Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN


“Pengaruh Penyimpanan Bakso Ikan Barakuda (Sphyraena) Dengan Pengemasan
yang Berbeda pada Cold Storage Terhadap Kenampakkan dan Mutu
Organoleptik”

OLEH :
NAMA : ATHIRA
NIM : Q1B117003
KELOMPOK : V (LIMA)
DOSEN PENGAMPU : Dr. Ir. Andi Besse P., M.Sc.

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT dan tak
lupa pula kita kirimkan sholawat kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW,
karena atas berkat rahmat dan hidayahNya sehingga laporan praktikum ini bisa
diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Ucapan terima kasih juga tak lupa kami
sampaikan kepada teman-teman, keluarga yang turut serta membantu dan
memberi motivasi atau dorongan dalam pembuatan laporan praktikum mata kuliah
Teknologi Pengemasan dan Penyimpanan ini, yaitu “Pengamatan Terhadap Mutu
Produk Bakso Ikan Barakuda dengan Metode Pengemasan yang Berbeda Selama
empat Bulan Masa Penyimpanan (Cold Storage)”.
Dalam pembuatan Laporan Praktikum ini, kami sebagai penyusun
memberikan sedikit informasi tentang Mutu Produk Bakso Ikan Barakuda dengan
Metode Pengemasan yang Berbeda Selama 4 Bulan Masa Penyimpanan (Cold
Storage) yang berupa uji sensorik, sebagaimana tugas yang telah disampaikan.
Beberapa informasi yang tercantum atau tersusun secara sistematis dalam laporan
ini berasal dari sumber-sumber yang telah melalui penelitian terlebih dahulu atau
studi penelitian oleh peneliti. Besar harapan penyusun agar pembuatan Laporan
Praktikum ini bermanfaat untuk pembaca dan khususnya kami sebagai penyusun.
Walaupun kami sadari ada banyak kekurangan yang terdapat dalam laporan ini,
penyusun berharap agar pembaca dapat memakluminya.

Penyusun

ATHIRA
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia termasuk negara maritim karena memiliki luas laut dan jumlah
pulau yang besar. Potensi tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara yang
kaya akan sumber-sumber perikanan yang secara potensial dapat meningkatkan
konsumsi protein hewani, khususnya yang berasal dari ikan. Namun, tingkat
konsumsi ikan di Indonesia masih rendah dibanding tingkat konsumsi ikan di
Jepang yang sudah mencapai hampir 100 kg/kapita/tahun. Berdasarkan data
Kementerian Kelautan dan Perikanan, pada tahun 2014, capaian sementara rata-
rata konsumsi ikan per kapita nasional adalah sebesar 37,89 kg/kapita. Rata-rata
konsumsi ikan per kapita nasional pada tahun 2014 ini meningkat sebesar 7,61%
apabila dibandingkan dengan rata-rata konsumsi ikan per kapita nasional pada
tahun 2013, yakni sebesar 35,21 kg/kapita.
Ikan merupakan salah satu sumber pangan hasil perairan yang kaya nutrisi
untuk tubuh manusia yang mengandung protein, vitamin, dan mineral (Coultate
2002). Eitenmiller et al. (2008) juga menyatakan vitamin larut lemak dan vitamin
larut air terdapat pada beberapa jenis ikan. Beberapa mineral makro dan mikro
ditemukan pada beberapa jenis ikan seperti ikan barakuda atau biasa disebut ikan
alu-alu.
Ikan alu-alu merupakan ikan yang bila ditinjau dari nilai ekonomi
termasuk harganya murah/rendah, dan kurang disukai oleh masyarakat sehingga
membutuhkan perlakuan teknologi penglohan pangan.
Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan konsumsi ikan di
Indonesia adalah dengan mengupayakan penganekaragaman produk olahan ikan
seperti Bakso ikan. Bakso ikan memiliki rasa yang enak dan cara pengolahannya
cukup sederhana. Bakso ikan merupakan modifikasi dari surimi atau daging
lumat. Bakso ikan pada umumnya terbuat dari bahan baku ikan tenggiri atau ikan
barakuda (alu-alu).
Bakso merupakan makanan yang mudah dijumpai. Bakso di kalangan
masyarakat sudha dikenal baik, seperti bakso daging sapi dan juga bakso ikan
yang terbuat dari surimi. Untuk mendapatan mutu bakso ikan yang berkualitas,
tentunya kita harus menjaga kesegaran bahan bakunya terlebih dahulu.
Rabiatul, 2008 menyatakan bahwa Ikan merupakan salah satu sumber
protein hewani yang sangat dibutuhkan oleh manusia karena kandungan
proteinnya tinggi, yang mengandung asam amino esensial, nilai biologinya tinggi,
dan harganya murah dibandingkan sumber protein lainnya, namun memiliki
kelemahan karena cepat mengalami kerusakan sehingga perlu dilakukan
penangan, pengolahan, dan pengawetan hasil perikanan yang bertjuan mencegah
kerusakan sehingga dapat memperpanjang daya simpan juga untuk
menganekaragam kan produk olahan hasil perikanan sebagai wujud difersifikasi
produk olahan pangan.
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari prektikum ini yaitu agar mahasiswa dapat mengetahui
perbedaan setelah melihat kenampakan dan uji organoleptik bakso ikan barakuda
dengan menggunakan metode pengemasan yang berbeda.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Barakuda


Ikan barakuda bergigi tajam memiliki bentuk tubuh bulat, panjang dengan
kepala menirus kebagian moncong dengan mulut lebar, rahang bawah lebih
panjang daripada rahang atas, dikeduarahangnya memiliki gigi yang cukup besar
dan relatif panjanghal ini dikarenakan ikan ini merupakan jenis karnivora. Pinggir
tubuh dan perutnya berwarna keperakan dan mengkilat tetapi punggungnya
berwarna hijau dan abu-abu (Djuanda, 1981). Sedangkan menurut( Murtidjo,
2001) Sirip ikan Barakuda berjumlah dua dan terpisah jauh, sirip punggung kedua
terdapat diatas sirip anal, sirip ekornya berbentuk cagak,didada agak ke bawah.
Ikan alu-alu memiliki sepuluh khasiat untuk kesehatan. seperti
meningkatkan vitalitas pria, kesuburan organ reproduksi, menambah massa otot,
menyembuhkan radang kulit bisa saja terjadi. misalnya karena terserang bakteri,
virus, atau alergi makanan. radang kulit bisa sembuh berkat ikan barakuda. karena
barakuda dapat bekerja layaknya obat anti inflamasi, mengandung vitamin B2
untuk menjaga sistem syaraf, Pyridoxine dapat menjadi katalisator hemoglobin,
memperlancar metabolism tuguh, mengobati penyakit psikis (Anxiety Disorder),
mencegah penyakit jantung, mencegah diabetes (Nadia, 2016)
2.2 Klasifikasi Ikan Barakuda
Barakuda adalah ikan yang mempunyai kemampuan beradaptasi di air
tawar maupun air asin. Ikan yang masih kecil biasanya berada di sekitar sungai
dekat muara, sedangkan ikan yang besar berada di laut. Barakuda merupakan ikan
yang berasosiasi dengan daerah karang karena mencari ikan – ikan untuk
makanannya di sekitar terumbu karang. Dan biasa hidup di pantai karang (tebing
karang di tepi pantai).
Berikut adalah Klasifikasi Ilmiah ikan barakuda:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub-filum : Vertebrata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Subordo : Sphyraenoidei
Famili : Sphyraenidae
Genus : Sphyraena
Scientific name : Sphyraena jello
Nama Inggris : Banded Barracuda
Nama Lokal : Ikan Barracuda

Gambar 1. Ikan Barakuda (Sphyraena sp).


Ikan barakuda memiliki mulut yang panjang dan mempunyai gigi yang
besar dan tajam seperti pisau.tubuhnya yang kuat dan ramping membantu
barakuda untuk memungkinkan memburu mangsanya dengan mudah. Sirip
punggung pertama memiliki 5 duri, yang kedua 10 duri. Sirip pertama dari sirip
dorsal dan anal kedua mencapai atau melampaui ujung sirip terakhir, ketika sirip
mengalami depresi. Ada sekitar 75~90 sisik sepanjang garis lateral. Insang ikan
barakuda hampir berbentuk bulatan. Rahang lebih pendek dari pada rahang
bawah. Seekor ikan Barakuda besar dewasa memiliki bercak hitam yang tidak
beraturan pada sisi bawah perutnya, terutama yang didekat ekor.
2.3 Bakso Ikan Barakuda
2.3.1 Bakso
Bakso adalah produk pangan yang terbuat dari bahan utama daging yang
dilumatkan, biasanya istilah bakso tersebut diikuti dengan nama jenis daging yang
digunakan, seperti bakso ikan, bakso ayam dan bakso sapi, bakso tahu, bakso telur
puyu, bakso udang. Berdasarkan bahan bakunya, terutama ditinjau dari jenis
daging dan jumlah tepung yang digunakan, bakso dibedakan menjadi tiga jenis
yaitu bakso daging, bakso urat, bakso aci. Bakso daging dibuat dari daging yang
sedikit mengandung urat, mesalnya menambahkan tepung lebih sedikit dari pada
berat daging yang digunakan. Bakso urat adalah bakso yang dibuat dari daging
yang banyak mengandung jaringan atau urat, misalnya daging iga.
Baksoaci adalah bakso yang jumlah penambahan tepungnya lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah daging yang digunakan (Anonim 2010). Menurut
Suprapti (2012) bakso merupakan produk pangan yang terbuat dari daging atau
ikan yang dihaluskan, dicampur dengan tepung, dibentuk bulat-bulat sebesar
kelereng atau lebih besar dan dimasak dalam air panas hingga bakso tersebut
mengapung. Masyarakat lebih mengenal bakso sebagai makanan sepinggan yang
dihidangkan dengan pelengkap lain seperti mie, sayuran, pangsit, dan kuah.
Makanan ini sangat popular dan digemari oleh masyarakat.
Bakso ikan dapat disajikan dalam bentuk rebusan dengan kuah atau
digoreng sebagai makanan ringan. Jika disajikan dalam bentuk kuah perlu
dipersiapkan kuahnya yaitu dengan merebus sisa-sisa penyiangan seperti kepala,
tulang, kemudian diberikan bumbu yang telah dihaluskan (merica, bawang putih
dan garam). Dapat juga ditambahkan bumbu-bumbu penyedap kuah antara lain,
bawang goring, tongcai, saos tomat, cabe/sambel, kecap, cuka, sayur caisin. Bakso
merupakan produk olahan daging/ikan/tahu/bahan lain yang telah dihaluskan,
dicampur dengan bumbu-bumbu, tepung dan bahan perekat kemudian dibentuk
bulat dengan diameter (2- 4)cm atau sesuai selera dan kebutuhan (Suprapti, 2010).
Bakso ikan dibuat dengan meng-gunakan bahan baku berupa daging ikan air
tawar, ikan air payau, maupun ikan air asin/ikan laut, sehingga berdasarkan bahan
bakunya dikenal adanya bakso ikan tenggiri, bakso ikan lele, dan sebagainya.
Adapun beberapa jenis ikan air tawar yang sering digunakan sebagai bahan baku
dalam pembuatan bakso adalah ikan lele, ikan emas, dan ikan nila merah,
sedangkan untuk ikan air payau adalah bandeng, payus, dan mujair. Sementara
untuk ikan asin adalah kakap, tenggiri, lemuru, tongkol, selar, dan ikan kembung
(Suprapti, 2010).
2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Mutu Bakso.
Menurut (Wibowo dan Singgih 2006), bahwa faktor-faktor yang
menentukan mutu bakso antara lain:
A. Bau, adanya bau-bau yang kurang enak, misalnya amis pada bakso, akan dapat
menurunkan minat pembeli bahkan selera para konsumen.
B. Tekstur atau tingkat kekentalan bakso yang terlalu lunak (lembek) akan dapat
menurunkan selera para konsumen, demikian pula dengan bakso yang terlalu
kenyal (liat), tingkatan kekenyalan bakso dapat dinaikan dengan
menambahkan natrium polifoshfat dalam dosis yang diizinkan ataupun tepung
ketan dalam jumlah tertentu.
C. Cita rasa bakso akan terasa lezat apabila dalam pembuatannya dilakukan
pemberian bumbu yang sesuai, adapun bumbu tersebut harus tercampur secara
merata dan menyatu dengan adonan, termasuk tepung ketan juga dapat
meningkatkan cita rasa.
D. Jenis bakso harus dibuat sesuai dengan bahan baku yang seharusnya
digunakan, sebagai contoh ada kelompok masyarakat yang gemar bakso halus,
namun ada pula yang justru gemar dengan bakso yang berserat.
E. Tampilan bakso nampak lebih menarik jika memiliki bentuk yang bulat, serta
nampak bersih dan mengkilap. Syarat mutu bakso ikan dapat lihat pada SNI
01-3818:2014, BSNRevisi Dari SNI 01- 3819-1995
2.4 Metode Pengemasan
2.4.1 Metode Pengemasan Vakum
Pengemasan vakum adalah sistem pengemasan hampa uap dimana
tekanannya kurang dari 1 atm dengan cara mengeluarkan O2 dari proses masa
simpan, sehingga memperpanjang umur simpan. Proses pengemasan vakum ini
dilakukan dengan cara memasukkan produk ke dalam kemasan plastik yang
diikuti dengan pengontrolan uap menggunakan mesin pengemas vakum (Vacum
Packager), kemudian ditutup dan disealer. Dengan ketiadaan uap dalam proses
penyimpanan, maka kerusakan akibat oksidasi dapat dihilangkan sehingga
kesegaran produk akan lebih bertahan 3 - 5 kali lebih lama daripada produk yang
yang disimpan dengan nonvakum (Jay, 1996).
Vacum Packaging atau pengemasan vakum yaitu prinsip teknik
pengemasan dengan cara mengeluarkan uap dari dalam kemasan kemudian
kemasan tersebut disegel sehingga kemasan kedap uap. Teknik pengemasan ini
biasanya digunakan untuk mengema produk yang berupa daging.
2.4.2 Metode Pengemasan Uap
Pengemasan uap atau teknik modified atmosphere packaging yaitu seperti
controlled atmosphere packaging, tetapi menggunakan pengaturan kombinasi gas
dalam kemasan.
2.4.3 Metode Pengemasan Biasa
Pengemasan nonvakum adalah pengemasan biasa, kelemahan metode
masa simpan ini adalah ada kemungkinan sealing yang kurang sempurna, masih
ada celah sehingga uap atau uap air dapat masuk, karena heat sealer dioperasikan
secara manual (Rahmadana, 2013).
2.4.4 Metode Penyimpanan Tanpa Kemasan
Metode penyimpanan tanpa kemasan adalah metode yang hanya
menggunakan wadah sebagai pengganti kemasan yang kemudian dapat disimpan
pada tempat yang diinginkan.
2.5 Cold Storage
Ikan adalah bahan biologis yang apabila tidak memperoleh perlakuan
tertentu setelah ditangkap dan diangkat dari air, maka ia akan mengalami
menurunan mutu ke arah membusuk. Oleh karena itu perlu diadakan suatu teknik
yang dapat dilakukan untuk mempertahankan kesegaran ikan agar supaya tetap
awet dan layak dikomsumsi. Untuk cara yang lebih efisien , praktis dan rasa ikan
tetap seperti semula maka digunakan cold storage untuk mempertahankan kualitas
ikan, sehingga bakteri yang menyebabkan penurunan mutu ikan dapat terhambat
perkembangannya dan ikan menjadi tidak cepat busuk (Afrianto, dan Liviawaty,
1992).
Manusia sejak lama berusaha untuk mendapatkan cara agar dapat
menyimpan makanan yang dapat bertahan lebih lama. Berbagai cara yang telah
dilakukan diantaranya adalah penggaraman, pengeringan, pengasapan, pemberian
rempah-rempah dan pendinginan. Diantara cara-cara pengawetan tersebut ternyata
dengan cara pendinginan dianggap paling baik karena bahan makanan atau ikan
yang telah didinginkan akan tetap dan tidak akan mengalami perubahan rasa,
warna, dan aromannya, disamping itu segala aktivitas yang menyebabkan
pembusukan akan terhenti sehingga bahan makan/ikan yang didinginkan akan
dapat tahan lebih lama (Hartanto, 1984).
Beban pendingin cold storage adalah jumlah panas yang harus dikeluarkan
atau diserap oleh bahan pendingin (refrigeran) dari ruangan sehingga suhu
ruangan yang diinginkan dapat tercapai (Arismunandar dan Saito, 2005).
BAB III. METODE PRAKIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Kegiatan praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo, pada hari Minggu, 11 September 2018
pukul 08.00 sampai selesai.
3.2 Alat dan Bahan
Alat Bahan
Pisau Ikan barakuda
Talenan Air
Loyang Bawang putih
Kompor Bawang merah
Piring Merica bubuk
Panci Garam
Wadah ukuran kecil Telur
Wadah ukuran besar Baking soda
Pencincang bawang Es batu
Sendok besar dan kecil Kanji
Mesin penggiling daging Tepung
Timbangan digital Minyak
Lap tangan
3.3 Prosedur Kerja
 Alat dan bahan yang dibutuhkan disiapkan terlebih dahulu,
 Ikan dibersihkan dari sisiknya,
 Ikan difillet kemudian dipisahkan daging ikan dari tulangnya
 Ikan yang dipisahkan dari tulangnya, lalu dipisahkan lagi dari kulitnya
 Daging yang sudah dipisahkan dari tulang dan dagingnnya kemudian
daging ikan digiling
 Daging ikan yang sudah digiling kemudian ditimbamg hingga mencapai
2,550 gr
 Bahan-bahan disediakan salah satunya kanji yang ditimbang hingga
mencapai 425 gr,
 Kemudian tepung modifikasi diayak terlebih dahulu sebelum ditimbang
hingga 212,5 gr
 Bawang yang telah dihaluskan kemudian disimpan pada wadah yang
terpisah
 dimasukkan 6 biji putih telur, garam 6 sendok, ½ sendok baking soda, dan
merica bubuk 2 sachet,
 Setelah bahan tercampur lalu dimasukkan daging ikan yang sudah digiling,
kemudian dicampurkan kanji dan tepung modifikasi dalam adonan daging
ikan dan bumbu,
 Dimasukkan Air dingin 3 gelas kemudian adonan diaduk sembari
dimasukkan minyak 1,5 gelas untuk mengemulsikan adonan,
 adonan yang telah diemulsi dimasukan kedalam food processor agar
adonan halus
 Air dipanaskan hingga mencapai suhu 900C kemudian adonan dimasukan
ke dalam freezer (pendingin)
 Setelah air mencapai suhu 900C adonan dibentuk kemudian dimasukan
hingga mengapung
 Bakso kemudian diangkat, dituangkan dipiring lalu didinginkan
 Bakso dikemas dengan kemasan yang berbeda yaitu kemasan vakum,
kemasan uap, kemasan biasa dan tanpa kemasan.
 Kemudian bakso yang suda sudah dikemas dimasukan di dilam freezer dan
bakso yang tidak dikemas disimpan di tempat yang terbuka.
3.4 Dokumentasi

Gambar 1. Ikan yang dibersihkan sisiknya


Gambar 2. Proses pemisahan daging ikan dari tulang

Gambar 3. Proses pencucian daging ikan menggunakan air es

Gambar 4. Proses pembuatan bakso


Gambar 5. Proses bakso dimasak

Gambar 6. Bakso yang suda jadi

Gambar 7. Bakso dikemas dalam kemasan uap, vakum dan kemasan biasa
Gambar 8. Bakso tanpa kemasan

Ganbar 9. Bentuk kemasan setelah 4 bulan

Gambar 10. Foto bakso ditimbamg setelah 4 bulan disimpam


BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan


Tabel 1. Hasil Data pengamatan
Kemasan
Pengamatan Vakum Uap Biasa Tanpa
kemasan
- Lebih terang - Lebih gelap - Tidak gelap, - Lebih
- Tidakberkerut - Berkerut tidak juga terang
- Tidak terdapat -Banyak terang - Tidak
1
kristal es terdapat - Tidak menyusut terlalu
kristal es - Banyak terdapat berkerut
kristal es
- Agak terang - Agak gelap - Terang - Tidak gelap,
- Tidak berkerut - Berkerut - Banyak terdapat tidak juga
- Tidak terdapat -Lebih kristal es terang
bunga es banyak -Agak
2
mengandun menyusut
g kristal es -Terdapat
banyak
kristal es
- Tidak terang -Tidak terang - Terdapat banyak - Warna agak
- Agak berkerut -Banyak kristal es terang
3
- Tidak terdapat terdapat - Agak terang - Agak
bunga es bunga es berkerut
- Agak terang -Terdapat -Mengandung -Warna
- Berkerut banyak banyak kristal es terang
4
- Tidak terdapat kristal es - Agak terang -Berkerut
kristal es -Agak terang
- Agak terang -Banyak - Banyak - Terang
- Berkerut terdapat mengandung - Berkerut
5
- Tidak terdapat kristal es kristal
bunga es -Agak terang - Agak terang

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan selama empat bulan dengan


jarak waktu pengamatn yaitu 2 minggu, masa penyimpanan bakso di dalam cold
storage pada olahan bakso yang dikemas dengan metode pengemasan yang
berbeda, seperti dikemas vakum, kemas menggunakan uap, kemasan biasa, dan
tanpa menggunakan kemasan. Pengamatan pertama terlihat pada bakso yang
dikemas vakum penampakannya lebih terang, tidak berkerut, dan tidak terdapat
kristal es. Pada kemasan yang munggunakan uap warna pada bakso terlihat lebih
gelap, berkerut, banyak terdapat kristal es. Sementara pada kemasan biasa warna
pada bakso tidak gelap dan juga tidak terang, tidak menyusut, banyak terdapat
kristal es, dan pada bakso yang tanpa kemasan terlihat lebih terang.
Pada pengamatan kedua terlihat bakso yang dikemasa vakum warnanya
agak terang, tidak berkerut, tidak terdapat bunga es, juga pada kemasan yang
menggunakan uap warnanya agak gelap, berkerut, dan lebih banyak menggandung
kristal es. Sementara kemasan biasa terlihat terang, banyak terdapat kristal es, dan
tanpa kemasan terlihat warnanya tidak gelap, juga tidak terang, agak menyusut,
terdapat banyak kristal es.
Hasil pengamatan ketiga pada bakso yang dikemas vakum terlihat tidak
terang, agak berkerut, tidak terdapat bunga es. Kemasan yang menggunakan uap
warnanya tidak terang, banyak terdapat bunga es, Sementarpada kemasan biasa
terdapat banyak bunga es, warnanya juga agak terang, dan pada bakso yang tanpa
kemasan terihat agak terang dan agak berkerut.
Selanjutnya pengamatan yang ke empat pada bakso yang dikemas vakum
terlihat agak terang, penampakannya berkerut, tidak terdapat kristal es. Pada
kemasan yang menggunkan uap terdapat banyak kristal es dan warnanya agak
terang, sementara pada kemasan biasa juga terdapat banyak kristal es, warnanya
agak terang, dan tanpa kemasan warnanya terang, penampakannya berkerut.
Pengamatan ke lima atau pengamatan yang terakhir terlihat pada pada
bakso yang dikemas dengan metode vakum warnanya agak terang, berkerut, tidak
terdapat bunga es, dan kemasan yang menggunakan uap warnanya agak terang
terdapat banayak kristal es. Sementara pada kemasan biasa banyak mengnadung
kristal es, warnanya agak terang, dan pada bakso yang tanpa kemasan warnanya
agak gelap/pucat, dan berkerut.
Dari kelima pengamatan yang telah dilakukan pada bakso ikan barakuda
yang selama kurang lebih empat bulan waktu penyimpanan dapat disimpulkan
bahwa kemasan yang menggunakan metode vakum pada produk bakso lebih baik
karena hampa uap pada kemasan bakso tersebut tetap menjaga kualitas dan mutu
bakso sehingga bentuk dan rasanya tetap sama dibandingkan dengan metode
pengemasan bakso dengan menggunakan uap, pengemaan biasa dan sama sekali
tidak menggunkan kemasan. Selain itu pada bakso yang dikemas vakum
penampakannya juga paling bagus kerana kedap uap sehingga warnanya tetap
cerah dan berbeda jauh dengan bakso yang tanpa menggunakan kemasan.
4.2 Uji organoleptik
Setelah melakukan serangkaian pengamatn selama empat bulan masa
penyimpanan bakso tersebut, selanjutnya dilakukan uji organoleptik atau uji
sensorik pada bakso dengan metode pengemasan yang berbeda yaitu pengemasan
vakum, uap dan biasa, untuk mengetahui metode kemasan jenis apa yang lebih
baik dalam menjaga mutu bakso ikan barakuda. Pada bakso ikan barakuda yang
disimpan tanpa kemasan tidak diuji organoleptikkan karena turunnya mutu yang
sangat drastis sehingga sudah tidak layak untuk dikonsumsi.
Bakso dikukus selama 10 menit untuk mematangkan sehingga aman saat
melakukan uji organoleptik. Setelah itu pengujian organoleptik dilakukan oleh 9
orang panelis dan menggunakan 8 parameter.
Tabel 2. Score sheet – keterangan atribut yang diuji
Score Warna Rupa Aroma Odor Tekstur Umami Chewiness Juiceness
Sangat
Sangat Sangat
Sangat Sangat beraroma Sangat Sangat Sangat
(5) berbau terasa
cerah halus bawang kenyal chewy terasa juicy
amoniak umami
putih
Lebih
Lebih Lebih
Lebih Lebih beraroma Lebih Lebih terasa
(4) berbau terasa Lebih chewy
cerah halus bawang kenyal juicy
amoniak umami
putih
Beraroma
Berbau Terasa Terasa
(3) Cerah Halus bawang Kenyal Chewy
amoniak umami Juicy
putih
Sedikit
Sedikit Agak
Sedikit Sedikit beraroma Agak Agak terasa
(2) berbau terasa Agak chewy
cerah halus bawang kenyal juicy
amoniak umami
putih
Tidak
Tidak Tidak
Tidak Tidak beraroma Tidak Tidak terasa
(1) berbau terasa Tidak chewy
cerah halus bawang kenyal juicy
amoniak umami
putih
4.2.1 Warna
Tabel 2. Tabel uji organoleptik Warna
Warna
Panelis
vakum Uap biasa
1 2 2 2
2 3 3 3
3 5 3 5
4 4 2 2
5 3 2 2
6 5 5 5
7 5 3 2
8 4 3 2
9 3 3 2
Rata-rata 3,777778 2,888889 2,777778

Warna pada bakso ikan merupakan salah datu sifat visual yang pertama
kali dilihat oleh konsumen. Warna mempunyai arti dan peranan yang sangat
penting pada komoditas pangan.
Pada hasil uji organoleptik bakso ikan barakuda didapati nilai pada bakso
yang dikemas dengan metode vakum yaitu (4) lebih cerah, kemasan uap (3) cerah,
dan kemasan biasa (3) cerah. Dengan demikian diketahui bahwa bakso yang
dikemas dengan cara vakum warnanya kebih cerah daripada bakso yang dikemas
dengan mengisi uadara dalam kemasan dan kemasan biasa. Hal ini disebabkan
karena pada bakso yang dikemas dengan metode vakum dapat menjaga mutu dan
juga warna dari bakso itu sendiri dengan penghampaan uap pada kemasan.
4.2.2 Rupa
Tabel 3. Tabel uji organoleptik Rupa
Rupa
Panelis
vakum Uap biasa
1 3 2 2
2 4 3 3
3 1 2 3
4 5 1 2
5 2 1 2
6 3 3 2
7 5 3 5
8 5 3 2
9 5 4 3
Rata-rata 3,666667 2,444444 2,666667

Rupa atau juga disebut penampakan adalah karakteristik pertama yan


dinilai oleh panelis dalam mengkomsumsi suatu produk. Bila kesan
penampakannya baik atau disukai, maka konsumen akan melihat karakteristik
lainnya sperti aroma, rasa dan sebagainya. Produk dengan bentuk yang rapi, bagus
an utuh pasti lebih disukai oleh konsumen dibandingka dengan produk yang tidak
rapih dan tidak utuh (Soekarto, 1985).
Berdasarkan hasil uji organoleptik bakso ikan barakuda pada bakso yang
dikemas dengan cara vakum memiliki nilai (4) yaitu lebih halus, kemasan dengan
pengisian uap yaitu (2) agak halus dan kemasan biasa (3) halus. Dapat dilihat
bahwa bakso ikan yang dkemas dengan metode vakum lebih halus
menampakannya dari pada yang dikemas dengan menanbahan uap dan kemasan
biasa. Hal ini disebabkan karena kemasan vakum terdapat ruang hampa uap jadi
tidak ada kerja bakteri di dalamnya uap yang dapat merubah rupa ataupun
penampakan dari bakso itu sendiri.
4.2.3 Aroma

Tabel 4. Tabel uji organoleptik Aroma


Aroma
Panelis
Vakum Uap Biasa
1 4 3 5
2 5 5 5
3 4 4 3
4 3 3 3
5 2 2 2
6 2 3 1
7 4 4 4
8 2 2 2
9 2 3 4
Rata-rata 3,111111 3,222222 3,222222

Berdasarkan hasil uji aroma bakso ikan barakuda didapati nilai rata-rata
yaitu (3) beraroma bawang putih dari kemasan vakum, kemasan biasa, dan juga
kemasan uap yaitu beraroma bawang putih dimana bakso mempertahankan aroma
khasnya. Hal ini disebabkan karena bakso ikan barakuda dibuat dari bahan baku
ikan yang didinginkan dan ikan yang dibekukan lebih rendah dari bakso yang
dibuat dari bahan baku ikan segar, hal tersebut karena selama pendinginan dan
pembekuan ikan mengalami oksidasi lemak pada produk pangan yang didinginkan
dan dibekukan.
Menurut Soekarto (1990) perubahan nilai aroma disebabkan oleh
perubahan sifat-sifat pada bahan pangan yang pada umumnya mengarah pada
penurunan mutu. Penyimpanan juga mempengaruhi nilai aroma, dimana semakin
lama penyimpanan maka nilai aroma semakin rendah.
4.2.4 Odor

Tabel 5. Tabel uji organoleptik Odor

Odor
Panelis
Vakum uap Biasa
1 2 2 4
2 2 2 3
3 1 1 4
4 1 1 1
5 1 1 1
6 3 3 4
7 1 1 1
8 4 5 5
9 4 3 2
Rata-rata 2,111111 2,111111 2,777778

Berdasarkan hasil uji organoleptik bakso ikan barakuda terhadap odor


dengan metode pengemasan yang berbeda diperoleh nilai rata-ratanya yaitu
kemasan vakum (2), kemasan uap (2) dan kemasan biasa (3).
Dari nilai yang didapat, diketahui bahwa bakso yang dikemasan vakum
dan uap lebih terjaga mutunya dari bau-bau yang tidak menyenangkan atau yang
bukan bau khas dari bakso tersebut.
4.2.5 Tekstur

Tabel 6. Tabel uji organoleptik Tekstur


Tekstur
Panelis
vakum uap Biasa
1 5 4 2
2 4 3 2
3 5 4 3
4 5 5 3
5 1 4 2
6 5 4 5
7 3 3 2
8 3 3 2
9 4 2 3
Rata-rata 3,888889 3,555556 2,666667

Berdasarkan hasil organoleptik pada produk bakso ikan barakuda didapati


hasil pada tekstur bakso dengan metode kemasan vakum yaitu nilai rata-rata
tingkat kesukaan panelis adalah (4), kemasan uap (4), dan kemasan biasa (3). Dari
nilai tersebut dapat dinyatakan bahwa bakso ikan pada kemasan vakum dan uap
lebih kenyal dibandingkan dengan kemasan biasa.
Dengan demikian hasil uji lanjut beda nyata jujur menunjukkan bahwa
setiap perlakuan berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya.
4.2.6 Umami

Tabel 7. Tabel uji organoleptik Umami


Umami
Panelis
Vakum Uap Biasa
1 5 3 4
2 5 5 5
3 4 3 2
4 3 4 3
5 5 4 2
6 4 3 2
7 4 5 4
8 3 3 3
9 2 3 4
Rata-rata 3,888889 3,666667 3,222222

Dari hasil uji organoleptik umami bakso ikan barakuda didapati nilai pada
kemasan vakum yaitu (4) lebih terasa umami, pada kemasan uap (4) lebih terasa
umami, dan kemasan biasa (3) terasa umami. Menurut tingkat kesukaan panelis
menunjukan angka (4) yaitu lebih terasa umami
Menurut Buckle (1987) rasa umami pada bakso ikan barakuda dari
penanganan bahan bahan baku berbeda dipengaruhi oleh penanganan bahan baku
yang berbeda. Salah satu faktor penting adalah suhu mencapai 0 oC dan lebih
rendah dari -5 oC mampu menghambat pertumbuhan bakteri sehingga daging
dapat menjadi awet.
4.2.7 Chewiness
Tabel 8. Tabel uji organoleptik Chewiness
Chewiness
Panelis
Vakum uap Biasa
1 3 3 2
2 3 2 4
3 3 3 3
4 5 2 4
5 1 4 3
6 3 3 3
7 5 5 5
8 4 5 3
9 4 3 2
Rata-rata 3,444444 3,333333 3,222222

Berdasarkan hasil uji organoleptik pada pengemasan vakum parameter


chewiness rata-rata (3) yaitu terasa chewy, pada pengemasan uap (3), dan pada
pengemasan biasa juga (3).
Menuru Wibowo (1999) perbedaan tingkat kekenyalan bakso daging dapat
disebabkan oleh bebrapa hal antara lain, kandungan protein, kadar air dan kadar
lemak masing-masing penyusun daging maupun bandeng presto mempunyai
kandungan protein, sehingga apabila pencampuran keduanya tepat dan sesuai
maka dihasilkan bakso yang kenyal. Lawrie (1995) berpendapat bahwa pemaakan
dengan suhu tinggi dapat mengakibatkan denaturasi protein dan menurunkan
kapasitas mengikat air.
4.2.8 Juiceness
Tabel 9. Tabel uji organoleptik Juiceness
Juiceness
Panelis
Vakum uap biasa
1 5 3 4
2 1 2 3
3 3 4 2
4 3 3 3
5 1 2 2
6 2 3 5
7 1 3 3
8 3 4 2
9 3 3 2
Rata-rata 2,444444 3 2,888889

Dari hasil uji organoleptik juiceness di dapati rata-rata pada pengemasan


vakum yaitu (2) agak terasa juicy dan pada pengemasan uap rata-rata (3) terasa
juicy dan pada kemasan biasa juga rata-rata (3).
Penelitian lain tentang juiceness yakni dapat peningkatkan daya ikat air,
meningkatkan daya iris produk akhir sehingga juiceness pada bakso lebih ada dan
terasa.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dan hasil yang telah
dideroleh maka dapat diambil kesimpulan bahwa apabila bahan pangan
khususnya bahan baku hasil perikanan jika tidak diberikan penanganan khusus
pasca tangkap dan pasca produksi yang baik, maka akan dengan cepat mengalami
kerusakan. Sama halnya dengan produk bakso ikan yang apabila tidak ditangani
dengan baik pada suhu rendah, akan snagat mudah mengalami kerusakan baik dari
segi kimia ataupun fisik produk tersebut.
Hasil peraktikum dan pengamatan yang telah dilakukan selama empat
bulan maka dapat disimpulkan pengemasan menggunakan vakum merupakan
metode pengemasan yang paling baik berdasarkan penampakan dan hasil uji
organoleptiknya, sedangkan yang paling cepat rusak ialah bakso yang di biarkan
tanpa menggunakan kemasan.
5.2 Saran
Saran saya pada kegiatan praktikum ini yaitu sebaiknya semua praktikan
dapat mengetahui semua proses pengamatan yang dilakukanm, dan diharapakn
kegiatan praktikum selanjutnya agar lebih tertib lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Afrianto E, dan Livina. 2004, Budidaya dan Cara Pengolahannya. Bhratara.


Jakarta.
Afrianto, 1992. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Unpad, Bandung.
Fatmawati , Amal Aqmal Dan Rampeng. 2018. Pengaruh Konsentrasi Rumput
Laut (Kappaphycusalvarezii) Terhadap Tekstur Bakso Ikan Alu-Alu
(Sphyraenagenie). Jurnal Ecosystem Vol. 18:1.

Hartanto, 1984. Mesin Pendingin di Bidang Perikanan. Balai Kerimpalan


Penangkapa Ikan, Tegal.
Jay. 1996. Modren food microbiology 44th edition. New York: D nostrand
Compani.

Rahmadana. 2013. Aanalisa Masa Simpan Rendang ikan dalam kemasan Vakum
selsma penyimpanan suhu Ruang dan Dingin. Skripsi Fakultas
pertanian.Universitas Hasanuddin. Makassar. 52-59 hal.

Utama, Prasetya Budi. 2010. Pengemasan Jamu di PT. Jamu Air Mancur Unit
Palur Karanganyar. Perpustakaan.uns.ac.id. Diakses pada tanggal 31
Desember 2018, pada pukul 2.39 am.

Wibowo, S. 1999. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Penebar Swadaya,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai