Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH LINTAS MINAT BAHASA INDONESIA

Tentang
“KLAUSA”

Disusun Oleh :

Nama : Restu Novendra


Kelas/Semester : XI IIS 3

SMA NEGERI 2 TEBAS


2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang dengan limpahan rahmat dan
hidayahnya kita semua tidak pernah terhenti merasakan nikmat yang tak terhingga .Dan tak
lupa shalawat serta salam kita haturkan kepada baginda nabi Muhammad SAWyang man
kita pada zaman sekarang hidup dalam ketentraman agama berkat kerja keras beliau.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata pelajaran lintas minat bahasa
Indonesia dan juga untuk melengkapi nilai-nilai kami yang kosong dikarenakan kesalahan
dan kemalasan kami.Sebagaimana manusia pada umumnya penulis juga sudah pasti
memiliki kesalahan baik dalam hal tulisan maupun berbagai perbuatan dosa lainnya
Tak lupa juga penulis sematkan ribuan terima kasih kepada pihak yang telah
membantu dalam penulisan makalah ini dari awal hingga terselesaikannya,dan juga kepada
ibu Hidayati S.pd selaku guru mata pelajaran lintas minat bahasa Indonesia yang telah
meberikan ilmu tentang penulisan makalah yang baik untuk penulis sendiri
Selaku penulis yang masih dalam proses pembelajaran penulis sendiri menyadari
bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna dan oleh karena itu penulis
berharap ketersediaan pembaca untuk memberikan kritik dan saran agarmakalah ini menjadi
lebih baik lagi di masa yang akan dating

Tebas,7 Desember 2019

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………………………i
Daftar isi……………………………………………………………………………………..ii
BAB I.PENDAHULUAN………………………………………………………………......1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………...1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………….....1
1.3 Tujuan………………………………………………………………………………….1

BAB II.PEMBAHASAN……………………………………………………………………2
2.1 Definisi Klausa…………………………………………………………………………2
2.2 Ciri-ciri Klausa………………………………………………………………………...2
2.3 Jenis-jenis Klausa……………………………………………………………………...2
2.3.1 Jos Daniel Parera…………………………………………………………………...3
2.3.2 M.Ramlan…………………………………………………………………………...3
2.3.3 Hendry Guntur Tarigan…………………………………………………………...4

BAB III.PENUTUP…………………………………………………………………………5
3.1 Simpulan………………………………………………………………………………..5
3.2 Saran……………………………………………………………………………………5

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa adalah fenomena yang menghubungkan dunia makna dan dunia bunyi.
Lalu, sebagai penghubung diantara kedua dunia itu, bahasa dibangun oleh tiga buah
komponen, yaitu komponen leksikon, komponen gramatika, dan komponen fonologi
(Chaer, 2009:1). Sistem gramatika biasanya dibagi atas subsistem morfologi dan
subsistem sintaksis. Subsistem sintaksis membicarakan penataan dan pengaturan kata-
kata itu kedalam satuan-satuan yang lebih besar, yang disebut satuan-satuan sintaksis,
yakni kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana (Chaer, 2009:3).
Dilihat dari segi bentuknya, kalimat dapat dirumuskan sebagai salah satu
konstruksi sintaksis yang terdiri dari dua kata atau lebih. Hubungan struktural antara
kata dan kata, atau kelompok kata dengan kelompok kata yang lain berbeda-beda.
Antara “kalimat” dan “kata” terdapat dua satuan sintaksis antara, yaitu “klausa”dan
“frase”. Klausa merupakan satuan sintaksis yang terdiri atas dua kata, atau lebih, yang
mengandung unsur predikasi. Sedangkan frase merupakan satuan sintaksis yang terdiri
atas dua kata, atau lebih, yang tidak mengandung unsur predikasi (Hasan Alwi,
2003:312). Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikatakan bahwa klausa
berkedudukan sebagai bagian dari suatu kalimat, dan oleh karena itu klausa tidak dapat
dipisahkan dari kalimat.
Untuk keperluan berbahasa sehari-hari yang baik dan benar, baik dalam bahasa
lisan maupun bahasa tulis, dituntut kemampuan untuk membuat konstruksi kalimat
yang baik dan benar pula. Maka pengetahuan tentang jenis-jenis klausa dan
strukturnya menjadi sangat penting, karena sebuah kalimat merupakan satuan sintaksis
yang terdiri dari satu atau lebih klausa.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi klausa?
2. Apa saja ciri-ciri klausa?
3. Apa saja jenis-jenis klausa?

1.3 Rumusan Masalah


1. Untuk mengetahui apa itu definisi klausa
2. Untuk mengetahui cirri-ciri dari klausa
3. Untuk mengetahui jenis-jenis dari klausa.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Klausa


Ada beberapa definisi yang dikemukakan para ahli berkaitan dengan klausa.
Ramlan (1981: 62) mengatakan bahwa klausa adalah satuan gramatik yang terdiri
dari predikat (P), baik diikuti oleh unsur subjek (S), objek (O), pelengkap (Pel),
keterangan (K) maupun tidak. Selanjutnya Tarigan (1988: 21) mendefinisikan klausa
sebagai kelompok kata yang hanya mengandung satu predikat (P). Kemudian Parera
(1988: 21) mendefinisikan klausa sebagai sebuah kalimat yang hanya memenuhi
salah satu pola dasar kalimat yang inti dengan satu atau lebih unsur pusat (UP).
Selanjutnya, Keraf (1984: 138) mendefinisikan klausa sebagai suatu konstruksi yang
di dalamnya terdapat beberapa kata yang mengandung hubungan fungsional, yang
dalam tata bahasa lama dikenal dengan subjek, predikat, objek, dan keterangan.
Sebuah klausa sekurang-kurangnya harus mengandung subjek dan predikat. Dalam
hal-hal tertentu sebuah klausa boleh terdiri dari satu predikat dengan keterangan.

Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan ahli tersebut maka dapat


disimpulkan bahwa klausa adalah konstruksi kalimat, minimal terdiri satu predikat.
Predikat ini boleh diikuti subjek, objek, pelengkap, ataupun keterangan.

2.2 Ciri-ciri Klausa


Ciri-ciri yang dimiliki sebuah klausa sudah terkandung dari beberapa rumusan
makna klausa yang dikemukakan para ahli linguistik di atas.
Ciri-ciri yang dimaksud antara lain:
a. Merupakan kelompok kata yang memiliki hubungan fungsi (S/P/O/K).
b. Memiliki unsur predikat.
c. Satu klausa memiliki 1 predikat.

2.3 Jenis-jenis Klausa


Berkaitan dengan jenis-jenis klausa para ahli mengelompokan atas beberapa
jenis. Pengelompokan tersebut sebagaimana terlihat berikut ini:

2
2.3.1 Jos Daniel Parera
Parera mengelompokkan jenis klausa atas dua, yaitu klausa final dan
klausa nonfinal.
a. Klausa Final
Klausa final adalah klausa yang baik secara suprasegmental maupun
secara segmental dapat menjadi klausa yang berdiri sendiri atau klausa swasta.
Contoh:
─ Anak itu melempari anjing. (1 klausa final)
─ Saya memarahi dia. (1 klausa
final) b. Klausa Nonfinal
Klausa nonfinal adalah klausa yang baik, secara segmental maupun
suprasegmental tidak dapat berdiri sendiri. Klausa nonfinal memiliki satu
persyaratan, yaitu memenuhi PDKI (Pola Dasar Kalimat Indonesia) atau
berbentuk kata kerja finit, tetapi ia tidak dapat berdiri sendiri tanpa dihilangkan
ciri segmental atau suprasegmental yang mengikatnya.
Contoh:
─ Agar tujuannya tercapai.
─ Jika tidak terjadi gangguan.
Catatan:
Sebuah klausa nonfinal dapat menjadi klausa final. Caranya dengan
menghilangkan unsur pengikat yang ada di dalamnya.

Contoh:

─ Tujuannya tercapai.
─ Tidak terjadi gangguan.
2.3.2 M.Ramlan
Ramlan mengelompokkan jenis klausa menjadi tiga, yaitu
berdasarkan
(a) struktur interen, (b) ada tidaknya kata negatif, (c) dan berdasarkan jenis kata
yang menduduki P.
a. Berdasarkan Struktur Intern
Klausa Lengkap
1) Subjek (S) terletak di depan predikat (P)

3
Contoh:
─ Badan orang itu sangat besar.
─ Mereka menulis.

Subjek predikat

Badan orang Sangat besar


itu

Mereka Menulis

2)Subjek terletak di belakang predikat


Contoh:
─ Sangat besar badannya.
─ Masuklah dia ke ruangan.

Predikat Subjek

Sangat besar Badannya

Masuklah Dia

Klausa Tak Lengkap


Klausa tak lengkap adalah klausa yang tidak memiliki unsur S, tetapi
memiliki unsur P yang diikuti O dan K.
Contoh:
─ Sedang bermain-main.
─ Menulis surat.

Subjek Predikat

- Sedang
bermain

- Menulis

b. Berdasarkan Kata Negatif


Berdasarkan ada tidaknya kata negatif yang secara gramatikal
menegatifkan predikat, dibagi menjadi dua bentuk.
Klausa Positif
Klausa positif adalah klausa yang tidak memiliki kata negatif.

4
Klausa Negatif
Klausa negatif adalah klausa yang memiliki kata-kata negatif yang secara
gramatikal menegatifkan P. Kata-kata negatif tersebut seperti: tidak, tak, tiada,
bukan, belum, dan jangan.

─ Ia tidak jadi datang.


─ Tiada hari tanpa membaca.
─ Jangan mencoret-coret dinding!
c. Berdasarkan Kategori Kata Atau Frasa yang Menduduki Fungsi Predikat.
Klausa Nominal
Klausa Nominal adalah klausa yang P-nya terdiri dari kata atau frase
golongan N.
Contoh:
─ Ia guru SD.
─ Ayah Petani.
─ Yang dibeli orang itu adalah sepeda.
─ Mereka itu karyawan kami.
Klausa Verbal
Klausa verbal adalah klausa yang P-nya terdiri dari kata atau frasa
golongan V.
Contoh:
─ Ani membaca buku.
─ Saya menulis surat.
─ Petani mengerjakan sawahnya dengan tekun.
Klausa verbal dibagi lagi atas jenis kata pada predikatnya.
1) Klausa Verbal Adjektif
Klausa verbal adjektif adalah klausa yang jenis predikatnya terdiri dari
kata golongan V yang termasuk golongan kata sifat atau berunsur pusat kata
sifat. Contoh:
─ Udaranya panas sekali.
─ Anaknya pandai-pandai.

5
2) Klausa Verbal Intransitif
Klausa verbal intransitif adalah klausa yang jenis predikatnya terdiri dari
kata verbal yang termasuk golongan kata kerja intransitif atau terdiri dari frasa
verbal yang unsur pusatnya berupa kata kerja intransitif.
Contoh:
─ Burung-burung beterbangan di atas permukaan air.
─ Anak-anak sedang bermain di teras belakang.
─ Para pekerja sedang beristirahat.
3) Klausa Verbal Aktif
Klausa verbal aktif adalah klausa yang unsure predikatnya terdiri dari kata
verbal yang termasuk golongan kata kerja transitif atau terdiri dari frasa verbal
yang unsur pusatnya berupa kata kerja transitif.

─ Amir menghirup kopinya.


─ Ahmad sedang membaca novel.
4) Klausa Verbal Pasif
Klausa verbal pasif adalah klausa yang terdiri dari kata verbal yang
termasuk golongan kata kerja pasif.
Contoh:
─ Saya sesalkan keputusan itu.
─ Presiden dipilih oleh MPR untuk jangka waktu lima tahun.
─ Dustanya ketahuan juga.
5) Klausa Verbal Reflektif
Klausa verbal reflektif adalah klausa yang predikatnya terdiri dari kata
kerja reflektif (perbuatan).
Contoh:
─ Mereka sedang mengasingkan diri.
─ Anak-anak itu menyembunyikan.
─ Ia tidak dapat lagi menahan diri.
6) Klausa Verbal Resiprokal
Klausa verbal resiprokal adalah klausa yang predikatnya terdiri dari kata
kerja yang termasuk golongan kata kerja resiprokal, yaitu kata kerja yang
mengatakan kesalingan.

6
Contoh:
─ Mereka saling memukul.
─ Anak itu selalu ejek-mengejek.
Klausa Bilangan
Klausa bilangan adalah klausa yang predikatnya terdiri dari kata atau frasa
yang bergolongan bilangan.
Contoh:
─ Roda mobil itu enam.
─ Anaknya dua orang.
─ Kerbau petani itu dua ekor.
Klausa Depan
Klausa depan adalah klausa yang predikatnya terdiri dari frasa depan,
yaitu frasa yang diawali kata depan sebagai penanda.
Contoh:
─ Sayur itu dari desa.
─ Pegawai itu ke kantor setiap hari.
─ Orang tuanya di rumah ( Ramlan, 1987: 235-150).
2.3.3 Hendry Guntur Tarigan

Sama halnya dengan ahli-ahli terdahulu, Tarigan secara umum


mengelompokkan jenis klausa menjadi dua kelompok, sebagai berikut.
a. Klausa Bebas
Klausa bebas adalah klausa yang dapat berdiri sendiri sebagai kalimat
sempurna. Berdasarkan jenis kata predikatnya, klausa bebas dibedakan menjadi
berikut ini.
Klausa Verbal
Klausa verbal adalah klausa yang predikatnya bergolongan kata kerja.
Contoh:
─ Ia membaca
─ Mereka jalan-jalan sore.
Klausa Nonverbal
Klausa nonverbal adalah klausa yang predikatnya bergolongan selain kata
kerja (sifat, benda, dst).

7
Contoh:
─ Ayahku petani
─ Adikku siswa
b. Klausa Terikat
Klausa terikat adalah klausa yang tidak dapat berdiri sendiri, sebagai
kalimat sempurna (Tarigan, 1983: 38). Selain pembagian kelompok tersebut.
Tarigan juga mengelompokkan klausa atas hubungan yang terjadi di dalamnya.
Biasanya hubungan tersebut terjadi pada kalimat majemuk, baik majemuk
setara maupun majemuk bertingkat.
Kalimat Majemuk Setara
Kalimat majemuk setara adalah gabungan dua buah klausa atau lebih
yang gabungan tersebut dihubungkan oleh kata-kata, seperti: dan, atau, tetapi.
Dengan adanya gabungan klausa tersebut menyebabkan terjadinya hubungan,
seperti berikut.

Hubungan penjumlahan yang mengatakan


akibat. Contoh:
- Konflik memberikan tantangan baginya dan oleh karena itu dia tampak
mengahadapinya dengan penuh gairah.
Hubungan penjumlahan yang mengatakan urutan waktu.

─ Dia mengambil handuk yang telah kumal dan mencucinya.


Hubungan penjumlahan yang mengatakan
pertentangan. Contoh:
─ Di satu pihak kita menganjurkan kesalehan dan di lain pihak banyak orangtua
melanggarnya.
Hubungan penjumlahan yang mengatakan perluasan.

─ Dia rajin membaca baik waktu dia menjadi mahasiswa maupun setelah
dia
bekerja.
2) Hubungan Perlawanan
Hubungan perlawanan yang mengatakan penguatan.

8
Contoh:
─ Bapak menjadi perhatian tidak saja dari keluarga, tetapi juga menjadi perhatian
penduduk dari desaku.
Hubungan perlawanan yang mengatakan implikasi.

─ Suami istri itu telah lama kawin, tetapi belum juga dikaruniai anak.
Hubungan perlawanan yang mengatakan perluasan.
─ Provinsi Kepulauan Riau membuka diri terhadap perubahan sesuai dengan
tuntutan perkembangan zaman, tetapi pada waktu yang sama mampu pula
mempertahankan karakternya yang asli.
─ Saya tidak tahu apakah dia akan ikut atau tidak.
─ Dalam keadaan seperti itu, dia terpaksa membunuh musuh atau dibunuh musuh.
Kalimat Majemuk Bertingkat
1) Hubungan Waktu
Hubungan waktu
permulaan Contoh:
- Sejak aku diserahkan orangtuaku kepada nenek, aku tidur di atas dipan di kamar
nenek yang luas.
Hubungan waktu bersamaan
Biasanya menggunakan kata hubung: (se) waktu, tatkala, seraya,sementara,
serta, selagi, selama, sambil, dan ketika.
Contoh:
- Aku tidak mengerti akan hal itu ketika aku masih anak-anak.
Hubungan waktu berurutan
Biasanya menggunakan kata hubung: sebelum, setelah, sesudah, seusai, begitu,
dan sehabis.
Contoh:
─ Setelah mereka menemui pembimbing, mereka dapat meneruskan skripsinya.
Hubungan waktu batas akhir
Biasanya menggunakan kata hubung hingga dan sampai.

9
Contoh:
─ Mereka menonton sepakbola hingga larut malam.
2) Hubungan Syarat
Biasanya menggunakan kata hubung: jika (lau), seandainya, andaikata, dan
asal (kan).
Contoh:
─ Jika anda mau dengar, saya senang sekali.
─ Ini hanya dilakukannya dalam keadaan darurat kalau waktu memang mendesak.
3) Hubungan Tujuan
Biasanya menggunakan kata hubung: agar, agar supaya, supaya dan
biar. Contoh:
─ Saya sengaja di tinggalkan di kota kecil agar dapat mengetahui kehidupan di
sana.
4) Hubungan Konsesif
Biasanya menggunakan kata hubung: walau (pun), meski (pun), sekali (pun),
biar (pun), kendati (pun) dan sungguh (pun).
Contoh:
─ Walaupun hatinya sangat sedih, dia tidak pernah menangis di hadapanku.
5) Hubungan Perbandingan
Biasanya menggunakan kata hubung ibarat, bagaikan, laksana, sebagaimana,
daripada, dan lain-lain.
Contoh:
─ Daripada menganggur, cobalah engkau bekerja di kebun.
6) Hubungan Penyebaban
Biasanya menggunakan kata hubung sebab, karena, dan oleh karena.
Contoh:
─ Ia tidak sekolah sebab ia sakit.
7) Hubungan Akibat
Biasanya menggunakan kata hubung sehingga, sampai (-sampai), dan makna.
Contoh:
─ Kami tidak setuju makanya kami protes.
8) Hubungan Cara
Biasanya menggunakan kata hubung dengan.

10
Contoh:
─ Ia memotong kayu itu dengan gergaji hingga putus.
9) Hubungan Sangkalan
Biasanya menggunakan kata hubung seakan (-akan) dan seolah-
olah. Contoh:
─ Ia menghapus mukanya seakan ingin melenyapkan segala dukanya.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Berdasarkan uraian di atas dan dari beberapa definisi yang dikemukakan para
ahli dapat disimpulkan bahwa, klausa adalah konstruksi kalimat, minimal satu predikat.
Predikat ini boleh diikuti subjek, objek, predikat dan keterangan. Ciri-ciri dari klausa
ada tiga yakni, klausa merupakan kelompok kata, memiliki unsur predikat, dan satu
klausa memiliki satu predikat. Selain pengertian dan ciri-cirinya, klausa memiliki jenis-
jenis seperti yang diuraikan di atas.

Beberapa pakar mengemukakan jenis klausa ini berbeda-beda. Jos Daniel Parera
mengelompokan jenis klausa ada 2, yaitu klausa final dan non final, M. Ramlan
mengelompokan klausa dengan beberapa jenis klausa, yakni klausa berdasarkan
struktur intern, klausa berdasarkan kata negatif dan klausa berdasarkan kategori kata
atau frase yang menduduki fungsi predikat, dan Hendry Guntur Tarian mengelompokan
2 jenis klausa, yaitu klausa bebas dan terikat.

2.4 Saran
Mengingat sintaksis merupakan salah satu bagian dari pembelajaran linguistik
umum yang membahas tentang seluk beluk kalimat beserta proses perubahan makna,
yang sangat penting untuk kita pelajari, untuk itu alangkah baiknya para mahasiswa
yang akan melaksanakan penelitian atau hanya menganalisisnya lewat makalah agar
dapat melakukan kajian sacara lebih mendalam tentang sintaksis, baik itu dalam bahasa
Indonesia itu sendiri, karena makalah ini hanya mengkaji serta membahasnya secara
umum tentang sintaksis, yang tidak secara signifikan atau khusus pada pengkajian dan
pembahasan yang lebih mendalam.
Oleh karena keterbatasan dalam makalah di atas, kami sebagai tim penyusun
mengharapkan kritikan serta saran dari pihak pembaca agar menjadi bahan
pembelajaran untuk kami dan dapat menyempurnakannya pada penyusunan makalah
selanjutnya

12

Anda mungkin juga menyukai