“Nak, pulang. Kata dokter sudah tidak ada harapan” kata Mama. Akupun
menjerit sampai perhatian satu kelas tertuju padaku. Sahabat-sahabatku
Konflik datang menghampiriku. “Mengapa? Ada apa?” tanya mereka. Aku tak kuat
bicara. Aku hanya bisa menangis. Aku katakan apa yang terjadi pada
mereka dengan tersendat-sendat. Mereka dengan cepat melaporkan ini ke
guru piket agar aku bisa pulang. Akan tetapi sesampainya di meja piket
guru, guru tidak mengizinkan aku untuk pulang, karena mereka pikit
Nenekku jauh denganku. Aku hanya bisa menangis. Melihatku memangis
sahabatku marah. Lalu menjelaskannya kepada guru piket dengan tegas.
Setelah itu, aku diizinkan untuk pulang. Akan tetapi harus diantar karena
kondisiku saat itu tidak memungkinkan untuk mengendarai motor. Aku
menolaknya. Aku tidak mau sahabatku tertinggal pelajaran hanya karena
mengantarku. Aku bisa pulang sendiri, pikirku.