Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH FARMAKOLOGI MOLEKULER

Penemuan Dan Pengembangan Obat Baru Dengan Mekanisme


Molekulernya Pada Penyakit Gagal Jantung

Kelompok 2 Farmasi 7 :
1. Daris Ardiansyah 111510200000003
2. Khoerunisa 11151020000016
3. Yuliyana 11151020000056
4. Sahrul Fauzi 11151020000090
5. Siti Maimunah 11151020000042
6. Aliyatul Himmah 11151020000067
7. Muthoharoh 11151020000046
8. Maghfira Deswita 11151020000078
9 Rosikh Ruhul 11151020000010
10. Rosa Amalia 11151020000015

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................................................. 1
BAB II ISI ................................................................................................................................. 2
A. “Reseptor P2Y G-Protein Couple Receptors (GPCRs): Target Menarik
Pengembangan“ ............................................................................................................. 2
B. Antagonis Reseptor Arginine Vasopressin: Harapan Baru dalamPenanganan
Hiponatremia pada Pasien Gagal Jantung...................................................................... 3
C. Mekanisme Kerja dan Target Molekuler Interleukin-1 receptor antagonist (Anakinra)
pada Aterosklerosis ........................................................................................................ 9
D. Aliskiren, Obat Antihipertensi Baru Dengan Mekanisme Penghambat Renin ............. 11
E. Allylmercaptocaptopril Sebagai Obat Antihipertensi Baru .......................................... 15
F. Desain, Sintesis, Dan Aktivitas Antihipertensi Dari Senyawa Kurkumin Melalui
Penghambatan ACE Dan Vasodilatasi, Bersama Dengan Studi Bioavailabilitas Untuk
Kemungkinan Manfaat Pada Penyakit Kardiovaskular. .............................................. 18
G. Inotropes and Inodilators for Acute Heart Failure: Sarcomere Active Drugs in Focus 22
H. Synthesis And Structure-Activity Relationships Of A Series Of Aporphine Derivatives
With Antiarrhythmic Activities And Acute Toxicity .................................................. 26
I. Synthesis, Docking Study and β-Adrenoceptor Activity of Some New Oxime Ether
Derivative ..................................................................................................................... 27
BAB V PENUTUP .................................................................................................................. 34
A. KESIMPULAN ............................................................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 35

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah satu
diagnosis kardiovaskular yang paling cepat meningkat jumlahnya (Schilling, 2014).
Di dunia, 17,5juta jiwa (31%) dari 58 juta angka kematian di dunia disebabkan oleh
penyakit jantung (WHO, 2016). Sedangkan di Asia Tenggara yaitu Filipina
menduduki peringkat pertama akibat kematian penyakit jantung dengan jumlah
penderita 376,9 ribu jiwa. Indonesia menduduki peringkat kedua di Asia Tenggara
dengan jumlah 371,0 ribu jiwa (WHO, 2014).

Berdasarkan seluruh data yang telah dikumpulkan dari WHO, pada tahun 2015
diperkirakan kematian akibat penyakit jantung meningkat menjadi 20 juta jiwa.
Kemudian akan tetap meningkat sampai tahun 2030, diperkirakan 23,6 juta jiwa
penduduk akan meninggal akibat penyakit jantung (WHO, 2015).

Penyebab gagal jantung dapat dibagi menjadi dua, meliputi penyakit pada
miokard (antara lain: penyakit jantung koroner, kardiomiopati, miokarditis), dan
gangguan mekanis pada miokard (antara lain: hipertensi, stenosis aorta, koartasio
aorta) (Kabo, 2012). Penyebab pemicu kardiovaskular ini dapat digunakan untuk
menilai kemungkinan morbiditas kardiovaskuar (Aaronson & Ward, 2010).

Pentingnya penemuan dan pengembangan obat baru dengan mekanisme


molekulernya yang dapat dijadikan sebagai obat-obat dalam penatalaksanaan terapi
gagal jantung. Maka diperlukan sebuah studi berupa resume jurnal sebagai studi
parameter penemuan obat terbaru yang sesuai dengan reseptornya.

B. Rumusan Masalah
Obat baru dan reseptor yang sesuai dengan mekanisme molekulernya yang
dapat dijadikan sebagai obat-obat dalam penatalaksanaan terapi gagal jantung.

C. Tujuan
Untuk mengetahuipengembangan obat baru dan reseptor yang sesuai yang
dapat dijadikan sebagai obat-obat dalam penatalaksanaan terapi gagal jantung.

1
BAB II
ISI

A. “Reseptor P2Y G-Protein Couple Receptors (GPCRs): Target Menarik


Pengembangan“

Pada jurnal “Reseptor P2Y G-Protein Couple Receptors (GPCRs): Target


Menarik Pengembangan Obat Baru” target reseptor dari obat yang digunakan adalah
reseptor P2Y yang mempunyai 8 subtipe reseptor, dimana tipe P2Y12 merupakan reseptor
yang memiliki peranan utama dalam aktivasi trombosit. Tahap penelitian ini telah
mencapai tahapan klinis dengan obat yang digunakan adalah Clopidogrel dan Ticlopidin.
P2Y purinergik reseptor adalah bagian dari G-protein couple receptor (GPCRs),
grup reseptor tersebut merupakan target utama pada berbagai pengobatan. Hingga kini,
delapan subtipe reseptor P2Y telah diidentifikasi. Kelompok pertama dari P2Y adalah
reseptor P2Y1, P2Y2, P2Y4, P2Y6, dan P2Y11.
Reseptor P2Y ditemukan di berbagai lokasi di dalam tubuh seperti otak, limfosit,
paru-paru, sel darah dan lain-lain. Salah satu reseptor P2Y, yaitu reseptor P2Y12
memainkan peran utama dalam aktivasi trombosit. Reseptor ini dilaporkan bekerja dalam
amplifikasi dan penyelesaian aktivasi platelet dan agregasi. Antagonis reseptor P2Y12
yang telah dikenal untuk pengobatan adalah clopidogrel dan ticlopidin.
Reseptor P2Y12 mengaktifkan protein G heterotrimeric (protein guanin
nukleotidamengikat) yang terdiri dari tiga subunit: α, β, dan γ. α-subunit menunjukkan
aktivitas GTP-ase yang menentukan intraseluler transduksi sinyal dengan menghambat
atau aktivasi sistem efektor yang berbeda. Protein G dapat dibagi menjadi tiga keluarga
menurut urutan homologi, yaitu Gs, Gi / Go, dan Gq. Pada saat istirahat, α subunit
protein G yang melekat pada GDP. Berikut adalah mekanisme aksi molekuler reseptor
P2Y12 :
1. Ketika ligan agonis berikatan dengan situs tertentu dari GPCRs, reseptor diaktifkan
dan perubahan konformasi dari protein reseptor menyebabkan pertukaran GDP
menjadi GTP pada subunit α dari protein G. Dengan demikian, subunit α

2
memisahkan dari β/γ subunit dan keduanya dapat terlibat dalam modulasi protein
efektor seperti adenilat siklase atau fosfolipase C.
2. Kemudian Gs protein merangsang sintesis enzimatik sekunder siklik AMP (cAMP)
dengan mengaktifkan adenilat siklase. Gi/ Go protein memiliki efek sebaliknya. Gq-
protein mengaktifkan fosfolipase C yang mengkatalisis hidrolisis fosfatidilinositol-
4,5-bifosfat (PIP2) menjadi dua second messenger, yaitu inositol-1,4,5-triphosphate
(IP3) dan diacylglycerole (DAG) (Gambar 2) (Fredholm et al, 2007; Steinhilber et
al, 2005, Patrick, 1995).
Catatan:
IP3 adalah molekul hidrofilik yang memobilisasi pelepasan intraselular Ca2+ dari
reticulum endoplasma. Ca2+ menunjukkan berbagai peraturan beberapa fungsi
selular. Sementara itu DAG mengaktivasi protein kinase C (Steinhilber et al, 2005;
Patrick, 1995).

B. Antagonis Reseptor Arginine Vasopressin: Harapan Baru dalamPenanganan


Hiponatremia pada Pasien Gagal Jantung
Tahun : 2014

Pasien gagal jantung merupakan salah satu kelompok pasien yang memiliki risiko
tinggi mengalami hiponatremia. Hiponatremia merupakan gangguan elektrolit yang

3
paling sering dialami oleh pasien yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit.
Hiponatremia juga didefinisikan sebagai gangguan pada keseimbangan cairan dalam
tubuh yang terjadi saat volume air dalam tubuh secara relatif jauh lebih banyak
dibandingkan natrium.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien gagal jantung yang mengalami


hiponatremia pada saat masuk untuk dirawat di rumah sakit memiliki prognosis yang
lebih buruk dan memiliki risiko mortalitas di rumah sakit yang lebih tinggi.

Penurunan besar curah jantung dapat memicu terjadinya hiponatremia karena


keadaan seperti ini dapat mengaktifkan sistem neurohormonal, terutama pada sistem saraf
simpatis (SSS) dan juga pada sistem renin-angiotensinaldosteron (SRAA) yang tujuan
awalnya adalah untuk mengembalikan curah jantung pada kondisi normal. Aktivasi dari
sistem neurohormonal dalam waktu yang lama dan berlebihan akan memicu
hiponatremia.

Penyebab lain hiponatremia adalah Gangguan fungsi ginjal dan hati, gangguan
pada sistem pernapasan, serta gangguan pada sistem syaraf pusat turut berkontribusi pada
terjadinya hiponatremia. Obat-obat utama yang digunakan oleh pasien gagal jantung
seperti obat golongan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI ) atau angiotensin
receptor blocker (ARB), dan obat diuretik, terutama golongan thiazide diketahui dapat
menyebabkan terjadinya hiponatremia. Obat-obatan lain yang digunakan untuk
mengobati penyakit penyerta diatas yaitu seperti golongan obat antidepresan,
antiinflamasi nonsteroid, amiodaron, dan heparin juga diketahui dapat meningkatkan
risiko terjadi hiponatremia.

4
Di tengah minimnya hasil uji klinis terapi konvensional untuk penanganan
hiponatremia, hasil uji klinis obat-obat golongan antagonis reseptor arginine vasopressin
atau yang dikenal dengan golongan vaptan membawa harapan baru untuk penanganan
hiponatremia pada pasien gagal jantung.

Hasil uji klinis golongan vaptan pada pasien gagal jantung menunjukkan bahwa
obat-obat tersebut secara efektif meningkatkan kadar natrium dalam darah dengan efek
samping ringan yang umumnya dapat ditoleransi. Berdasarkan hasil uji klinis,
conivaptan dan tolvaptan disetujui oleh Food and Drug Administration di Amerika
untuk digunakan dalam penanganan hiponatremia pada pasien gagal jantung. Namun,
banyak pakar mengajukan pertanyaan kritis terhadap hasil uji klinis obat-obat golongan
vaptan ini dan masih meragukan penggunaannya untuk penanganan hiponatremia.

Hiponatremia terjadi karena adanya gangguan pada hormon yang mengatur


keseimbangan cairan dalam tubuh, yaitu hormon arginine vasopressin (AVP). AVP
adalah hormon nonapeptida siklik yang disintesis oleh beberapa jenis neuron di
hipotalamus dan disimpan di pituitari posterior, yang berperan dalam menjaga
keseimbangan cairan tubuh melalui perannya dalam pengaturan reabsorpsi air oleh
ginjal di tubulus distal dan duktus pengumpul di mana pelepasan hormon ini dari
pituitari posterior dipicu oleh refleks yang melibatkan baik osmoreseptor maupun
baroreseptor.

Aksi AVP dalam upaya mempertahankan keseimbangan cairan tubuh baik


melalui regulasi osmotik maupun dengan nonosmotik, diperantarai oleh reseptor AVP
yang hingga saat ini sudah dikenali ada tiga subtipe, yaitu reseptor V1A, V1B, dan V2

5
Pada kondisi normal pelepasan AVP lebih dominan melibatkan regulasi osmotik
sedangkan pada kondisi gagal jantung yang lebih dominan adalah regulasi nonosmotik.
Pada pasien dengan gagal jantung, terjadinya penurunan kontraktilitas ventrikel yang
menyebabkan menurunnya curah jantung akan memicu pelepasan AVP melalui aktivasi
baroreseptor akibat menurunnya pengisian darah ke arteri. Peningkatan pelepasan AVP
lebih lanjut akan menyebabkan terjadinya retensi air akibat aktivasi reseptor AVP di
duktus pengumpul, kondisi ini dapat memperberat gagal jantung dan juga menyebabkan
terjadi hiponatremia.

Antagonis reseptor arginine-vasopressin

obat-obat yang direkomendasikan yaitu yang memiliki kemampuan menghambat


aktivitas berlebihan dari kedua sumbu neurohormonal tersebut, yaitu obatobat dari
golongan ACEI atau ARB dan beta blockers (BB). Walaupun obat-obat tersebut terbukti
mampu menurunkan baik morbiditas maupun mortalitas akibat gagal jantung, namun tidak
memiliki kemampuan untuk menghambat aktivitas AVP sehingga tidak dapat mengatasi
hiponatremia pada pasien gagal jantung.

Beberapa senyawa nonpeptida yang ditemukan oleh Yamakura dkk diberi nama
senyawa “vaptan”, yaitu conivaptan, tolvaptan, lixivaptan, relcovaptan, dan satavaptan.
Efek aquaresis pada penggunaan obat dari golongan vaptan terjadi melalui aktivitas yang
secara langsung menghambat penyebab hiponatremia, yaitu penghambatan aktivitas AVP.

6
Hasil uji klinis antagonis reseptor argininevasopressin

Efikasi dan keamanan dari conivaptan telah teruji secara klinis pada pasien yang
mengalami hiponatremia baik dengan status euvolemik maupun hipervolemik. Efek
hemodinamik dan aquaresis conivaptan juga telah diujikan pada pasien gagal jantung
dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri dan masuk dalam kelas fungsional New York Heart
Association (NYHA) III atau IV yang tetap menerima terapi standar gagal jantung. Hasil
uji menunjukkan bahwa conivaptan yang diberikan dalam bentuk dosis tunggal terbukti
mampu meningkatkan kadar natrium dalam darah, meningkatkan volume urin, dan
menurunkan osmolalitas urin

7
Pertanyaan yang masih tersisa dari hasil uji klinis antagonis reseptor arginine-
vasopressin

Dalam sebuah review, Lee dkk 12 menyoroti adanya potensi bias dalam hasil uji
klinis obat golongan vaptan karena diduga tidak independen. Selain itu, end-point
sebagian besar uji klinis yang dilakukan hanya peningkatan kadar natrium dalam darah
dan tidak berfokus pada kondisi pasien. Dengan demikian, uji klinis dengan jumlah
subjek uji yang lebih besar dan dengan end-point yang berfokus pada pasien masih perlu
dilakukan. keamanan jangka panjang dan cost effectiveness masih belum terjawab dari
hasil uji klinis obat-obat tersebut sehingga perlu perhatian dalam penggunaannya.

Nama Obat Afinitas terhadap Lokasi di dalam Efek yang ditimbulkan ketika berikatan
reseptor AVP tubuh dengan AVP
Conivaptan Non slektif V1A : otot polos, Vasokonstriksi, peningkatan afterload
terhadap reseptor pembuluh darah, jantung, glikogenolisis, agregasi platelet
subtype V1A dan miokardium,
V2 hepatosit, dan
platelet

V2 : Duktus Peningkatan reabsorpsi air melalui


pengumpul (ductus mobilisasi vesikel aquaporin-2 menuju
collectives) di ginjal membrane plasma duktus pengumpul,
peningkatanpreload jantung
Tolvaptan Selektif terhadap Duktus pengumpul Peningkatan reabsorpsi air melalui
reseptor subtype (ductus collectives) mobilisasi vesikel aquaporin-2 menuju
V2 di ginjal membrane plasma duktus pengumpul,
peningkatanpreload jantung
Lixivaptan Selektif terhadap Duktus pengumpul Peningkatan reabsorpsi air melalui
reseptor subtype (ductus collectives) mobilisasi vesikel aquaporin-2 menuju
V2 di ginjal membrane plasma duktus pengumpul,
peningkatanpreload jantung

8
C. Mekanisme Kerja dan Target Molekuler Interleukin-1 receptor antagonist
(Anakinra) pada Aterosklerosis

Pendahuluan
Aterosklerosis merupakan kelainan utama pada penyakit kardiovaskuler. Laporan
American Heart Association pada tahun 2010 menyatakan 75% kematian akibat penyakit
kardiovaskuler di Amerika Serikat terjadi karena aterosklerosis. Aterosklerosis yang
terjadi pada pembuluh darah koroner menyebabkan infark miokard dan gagal jantung,
sementara jika terjadi di pembuluh darah otak dapat menyebabkan ischaemic stroke dan
transient ischaemic attacks

Mekanisme kerja
Anakinra adalah suatu interleukin 1 receptor antagonist. Anakinra merupakan
bentuk non glikosilasi dari human IL-1ra melalui teknik DNA rekombinan. Obat ini
terdiri dari 153 asam amino dengan berat molekul 17,3 KD. Anakinra mempunyai
bioavailabilitas 95% pada pemberian secara subkutan. Kadar puncak plasma dicapai
dalam waktu 3-7 jam setelah pemberian subkutan, sedangkan waktu paruhnya adalah 4-6
jam.
Anakinra menghambat aktivitas IL-1 dengan menghambat secara kompetitif
ikatan IL-1 pada reseptornya sehingga akan mencegah transduksi sinyal intrasel. Efek
antiinflamasi yang dimiliki oleh anakinra terbukti bermanfaat untuk mengobati penyakit
inflamasi. Efek antiinflamasi ini juga dapat dimanfaatkan untuk mengobati penyakit
kardiovaskuler.
Secara skematik mekanisme kerja molekuler dari anakinra dan obat-obat lainnya
dapat dilihat pada Gambar dibawah ini. Pada gambar tersebut terlihat anakinra bekerja
sebagai antagonis pada reseptor IL-1 sehingga menghambat interaksi antara IL-1β dengan
reseptornya yang akan menghambat timbulnya efek dari IL-1β tersebut. Sementara obat
lain seperti canakinumab bekerja sebagai antibodi terhadap IL1β dan rilonacept bekerja
dengan menangkap IL-1 sehingga tidak dapat berinteraksi dengan reseptornya.

9
Uji Preklinis dan Klinis
Penelitian preklinik membuktikan peran IL-1 pada perkembangan dan
progresivitas dari aterosklerosis. Penelitian pada mencit dengan IL-1 knockout dan IL-
1 type I receptor knockout menunjukkan adanya penghambatan pembentukan lesi
aterosklerosis. Selanjutnya pada mencit yang mengalami defisiensi IL-1ra justru
mengalami aterogenesis setelah mengalami kerusakan endotel. Penelitian lainnya
menunjukkan pemberian IL-1 pada arteri koroner babi menyebabkan pembentukan
neointima, sedangkan pemberian IL-1ra pada arteri koroner babi yang mengalami
balloon-injured dapat menghambat pembentukan neointima.

Penelitian klinis yang telah dilakukan menunjukkan terjadinya peningkatan


konsentrasi IL-1β pada arteri koroner yang mengalami aterosklerosis.

Efek Yang Ditimbulkan


Peningkatan kadar interlukin-1 (IL-1) di sirkulasi berhubungan dengan adanya
faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskuler seperti diabetes mellitus, hipertensi, merokok
dan hiperlipidemia. Peningkatan kadar IL-1 mengakibatkan peningkatan sekresi kemokin
dan sitokin lainnya seperti IL-6, peningkatan ekspresi molekul adhesi, mengaktivasi
proliferasi endotel dan proliferasi sel otot polos, mengaktivasi makrofag dan
meningkatkan permiabilitas vaskuler. Cascade ini dapat menyebabkan selanjutnya akan
menyebabkan stres oksidatif dan disfungsi endotel.

10
D. Aliskiren, Obat Antihipertensi Baru Dengan Mekanisme Penghambat Renin

Tahap Pengujian (Pra Klinis/Klinis)


Aliskiren,2(S),4(S),5(S),7(S)-N-(2-carbamoyl-2-methylpropyl)-5-amino-4
hydroxy-2,7-diisopropyl-8-[4-methoxy-3-(3-methoxypropoxy)phenyl]-octanamid
hemifumarate merupakan senyawa pertama dari golongan renin inhibitor yang efektif
secara oral, merupakan senyawa non peptide dengan BM rendah dan digunakan untuk
terapi pada hipertensi. Dirancang dari sebuah kombinasi teknik modeling molecular dan
elusidasi struktur Kristal, aliskiren adalah inhibitor renin yang poten dan spesifik secara
in vitro (IC=0,6 nmol/L). Pemberian aliskiren per oral pada marmoset yang kehilangan
sodium menyebabkan terjadinya penghambatan sempurna dari renin dan terjadi
penurunan tekanan darah arteri secara bertahap.
Penelitian pada hewan coba juga menunjukkan pemberian aliskiren mampu
memperbaiki organ yang rusak akibat hipertensi (1). Pada manusia, pemberian aliskiren
sekali sehari hingga dosis 640 mg dapat ditoleransi dengan baik dan menyebabkan
penghambatan RAAS pada relawan sehat.
Penelitian terbaru pada 226 pasien menunjukkan bahwa pemberian aliskiren 300
mg perhari akan menurunkan tekanan darah dengan efikasi dan keamanan setara dengan
pemberian losartan dua kali sehari.

Reseptor yang berikatan dengan obat dan mekanismenya

RAAS memegang peranan kunci dalam regulasi tekanan darah, bekerja terutama
melalui efek pada hormon angiotensin II. Aktivitas RAAS yang berlebih adalah penyebab
utama dari beberapa keadaan patologi karena AngII akan meningkatkan tekanan darah
dan menyebabkan terjadinya kerusakan pada organ. Obat yang sudah beredar, seperti
ACEI dan ARBs memberikan jaminan keberhasilan terapi penyakit hipertensi, gagal

11
jantung serta penyakit kardiovaskular lainnya. Walaupun begitu, ACEI dan ARBs hanya
menekan sebagian RAAS, karena akan menstimulasi mekanisme kompensasi untuk
meningkatkan aktivitas renin plasma yang dapat menyebabkan peningkatan kadar AngII
(5;6).
Renin merupakan katalisator pertama dalam RAAS dan memiliki spesifisitas yang
tinggi terhadap substratnya yaitu angiotensin. Inhibitor renin mempunyai potensi untuk
mencegah terjadinya system kompleks hormonal pada awal aktivasinya sehingga
memberikan efek samping yang rendah. Renin inhibitor bekerja dengan mencegah
pembentukan AngI dan AngII maka akan memberikan profil terapi seperti gabungan
ACEI dan ARBs. Penghambatan ACE akan menyebabkan peningkatan AngI, dimana
kemudian ada kemungkinan untuk berubah menjadi AngII melalui jalur independen yang
tidak dapat dihambat oleh ACEI. Selain itu, renin inhibitor juga tidak mempengaruhi
metabolisme kinin sehingga tidak menyebabkan batuk kering atau edema angioneurotik,
yang merupakan efek samping dari penggunaan ACEI. ARBs akan meningkatkan kadar,
dan efek samping ini tidak akan terjadi jika menggunakan renin inhibitor.
Sejumlah besar renin inhibitor telah berkembang selama 20 tahun terakhir, tetapi
memiliki potensi dan bioavailabilitas yang rendah dan durasi kerja yang singkat jika
diberikan per oral, sehingga senyawa tersebut secara klinis tidak berguna sebagai obat
(5). Dalam perkembangan selanjutnya telah ditemukan beberapa senyawa yang
mempunyai efek sebagai renin inhibitor dan memiliki bioavailabilitas yang cukup baik
sehingga dapat dikembangkan sebagai obat. Salah satu senyawa yang banyak diteliti
adalah aliskiren.
Efek yang ditimbulkan
Pada penelitian yang dilakukan oleh [5], aliskiren diberikan pada pasien penderita
hipertensi ringan sampai sedang sekali sehari dengan dosis 150, 300, 600 selama 8
minggu. Efek aliskiren dibandingkan dengan placebo dan Irbesartan. Hasil penelitian
menunjukkan terapi oral aliskiren sekali sehari akan menurunkan tekanan darah secara
efektif pada pasien hipertensi ringan sampai sedang.
Aliskiren dosis 150 mg memberikan efek anti hipertensi setara dengan irbesartan 150
mg dan aliskiren dosis yang lebih besar menurunkan tekanan darah diastole lebih efektif
daripada irbesartan 150 mg. Terapi sekali sehari dengan aliskiren 150, 300 dan 600 mg

12
akan menurunkan tekanan darah sistole dan diastole secara signifikan jika dibandingkan
dengan placebo. Analisis statistik menyebutkan bahwa efek anti hipertensi aliskiren
bersifat tergantung dosis hingga mencapai dosis 300 mg. Aliskiren 300 mg menurunkan
tekanan darah diastole dengan lebih efektif dan akan mencapai level yang lebih rendah
jika dibandingkan dengan aliskiren dosis 150 mg.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan dosis aliskiren dapat digunakan
untuk menurunkan tekanan darah pasien yang tidak dapat dikontrol dengan aliskiren 150
mg. Tetapi tidak ada penurunan tekanan darah yang signifikan pada penggunaan aliskiren
dosis 600 mg, sehingga plateu aliskiren terjadi pada dosis 300 mg. Pengukuran tekanan
darah secara berkala juga mengindikasikan efek antihipertensif aliskiren selama 24 jam
setelah pemberian. Hasil tersebut menegaskan bahwa aliskiren memberikan hasil
penurunan tekanan darah yang lebih efektif setelah pemberian dosis oral sekali sehari (5).
Pemberian aliskiren dosis 300 dan 600 mg akan menghambat renin >99% pada jam ke-5
setelah pemberian per oral dan hambatan masih >95% pada jam ke- 24. Setelah 48 jam,
penghambatan renin akan mencapai >85%.
Terapi dengan aliskiren juga menunjukkan profil keamanan dan tolerabilitas yang
baik. Pada semua dosis yang diteliti, pemberian aliskiren menyebabkan efek samping
yang relatif kecil setara dengan yang teramati pada kelompok placebo dan irbesartan.
Tolerabilitas aliskiren yang setara dengan placebo merupakan hasil yang penting secara
klinis karena efek samping merupakan faktor yang sulit diterima pasien dalam terapi
hipertensi.
Penelitian lain yang dilakukan oleh [8], pada pasien penderita hipertensi di jepang
juga menunjukkan bahwa terapi menggunakan aliskiren dapat diterima dengan baik.
Tingkat kejadian efek samping pada kelompok yang diterapi dengan aliskiren mencapai
53-55% setara dengan efek samping yang timbul pada kelompok placebo (50%).
Penelitian lain dilakukan oleh [6] dengan subyek pasien hipertensi di jepang dan
kaukasian. Tujuan penelitian ini untuk membandingkan profil farmakokinetika aliskiren
setelah pemberian per oral pada subyek dengan ras yang berbeda, karena diketahui bahwa
disposisi dan respon terhadap obat dapat berbeda antar etnik yang disebabkan variasi
genetik pada enzim pemetabolisme obat.

13
Hasil penelitian menunjukkan profil farmakokinetika dan efek farmakodinamik
aliskiren yang sebanding antara subyek orang jepang dan kaukasian. Walaupun nilai
Cmax dan AUC setelah pemberian aliskiren secara oral maupun pada keadaan steady
state sedikit lebih besar pada orang jepang dibandingkan kaukasian, hal ini diduga karena
adanya perbedaan berat badan antara kedua kelompok tersebut. Rata-rata berat badan
orang jepang 12% lebih rendah daripada kaukasian sehingga jumlah obat yang masuk
dari dosis yang diberikan lebih besar pada subyek dengan berat badan lebih rendah.
Walaupun begitu, perbedaan AUC kurang dari 20% tidak memiliki makna klinis.
Metabolisme aliskiren rendah sehingga variasi genetik pada enzim CYP 450 antar etnik
tidak menyebabkan perbedaan disposisi. Nilai t1/2 aliskiren lebih dari 24 jam, hal ini
menunjukkan bahwa aliskiren dapat diberikan sekali sehari dan dapat mengatur tekanan
darah selama 24 jam sehingga dapat mencegah terjadinya kerusakan organ.
Untuk parameter farmakodinamik diamati nilai plasma renin concentration (PRC)
dan plasma renin activity (PRA). Peningkatan nilai PRC yang diamati setelah pemberian
aliskiren menunjukkan indicator dari penghambatan RAAS dan disebabkan oleh
gangguan pada putaran balik dimana pada keadaan normal AngII akan menghambat
pelepasan renin dari ginjal. Meskipun terjadi peningkatan PRC, aliskiren menghambat
PRA selama 24 jam. Hal tersebut menunjukkan bahwa aliskiren adalah inhibitor renin
oral yang sangat efektif dan mendukung penemuan sebelumnya bahwa peningkatan PRC
tidak membahayakan kemampuan aliskiren untuk menghambat aktivitas renin.
Kemampuan aliskiren untuk menghambat PRA memiliki relevansi klinis. Beberapa
penelitian menunjukkan peningkatan kadar PRA berhubungan dengan kerusakan organ
dan meningkatnya resiko terjadinya infark miokard pada pasien hipertensi.
Beberapa penelitian lain juga menunjukkan aliskiren dapat digunakan dalam terapi
kombinasi dengan obat antihipertensi yang lain. Kombinasi aliskiren 150 mg dan
valsartan 160 mg merupakan kombinasi yang direkomendasikan penggunaannya karena
menyebabkan penurunan tekanan darah yang lebih besar jika dibandingkan dengan
penggunaan aliskiren maupun valsartan tunggal dengan profil tolerabilitas yang setara.
Efek aliskiren akan meningkat dengan penambahan diuretic yaitu HCTZ. Kombinasi
aliskiren dengan ramipil dan irbesartan memberikan hasil penurunan tekanan darah yang
lebih besar daripada terapi tunggal serta dapat ditoleransi dengan baik. Terapi kombinasi

14
dengan aliskiren akan menetralisasi kompensasi berupa peningkatan PRA yang
distimulasi oleh pemberian obat antihipertensi dan menjadi harapan untuk
mengoptimalkan penghambatan terhadap RAAS. Pada penderita hipertensi yang
mengalami obesitas dengan BMI ≥ 30kg/m2 dan biasanya tidak memberikan respon yang
memadai jika diberi terapi HCTZ 25mg, pemberian kombinasi aliskiren 150 mg dan
HCTZ 25 mg akan menurunkan tekanan darah secara signifikan jika dibandingkan
dengan penggunaan HCTZ secara tunggal [11].

Kesimpulan
Penelitian sebelumnya sudah mengindikasikan bahwa obat golongan renin inhibitor,
termasuk aliskiren efektif sebagai antihipertensi dan dapat ditoleransi dengan baik, baik
sebagai monoterapi maupun dikombinasi dengan obat lain. Berdasarkan penelitian yang
sudah dilakukan terhadap aliskiren serta keberhasilan obat antihipertensi golongan ACEI
dan ARB dalam menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pada penderita hipertensi,
maka sangat rasional jika diharapkan obat golongan renin inhibitor seperti aliskiren akan
memberikan manfaat yang sama. Apakah manfaat tersebut sama, lebih besar atau justru
lebih kecil daripada yang ditunjukkan oleh inhibitor RAAS yang lain, maka diperlukan
penelitian lain yang panjang untuk mencari data pendukung.

E. Allylmercaptocaptopril Sebagai Obat Antihipertensi Baru


Tahun : 2004

Tahap Uji
Percobaan pada hewan dilakukan pada tikus SpragueDawley sesuai dengan model
Reaven dan Ho, 9 di mana tikus yang diberi diet kaya fruktosa mengembangkan tingkat
tekanan darah tinggi, insulin, dan trigliserida. Model ini sebelumnya digunakan untuk
menguji pengaruh berbagai inhibitor ACE pada parameter metabolik dan BP.10. Tikus
diberi diet fruktosa diperkaya selama 5 minggu yang terdiri dari protein (21%), lemak
(5%), karbohidrat (60%), natrium (0,49%), dan kalium (0,49%). Setelah 3 minggu
pemberian fruktosa, hewan dibagi menjadi empat kelompok masing-masing lima tikus,
dan berikut ini ditambahkan ke diet fruktosa selama 2 minggu lagi: CPSSA, 40 mg atau
138 mol / L / kg / d (kelompok II) ); CPSSA, 57 mg atau 194 mol / L / kg / d (kelompok

15
III); kaptopril, 80 mg atau 369 mol / L / kg / d (kelompok IV). Kelompok I diberi makan
diet kaya fruktosa saja dan berfungsi sebagai kontrol. Captopril dan CPSSA dilarutkan
dalam air minum. TD sistolik diukur mingguan pada tikus yang sadar dengan metode
ekor-manset tidak langsung, menggunakan electrosphygmomanometer dan transduser
pulsasi pneumatik. Kadar insulin dan trigliserida diukur tiga kali: sebelum pemberian
fruktosa (baseline), setelah 3 minggu diet kaya fruktosa, dan setelah 2 minggu
pengobatan. Sampel darah diambil dari semua tikus setelah 5 jam puasa. Efek CPSSA
pada ACE ditentukan dalam serum referensi. Penghambatan itu tergantung konsentrasi
(50% pada 1,34 108 mol / L) dan hampir identik dengan profil penghambatan yang
diperoleh dengan kaptopril.
Allicin murni yang ditambahkan pada tikus hipertensif, hiperinsulinemik, dan
hipertrigliseridemia yang diinduksi fruktosa menurunkan tekanan darah dan menurunkan
parameter metabolik secara signifikan.1 Sebaliknya, tikus yang diobati dengan kaptopril
membutuhkan konsentrasi molar yang lebih tinggi secara signifikan. Salah satu masalah
dengan allicin adalah ketidakstabilan kimianya, yang membuat penyimpanan jangka
panjangnya agak bermasalah. Fakta bahwa efek allicin pada BP, insulin, dan trigliserida
sangat mirip dengan inhibitor ACE, mendorong kita untuk mencari kombinasi dengan
kaptopril yang akan menghasilkan senyawa novel stabil, yang mencapai efek yang sama
tetapi dengan dosis yang lebih kecil. dari captopril saja. Studi kami menegaskan bahwa
CPSSA, pada konsentrasi molar yang lebih rendah (2,6 kali lipat lebih kecil) daripada
yang dibutuhkan oleh kaptopril, memiliki efek menguntungkan yang sangat mirip pada
tingkat BP dan trigliserida. Hasil awal ini mendorong kita untuk terus menguji potensi
senyawa baru ini untuk berbagai indikasi medis pada manusia.

16
Efek in vivo dari CPSSA dan captopril pada BP, serum trigliserida, dan tingkat
insulin dibandingkan ( Gambar 1) . Kedua dosis CPSSA secara signifikan menurunkan
BP ( P .005) ( Gbr. 1A) dan mengurangi trigliserida ( P.05) ( Gbr. 1B) . Penurunan kadar
serum insulin tidak signifikan. cant ( Gbr. 1C)

Mekanisme Obat
Inhibitor ACE diketahui memiliki efek menguntungkan pada tekanan darah dan
sensitivitas insulin. Ada banyak bukti bahwa ACE inhibitor mungkin memiliki sifat
protektif khusus terhadap efek toksisitas metabolik dan ginjal dari kelainan metabolik.
Manfaat yang diberikan oleh inhibitor ACE termasuk regresi hipertrofi ventrikel kiri, dan
pada model hewan, penghambatan aterosklerosis bahkan tanpa menurunkan tekanan
darah atau plasma. tingkat lipid. Inhibitor ACE juga mengurangi proteinuria dan
menunda perkembangan nefropati.

17
F. Desain, Sintesis, Dan Aktivitas Antihipertensi Dari Senyawa Kurkumin Melalui
Penghambatan ACE Dan Vasodilatasi, Bersama Dengan Studi Bioavailabilitas
Untuk Kemungkinan Manfaat Pada Penyakit Kardiovaskular.
Tahun : 2016

Obat golongan : penghambat ACE

Penelitian ini menjelaskan sintesis serangkaian senyawa baru yang terinspirasi


dari kurkumin melalui rute sintetis. Struktur turunan ini dipastikan menggunakan
berbagai teknik spektroskopi dan analitik. Efek farmakologis dari analog target adalah
dinilai dengan menguji penghambatan mereka dari angiotensin-converting enzyme
(ACE).

Mekanisme kerja obat

Obat golongan inhibitor ACE menekan konversi endogen angiotensin I ke


angiotensin II. Di bawah pengaruh angiotensin II, pembuluh darah terbatas, yang
menghasilkan peningkatan tekanan darah Konsekuensinya, hati harus menggunakan
kekuatan yang lebih besar untuk mendorong darah ke arteriol, yang memperburuk gagal
jantung bersama dengan otot jantung yang lemah. Telah ditunjukkan bahwa tingkat
angiotensin II adalah meningkat dalam berbagai penyakit kardiovaskular. Dengan
demikian, penghambatannya menurunkan tekanan darah dan jumlah energi yang
dibutuhkan jantung untuk menjaga sirkulasi darah normal.

18
Meskipun kemajuan substansial menuju pemahaman yang efektif dari gagal jantung
akut dalam beberapa dekade terakhir, manajemennya tetap menantang. Intervensi
terapeutik utama didasarkan pada diuretik yang ditambahkan oleh vasodilator.
Vasodilator telah ditemukan secara signifikan meningkatkan kinerja jantung dengan
menurunkan resistensi arteriol. Secara khusus, agen-agen ini lumayan meningkatkan
kapasitansi vena, yang menghasilkan pembesaran ukuran relatif dari aliran darah vena
bersama dengan penurunan preload dan tekanan terkait. Dengan demikian, dapat
disarankan bahwa vasodilator secara tidak langsung bertindak pada jantung, dan
mengurangi beban jantung dari gagal jantung akut dan kronis. Bersama dengan obat
antihipertensi, vasodilator khusus memperbaiki ketidakteraturan hemodinamik utama
yang timbul sebagai akibat hipertensi primer dan dapat bertindak dengan cara aditif untuk
mengobati hipertensi. Pendekatan ini menawarkan beberapa keuntungan dan
memberikan efek menguntungkan pada penyakit jantung terkait, dan itu meningkatkan
faktor risiko yang terkait dengan penyakit.

Curcumin (diferuloylmethane), konstituen utama yang aktif Curcuma longa


(keluarga: Zingiberaceae), dikenal karena sifat obat yang beragam. Itu pertama kali
diisolasi pada 1815, dan struktur kimianya didirikan oleh J Milobedzka dan V Lampe
(Jerman) sekitar 100 tahun kemudian. Pentingnya kurkumin dalam penemuan obat
dengan mudah dilihat oleh fakta bahwa, dalam rentang waktu sekitar dua puluhan tahun,
lebih dari 2.000 publikasi tentang subjek tersebut telah diindeks di basis data PubMed.
Studi-studi ini menyimpulkan bahwa curcumin bertindak sebagai agen multifaset,
menunjukkan antioksidan, antibakteri, antijamur, antivirus, antiinflamasi,antiproliferatif,
dan efek proapoptotik oleh menargetkan berbagai fungsi patologis utama.

Namun, karena bioavailabilitas yang buruk, secara klinis signifikansi kurkumin


sangat terganggu dan beragam upaya telah terkonsentrasi pada peningkatan
bioavailabilitasnya Pendekatan dasar untuk ini telah mengadopsi dua strategi: strategi
pertama berfokus pada pengembangan penghantaran untuk kurkumin (misalnya,
nanopartikel, liposom, misel, emulsi, dan mikropartikel), sedangkan strategi kedua terkait
dengan modifikasi struktural kurkumin. Pendekatanyang terakhir telah diterima secara
luas karena fleksibilitas dan kemudahan memperkenalkan keragaman kimia. Penelitian

19
ini menjelaskan perkembangan sintetis baru analog terinspirasi oleh kurkumin dan
farmakologis dilakukan evaluasi. Selain itu, metabolisme dan bioavailabilitas penelitian
dilakukan pada tikus.

Studi hubungan struktur-aktivitas menunjukkan bahwa variasi struktural dalam


senyawa memiliki pengaruh yang nyata pada aktivitas. Sebelumnya telah ditemukan
bahwa substituen memainkan peran penting dalam menghasilkan aktivitas. Senyawa-
senyawa yang mengandung kelompok penyumbang elektron terbukti menjadi inhibitor
yang lebih efisien daripada congeners yang menarik elektron, sementara analog yang
tidak disubstitusi memiliki efek ringan pada aktivitas. panjang rantai samping asil
memiliki pengaruh tersendiri terhadap aktivitas. Khususnya, senyawa yang mengandung
rantai 2-N-asil ditemukan menjadi inhibitor yang lebih efisien dibandingkan dengan
rantai panjang yang berbeda.

Studi docking

Docking dianggap sebagai simulasi yang kuat dari proses pengenalan molekuler. Ini
digunakan untuk menggambarkan interaksi molekuler dari ligan yang dirancang dengan
protein yang menarik, memprediksi afinitas dan aktivitas ligan, dan mengidentifikasi
energi interaksi antara ligan dan protein. Untuk memberikan hasil yang efisien, ia
menggunakan algoritma. seperti dinamika molekuler, stimulasi Monte Carlo, dan metode

20
pencarian berbasis fragmen. Dengan demikian, atas dasar hasil in vitro, studi doking
dilakukan dari senyawa 4j dengan tACE.

Struktur kristal ACE manusia (Protein Data Bank [PDB]: 1O86) digunakan untuk
penelitian ini. Ligan yang dikristalinisasi dari protein (yaitu, lisinopril) diekstraksi.
Analisis dilakukan menggunakan program CDOCKER dalam Discovery Studio 2.5
(Accelrys, San Diego, CA, USA). Senyawa 4j ditemukan secara efisien ditampung di
celah dalam rongga protein (Gambar 4), membuat kontak interatomik melalui
pembentukan ikatan-H dengan Glu162, His353, dan Ala356. Fragmen trimetoksi dari
senyawa ditemukan untuk masuk di dalam celah utama dari situs aktif, dikelilingi oleh
residu katalis kunci (yaitu, Tyr523, Tyr520, Glu152, Asp453, Val380, Ala354, His353,
Ser355, Lys454, Ala356, His387 , dan Glu384). Selain itu, fragmen aromatik dari ligan
(yaitu, trimetoksi fenil) ditemukan berorientasi pada residu aromatik dari situs aktif
(Tyr523 dan Tyr520), dan diidentifikasi sebagai penentu utama stabilisasi di situs aktif.
Membandingkan interaksi molekuler 4j versus lisinopril melawan tACE mengungkapkan
tingkat kemiripan yang tinggi. Dengan demikian, tampak bahwa senyawa 4j mungkin
memiliki mekanisme aksi yang serupa dengan lisinopril.

21
G. Inotropes and Inodilators for Acute Heart Failure: Sarcomere Active Drugs in
Focus
Tahun : 2014

Tahap Uji klinis dan Preklinis


Implikasi Klinis untuk Perlakuan Levosimendan. Levosimendan umumnya
ditoleransi dengan baik pada pasien dengan sindrom AHF. Efek samping yang umum
adalah hipotensi dan sakit kepala karena sifat vasodilatasi yang terjadi lebih sering dalam
kasus aplikasi dengan dosis pembebanan tinggi. Fibrilasi atrium, hipokalemia, dan
takikardia dianggap sebagai efek samping yang kurang umum.
Optimisme awal didorong oleh perbaikan mortalitas pendek dan midtem pada uji
klinis awal (LIDO dan RUSSLAN) dilunakkan oleh hasil penelitian terbaru yang kurang
disukai. Namun demikian, meta-analisis yang lebih baru telah melaporkan bahwa
levosimendan dikaitkan dengan penurunan mortalitas yang signifikan pada pasien sakit
kritis dan pada pasien yang menjalani operasi jantung. Penjelasan tentang perbedaan yang
mungkin dapat muncul dari heterogenitas dalam karakteristik klinis populasi pasien yang
termasuk dalam studi klinis sebelumnya.
Data praklinis menyarankan bahwa levosimendan dapat memberikan efek inotropik
positif melalui mekanisme sensitisasi Ca2+ tanpa modifikasi dalam konsentrasi cAMP
intraseluler.
Catatan, penghambatan isoenzim PDE III dapat dikompensasi oleh PDE IV, dan
karenanya PDE III inhibisi saja mungkin tidak cukup untuk meningkatkan konsentrasi
cAMP intraseluler. Dengan demikian, isoenzim PDE yang berbeda (misalnya, PDE III
dan IV) perlu diblokir secara bersamaan dan untuk itu, akan lebih tinggi effeknya
daripada terapi levosimendan pada konsentrasi plasma yang harus digunakan. Intinya
adalah bahwa PDE-inhibitor nonselektif (misalnya, milrinone) diharapkan untuk
membangkitkan peningkatan yang lebih kuat pada intraseluler.

22
Mekanisme Obat

Sarcomere ditargetkan agen berpotensi meringankan masalah ini. Pada Ca2+


Mobilizers Ca2+ pemicu agen inotropik memuat kardiomiosit dengan Ca2+ untuk
meningkatkan kontraktilitas jantung. Oleh karena itu, intervensi inotropik ini dapat
menjadi rumit oleh efek merusak yang membatasi penerapannya dalam terapi jangka
panjang untuk pasien dengan sindrom AHF. Ini karena cardiomyocyte Ca2+ pemuatan
dikaitkan dengan peningkatan konsumsi oksigen (O2) myocardial, peningkatan denyut
jantung (HR), dan risiko aritmia yang lebih besar yang berkontribusi terhadap tingkat
morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi. Agen penggerak Ca2+ mengganggu berbagai
mekanisme dari kopling kontraksi eksitasi jantung.
Modulasi simultan dari retikulum sarkoplasma ATPase 2a (SERCA-2a) dan Na+-
K+ ATPase aktivitas juga dapat memberikan efek kardiotonik. Dengan demikian,
istaroxime diusulkan untuk pengobatan AHF melalui penghambatan Na+ -K+ ATP-ase
yang serupa dengan glikosida jantung dan peningkatan simultan dalam retikulum
sarkoplasma (SR) Ca2+serapan dengan meningkatkan aktivitas SERCA2a. Perubahan
dalam penanganan Ca2+ ini kemudian akan meningkatkan kontraksi miokard dan
relaksasi serta membangkitkan efek ino-lusitropic yang positif. Beberapa data
klinismengkonfirmasi efek kardiovaskular yang menguntungkan dari istaroximekarena
pasien dengan AHF dilaporkan dengan peningkatan pengisian ventrikel dan tekanan
darah sistolik serta dengan penurunan nilai tekanan setelah pengobatan istaroxime.

23
Namun demikian, obat kardiovaskular mempromosikan Ca2+bersepeda melalui SR
[misalnya, donor istaroxime dan nitroxyl (HNO)] mungkin juga disebut sebagai
peningkat SR Ca2+ untuk menekankan mekanisme aksi mereka yang melibatkan
peningkatan simultan dalam tingkat pelepasan Ca2+dan pengambilan kembali secara
tradisional inotropik.Inodilator Levosimendan Ca2+ Sensitizer adalahLevosimendan
[the(2)enantiomer4-(1,4,5,6-etrahydro-4-methyl-6-oxo3pyridazinyl)
phenylhydrazonopropanedinitrile] saat ini satu-satunya obat Ca2+ sensitizer yang
disarankan untuk pengobatan sindrom HF akut oleh pedoman ESC.
Mekanisme aksi untuk levosimendan melibatkan 3 proses utama: sensitisasi Ca2+
melalui pengikatan selektif ke cTnC jenuh Ca2+; pembukaan ATP sensitif kalium
(KATP) saluran di sel otot polos pembuluh darah dan mitokondria pada orang-orang.
Pada Kepekaan Ca2+ yang menyebabkan Effect dari LevosimendanKomplekstroponin
yang dibentuk oleh 3 protein yang lebih kecil (cTnC, cTnT, dan cTnI) adalah regulator
Ca2+ sarkomerik yang sensitif terhadap kontraksi otot skeletal dan otot jantung. Pada
sistol, pengikatan Ca2+ ke situs pengatur cTnC sebagai pengatur interaksi dengan cTnI
dan menghasilkan disosiasi domain untuk penghambatan cTnI dari filamen aktin. Selain
itu, perubahan struktur aktif Ca2+ dari cTnC juga dapat menimbulkan perubahan
konformasi dari ikatan tropomiosin cTnT, pada tempat troponin-tropomiosin kompleks
yang jauh dari filamen aktin untuk mengetahui pengikatan myosin pada aktin. Semua
perubahan ini akan berkontribusi pada transisi kompleks tropomiosin aktin-troponin dari
blok ke arah konformasi terbuka sebagai penghasil tenaga.

Gambar 2. Tiga Mekanisme Aksi Levosimendan.

24
Levosimendan mengaktifkan ATP-sensitif K+ (KATP) di saluran sel otot polos pembuluh
darah. Hiperpolarisasi akibatnya menghambat arus Ca2+ ke dalam sehingga terjadi
vasorelaksasi. Selain itu, levosimendan memberikan efek sensitisasi Ca2+ pada
kardiomiosit karena interaksi dengan troponin jantung. Aktivasi KATP mitokondria
dalam hasil cardiomyocytes dalam pelindung jantung jangka pendek atau jangka panjang.
Kanal KATP, saluran K+ ATP peka; NCX, penukar natrium-kalium; ICaL, arus kalsium
ke dalam; SR Ca2+ ATPase, kalsium sarkoplasma retikulum ATPase.

Disini Levosimendan berinteraksi secara hidrofobik dengan cTnC yang dekat


dengan domain linker D / E di wilayah N-terminal, di mana konsekuensi pengikatan
levosimendan adalah stabilisasi konformasi terbuka kompleks cTnC-Ca2+ yang
memperkuat pengikatannya ke cTnI. Dengan kata lain, levosimendan meningkatkan
afinitas kompleks cTnC-Ca2+ untuk cTnI dan dengan demikian mempromosikan efek
kepekaan Ca2+ melalui mekanisme disinhibition. Levosimendan mengikat cTnC dengan
cara stereo-selektif karena dilaporkan lebih banyakagen sensitizer Ca2+ yang efektif
daripada stereoisomer dextrorotatorinya disebut sebagai dextrosimendan. SensitisasiCa2+
dengan levosimendan menawarkan peningkatan kontraktilitas jantung tanpa perubahan
konsentrasi Ca2+intraseluler. Agen Ca2+ sensitizer dapat mengganggu relaksasi miokard
karena sensitisasi Ca2+pada konsentrasi Ca2+ diastolik. Namun demikian, fungsi diastolik
tidak terganggu oleh pengobatan levosimendan karena pengikatan obat ke daerah N-
terminal dari cTnC ke Ca2+ tergantung dengan pelepasan berikutnya dari situs pengikatan
pada tingkat Ca2+ diastolik.Selain itu, besarnya sensitisasi Ca2+ dengan levosimendan
tampaknya lebih sedikit dibandingkan dengan agen sensitisasi Ca2+ lainnya, yang juga
menguntungkan untuk relaksasi miokard.

Selain itu, efek inotropik positif juga terdapat pada levosimendan, dan tidak hanya
untuk yang sehat tetapi juga untuk miokardium yang gagal. Levosimendan bekerjadengan
menginhibisi enzim yang sangat selektif untuk isoform PDE III in vitro. Namun
demikian, efeknya pada protein intraseluler tergantung cAMP fosforilasi yang masih
belum diketahui secara jelas.

25
Efek obat yang ditimbulkan
Ketika Gagal jantung akut (AHF) muncul sebagai perhatian epidemiologi yang
besar dan berkembang dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Terapi saat
ini pada pasien dengan gagal jantung akut bergantung pada strategi yang berbeda. Pasien
dengan hipotensi, hipoperfusi, atau syok membutuhkan dukungan inotropik, Secara
tradisional agen inotropik, yang disebut sebagai penggerak Ca2+ memuat kardiomiosit
dengan Ca2+ dan di sana dengan meningkatkan konsumsi oksigen dan risiko untuk
aritmia. Keterbatasan inotropik tradisional ini dapat dihindari oleh agen sarkomer yang
ditargetkan. Taktik directive dari sarkoma jantung dapat dicapai dengan mensensitisasi
miofilamen jantung ke Ca2+ atau mengaktifkan secara langsung myosin jantung. Dalam
ulasan ini, penenliti memfokuskan pada sarkomer yang ditargetkan agen inotropik,
menekankan mekanisme aksi dan dapat dilihat pertimbangan klinis yang palin

H. Synthesis And Structure-Activity Relationships Of A Series Of Aporphine


Derivatives With Antiarrhythmic Activities And Acute Toxicity
Tahun : November 2016

Tahap Uji pra-Klinis

Disintesis beberapa senyawa alkaloid aporphine yakni crebanine, isocorydine, and


stephanine dengan metode kimia reaksi ring-opening, brominasi, metilasi, asetilasi,
kuarternisasi, dan dehidrogenasi. Dan didapat produk sintesis ini yakni 13 produk dari
crebanine, empat produk dari isocorydine, dua dua produk dari stephanine.

Kemudian kesembilanbelas produk ini diuji aktivitas antiaritmianya dengan


perlakuan ke tikus yang telah diinduksi dengan BaCl2 dan CHCl3 dengan perbandingan
kontol positif Verapamil hydrochloride dan lidocaine hydrochloride. Dilakukan uji
toksisitas juga pada kesemua senyawa ini.

Didapat dari kesembilan belas produk aporphine ini, senyawa dibromocrebanine


yang meiliki aktifitas antiaritmia terbaik dan efek toksisitas yang paling rendah.

Mekanisme Obat

26
Aritmia merupakan suatu kondisi jantung yang berkontraksi dengan ritme yang
tidak beraturan. Dalam hal ini dapat lebih cepat (takiaritmia) ataupun lebih lambat
(bradiaritmia), walaupun lebih umum yang mengalai percepatan ritme jantung. Penyebab
utama dari aritmia adalah gangguan dalam penjalaran stimulus kontraksi jantung yang
melibatkan ion-ion tertentu yaitu Na+, K+, Cl-, serta Ca2. Mekanisme dari senyawa
alkaloid aporphine dan turunannya ini sendiri yakni blocker kanal ion K+. Obat akan
berikatan dengan reseptor dan nantinya akan menghambat kanal kalium yang berperan
dalam fase 3 repolarisasi, dengan dihambatya kanal ini maka repolarisasi akan diperlama
yang mengarah pada peningkatan durasi potensial aksi dan peningkatan periode refraktori
efektif (ERP)

Efek yang Ditimbulkan

Dengan penghamabatan kanal K+ yang berperan dalam fase repolarisasi maka


peningkatan durasi potensial aksi dan peningkatan periode refraktori efektif dan berujung
pada frekuensi kontraksi jantung akan menurun.

I. Synthesis, Docking Study and β-Adrenoceptor Activity of Some New Oxime Ether
Derivative
1. Pendahuluan
Mekanisme kerja obat β-adrenoceptor blocker.

27
Reseptor β1 dan β2 merupakan reseptor adrenergic yang terkait dengan G protein
stimulatory (Gs). Efek agonis pada reseptor β1 dapat menimbulkan respon fisiologis
seperti peningkatan kekuatan dan kecepetan denyut jantung. Sedangkan efek agonis pada
reseptor β2 dapat menimbulkan efek fisiologis diantaranya brondilatasi dan vasodilatasi.
Efek- efek tersebut ditimbulkan melalui peningkatan kadar cAMP dalam sel (Ikawati,
2006)

Aktivitas β-adrenoceptor dari eter Oxime.

Sebelumnya telah disintesis suatu senyawa eter Oxime, yaitu Falintolol yang
dilaporkan memiliki aktivitas β2-blocking dengan potensi yang tinggi. Meskipun
pengaruh terhadap system kardiovaskuler lebih disebabkan oleh aktivitas β1-blocking,
antagonis β2-adrenoceptor juga memiliki potensi terutama dalam pengujian terhadap
hipertensi pada arteri pulmonaria.

Gambar 1. Struktur molekul Falintolol

Pada studi yang tercantum dalam jurnal ini, dilakukan eksplorasi lebih lanjut
terhadap kerangka umum dari eter oxime melalui serangkaian modifikasi struktur.
Selanjutnya dilakukan pengujian terkait aktivitas β1 dan β2 adrenoceptor dari senyawa
baru yang disintesis. Serta dilakukan juga uji molecular docking untuk mengetahui
gambaran dari interaksi antara senyawa dengan protein pada reseptor. Senyawa yang
diujikan pada studi ini termasuk ke dalam O-(3-alkylamino-2-hydroxypropyl)oxime
derivatives (4a-z).

28
Pembahasan.

Sintesis senyawa.

Molecular docking

Sebanyak dua puluh enam senyawa eter oxime baru (4a-z) (Tabel 1) disubjekan
pada uji docking terhadap situs aktif dari reseptor β1-β2 adrenergik yang telah
teridentifikasi. Propranolol (non-selective β-antagonist), Cyanopindolol (Selective β1-
antagonist), dan IPS 339 (selective β2-antagonist) digunakan sebagai molekul standar
pada studi docking ini (Gambar 2).

Gambar 2. Struktur molekul IPS 339, Propanolol dan Cyanopindolol

29
Tabel 1. Dua puluh enam senyawa eter oxime baru

Dari dua puluh enam senyawa yang disubjekkan pada uji docking terhadap
reseptor β1-β2 adrenergik, diperoleh hasil sebagai berikut: (Tabel 2)
Dalam reseptor β1, selektif antagonis cyanopindolol memiliki skor MolDock
−129.2 dengan H-bondenergy −10.7 dan senyawa 4c, 4f, 4i, 4l, 4o, 4r, 4u, 4x dan 4y
memiliki skorMolDock lebih baik daripada cyanopindolol. Senyawa terbaik dalam
penelitian ini adalah 4o, yang memiliki skor MolDock −167,4 dan membentuk lima
ikatan hidrogen dengan asam amino Ser 211 dan Tyr 207 di situs aktif reseptor
(Gambar 4). Selain itu, interaksi hidrofobik mungkin ada antara senyawa 4o dan Phe
201, Phe 216 dan Phe 307 (Gambar 3a). Perlu disebutkan di sini bahwa semua
senyawa yang diuji yang memiliki skor MolDock yang lebih baik daripada obat
referensi dalam strukturnya adalah bagian homoveratriil yang dapat meningkatkan
kualitas pengikatan antara ligan dan reseptor.

30
Tabel 2. Hasil docking dari dua puluh enam senyawa eter Oxime baru terhadap
reseptorβ1-β2 adrenergik

Dalam reseptor β2, hanya enam senyawa 4a, 4b, 4c, 4l, 4u dan 4x memiliki
skor MolDock yang sedikit lebih rendah daripada β2-antagonis IPS 339, sementara
senyawa 4p dan 4q menampilkan skor MolDock negatif tertinggi yang menunjukkan
komplementaritas tertinggi dengan β2 –adrenoseptor.
Interaksi ikatan hidrogen antarasenyawa 4q dengan β2-adrenoceptorterjadi
antara gugus β-hidroksil dalam 4q dengan gugus karbonil peptida Ser 215 (3,29 Ǻ)
dan dengan gugus hidroksil bebas dari Ser 311 (3,19 Ǻ), oksigen dari bagian oksim
membuat ikatan hidrogen dengan Ser 211 dan Ser 212 (3,09 dan 2,62 Ǻ, masing-
masing) dan nitrogen dari bagian oxime juga berinteraksi denganAsn 310 dengan
ikatan hidrogen (2,96 Ǻ). Interaksi hidrofobik dapat ditemukan antara cincin
thiophene dan asam amino Phe 201 dan Phe 306 (Gambar 4).
31
Gambar 3. Struktut molekul 4o (kiri) dan 4q (kanan)

Gambar 4. Visualisasi ikatan hidrogen antara ligan-reseptor, (a) 4o dengan β1-adrenoceptor, (b)
4q dengan β2-adrenoceptor.

Evaluasi biologis.

a. Skrining in vitro aktivitas β1-adrenoceptor pada isolate atrium jantung


marmot.

Tujuh belas dari senyawa yang baru disintesis menjadi sasaran skrining biologis
in vitro untuk aktivitas β1-adrenoceptor menggunakan atria terisolasi dari babi
guinea. Hasil yang tersedia menunjukkan bahwa enam dari senyawa ini (4f, 4i, 4l, 4r,
4y dan 4z), dengan gugus 3,4-dimethoxyphenethyl di terminal amina menghasilkan
22% -31% penghambatan dalam denyut jantung dan 30% -55 % penghambatan
dalam kontraktilitas atria. Propranolol, obat referensi, menghasilkan 70 dan 60%
penghambatan detak jantung dan kontraktilitas, secara berurutan (Tabel 3).

32
Tabel 3. Persen inhibisi terhadap laju degup dan kontaktilitas dari isolate atrium jantung marmut yang
disebabkan oleh senyawa uji

Skrining in vitro aktivitas β2-adrenoceptor pada isolate trakea marmot.Sebelas


dari senyawa yang baru disintesis menjadi sasaran skrining biologis in vitro untuk
aktivitas β2-adrenoseptor menggunakan trakea terisolasi dari babi guinea. Tes
pada dasarnya tergantung pada efek relaksasi salbutamol pada otot trakea pra-
kontraksi yang disebabkan oleh asetilkolin. Senyawa aktivitas antagonis potensial
diharapkan dapat mengurangi relaksasi yang disebabkan oleh salbutamol. Hasil
yang tersedia menunjukkan bahwa hanya dua senyawa, 4p dan 4q, mengurangi
relaksasi salbutamol dari strip trakea pra-kontrak, sedangkan sisanya dari
senyawa yang diuji tidak menunjukkan aktivitas β2-antagonis. Hasilnya juga
menunjukkan tidak adanya aktivitas agonistik untuk semua senyawa yang diuji.

Dalam penelitian ini, serangkaian turunan oxime eter 4a-z dirancang dan
berhasil disintesis dalam langkah-langkah yang mudah. Senyawa terpilih diuji untuk
aktivitas biologisnya terhadap reseptor β1- dan β2-adrenergik in vitro dan juga
memeriksa energi pengikatannya dengan struktur kristal 3D dari reseptor β1 dan β2
dengan melakukan analisis docking molekuler. Temuan ini mengkonfirmasi
signifikansi dari bagian homoveratrylamine untuk reseptor β1 dan juga menunjukkan
pentingnya kehadiran gugus klorotiofena di wilayah hidrofobik untuk
komplementaritas terbaik dengan reseptor β2.

33
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan seluruh data yang telah dikumpulkan dari WHO, pada tahun 2015
diperkirakan kematian akibat penyakit jantung meningkat menjadi 20 juta jiwa.
Kemudian akan tetap meningkat sampai tahun 2030, diperkirakan 23,6 juta jiwa
penduduk akan meninggal akibat penyakit jantung (WHO, 2015).

Maka dari itu, pentingnya penemuan dan pengembangan obat baru dengan
mekanisme molekulernya yang dapat dijadikan sebagai obat-obat dalam
penatalaksanaan terapi gagal jantung. Dan telah dibuktikan banyaknya sebuah studi
berupa resume jurnal sebagai studi parameter penemuan obat terbaru yang sesuai
dengan reseptornya.

34
DAFTAR PUSTAKA
1. László Nagy, MD,* Piero Pollesello, PhD, FESC,† and Zoltán Papp, MD, PhD, DSc,
FESC* journal of Inotropes and Inodilators for Acute Heart Failure: Sarcomere
Active Drugs in Focus. J Cardiovasc Pharmacol. Volume 64, Number 3, September
2014. 199-208. (www.jcvp.org)
2. Zuang, xiao-dong, dkk. 2016. "Design, synthesis, and antihypertensive activity of
curcumin-inspired compounds via ACE inhibition and vasodilation, along with a
bioavailability study for possible benefit in cardiovascular diseases". Department of
Health, Guangdong Pharmaceutical University, Guangzhou Higher Education Mega
Center, Guangzhou, People’s Republic of Chin
3. Kabo, Peter. 2012. Bagaimana Menggunakan Obat-Obat Kardiovaskular Secara
Rasional. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
4. Van Tassell BW, Toldo S, Mezzaroma E, Abbate A. Targeting interleukin-1 in heart
disease.Circulation 2013;128:1910-23. Sujatha MB. Anakinra-an overview. Kerala J
of Orthopaed 2011;25:1.
5. WHO. Maternal Mortality: World Health Organization; 2014.
6. Damayanti, Putri. Tt. Reseptor P2Y G Protein Couple Reseptors (GPCRs): Target
Menarik Pengembangan Obat Baru. Jurnal Farmasi Galenika. Volume 02 No. 01.
ISSN: 2406-9299. Bandung: Sekolah Farmasi ITB
7. Aaronson, I. Philip. and Ward, P.T. Jeremy., 2010. At a Glance Sistem
Kardiovaskuler. Jakarta : EGC
8. Hui Wang, Xin Cheng, Shujun Kong, Zixian Yang, Hongmei Wang, Qiuyan Huang,
Jingyu Li, Cheng Chen and Yunshu Ma. 2016.. Synthesis and Structure-Activity
Relationships of a Series of Aporphine Derivatives with Antiarrhythmic Activities and
Acute Toxicity. Department of Pharmaceutics Science, School of Chinese Materia
Medica, Yunnan University of Traditional Chinese Medicineg relevan.
9. Ghabbour, H. A., El-bendary, E. R., El-ashmawy, M. B., & El-kerdawy, M. M.
(2014). Synthesis, Docking Study and β-Adrenoceptor Activity of Some New Oxime
Ether Derivatives, 3417–3435. https://doi.org/10.3390/molecules19033417
10. WHO. World Health Statistics 2015: World Health Organization; 2015

35

Anda mungkin juga menyukai