Anda di halaman 1dari 23

NAMA ANGGOTA KELOMPOK :

1. ALIA RIZKY
2. NAURAH NAZIFAH
3. INDRI ANGGRAINI SYUKRA
4. SILMI HIDAYATULLAH

1. Arus dan Tegangan Listrik Bolak-Balik

Pada umumnya semua tenaga listrik yang dihasilkan oleh berbagai sumber pembangkit
tenaga listrik tersebut adalah berupa arus bolak-balik dan tegangan bolak-balik yang dihasilkan
oleh generator yang digerakkan dengan energi yang berasal dari sumber daya alam. Arus dan
tegangan bolak-balik yaitu arus dan tegangan listrik yang arahnya selalu berubah-ubah secara
kontinu/periodik. Seperti telah dijelaskan pada bab terdahulu dalam hukum Faraday bahwa adanya
perubahan fluks magnetik yang dilingkupi oleh kumparan akan menyebabkan timbulnya ggl
induksi pada ujung-ujung kumparan dan jika antara ujung-ujung kumparan tersebut dihubungkan
dengan sebuah kawat penghantar akan mengalir arus listrik melalui penghantar tersebut.

2. Arus dan Tegangan Sinusoida

Sumber arus bolak-balik adalah generator arus bolak-balik. Generator arus bolak-balik
terdiri dari sebuah kumparan persegi panjang yang diputar dalam medan magnetik homogen. Gaya
gerak listrik yang dihasilkan oleh generator berubah secara periodik menurut fungsi sinus atau
cosinus. GGL sinusoidal ini dihasilkan oleh sebuah kumparan yang berputar dengan laju sudut
tetap. Tegangan yang dihasilkan berupa tegangan sinusoidal dengan persamaan sebagai berikut:

ε = εmaks sin ωt

Beda potensial di antara dua titik pada sumber gaya gerak listrik bolak balik disebut dengan
tegangan bolak balik yang dilambangkan dengan V. Karena itu, tegangan bolak balik (V) juga
berubah terhadap waktu (perhatikan gambar di bawah ini).
Gambar 5.1 grafik sinusoidal dari tegangan listrik bolak balik

Oleh karena itu, tegangan dan arus bolak-balik yang dihasilkan dapat dituliskan sebagai
berikut.

V = Vm sin ωt

Persamaan di atas analog dengan persamaan simpangan pada gerak harmonik sederhana,
yaitu y = A sin ωt. Berdasarkan hal tersebut, maka tegangan bolak balik mempunyai frekuensi dan
periode seperti halnya gerak harmonik sederhana. Dalam hal ini, frekuensi dan periode tegangan
bolak balik berhubungan dengan pengulangan keadaan maksimum dan minimum dari nilai
tegangan. Besaran frekuensi dan periode tegangan bolak balik ini dapat ditentukan dengan
persamaan berikut.

2𝜋 𝜔
T= dan f = 2𝜋
𝜔

Oleh karena itu, persamaan tegangan bolak balik dapat dinyatakan sebagai berikut:


V = Vm sin t V = Vm sin 2πft
T
Atau
Keterangan:
T = periode (s)
F = frekuensi (Hz)
Gambar 5.2 Grafik sinusoidal dari arus listrik bolak balik
Oleh karena itu, arus bolak balik yang dihasilkan dapat dituliskan sebagai berikut:

I = Im sin ωt 2π I = Im sin 2πft


I = Im sin T
t

a. Fase, Sudut Fase, dan Beda Fase


Konsep fase, sudut fase, dan beda fase biasanya digunakan untuk menyatakan keadaan
sesuatu yang mengalami pengulangan secara periodik. Pada arus dan tegangan bolak balik, konsep

fase, sudut fase, dan beda fase ini juga digunakan. Untuk persamaan V = Vm sin t, dan I = Im sin
T
2π 2π
t, nilai sudut t, disebut sudut fase yang umumnya dilambangkan dengan θ, yang dapat
T T

dinyatakan dalam derajat atau radian, sedangkan fase dapat dinyatakan dalam periode (T). Sebagai
2π π
contoh, untuk arus I = Im sin t, ketika sudut fase arus tersebut 45o atau 4 radian, maka fase arus
T
T
tersebut adalah 8. Coba Anda perhatikan beda sudut fase antara V dan I, nilai V dan I pada saat

yang sama, misalnya pada saat θ = 0. Pada saat = 0, V sudah mencapai nilai maksimum, sedangkan
I baru mulai beralih dari nol menuju nilai positif. Ini berarti, V telah mendahului I sebesar 90o.
Anda dapat mengetahui benda sudut fase dengan memperhatikan nilai I dan V pada saat yang sama
(lihat gambar di bawah ini).
Gambar 5.3 Grafik arus dan tegangan sinusoidal
Kedua persamaan tegangan dan arus bolak balik, yaitu V = Vm sin ωt dan I = Im sin ωt tidak
mempunyai beda fase. Pada umumnya, tegangan bolak balik dan arus bolak balik mempunyai beda
fase sebesar ϕ. Dalam hal ini, bila terdapat beda fase antara tegangan dan arus, misalnya sebesar
ϕ, maka persamaan arus bolak balik itu dapat dinyatakan menjadi:
dengan ϕ = beda fase
I = Im sin (ωt + ϕ)
𝝅
jika arus dan tegangan mempunyai beda fase ϕ = 𝟐 , maka arus bolak balik dapat dinyatakan dengan

persamaan berikut:
𝝅
I = Im sin (ωt +𝟐 ) = Im sin ωt

b. Diagram Fasor
Besaran sinusoidal seperti arus dan tegangan bolak balik dapat dinyatakan dengan suatu
diagram yang disebut diagram fasor. Dalam hal ini diagram fasor digunakan untuk memudahkan
analisis arus dan tegangan bolak balik. Diagram fasor digambarkan dengan anak panah seperti
diagram vektor, dan panjang anak panah tersebut menyatakan nilai maksimum tegangan (Vm) atau
arus (Im). Diagram fasor dapat diputar, dan sudut putarannya menyatakan sudut fase (θ) dari arus
atau tegangan pada saat t dan proyeksi fasor pada garis lurus yang tegak lurus terhadap garis yang
digunakn untuk menetapkan sudut θ, dan menyatakan nilai sesaat I atau V. Lihat contoh diagram
fasor untuk arus bolak balik I=Im sin ωt pada gambar berikut:
θ = 90o
I = Im sin ωt Im

θ
θ = 0o
θ = 180o

θ = 270o

Gambar 5.4 Diagram fasor untuk arus bolak balik

c. Nilai Efektif Arus dan Tegangan Bolak-Balik


Nilai tegangan dan arus bolak-balik selalu berubah secara periodik sehingga menyebabkan,
kesulitan dalam mengadakan pengukurannya secara langsung. Oleh karena itu, untuk mengukur
besarnya tegangan dan kuat arus listrik bolak balik (AC = Alternating Current) digunakan nilai
efektif. Yang dimaksud dengan nilai efektif arus dan tegangan bolak balik yaitu nilai arus dan
tegangan bolak-balik yang setara dengan arus searah yang dalam waktu yang sama jika mengalir
dalam hambatan yang sama akan menghasilkan kalor yang sama.Semua alat ukur listrik arus
bolak-balik menunjukkan nilai efektifnya. Hubungan antara nilai efektif dan nilai maksimum dapat
dinyatakan dalam persamaan :
𝑉𝑚 𝐼𝑚
Vef = = 0,707 Vm dan Ief = = 0,707 Im
ξ2 ξ2

Keterangan:
Vef = tegangan efektif (volt)
Ief = kuat arus efektif (A)
Vm = tegangan maksimum (volt)
Im = kuat arus maksimum (A)

d. Alat Ukur Arus dan Tegangan Bolak-Balik


Pada dasarnya alat ukur lisrik arus bolak-balik tidak menunjukkan nilai yang sesungguhnya,
melainkan nilai efektifnya. Misalkan pada alat ukur amperemeter AC dan voltmeter AC, dari hasil
pembacaan pada skala alat tersebut bukan merupakan nilai yang sesungguhnya, akan tetapi
merupakan nilai efektifnya. Sedangkan untuk melihat nilai yang sesungguhnya, misalkan nilai
maksimumnya atau untuk mengetahui tegangan puncak ke puncak yang sering disebut Vp-p dapat
digunakan alat ukur yang disebut dengan CRO yaitu singkatan dari Cathoda Rays Osciloskop.

Gambar 5.5 Osiloskop


Pada layar CRO dapat terlihat bentuk grafik dari arus atau tegangan bolak-balik terhadap
waktu. Pada prinsipnya pada sebuah CRO terdapat tombol pengatur vertikal (penguat tegangan)
yang sering disebut Volt/Dive dan tombol pengatur horizontal yang sering disebut sweeptime yang
menyatakan lamanya waktu sapuan ke arah horizontal. Misalkan tombol Volt/Dive menunjuk pada
angka 1 Volt yang artinya tinggi1 kotak dalam layar CRO tersebut menyatakan besarnya tegangan
1 Volt sedangkan jika tombol sweeptime menunjuk pada angka 20 ms yang berarti untuk
menempuh satu kotak horizontal pada layar osiloskop membutuhkan waktu 20 milisekon.
Misalkan sebuah tegangan sinusoidal arus bolak-balik pada layar osiloskop terlihat bahwa 1
gelombang
menempati 4 kotak ke arah horizontal dan 6 kotak ke arah vertikal (perhatikan gambar berikut
ini!).
Gambar 5.6 (a) Tampilan pada layar osiloskop, (b) Pengukur arus dan tegangan

Apabila tombol pengatur vertikal menunjuk pada angka 2 Volt dan pengatur horizontal
menunjuk angka 5 ms. Dapat diperoleh hasil pembacaan sebagai berikut:
Vm = 3 x 2 volt = 60 volt
Vp-p = 6 x 2 volt = 12 volt
Periode = T = 4 x 5 ms = 20 ms = 0,02s
1 1
Frekuensi = f = 𝑇 = 0,02 s = 50 Hz

Sedangkan hasil pembacaan pada alat ukur arus atau tegangan bolak-balik dapat dinyatakan :

𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑢𝑛𝑗𝑢𝑘


HP = x BU
𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚

dimana:
HP = hasil pembacaan alat ukur
BU = batas ukur yang digunakan
Contoh: Perhatikan gambar 5.6 (b), dari skala yang terbaca alat ukur, kita dapat mencari nilai HP
sebagai berikut:
5
HP = 5 x 10 volt = 10 volt

3. Rangkaian Resistif, Induktif dan Kapasitif

Sebagian besar energi listrik yang digunakan sekarang


dihasilkan oleh generator listrik dalam bentuk arus bolak-
balik. Arus bolak-balik tersebut dapat dihasilkan dengan
induksi magnetik dalam sebuah generator AC. Kalian tentu
mengetahui bahwa sebuah generator dirancang sedemikian
rupa untuk membangkitkan ggl sinusoida. Apakah ggl
Gambar 5.7. Generator
Penghasil Energi
Listrik
sinusoida itu? Bagaimana hubungannya dengan arus dalam
induktor, kapasitor, atau resistornya? Untuk
lebih mengetahuinya ikutilah pembahasan berikut ini.
Komponen-komponen rangkaian listrik menunjukkan karakteristik yang berbeda ketika
dihubungkan dengan sumber tegangan searah dan ketika dihubungkan dengan sumber tegangan
bolak-balik. Karena itu, karakteristik rangkaian arus searah berbeda dengan karakteristik
rangkaian arus bolak-balik. Salah satu perbedaan tersebut berkaitan dengan fase antara tegangan
dan arus.
Pada umumnya semua rangkaian listrik mempunyai hambatan, kapasitas, dan induktansi
meskipun pada rangkaian tersebut “tidak terdapat” resistor, kapasitor, dan induktor. Akan tetapi
nilai hambatan, kapasitas dan induktansi tersebut bergantung pada jenis komponen yang terdapat
dalam rangkaian, dan mungkin pada keadaan tertentu nilai hambatan, kapasitas dan induktansi
tersebut dapat diabaikan, sedangkan pada keadaan lain mungkin tidak dapat diabaikan. Secara
teoritis, kita dapat menganggap bahwa rangkaian listrik terdiri atas rangkaian resistif, rangkaian
induktif, dan rangkaian kapasitif.
Meskipun konsep rangkaian resistif, induktif, dan kapasitif hanyalah konsep ideal, tetapi
dengan pendekatan tertentu, konsep-konsep ini cukup bermanfaat untuk menganalisis rangkaian
arus bolak-balik. Pada rangkaian arus bolak-balik, sumber tegangan AC, resistor, induktor, dan
kapasitor dapat dilambangkan seperti gambar

Lambang Lambang Lambang

(a) (b) (c)


Gambar 5.8. (a) resistor, (b) Induktor, (c) Kapasitor
Arus dan tegangan bolak-balik yang sefase dengan sudut fase    t , arus listrik dan
tegangannya dapat dinyatakan oleh persamaan

, dan
Pada rangkaian ac dapat saja terjadi perbedaan fase antara arus listrik i dan tegangan v. Ini
berarti sudut fase arus dan tegangan tidaklah sama. Misalkan sudut fase arus adalah  t dan sudut
fase tegangan adalah  t +𝜑, maka persamaan arus dan tegangan ac dapat kita nyatakan dengan

, dan

+𝜑

Jika kita tetapkan sudut fase 0o sebagai acuan sumbu X, maka diagram fasor arus dan
tegangan ditunjukkan pada Gambar

𝜔𝑡 + 𝜑

𝜑
𝜔𝑡

Gambar 5.9. Diagram Fasor arus i dan tegangan


v yang berbeda sudut fase 𝜑
a. Rangkaian Resistif
Rangkaian resistif merupakan rangkaian yang hanya terdiri dari sumber tegangan (V) dengan
resistor yang mempunyai hambatan (R) dan nilai kapasitas (C) maupun induktansi (L) rangkaian
tersebut diabaikan. Perhatikan sebuah rangkaian arus bolak-balik yang terdiri dari sebuah resistor
dan generator AC seperti gambar berikut ini,

R
A B

X( )
i

(a) (b)
Gambar 5.10. (a) Rangkaian resistor dengan sumber tegangan AC,
(b) Diagram fasor rangkaian resistor murni, disini arus dan tegangan adalah sefase
Berdasarkan gambar di atas, kita dapat identifikasi bahwa tegangan pada resistor VR sama
dengan tegangan generator sehingga untuk rangkaian resistif dapat ditulis:

𝑉𝑅 = 𝑣 = 𝑅𝑖 = 𝑅(𝐼𝑚 sin 𝜔𝑡)


Jika kita ambil R Im = Vm, maka persamaan diatas menjadi

𝑣 = 𝑅𝐼𝑚 sin 𝜔𝑡
𝑉𝑚
𝐼𝑅 = sin 𝜔𝑡 = 𝐼𝑚 sin 𝜔𝑡
𝑅

Dengan demikian akan berlaku juga hubungan sebagai berikut:

𝑉𝑚
𝐼𝑚 =
𝑅
𝑉𝑒𝑓
𝐼𝑒𝑓 =
𝑅

Jika kita tetapkan sudut fase 𝜔𝑡 sebagai acuan sumbu X, maka diagram fasor untuk arus i
dan tegangan v dari rangkaian resistif murni adalah seperti pada gambar

𝑣 = 𝑉𝑚 sin 𝜔𝑡
𝑉𝑚
𝑖 = 𝐼𝑚 sin 𝜔𝑡
𝐼𝑚

𝜔𝑡
𝝅 𝟐𝝅 𝟑𝝅
−𝐼𝑚

Gambar 5.11. Grafik kuat arus i dan tegangan v pada rangkaian resistif murn

b. Rangkaian Induktif
Gambar 5.12 Rangkaian induktor murni

Pada gambar 5.12 ditunjukkan rangkaian AC yang hanya mengandung induktor murni
dengan induktansi L, dialiri AC, 𝑖 = 𝐼𝑚 sin 𝜔𝑡.Telah dibahas bahwa bila arus bolak-balik I melalui
induktor dengan induktansi L, maka antara ujung-ujung induktor akan terbangkit suatu ggl induksi,
yang dinyatakan oleh

𝑑𝑖
𝜀 = 𝑉𝐴𝐵 = 𝐿
𝑑𝑡

Dengan memasukkan nilai 𝑖 = 𝐼𝑚 sin 𝜔𝑡, kita peroleh

𝑑
𝑣=𝐿 (𝐼 sin 𝜔𝑡 )
𝑑𝑡 𝑚

= 𝐿ሾ𝐼𝑚 ω cos 𝜔𝑡 ሿ

= 𝜔𝐿𝐼𝑚 cos 𝜔𝑡

Karena cos(−𝛼) = cos 𝛼, maka dapat kita tulis

𝑣 = 𝜔𝐿𝐼𝑚 cos(−𝜔𝑡)

Perhatikan persamaan trigonometri beriku


Sehingga persamaan tersebut
cos 𝛼menjadi
= sin (90𝑜 − 𝛼)
𝑣 = 𝜔𝐿𝐼𝑚 sin(𝜔𝑡 + 90𝑜 )
cos(−𝛼) = sin ሾ90𝑜 − (−𝛼)ሿ
Jika kita pilih 𝜔𝐿𝐼𝑚 = 𝑉𝑚 , maka persamaan di atas menjadi

𝑣 = 𝑉𝑚 sin(𝜔𝑡 + 90𝑜 )

Dapat kita nyatakan sebagai berikut.


Pada induktor murni yang dialiri arus AC, 𝑖 = 𝐼𝑚 sin 𝜔𝑡, kita peroleh beda tegangan antara
ujung-ujung induktor murni.

𝑣 = 𝑉𝑚 sin(𝜔𝑡 + 90𝑜 )

Dengan
𝑉𝑚
𝑉𝑚 = 𝜔𝐿𝐼𝑚 atau 𝐼𝑚 =
𝜔𝐿

Rangkaian AC yang hanya mengandung induktor murni disebut juga rangkaian induktif
murni. Jika kita tetapkan sudut fase 𝜔𝑡 sebagai acuan sumbu X, maka diagram fasor untuk arus I
dan tegangan v dari rangkaian induktif murni adalah seperti tampak pada gambar 2.

Gambar 5.13. Diagram Fasor rangkaian induktif murni 𝜔𝑡


Dari diagram fasor tersebut, tampak bahwa pada rangkaian induktif murni terdapat beda fase
antara arus I dan tegangan v, yaitu sebesar sudut fase 90𝑜 . Di sini fase tegangan v mendahului fase
arus I sebesar 𝜑 = 90𝑜 .

Gambar 5.14. Grafik arus dan tegangan rangkaian induktif


(1) Reaktansi Induktif
Pada rangkaian AC untuk resistor murni telah anda ketahui bahwa yang menghambat
arus listrik adalah hambatan listrik R dari resistor. Satuan R adalah ohm (Ω) dan telah dinyatakan
sebagai

𝑉𝑚
𝑉𝑚 = 𝑅𝐼𝑚 atau 𝐼𝑚 = 𝑅

Apakah yang menghambat arus listrik pada rangkaian AC untuk induktor murni? Mirip
dengan rangkaian AC untuk resistor murni didefinisikanlah bahwa yang menghambat arus listrik
dalam rangkaian AC untuk induktor murni adalah reaktansi induktif, diberi lambang 𝑋𝐿 . Tentu
saja satuan 𝑋𝐿 adalah ohm dan mirip dengan R, reaktansi indukti 𝑋𝐿 didefinisikan sebagai hasil
bagi antara tegangan pada ujung-ujung induktor dan kuat arus yang melalui induktor.
𝑉𝑒𝑓 𝑉𝑚
𝑋𝐿 = = , dan dengan mensubstitusikan 𝑉𝑚 = 𝜔𝐿𝐼𝑚
𝐼𝑒𝑓 𝐼𝑚

Diperoleh

𝜔𝐿𝐼𝑚
𝑋𝐿 =
𝐼𝑚

𝑋𝐿 = 𝜔𝐿 = 2𝜋𝑓𝐿

c. Rangkaian Kapasitif

Gambar 5.15. Rangkaian kapasitif


Pada gambar ditunjukkan rangkaian arus bolak-balik yang hanya mengandung kapasitor
murni dengan kapasitas sebesar C, dialiri arus bolak balik, 𝑖 = 𝐼𝑚 sin 𝜔𝑡. Kita telah mengetahui
bahwa muatan listrik q yang dapat disimpan oleh sebuah kapasitor dengan kapasitas C adalah

𝑞 = 𝐶𝑣
𝑑𝑞 𝑑(𝐶𝑣)
Jika kedua ruas persamaan didiferensialkan terhadap waktu, maka kita peroleh = =
𝑑𝑡 𝑑𝑡
𝑑𝑣 𝑑𝑞
𝐶 𝑑𝑡 , sebab C dianggap konstan terhadap waktu. Karena 𝑑𝑡 = 𝑖, maka persamaan tersebut menjadi

𝑑𝑣
𝑖=𝐶
𝑑𝑡

1
𝑑𝑣 = 𝑖 𝑑𝑡
𝐶
Dengan mengintegralkan kedua ruas persamaan kita peroleh

1
න 𝑑𝑣 = න 𝐼𝑚 sin 𝜔𝑡 𝑑𝑡
𝐶

1 𝐼𝑚
𝑣= ൤− cos 𝜔𝑡൨
𝐶 𝜔
𝐼𝑚
=− (cos 𝜔𝑡)
𝜔𝐶

Perhatikan persamaan trigonometri berikut

− cos 𝛼 = − sin(90𝑜 − 𝛼)

= sinሾ−(90𝑜 − 𝛼)ሿ

− cos 𝛼 = sin(𝛼 − 90𝑜 )

Sehingga persamaan di atas menjadi


𝐼𝑚
𝑉= sin(𝜔𝑡 − 90𝑜 )
𝜔𝐶
𝐼 𝑚
Jika kita pilih 𝜔𝐶 = 𝑉𝑚 , maka persamaan di atas menjadi

𝑉 = 𝑉𝑚 sin(𝜔𝑡 − 90𝑜 )
Dapat kita tarik kesimpulan sebagai berikut.
Pada kapasitor murni yang dialiri arus AC, 𝑖 = 𝐼𝑚 sin 𝜔𝑡, kita peroleh beda tegangan antara
ujung-ujung kapasitor murni
𝑣 = 𝑉𝑚 sin(𝜔𝑡 − 90𝑜 )
Dengan
𝑚𝐼 𝑉𝑚
𝑉𝑚 = 𝜔𝐶 atau 𝐼𝑚 = 1
𝜔𝐶

Rangkaian AC yang hanya mengandung kapasitor murni disebut juga rangkaian kapasitif
murni. Jika kita tetapkan sudut fase 𝜔𝑡 sebagai acuan sumbu X, maka diagram fasor untuk arus I
dan tegangan v dari rangkaian kapasitif murni adalah seperti pada gambar 2.

Gambar 5.16. Diagram Fasor Rangkaian Kapasitif Murni

Dari diagram fasor tersebut tampak bahwa pada rangkaian kapasitif murni terdapat beda fase
antara arus I dan tegangan v, yaitu 90𝑜 . Di sini fase tegangan v terlambat terhadap fase arus I
sebesar 𝜑 = 90𝑜 .

Gambar 5.17. Grafik arus dan tegangan rangkaian kapasitif

(1) Reaktansi Kapasitif


Mirip dengan reaktansi induktif, yang berfungsi sebagai penghambat arus dalam rangkaian
AC untuk kapasitor murni adalah reaktansi kapasitif, diberi lambang 𝑋𝐶 . Tentu saja satuan 𝑋𝐶
dalah ohm dan mirip dengan 𝑋𝐿 , reaktansi kapasitif 𝑋𝐶 didefinisikan sebagai hasil bagi antara
tegangan ujung-ujung kapasitor dan kuat arus melalui kapasitor.
𝑉𝑒𝑓 𝑉𝑚 𝑚 𝐼
𝑋𝐶 = = , dan dengan mensubstitusikan 𝑉𝑚 = 𝜔𝐶 , maka diperoleh
𝐼𝑒𝑓 𝐼𝑚

1 1
𝑋𝐶 = =
𝜔𝐶 2𝜋𝑓𝐶
Dengan C adalah kapasitas kapasitor (dalam satuan farad) dan 𝑋𝐶 adalah reaktansi kapasitif
( satuan Ω atau ohm)

4. Rangkaian Gabungan Seri


1. Rangkaian R – L Seri
Rangkaian RL adalah sebuah rangkaian yang terdiri dari resistor atau hambatan dan
inductor, yang terhubung secara langsung terhadap sumber arus atau sumber tegangan.. Pada
rangkaian mengalir arus listrik (I) yang mana kedua komponen tersebut pada ujung-ujung kedua
komponen tersebut terjadi tegangan VR dan VL. Tegangan resistor VR mempunyai fase yang sama
dengan arus (I) sedangkkkan tegangan induktor VL mendahului arus (I) dengan beda fase sebesar
90o.

Gambar 5.18. Diagram fasor V dan I pada rangkaian R-L seri


Berdasarkan gambar diagram fasor, hubungan antara V, VR, dan VL dapat dirumuskan
dengan persamaan,

𝑉 = 𝐼 √𝑅 2 + 𝑋𝐿 2

𝑉=𝐼𝑍

Z = impedansi (Ω)
Beda fase antara tegangan (V) dengan arus (I), terlihat bahwa tegangan (V) mendahului
arus (I) dengan beda fase sebesar ∅.

𝑉𝐿 𝐼 𝑋𝐿 𝑋𝐿
tan ∅ = = =
𝑉𝑅 𝐼𝑅 𝑅
2. Rangkaian R – C Seri
Rangkaian RC adalah suatu rangkaian seri yang tersusun oleh resistor atau penghambat /
hambatan dan kapasitor yang terhubung oleh suatu sumber arus atau sumber tegangan. Pada
rangkaian arus listrik (I) akan mengalir melalui kedua komponen tersebut dan diantara ujung-ujung
kedua komponen terjadi tegangan VR dan VC , yaitu VR merupakan tegangan diantara ujung-ujung
resistor dan VC merupakan tegangan diantara ujung-ujung kapasitor. Tegangan resistor (VR)
mempunyai fase yang sama dengan arus (I) sedangkan tegangan kapasitor (VC) tertinggal oleh
arus (I) dengan beda fase 90o.

Gambar 5.19. Diagram fasor V dan I pada rangkaian R-C seri


Berdasarkan gambar diagram fasor, hubungan antara V, VR, dan VC dapat dirumuskan
dengan persamaan,

𝑉 = 𝐼 √𝑅 2 + 𝑋𝐶 2

𝑉=𝐼𝑍
Z = impedansi (Ω)
Beda fase antara arus (I) dengan tegangan (V) pada rangkaian R-C seri sebesar ∅.

𝑉𝐶 𝐼 𝑋𝐶 𝑋𝐶
tan ∅ = = =
𝑉𝑅 𝐼𝑅 𝑅

3. Rangkaian RLC Seri


Pada bagian sebelumnya telah dibahas mengenai rangkaian-rangkaian R, C, dan L yang
dihubungkan terpisah. Maka pada bagian ini kita akan membahas sebuah rangkaian seri yang di
dalamnya terdapat ketiga elemen tersebut, yang sering disebut rangkaian seri RLC, seperti
ditunjukkan pada gambar berikut :
VL
L

VR R C VC

Gambar 5.20. Rangkaian listrik RLC

a. Tegangan pada rangkaian seri RLC


Tegangan gerak elektrik pada gambar tersebut memiliki nilai dan fase yang berbeda.
𝜋
Tegangan pada resistor VR mendahului arus sebesar radian dan tegangan pada kapasitor
2
𝜋
tertinggal sebesar radian dari arus, dengan demikian dapat dituliskan persamaan tegangan
2

sebagai berikut :

𝑉𝑅 = 𝑉𝑚𝑅 . sin 𝜔𝑡
𝜋
𝑉𝐿 = 𝑉𝑚𝐿 . sin (𝜔𝑡 + )
2
𝜋
𝑉 = 𝑉 . sin (𝜔𝑡 − )

Arus (tunggal) didalam rangkaian tersebut adalah ;

𝐼 = 𝐼𝑚 . 𝑠𝑖𝑛(𝜔𝑡 − 𝜙)

Dimana :
ω = Frekuensi sudut tegangan gerak elektrik bolak-balik
Im = Amplitudo arus
Φ = Sudut fase di antara arus bolakbalik

Ketiga persamaan tegangan diatas apabila digambarkan dalam diagram fasor dengan
menetapkan sudut fase 𝜔𝑡 terletak pada sumbu horizontal, akan tampak seperti gambar berikut :
V
VL
( VL – VC ) V
`
VR I

VC

Gambar 5.21 Diagram Fasor Tegangan

Berdasarkan hukum Kirchhoff, tegangan antara ujung-ujung rangkaian seri RLC , yaitu V
sama dengan jumlah fasor antara VR, VL, dan VC. Penjumlahan fasor tersebut dapat dihitung
dengan menggunakan rumus Pythagoras sehingga diperoleh besar tegangan total :

𝑉 = √𝑉𝑅2 + (𝑉𝐿 − 𝑉𝐶 )2
Dari persamaan tersebut dapat diturunkan rumus untuk beda fase antara arus I dan
tegangan V dalam hubungan yang lain sebagai berikut :
𝑉𝐿 − 𝑉𝐶
tan 𝜃 =
𝑉𝑅

b. Impedansi rangkaian seri RLC


Impedansi Z adalah efek hambatan total yang diakibatkan oleh resistansi R, reaktansi
induktif XL, dan reaktansi kapasitas XC dalam rangkaian arus bolak-balik. Untuk menentukan nilai
impedansi Z dapat diturunkan dari persamaan berikut

𝑉 = √𝑉𝑅2 + (𝑉𝐿 − 𝑉𝐶 )2

𝐼𝑍 = √(𝐼𝑅)2 + (𝐼𝑋𝐿 − 𝐼𝑋𝐶 )2

𝐼𝑍 = 𝐼√(𝑅)2 + (𝑋𝐿 − 𝑋𝐶 )2

𝑍 = √(𝑅)2 + (𝑋𝐿 − 𝑋𝐶 )2
Dari persamaan tersebut dapat diturunkan rumus untuk beda fase antara arus I dan tegangan V
dalam hubungan yang lain sebagai berikut :
𝑉𝐿 − 𝑉𝐶 𝐼𝑋𝐿 − 𝐼𝑋𝐶
tan 𝜃 = =
𝑉𝑅 𝐼𝑅
𝑋𝐿 − 𝑋𝐶
tan 𝜃 =
𝑅

Diagram fasor untuk impedansi dapat digambarkan sebagai berikut

XL
Z
( XL – X C )
𝜃
R

XC
Gambar 5.22. Diagram Fasor Impedansi Rangkaian Arus Bolak-Balik
c. Sifat Rangkaian
Sifat rangkaian dapat digolongkan berdasarkan perbedaan reaktansi induktif dan reaktansi
kapasitif menjadi 3 jenis, yaitu induktif, kapasitif, dan resistif atau resonansi.
a) Rangkaian bersifat induktif jika XL>XC atau 𝜃>0 di mana arus tertinggal dari tegangan
𝜋
sebesar 𝜃 (0 ≤ 𝜃 ≤ 2 )

b) Rangkaian bersifat kapasitif jika XL<XC atau 𝜃<0 di mana arus mendahului tegangan
𝜋
sebesar |𝜃| (0 ≤ |𝜃| ≤ 2 )

c) Rangkaian bersifat resitif jika XL=XC atau 𝜃=0 di mana arus sefase dengan tegangan

5. Resonansi

a. Pengertian Resonansi
Resonansi merupakan suatu kondisi rangkaian arus bolak-balik yang dapat diterangkan
dalam merancang rangkaian yang dapat digunakan untuk mendapatkan sinyal pada frekuensi
tertentu. Reaktansi induktif meningkat terhadap kenaikan frekwensi, tetapi reaktansi kapasitif akan
berkurang pada kenaikan frekwensi. Dengan menggabungkan kedua komponen tersebut pada
rangkaian arus bolak-balik, maka akan ada suatu frekwensi dimana reaktansi induktif dan reaktansi
kapasitif menjadi sama (xl = Xc ), sehingga Ketika rangkaian A dalam keadaan resonansi maka
reaktansi akan sama dengan ‘0’ (Nol), (X = Xl - Xc = 0) dan Z= R saja.

Gambar 5.23 Resonansi dalam rangkaian RLC untuk tiga nilai R berbeda.

Rangkaian RLC memiliki suatu frekuensi alami dari osilasi, dan menganggap pada
rangkaian tersebut bekerja suatu pengaruh luar, yang di dalam kasus ini adalah tegangan gerak
elektrik bolak-balik yang diberikan dalam persamaan V = Vm.sin 𝜔t ,dengan 𝜔 adalah frekuensi
sudut dari gaya penggerak. Respons maksimum, Irms, terjadi bila frekuensi sudut 𝜔 dari gaya
penggerak tersebut persis menyamai frekuensi alami 𝜔0 dari osilasi untuk osilsi bebas dari
rangkaian tersebut.

Nilai maksimum Irms terjadi bila XL = XC dan mempunyai:Irms, maks =Vrms/ RIrms
hanya dibatasi oleh resistansi rangkaian. Dengan memanfaatkan bahwa XL = XC, maka: 𝜔.L = I
/ 𝜔.c
𝜔 = I /ξ𝐿. 𝐶
Nilai= I /ξ𝐿. 𝐶 menyatakan sudut alami untuk rangkaian yaitu nilai Irms maksimum terjadi jika
frekuensi 𝜔 dari gaya penggerak adalah tepat sama denganfrekuensi alami 𝜔0 yang dinyatakan:
𝜔= 𝜔0
Kondisi pada persamaan diatas disebut resonansi.Resonansi pada rangkaian RLC dari
Gambar 5.23 di mana grafik hubungan Irms terhadap 𝜔 untuk nilai-nilai Vm, C, dan L yang tetap
terjadi tetapi untuk tiga nilai R yang berlainan.Dalam kehidupan sehari-hari kita menerapkan
prinsip ini pada saat menyetel sebuah radio. Dengan memutar kenop (tombol), kita menyesuaikan
frekuensi alami 𝜔0 dari sebuah rangkaian dalam radio dengan frekuensi 𝜔 dari sinyal yang
dipancarkan oleh antena stasiun, sampai persamaan diatas terpenuhi.
Sebelumnya di kelas X kamu telah mempelajari daya pada arus searah. Bagaimana dengan
daya pada arus bolak-balik? Apakah sama? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut
simaklah pembahasan berikut ini!
Jika induktor dialiri arus bolak-balik maka di dalam maupun di sekitar induktor akan timbul
medan magnetik. Untuk menimbulkan medan magnetik diperlukan sejumlah energi. Jika arus
mencapai harga nol maka medan magnetiknya lenyap. Bersamaan dengan lenyapnya medan
magnetik, energi yang tersimpan di dalam induktor berubah menjadi energi listrik dalam bentuk
arus listrik induksi. Peristiwa ini berlangsung hanya dalam waktu singkat tetapi berulang-ulang
sehingga terjadi pengalihan bolak balik energi dari rangkaian ke medan magnetik.
Hal yang sama terjadi dalam rangkaian arus bolak-balik pada kapasitor. Ketika dilalui
arus listrik, pada kapasitor akan timbul medan magnetik. Pada saat arus mencapai harga nol, medan
magnetik lenyap seiring dengan pelucutan muatan pada kapasitor .
Lain halnya pada resistor, di mana terjadi perubahan energi listrik menjadi kalor yang
tidak dapat berubah menjadi listrik kembali. Besarnya energi per satuan waktu disebut daya. Daya
pada rangkaian arus bolak balik adalah daya rata-rata yang dipasok ke dalam resistor yang
besarnya dinyatakan sebagai berikut:

P = V.I cos ᶲ

Dengan: P = Daya(watt)
I = Kuat Arus (Ampere)
V = Tegangan ( volt )
cos ᶲ = Faktor daya
𝑉𝑅 𝑅
cos ᶲ = =
𝑉 𝑍
Dengan nilai V dan I merupakan nilai efektifnya, sedangkan besaran cosᶲ disebut faktor
daya rangkaian. Dalam ini, jika pada rangkaian tidak terdapat induktansi dan kapasitas, maka
faktor daya rangkaian sama dengan satu, artinya ᶲ = 0
P = V. I

Anda mungkin juga menyukai