1. Teori Peran
Tiap-tiap individu memiliki peran masing-masing dalam kehidupan sosial.
Peran setiap individu dipengaruhi oleh rentang umur tertentu.
Norma usia (age norm) adalah asumsi yang dibuat tentang kapasitas dan
keterbatasan yang berkaitan dengan usia atau keyakinan bahwa individu pada usia
tertentu dapat dan harus melakukan hal-hal tertentu.
Lansia dapat mengalami diskontinuitas peran, dimana apa yang mereka pelajari pada satu usia
mungkin tidak akan berguna atau bahkan pertentangan dengan harapan terhadap peran di
usia lanjut. Contoh: karena sudah pensiun
Lansia yang tidak siap menghadapi kehilangan peran akan berpengaruh terhadap
kesejahteraan (well-being) di masa tua.
Konsekuensi negatif dari merasa kehilangan peran adalah kehilangan kemandirian, identitas,
merasa tidak bebas, kehilangan kepuasan pribadi, kehilangan kemampuan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari, kehilangan otoritas dan dikontrol.
Kritik terhadap Teori Peran:
a. Tidak banyak penelitian/bukti empiric yang dapat mendukang teori ini
b. Tidak dijelaskan lebih jauh mengenai cara mengatasi dampak negatif dari kehilangan
peran serta cara pencegahannya
2. Teori Aktivitas
Kepuasan hidup lansia tergantung pada kondisi yang memungkinkan diri mereka
untuk tetap aktif, terlibat dalam peran dan hubungan. Lansia berupaya tetap aktif
untuk menggantikan peran sosial yang hilang dengan peran batu.
Pentingnya individu-individu melanjutkan peran-peran masa dewasa tengahnya di sepanjang
dewasa akhir.
a. Moral dan kepuasan berkaitan dengan interaksi sosial dan keterlibatan sepenuhnya dari
lansia di masyarakat
b. Kehilangan peran akan menghilangkan kepuasan seorang lansia
Teori aktivitas mengacu pada nilai di masyarakat, tanggungjawab, dan produktivitas; merujuk
bagaimana individu menyesuaikan diri dengan perubahan terkait usia seperti pensiun,
penyakit kronis, dan hilangnya peran.
Aktivitas lansia dapat menurun, akan tetapi di sisi lain dapat dikembangkan misalnya peran
baru menjadi relawan, nenek-kakek, duda-janda.
Kritik terhadap Teori Aktivitas:
a. Ada karakter lansia yang kurang menyukai aktivitas
b. Lansia yang sakit menjadi seolah-olah tidak puas akan kehidupannya ketika ia tidak
mampu beraktivitas
3. Teori Disengagement
Teori ini menyatakan semakin bertambahnya usia, maka lansia semakin mulai
memisahkan diri dari peran sebelumnya, Di sisi lain masyarakat membebakan lansia
dari tanggung jawab pekerjaan dan keluarga. Hal ini dimaksudkan agar lansia
tersebut bisa fokus terhadap kesehatan dirinya (mental/fisik), mencapai ketenangan
hidup dan dapat menyiapkan diri untuk kematian.
Merupakan hal yang normal dan positif karena ada pergantian posisi dari generasi tua ke
generasi selanjutnya, sehingga tekanan terhadap lansia dapat dihindari. Pada pria terjadi saat
pensiun, pada wanita terjadi pada saat peran dalam keluarga berkurang.
Teori ini agak kurang ideal diterapkan pada lansia karena perusahaan dapat kehilangan SDM
yang berpengalaman. Sedangkan dalam hal sosial lansia menjadi lebih tergantung pada social
security.
4. Teori Gerontransenden
Gerontransenden berasal dari kata geron yaitu lanjut usia dan transenden yaitu
pemikiran lansia tentang sesuatu yang melampaui dunia dan manusia. Jadi
gerontransenden merupakan perubahan cara pandang hidup dari materialistis dan
pragmatis menjadi lebih kosmik dan transenden (lebih tinggi).
Sejalan dengan teori erikson, lansia menjadi tidak berpusat pada diri sendiri tetapi
mencari integritas ego. Lansia tidak terlalu memikirkan hal-hal duniawi seperti
harta benda, penampilan fisik. Menurut teori ini lansia yang berharga adalah lansia
yang berhasil menerima diri sendiri, fokus pada spiritual, dan lebih memahami arti
hidup.
Teori ini dipengaruhi oleh budaya dalam mencapai gerontransender. Seperti dalam budaya
orang Bali lansia bahagia ketika bisa memfokuskan diri ke arah spiritual seperti ada beberapa
yang memilih menjadi pemangku.
- A. A. I. A. Maharani P. P. / 189114059
-Theresita Amadea Syahrani Sutasurya / 189114046