pemilihan OBH Combi anak didasarkan atas keluhan batuk dan pilek yang
di alami anak rizky komposisi dari OBH Combi yaitu Succus Liquirate 100 mg,
paracetamol 120 mg, amonium chlorid 50 mg, pseudoefedrin Hcl 7,5 mg,
chloramphenicol maleas 10 mg dengan kandungan succus untuk meredakan batuk
yang di alami rizky dan pseudoefedrin merupakan golongan dekongestan untuk
melegakan hidung yang tersumbat dan terdapat chloramfeniramin maleas sebagai
antihistamin untuk mengurangi alergi yang dapat memicu pilek dan batuknya.
Efek samping dari OBH Combi kids adalah mual muntah namun hal
tersebut tidak terjadi pada semua pasien hanya beberapada kasus yang
menyebabkan mual muntah, dan dapat menyebabkan ngantuk, penderita batuk dan
pilek sering kesulitan untuk tidur karna rasa yang tidak nyaman pada hidung dan
tengggorokannya efek dari ngantuk tersebut bagus untuk membantu pasien dapat
tidur dan beristirahat memulihkan kondisi tubuhnya.
14
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak rizky mendapatkan suppositoria untuk mengatasi demam karna adanya
riwayat demam kejang pada saat berusi 1,5 tahun dan merekomendasikan obat
OBH Combi Kids unruk meredakan batuk dan pilek
B. Saran
Sebelum mengambil keputusan lihat terlebih dhulu segala kemungkinan,
perbanyak membaca literatur sangat penting sebelum memberikan rekomendasi
obat.
DAFTAR PUSTAKA
15
Davey, Patrick. 2006. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga
Hoan, Tjay, Tan. Rahardja, Kirana. 2010. Obat-obat Penting. Edisi VI. Jakarta:
Gramedia
Uswatun Hasanah Linnisaa, Susi Endra Wati. 2014. Rasionalitas Peresepan Obat
Batuk Ekspektoran dan Antitusif di Apotek Jati Medika. IJMS - Indonsian
Journal on Medical Science
16