Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS BUKU PENGUASAAN TANAH DAN TENAGA

KERJA JAWA DI MASA KOLONIAL

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Sejarah

Dosen Pengampu :

Drs. Hamdan Tri Atmaja, M.Pd.

Disusun Oleh :

Dewi Yuliana

3101416031

PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2018
Identitas Buku :

Judul : Penguasaan Tanah dan Tenaga Kerja Jawa di Masa Kolonial

Judul Asli : Control of Land and Land in Colonial Jawa

Penulis : Jan Breman

Pengantar : Sajogyo

Penerbit : LP3ES

Cetakan : I, Mei 1986

Tebal : xvii, 230 halaman, 23 cm

ISBN : 979-8015-03-7
Analisis :

Buku “Penguasaan Tanah dan Tenaga Kerja Jawa Di Masa Kolonial”


merupakan buku sejarah karya Jan Breman, seorang professor sosiologi pada
Universitas Erasmus, dan Institute of Social Studies, Den Haag. Buku ini terbit
Indonesia tahun 1986 oleh penerbit LP3ES. Buku ini merupakan hasil penelitian
Jan Breman mengenai mobilisasi tanah dan tenaga kerja pertanian di suatu daerah
di Jawa selama masa pemerinahan jajahan. Penelitian tersebut berlangsung selama
hampir lima tahun (1978-1982). Buku ini berisi tentang penguasaan hak-hak atas
tanah dan tenaga kerja di Jawa khususnya pada masa kolonial baik sebelum
pemerintahan kolonial berdiri di Indonesia dan selama masa pemerintahan
kolonial berdiri yaitu pada masa tanam paksa dan masa politik liberal. Buku ini
juga membahas tentang perombakan agraria yang diberlakukan di Cirebon pada
tahun 1918-1925.

Perombakan agraria yang diceritakan dalam buku ini dilakukan untuk


mengatasi masalah-masalah atas tanah-tanah pertanian didaerah Cirebon akibat
dari penguasaan tanah yang dilakukan oleh pemerintahan kolonial. Dimana pada
saat itu banyak kehidupan para petani yang buruk, dibawah garis kemiskinan,
serta banyak yang tidak bisa menggarap tanahnya karena disewa oleh industri
swasta, hingga banyak yang kehilangan tanah-tanahnya. Perombakan tanah ini
diprakarsai oleh Residen Cirebon.

Dalam filsafat sejarah, menurut saya buku ini termasuk ke dalam filsafat
sejarah kritis analitis. Hal ini dikarenakan, sang peneliti yaitu Jan Breman melihat
realitas sosial pada masa itu dengan ilmu-ilmu bantu sosial. Jan Breman berusaha
menceritakan keadaan sosial dan ekonomi pada masa itu mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan hak atas tanah dan tenaga kerja, serta kehidupan para petani
pada masa itu. Dalam penelitiannya, Jan Breman menggunakan ilmu bantu
sosiologi dan politik.

Jan Breman menggunakan bahan-bahan arsip tentang pelaksanaan


perombakan hak atas tanah di Karesidenan Cirebon sekitar tahun 1920 dalam
penelitiannya. Jan Breman juga mencoba mengatasi batasan-batasan studi kasus
dengan menitikberatkan pada proses transformasi jangka panjang. Ia dalam
penelitiannya harus menjejaki peristiwa-peristiwa sampai pada awal abad ke-19
ketika politik pemerintahan jajahan mulai menjadi lebih tegas dan harus
menelusuri masalah penyusunan kembali tata agraria di Cirebon Timur dengan
mengkaji politik pedesaan serta pokok alasannya dalam zaman post-kolonial.
Ilmu-ilmu sosial dapat membantu pengkajian sejarah sehingga dapat
membuktikan keilmiahan sejarah.

Penggunaan ilmu ekonomi terlihat dalam penjelasan Jan Breman mengenai


hak penguasaan atas tanah pada saat itu. Tanah merupakan hal yang sangat
penting dan berpengaruh bagi kehidupan para petani pada saat itu. Jan Breman
mengawali penjelasan dengan hal-hal mengenai produksi kaum tani melalui
penguasaan atas penggunaan tanah yang menjadi masalah sejak zaman awal
kolonial, seperti tentang sifat pemilikan tanah dan tentang cara bagaimana tanah-
tanah ini harus dibebani pajak. Sebelum tanah merupakan barang dagangan yang
langka, sistem perpajakan kolonial didasarkan atas pelaksanaan kerja agrikultur
dan infrasturktur. Pihak kaum tani diwajibkan untuk menyerahkan jasa tenaga
kerja selama tanam paksa dan hal ini berlanjut sampai sesudah tanam paksa
dihapus. Kerja paksa ini dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan pemerintahan
kolonial.

Jan Breman menguraikan hal-hal mengenai bagaimana desa-desa di Jawa


menemukan bentuknya dalam abad ke-19 dari dua sudut pandang, yaitu suatu
percampuran bentuk-bentuk organisasi kapitalis yang di prakarsai dan tunjang
kokoh oleh birokrasi negara dengan tatanan setengah feodal yang diwujudkan dan
menjerat kaum tani dalam kungkungannya. Tetapi gambaran tersebut tidak
sepenuhnya tepat melukiskan corak proses trannsformasi yang dipimpin dan
ditimbulkan oleh campur tangan kolonial. Pada pembahasan ini, Jan Breman
menggunakan konsep milik Alavi H dimana konsep cara produksi kolonial
mempunyai relevansi khusus bagi tatanan rumit yang timbul di Jawa selama abad
ke-19. Pada konsep tersebut, Alavi menjelaskan bahwa kemerdekaan nasional
tidak mutlak merupakan garis pemisah bagi analisanya mengenai ekonomi politik
India. Ia mengacu pada cara produksi kapitalis, walaupun dalam suatu gaya
kolonial, yang tidak hanya melibatkan perekonomian masyarakat yang dijajah.
Hal ini membuktikan bahwa buku ini menggunakan sejarah kritis analitis. Jan
Breman mengutip konsep tersebut didalam bukunya dalam penjelasan dalam Bab
I buku ini yang berjudul “Diferensiasi Agraria dalam Perspektif Sejarah”.

Pada bab tersebut Jan Breman menceritakan bagaimana kondisi ekonomi


masyarakat Cirebon pada saat itu. Contohnya pada masa sistem tanam paksa
mulai berlaku, didaerah Cirebon harus menyediakan tenaga kerja besar-besaran
yang dikerahkan untuk pabrik-pabrik gula didaerah sekitar Jakarta. Para
kontraktor tenaga kerja yang dikirim oleh majikan-majikan mereka ke daerah,
membayar komisi kepada lurah dan pemilik tanah untuk tenaga kerja yang
disediakannya setiap tahun. Para pemilik tanah dapat menunjuk hamba-hambanya
untuk mencari pekerja-pekerja sewaan khusus untuk tujuan ini. Tenaga kerja ini
diangkut menuju ke tempat kerja dan dilakukan secara paksa. Pada saat awal
pemerintah kolonial berdiri, mereka berusaha mengkonversi tanah-tanah di desa
menjadi tanah komunal agar dapat memperoleh keuntungan yang besar yang
dapat diambil dari kaum tani. Pemerintah kolonial juga membuat beberapa
kebijakan mengenai tanah pertanian, tenaga kerja, dan pajak yang mempengaruhi
kehidupan para petani.

Pada bab II, Jan Breman menceritakan mengenai perombakan tanah yang
dilakukan di Cirebon untuk mengatasi kekacauan-kekacauan yang timbul dalam
masyarakat tani. Perombakan meliputi empat unsure utama, yaitu (a) pembagian
sawah komunal secara tetap; (b) penetapan ukuran luas pemilikan minimal dan
pemilihan petani penggarap yang baik; (c) penetapan luas tanah yang di
cadangkan untuk desa, sewa tanah ini digunakan untuk membayar gaji para
pejabat desa dan belanja desa; (d) pembebasan hutang sejalan dengan peraturan
mengenai sewa, menyewa dan kredit. Pada Bab III, Jan Breman menceritakan
tentang dampak dari perombakan agraria tersebut. Ia berusaha menelusuri
rangkaian peristiwa didaerah tersebut sampai pada akhir pemerintahan kolonial
dan sesudahnya. Jan Breman juga memfokuskan pada peranan perkebunan-
perkebunan gula yang biasanya menyewa tanah pertanian untuk ditanami tebu.
Pada bab terakhir pada buku ini, Jan Breman menceritakan tentang politik
kolonial dan akibatnya. Ia menceritakan politik kolonial dengan konteks yang
lebih luas dengan menunjukkan bahwa redistribusi pemilikan tanah di Cirebon
dalam awal tahun 1920an itu tidak merupakan peristiwa ganjil, melainkan
merupakan bagian dari transformasi rezim agraria yang lama dan luas. Pada bab
tersebut, Jan Breman berkesimpulan mengenai masalah dampak politik
pemerintahan pada berbagai kelas pedesaan dan mengemukakan tanggapan
mengenai cara-cara produksi pertanian yang berubah.

Selain ilmu bantu ekonomi, buku ini juga dibantu dengan ilmu sosiologis,
dimana Jan Breman menerangkan kehidupan masyarakat dan interaksinya pada
masa itu khususnya kaum tani dengan pemerintah kolonial dan penduduk lainnya.
Jan Breman pada bab I menceritakan tentang sistem masyarakat kaum tani pada
saat itu. Terdapat unit dasar bagi masyarakat petani di sebagian besar Jawa pada
awal terbentuknya Negara kolonial, unit dasar ini disebut cacah. Cacah ialah
sekelompok dari beberapa rumahtangga yang dapat mencakup sekitar 20 anggota
yang dipimpin oleh seorang sikep. Cacah dibawah perlindungan seorang
bangsawan supra-lokal. Sebagai pengganti perlindungan yang harus diberikan
oleh bangsawan itu, setiap cacah wajib memberikan sebagian hasil panen sawah
dan hasil bumi lainnya atau bahkan tenaga kerjanya. Selaku pemimpin, para
bangsawan lokal dan sikep terkemuka menugaskan sejumlah keluarga atau
perorangan yang tak bertanah dan bekerja untuknya sebagai pemaro atau sebagai
petani hamba sebagai imbalan atas perlindungannya. Petani pemaro memiliki
rumah sendiri walaupun masih didalam lingkungan pekarangan pemilik tanah
sedangkan tani hamba hidup didalam rumahtangga tuannya dan sebagai orang
suruhan.

Buku ini juga menceritakan tentang lapisan sosial berdasarkan


kepemilikan tanah masyarakat kaum tani yaitu sebagai berikut:

1. Lapisan teratas terdiri dari para penguasa desa dan orang penting lainnya.
Mereka hidup dari hasil tanah tetapi tidak ikut serta dalam penggarapan
tanah. Selain terdiri dari lurah desa, golongan priyayi juga termasuk ke
dalam lapisan ini.
2. Kaum tani yang sebenarnya yaitu sikep, pada kalangan inilah pemilikan
atas sawah terpusatkan. Sikep juga bisa disebut cacah, bumi, gogol, wong
kenceng yaitu para penggarap yang pada umumnya menjadi tulang
punggung perekonomian tani. Mereka menggarap sawah mereka sendiri
dan bukan sawah orang lain.
3. Lapisan terbawah terdiri dari wuwungan dan penumpang, yang terikat
dengan kepada para pemilik tanah dalam hubungan ketergantungan.

Lapisan terakhir adalah bujang, yang bisa digolongkan tersendiri yang


terdiri dari pemuda-pemudi pekerja. Pada pertengahan abad ke-19 para petani
kaya didaerah Cirebon memperkerjakan sejumlah pekerja atau bujang yang
berasal dari keluarga miskin sedesa atau desa lain dan mereka itu disantuni
sepenuhnya.

Jadi kesimpulannya, buku ini merupakan buku dengan penulisan sejarah


kritis analitis. Jan Breman berusaha menulis kembali sepotong sejarah agraria di
suatu sudut Cirebon, Jawa Barat. Jan Breman menggunakan ilmu bantu sosial dan
data-data yang digunakan berasal dari arsip-arsip pada masa itu. Jan Breman
menyebutkan di kata pengantar bahwa laporan penelitian yang nantinya terbit
menjadi buku ini merupakan bagian dari penyelidikan yang lebih luas terhadap
dinamika sosio-ekonomis di lembah sungai Cimanuk di Jawa Barat oleh sebuah
tim ilmuwan sosial yang selama beberapa tahun pada masa itu bekerja sama
dengan Program Studi Perbandingan Asia (PSPA) pada Universitas Erasmus,
Rotterdam. Jan Breman sendiri merupakan professor sosiologi yang pastinya
menggunakan ilmu pendekatan sosiologi dalam melakukan penelitian sejarah dan
menganalisis hingga menuliskannya sampai menjadi cerita sejarah, dibantu
dengan ilmu ekonomi. Buku ini sangat menarik dibaca dan bisa menambah
wawasan bagaimana kehidupan dalam bidang pertanian pada masa itu dan
persaingan yang terjadi antara pertanian dan perkebunan tebu. Buku ini bisa
menjadi referensi untuk penulisan sejarah sosial-ekonomi di Indonesia pada masa
Belanda.

Anda mungkin juga menyukai