Pengukuran acuan normatif dan acuan patokan mempunyai beberapa persamaan sebagai
berikut :
1. Kedua pengukuran acuan normatif dan acuan patokan memerlukan adanya tujuan
evaluasi spesifik sebagai menentukan fokus item yang diperlukan. Tujuan tersebut
termasuk tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus.
2. Kedua pengukuran memerlukan sampel yang relavan, digunakan sebagai subjek yang
hendak dijadikan sasaran evaluasi. Sampel yang diukur merepresentasikan populasi
siswa yang hendak menjadi target akhir pengambilan keputusan.
3. Untuk mendapatkan informasi yang diinginkan tentang siswa, kedua pengukuran
sama-sama memerlukan item-item yang disusun dalam suatu tes dengan
menggunakan aturan dasar penulisan instrumen.
4. Kedua pengukuran memerlukan persyaratan pokok, yaitu validitas dan reliabilitas.
Validitas yaitu apakah item yang disusun mengukur apa yang hendak dukur,
sedangkan reliabilitas yiatu apakah item tes memiliki hasil konsistensi. Suatu item tes
dikatakan memiliki reliabilitas, apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang
konsistensi dalam mengukur apa yang hendak diukur (Sukardi 2003).
5. Kedua pengukuran tersebut sama manfaatnya, yaitu alat pengumpul data siswa yang
dievaluasi.
Di samping persamaan karakteristik antara pengukuran acuan normatif dan acuan patokan
tersebut, kedua pengukuran tersebut pun memiliki beberapa perbedaan seperti berikut.
Penggunaan Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Mengapa PAP dipakai sebagai yang lebih tepat digunakan untuk menentukan nilai
akhir, sekurang-kurangnya ada tiga alasan, yaitu:
1. Dengan PAP itu dapat diketahui hasil belajar yang sebenarnya, oleh karena
normanya adalah norma ideal.
2. Dengan PAP itu tidak diperlukan perhitungan-perhitungan statistik, sehingga
memudahkan pengajar (guru-guru) yang tidak menguasai metode-metode statistik.
3. Dengan PAP hanya ada satu makna bagi satu nilai yang sama, oleh karena
normanya tidak bersifat nisbi.
Apabila berdasarkan acuan patokan dapat digunakan apabila dasar pemikiran yang
digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan adalah asumsi pedagogik. Asumsi ini
didasarkan atas pertimbangan bahwa keragaman kemampuan peserta didik hendaknya dapat
dikurangi, hal ini berarti seorang pendidik harus dapat memacu peserta didik yang berprestasi
dan membantu yang lemah. Peserta didik memiliki motivasi yang kuat untuk belajar,
sehingga ada perbedaan kemampuan antara sebelum dan sesudah belajar. Pendidik dalam
mengembangkan psoses belajar-mengajar menyajikan materi dan metode yang sesuai dengan
kemampuan peserta didik.
Tes dapat dikembangkan dengan menggunakan acuan norma dan kriteria karena
keduanya memiliki karakteristik tersendiri dan memberikan informasi yang bermanfaat.
Acuan norma memberikan informasi penting tentang bagaimana kedudukan seorang peserta
tes dalam kelompoknya, sedangkan acuan kriteria memberikan informasi penting tentang
bagaimana seorang peserta tes menguasai pengetahuan atau materi tertentu. Sementara itu,
acuan norma dapat diaplikasikan pada jenis tes yang memiliki jangkauan materi lebih luas
dibandingkan dengan acuan kriteria. Semua tes standar didesain untuk menilai siswa di
bawah kondisi yang benar-benar terkontrol. Ini berarti bahwa semua siswa yang mengikuti
tes itu akan mengalami kondisi penulisan tes yang persis sama.