Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

GIZI PADA TENAGA KERJA

NAMA : YOLA PRATIWI DASWIN

NIM : 18012001

S-1 IKM B NON REGULER

PEMINATAN GIZI

STIKES HANG TUAH PEKANBARU

2019

1
 KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kita hidayah dan rahmat-Nya agar senantiasa dekat dengan diri-Nya dalam
keadaan sehat wal’afiat. Serta salam dan shalawat kita kirimkan kepada
Muhammad SAW, dimana nabi yang membawa ummat-Nya dari zaman kegelapan
menuju zaman yang terang benderang dan telah menjadi suri tauladan bagi
ummat-Nya.

Dalam makalah ini penulis akan membahas masalah mengenai” Gizi


Tenaga Kerja “ karena materi ini sangat penting dalam mengupayakan tenaga
kerja yang produktif

Penulis sangat mengharapkan agar pembaca dapat menambah wawasan


dan ilmu pengetahuan setelah membaca makalah ini. Saran dan kritik yang
membangun tetap kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata
tiada gading yang tak retak, begitu juga dengan manusia sendiri.

Pekanbaru, Desember 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………… 2

DAFTAR ISI…………………………………………………………………… 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………….……… 4

B. Tujuan Penulisan……………………………………………….……… 4

BAB II PEMBAHASAN

A. Gizi Kerja…………………………………..………………………… 5

B. Masalah Gizi Tenaga Kerja……………………….……………….… 5

C. Faktor – Faktor yang Mmpengaruhi Status Gizi Tenaga Kerja…..…. 9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………….……………………… 12

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 13

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Hasil survey yang dilakukan oleh UNDP menunjukkan bahwa Human


Development Index (HDI) bangsa Indonesia tahun 2001 menduduki peringkat 110
yang jauh lebih rendah dari pada Malaysia dan Jepang, hal ini disebabkan tingkat
kesehatan bangsa Indonesia masih rendah termasuk masih banyak dijumpai kasus
kurang gizi.

Gizi kerja sebagai salah satu aspek dari kesehatan kerja mempunyai peran
penting, baik bagi kesejahteraan maupun dalam rangka meningkatkan disiplin dan
produktivitas. Hal ini dikarenakan tenaga kerja menghabiskan waktunya lebih dari
35% setiap hari di tempat kerja. Oleh karena itu mereka perlu mendapatkan asupan
gizi yang cukup dan sesuai dengan jenis / beban pekerjaan yang dilakukannya.

Kekurangan nilai gizi pada makanan yang dikonsumsi tenaga kerja sehari-hari
akan membawa akibat buruk terhadap tubuh, seperti : pertahanan tubuh terhadap
penyakit menurun, kemampuan fisik kurang, berat badan menurun, badan menjadi
kurus, muka pucat kurang bersemangat, kurang motivasi, bereaksi lamban dan apatis
dan lain sebagainya. Dalam keadaan yang demikian itu tidak bisa diharapkan
tercapainya efisiensi dan produktivitas kerja yang optimal.

Usaha untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas tenaga kerja harus


sejalan pula dengan usaha mengatasi masalah gizi tenaga kerja, yaitu dengan jalan
memperbaiki keadaan kesehatan dan meningkatkan keadaan gizinya melalui
pelaksanaan gizi kerja di perusahaan. Didalam makalah ini akan dijelaskan berbagai
masalah gizi pada tenaga kerja serta factor-faktor yang mempengaruhi status gizinya

B. Tujuan
Tujuaan dari makalah ini yaitu :
1. Masalah Gizi pada Tenaga Kerja
2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Tenaga Kerja
3. Menu Seimbang dan Sehat pada Tenaga Kerja.

BAB II

4
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gizi Kerja
Gizi Kerja adalah gizi yang diperlukan oleh tenaga kerja untuk melakukan
suatu pekerjaan sesuai dengan jenis pekerjaan dan beban kerjanya atau ilmu gizi yang
diterapkan kepada masyarakat tenaga kerja dengan tujuan untuk meningkatkan taraf
kesehatan tenaga kerja sehingga tercapai tingkat produktivitas dan efisiensi kerja
yang setinggi-tingginya.
Penyakit gizi kerja merupakan penyakit gizi sebagai akibat kerja ataupun ada
hubungan dengan kerja.Pengelolaan makan bagi tenaga kerja adalah suatu rangkaian
kegiatan penyediaan makan bagi tenaga kerja di perusahaan yang dimulai dari
rencana perencanaan menu hingga peyajiannya dengan memperhatikan kecukupan
kalori dan zat gizi, pemilihan jenis dan bahan makanan, santasi tempat pengolahan
dan tempat penyajian, waktu dan teknis penyajian bagi tenaga kerja.
Produktivitas merupakan sikap mental yang selalu mempunyai pandangan
bahwa mutu kehidupan hari esok harus lebih baik dari hari ini atau perbandingan
antara output (keluaran / jumlah yang dihasilkan) dengan input (masukan / setiap
sumber daya yang digunakan).

B. Masalah Gizi pada Tenaga Kerja

Produktifitas kerja pada hakekatnya ditentukan oleh banyak faktor, faktor


manusia dan faktor di luar diri manusia. Faktor manusia dapat dibagi dalam faktor
fisik dan faktor non fisik, sedangkan faktor di luar diri manusia dapat berupa tekno-
struktur yang dipakai dalam bekerja, sistem manajemen perusahaan, dan lain-lain.
Upaya perbaikan kesejahteraan tenaga kerja secara menyeluruh secara jelas dicakup
dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, 1988 pada Kebijaksanaan di bidang
perlindungan tenaga kerja yang ditujukan pada perbaikan upah, syarat kerja, kondisi
kerja, hubungan kerja, keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam kesehatan kerja
tercakup tiga aspek penting yaitu mengenai kapasitas kerja, beban kerja dan
lingkungan kerja dimana tujuannya adalah agar masyarakat dapat bekerja secara sehat
tanpa membahayakan dirinya. Gizi dalam hati ini merupakan salah satu faktor
penentu kapasitas kerja. Masukan gizi yang cukup kualitas dan kuantitasnya sangat

5
diperlukan untuk pertumbuhan dan pembangunan fisik maupun mental. Dari berbagai
penelitian yang dilakukan ternyata bahwa gizi mempunyai kaitan dengan
produktifitas kerja; hal ini terbukti dari hasil-hasil penelitian yang menunjukkan
bahwa secara umum kurang gizi akan menurunkan daya kerja serta produktifitas
kerja.

Dalam melakukan pekerjaannya, perlu disadari bahwa masyarakat pekerja


yang sehat akan bekerja dengan giat, tekun, produktif dan teliti sehingga dapat
mencegah kecelakaan yang mungkin terjadi selama bekerja. Dapat dibayangkan
apabila pekerja mengalami kurang gizi, hal ini paling tidak akan mengurangi
konsentrasi bekerja ataupun ketelitiannya dalam melakukan kerja; kondisi ini
tentunya sangat membahayakan keselamatannya apalagi kalau pekerja tersebut
bekerja dengan menggunakan alat-alat yang dalam penggunaannya sangat
membutuhkan konsentrasi dan perhatian yang tinggi karena kalau tidak berhati-hati
dapat menimbulkan kecelakaan.

Di dalam Pembangunan Jangka Panjang tahap II, kreatifitas dan peningkatan


produktifitas kerja sangat diharapkan. Untuk dapat memenuhi tuntutan ini, mutu
ataupun kualitas sumber daya manusia perlu mendapat perhatian yang cukup besar.
Ada beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas sumber daya
manusia. Pertama, Indeks Mutu Hidup atau Physical Quality of Life Index (PQLI).
Kedua, Human Development Index (HDI) yang dikembangkan oleh UNDP. Ketiga,
yang sekarang dalam taraf pengembangan oleh BAPPENAS, yakni Social
Development Index (SDl).

Dalam ketiga indikator yang disebut diatas, unsur yang menyangkut derajat
kesehatan selalu merupakan salah satu unsurnya. Hal ini menunjukkan bahwa derajat
kesehatan merupakan kontributor penting bagi kualitas sumber daya manusia yang
mana erat kaitannya dengan kreativitas dan peningkatan produktiftas kerja yang
selanjutnya akan dapat meningkatkan perekonomian clan pendapatan masyarakat.

lLO (1976) mencanangkan suatu model pembangunan yang menekankan pada


pemerataan dan pertumbuhan yang diikuti oleh pendekatan pemenuhan kebutuhan
rnanusia (basic human needs). Pendekatan kebutuhan dasar ini menekankan

6
pentingnya dipenuhinya kebutuhan dasar penduduk yaitu pangan, sandang,
perumahan dan sebagainya, sebelum dipenuhinya kebutuhan lain yang kurang
mendesak dan umumnya yang hanya dibutuhkan oleh sejumlah kecil penduduk.
Dalam upaya pembangunan sumber daya manusia pendekatan ini sangat berarti
karena dapat mengurangi kurang gizi, penyakit dan kebodohan akibat kurang
pendidikan.

Peran sumber daya manusia yang mempunyai pengaruh besar terhadap


pertumbuhan perekonomian ternyata dirasa juga oleh pemikir dan perancang
kebijakan di dunia. Hal ini terbukti pada North-South Round Table Conference
tentang Adjustment And Growth With Human Development di Salzburg, Austria
tahun 1986 yang menghasilakan Salzburg Statement" yang antara lain menganjurkan
agar kebijaksanaan penyesuaian pembangunan ekonomi tidak hanya mengejar
pertumbuhan ekonomi tetapi juga untuk membangun manusia. Untuk itu kegiatan
pembangunan agar memberikan perhatian yang lebih besar terhadap program-
program pendidikan dasar, pelayanan kesehatan dasar, perbaikan gizi.

Derajat kesehatan yang baik mempunyai dampak positif yang langsung


terhadap laju pembangunan. Rakyat yang semakin sehat, bukan hanya merupakan
tujuan tetapi juga sarana agar laju pembangunan dapat dipercepat. Derajat kesehatan
yang makin baik akan meningkat produktifitas tenaga kerja, mengurangi jumlah hari-
hari ia tidak masuk kerja karena sakit serta memperpanjang umur produktifnya.

Beberapa hasil penelitian yang diacudalam World Development Report 1991


antara lain penelitian di Sierra Leone menunjukkan bahwa apabila konsumsi kalori
pekerja-pekerja pertanian disana, yang rata- rata mengkonsumsikan kalori hanya
sebanyak 1.500 kalori setiap hari, ditingkatkan konsumsi kalorinya sebanyak 10%
maka diperkirakan produktifitasnya yang diukur dengan output yang dihasilkan akan
naik 5%. Hasil yang sarna juga diperoleh dari penelitian terhadap pekerja-pekerja
pembangunan jalan di Kenya. Selain itu studi di 8 negara berkembang juga
menunjukkan bahwa penghasilan pekerja yang hilang karena pekerja tidak dapat
bekerja karena sakit berkisar antara 2,1% dan 6,5% dari seluruh penghasilannya.
Hubungan antara keadaan gizi dan produktifitas kerja sebenarnya telah dikenal
dengan baik sejak satu abad yang lalu oleh orang-orang yang mempunyai budak

7
belian yang melihat bahwa gizi salah berarti penurunan modal. Di Brazil Timur Laut,
pemilik pabrik gula segera mengetahui bahwa jika orang Afrika yang bekerja padanya
disiksa atau mendapat tekanan, akan memberikan hasil yang lebih rendah bila
dibandingkan dengan keadaan bila diurus dengan baik yang berarti diberi makanan
yang bergizi cukup baik. Beberapa tuan dari budak belian di Amerika Serikat juga
telah sadar akan adanya hubungan erat antara susunan makanan dengan
pengembalian ekonomis. Seorang tuan tanah Virginia memberikan nasihat dalam
Farmer's Register pada tahun 1837. Ia mengatakan bahwa pokok persoalan yang
paling penting dalam manajemen budak belian adalah pemberian makanan yang
mencukupi. Tuan yang memberikan kepada pekerja ladangnya setengah pon daging
sehari dan sayur mayur akan mendapat keuntungan lebih baik dalam bentuk tenaga
kerja budak belian tersebut dibandingkan dengan mereka yang memberikan jatah
biasa kepada budak beliannya.

Tonny Sajimin dari Jurusan Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Gajah


Mada mengatakan bahwa status gizi mempunyai korelasi positif dengan kualitas fisik
manusia. Makin baik status gizi seseorang semakin baik kualitas fisiknya. Ketahanan
dan kemampuan tubuh untuk melakukan pekerjaan dengan produktifitas yang
memadai akan lebih dipunyai oleh individu dengan status gizi baik. Selain itu,
peranan gizi dengan produktifitas juga ditunjukkan oleh Darwin Karyadi (1984)
dalam penelitiannya dimana dengan penambahan gizi terjadi kenaikan produktifitas
kerja. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa para penyadap getah yang tidak
menderita anemia memiliki produktifitas 20% lebih tinggi daripada yang menderita
anemia. Pemberian diet yang mengandung kalori sejumlah yang diperlukan oleh
pekerja berat dapat meningkatkan produktifitasnya.

Pada dasarnya zat gizi yang dibutuhkan oleh seseorang sangat ditentukan oleh
aktifitas yang dilakukannya sehari-hari. Makin berat aktifitas yang dilakukan maka
kebutuhan zat gizi akan meningkat pula terutama energi. Sebagai contoh, seorang pria
dewasa dengan pekerjaan ringan membutuhkan energi sebesar 2.800 kilokalori.
Sedangkan pekerja dengan pekerjaan yang berat membutuhkan 3.800 kilokalori.

Selain energi, tentu keseimbangan zat gizi lain seperti protein, lemak, vitamin
dan mineral sangat penting diperhatikan untuk mendapatkan kondisi kesehatan dan

8
kinerja yang baik. Nutrisi yang tepat berarti mengkonsumsi makanan dan cairan yang
memadai yang dapat memberikan :

 Bahan bakar (karbohidrat dan lemak) untuk energi.


 Bahan-bahan (protein) untuk membangun, memelihara, dan memperbaiki
semua
 jaringan tubuh.
 Bahan-bahan (vitamin dan mineral) untuk membantu proses-proses
metabolisme.
 Air, suatu medium cairan untuk membantu proses-proses metabolisme.

Komposisi yang cukup memadai dari diet seimbang bagi pekerja dianjurkan
terdiri dari 50 -55% karbohidrat, 25 -35 % lemak, 10 -15 % protein dan secukupnya
air, vitamin serta mineral.

C. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Tenaga Kerja


1. Jenis kegiatan (ringan, sedang, berat) yang merupakan suatu beban kerja.
2. Faktor tenaga kerja, yang meliputi ketidaktahuan, jenis kelamin,umur,
hamil,menyusui, kebiasaan makan yang kurang baik, tingkat kesehatan karena
tingginya penyakit parasit dan infeksi oleh bakteri pada alat pencernaan,
kesejahteraan tinggi tanpa perhatian gizi, mengakibatkan terjadinya salah gizi
biasanya dalam bentuk over nutrisi, disiplin, motivasi dan dedikasi.
3. Faktor lingkungan kerja sebagai beban tambahan, yang meliputi fisik, kimia,
biologi, fisiologi (ergonomi) dan psikologi. Beban kerja dan beban tambahan
di tempat kerja yaitu tekanan panas, bahan – bahan kimia, parasit dan
mikroorganisme, faktor psikologis dan kesejahteraan.

D. Menu Seimbang dan Sehat pada Tenaga Kerja


Syarat menu yang sehat dan seimbang antara lain:
1. Kualitas baik

9
Menu mengandung semua zat gizi (nutrient) sesuai dengan pedoman 4sehat 3
sempurna (makanan pokok, lauk pauk, hewani-nabti, sayur mayor, buah-
buahan dan susu).
2. Kualitas cukup
Jumlah masing-masing zat gizi harus sesuai dengan kebutuhan vitamin dan
mineral akan cukup.
Catatan:
Kalsium :(mineral) fungsi sebagai produksi syaraf dan otot. Sumber:
daging dan susu, sayuran hijau, roti, ikan kecil yang dimakan
beserta tulangnya.
Besi :(mineral) fungsi pembentukan hemoglobin. Sumber kacang, biji-
bijian, organ, daging merah, telur, sayuran hijau.
Karoten :(Vitamin A) fungsi proses penglihatan jaringan ikat, kulit.
Sumber: hati, telur, wortel, sayuran hijau, susu, keju.
Tiamin :(Vitamin B) fungsi metabolism karbohidrat, fungsi susunan
syaraf pusat. Sumber: daging, padi-padian, kacang-kacangan.
Riboflavin :(vitamin B12) fungsi metabolism karbohidrat,penglihatan, kulit.
Sumber: hati, susu, daging,dan sereal.
Niasin :(vitamin) metabolism karbohidrat dan lemak. Sumber: hati,
daging, kacang tanah, produk sereal.
3. Proporsi zat gizi yang mengandung energy harus seimbang, agar zat-zat gizi
tersebut dapatdigunakan di dalam tubuh dengan sempurna yaitu:
Protein : 12% - 15% untuk orang dewasa proporsi protein hewani dan nabati
sama banyakny. Sedangkan untuk anak-anak sebaiknya protein
hewani 2 kali lebih banyak dibanding protein nabati.
Lemak : 20% - 25%
Hidrat Arang : 60% - 70%
4. Syarat-syarat lain sesuai dengan pola makanan sehari-hari, tidak bertentangan
dengan kepercayaan,memenuhi selera makan dan lain-lain.

TABEL 1. JUMLAH ZAT YANG SESUAI DENGAN KEBUTUHAN

10
Jenis Usia BB Kalori Putih Telur Kalsium Besi Karoten Tiamin Riboflavin Niasin Vit. C
Kelamin (Th) (Kg) (Kcal) (g) (g) (g) (mg) (mg) (mg) (mg) (mg)

PRIA 20-39 55 2600 65 0,5 10 4000 1,0 1,4 17 60


4000 60
40-59 55 2400 65 0,5 10 1,0 1,3 16
4000 60
>60 55 2400 65 0,5 10 0,8 1,1 13
0,5 4000 0,8 60
WANITA 20-39 47 200 55 12 1,1 13
0,5 4000 0,8 60
40-59 47 1900 55 12 1,0 13
0,5 4000 0,8 60
>60 47 1600 55 12 0,9 9
HAMIL +100 +10 +0,5 +5 +0,2 +0,2 +2 +30
MENYUSUI +600 +25 +0,5 +5 +0,4 +0,4 +5 +30

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

11
Dari makalah diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa status gizi mempunyai
korelasi positif dengan kualitas fisik manusia. Makin baik status gizi seseorang
semakin baik kualitas fisiknya. Ketahanan dan kemampuan tubuh untuk melakukan
pekerjaan dengan produktifitas yang memadai akan lebih dipunyai oleh individu
dengan status gizi baik. Selain itu, peranan gizi dengan produktifitas juga ditunjukkan
oleh Darwin Karyadi (1984) dalam penelitiannya dimana dengan penambahan gizi
terjadi kenaikan produktifitas kerja. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa para
penyadap getah yang tidak menderita anemia memiliki produktifitas 20% lebih tinggi
daripada yang menderita anemia. Pemberian diet yang mengandung kalori sejumlah
yang diperlukan oleh pekerja berat dapat meningkatkan produktifitasnya.

Pada dasarnya zat gizi yang dibutuhkan oleh seseorang sangat ditentukan oleh
aktifitas yang dilakukannya sehari-hari. Makin berat aktifitas yang dilakukan maka
kebutuhan zat gizi akan meningkat pula terutama energi. Sebagai contoh, seorang pria
dewasa dengan pekerjaan ringan membutuhkan energi sebesar 2.800 kilokalori.
Sedangkan pekerja dengan pekerjaan yang berat membutuhkan 3.800 kilokalori.
Faktor – Faktor yang mempengaruhi status gizi tenaga kerja antara lain :

1. Jenis kegiatan (ringan, sedang, berat) yang merupakan suatu beban kerja.
2. Faktor tenaga kerja, yang meliputi ketidaktahuan, jenis kelamin,umur,
hamil,menyusui, kebiasaan makan yang kurang baik, tingkat kesehatan karena
tingginya penyakit parasit dan infeksi oleh bakteri pada alat pencernaan,
kesejahteraan tinggi tanpa perhatian gizi, mengakibatkan terjadinya salah gizi
biasanya dalam bentuk over nutrisi, disiplin, motivasi dan dedikasi.
3. Faktor lingkungan kerja sebagai beban tambahan, yang meliputi fisik, kimia,
biologi, fisiologi (ergonomi) dan psikologi. Beban kerja dan beban tambahan di
tempat kerja yaitu tekanan panas, bahan – bahan kimia, parasit dan
mikroorganisme, faktor psikologis dan kesejahteraan.

DAFTAR PUSTAKA

Alan Berg: Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional (terjemahan), Penerbit CV


Rajawali, Jakarta, 1986.

Alan Berg dan Robert J. Muscat: Faktor Gizi (terjemahan), Penerbit Bhratara

12
Karya Aksara, Jakarta, 1985

Phyllis Sullivan Howe: Basic Nutrition in Health and Disease, including selection
and care of food, seventh edition, W.B. Saunders Company, USA, 1981.

Suma'mur : Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, cetakan kelima, PT Gunung


Agung, Jakarta, 1986, halo 197 -206.
Depkes: Pedoman Pengelolaan Makanan Bagi Pekerja, Depkes, Jakarta, 1992.

13

Anda mungkin juga menyukai