Disusun oleh :
Puspita Erawati 20160210040
Dicky Febryanto 20160210098
Victoria Viata Matara 20160210106
Rozanov Cita Fatra Adi 20160210121
Arief Rahman Putra 20160210127
A. Latar Belakang
Sebagai salah satu daerah tujuan wisata, Daerah Istimewa Yogyakarta sering
dikunjungi tamu, baik turis mancanegara maupun domestik. Rangkaian bunga sebagai
kalung penyambut para turispun sering dibutuhkan oleh agen-agen perjalanan wisata.
Kebutuhan bunga dan tanaman hias di Yogyakarta, khususnya pada saat -saat tertentu
(tahun baru, natal, lebaran, upacara adatdan sebagainya) meningkat secara tajam. Bahkan
petani bunga di Yogyakarta terkadang belum mampu memenuhi kebutuhan pasar, sehingga
harus didatangkan dari luar propinsi D.I.Y (BAPEDA -DIY, 2001).
Wilayah D.I.Y secara umum tipe penggunaan lahannya, dapat dikelompokkan
sebagai lahan sawah seluas 59.729 hektar (18,75%), Pekarangan 86.725 hektar (27,26%),
tegalan 109.432 hektar (34,35%), hutan 17.060 hektar (5,36%), serta pemanfaatan lain -lain
45.571 hektar (14,30%). Melihat keadaan topografi yang demikian beragam tanaman hias
mempunyai potensi yang cukup tinggi untuk dapat dikembangkan. Di D.I.Y selain areal
dataran tinggi yang tersebar di kaki Gunung Merapi, terdapat sekitar 27.000 hektar lahan
dataran medium (400 -700 m dpl) yang dapat dikembangkan sebagai areal tanaman hias
(BAPEDA -DIY, 2001).
Menurut peta AEZ lahan, di ekosistem ini cocok ditanami berbagai komoditas
hortikultura seperti sayuran dan tanaman hias. Berdasarkan survey di beberapa lokasi
dataran medium di wilayahsekitar propinsi D.I.Y, ternyata hanya dataran tinggi di sebelah
selatan Gunung Merapi Yogyakarta saja yang belum memiliki sentra penjualan bunga dan
tanaman hias. Hingga kini kebutuhan bunga di D.I.Y khususnya bunga potong krisan masih
memasok dari daerah Bandungan, Kopeng, Tawangmangu, dan Wonosobo (BAPEDA -
DIY, 2001).
Daya tarik bunga krisan di daerah Yogyakarta ini sangat tinggi, karena Yogyakarta
merupakan salah satu kota yang sering menjadi tempat destinasi wisata maupun untuk
memperoleh pendidikan. Bunga krisan diminati selain untuk mempercantik halaman
ataupun ruangan, tapi juga sering digunakan sebagai karangan bunga. Oleh karena itu
permintaan bunga krisan di Yogyakarta ini cukup tinggi, namun pemasokan bunga krisan
dari wilayah Yogyakarta ini masih rendah dan untuk budidayanya sendiri masih terkendala
dalam hal pemeliharaan.
B. Rumusan Masalah
1. Petani belum terbiasa dengan SOP budidaya tanaman Krisan yang lebih modern
2. Hari kerja lebih lama sehingga kurang intensif dalam pengawasan atau
pemeliharaan
3. Banyak terserang OPT
4. Masih belum bisa memenuhi kebutuhan konsumen
TINJAUAN PUSTAKA
Krisan dapat tumbuh baik didataran tinggi (>800 mdpl) dengan pH tanah 5,5 - 6.
Penanaman didaerah pegunungan dengan pH tanah 5 - 5,5 perlu dilakukan pengapuran.
Krisan memerlukan tanah dengan kesuburan sedang, Karena tanah yang subur akan
mengakibatkan tanaman menjadi rimbun. Apabila di tanam di pot pH media yang sesuai
adalah 6,2 - 6,7 secara genetik krisan merupakan tanaman hari pendek, untuk mendapatkan
pertumbuhan yang seragam dan produksi bunga yang tinggi, pertumbuhan vegetatifnya
perlu diberi perlakuan hari panjang dengan penambahan cahaya lampu pijar atau neon
(Harry, 1994).
Untuk daerah tropis seperti di Indonesia suhu rata-rata harian di dataran rendah
terlalu tinggi untuk pertumbuhan tanaman krisan, suhu udara di siang hari yang ideal untuk
pertumbuhan tanaman krisan berkisar antara 20 - 26 celcius dengan batas minimum 17
Celcius dan batas maksimum 30 celcius. Suhu udara pada malam hari merupakan faktor
penting dalam mempercepat pertumbuhan tunas bunga. Suhu ideal berkisar antara 16
celcius – 18 celcius bila suhu turun sampai dibawah 16 celcius maka pertumbuhan tanaman
menjadi lebih vegetatif bertambah tinggi dan lambat berbunga. pada suhu tersebut
intensitas warna bunga meningkat (Cerah) sebaliknya bila suhu malam terlalu tinggi dapat
berakibat melunturnya warna bunga sehingga penampilan tampak kusam walaupun
bunganya masih segar (Hasim dan Reza, 1995).
Kelembaban udara antara 70% - 80% dinilai cocok untuk pertumbuhan tanaman
krisan. Kelembaban udara yang tinggi mengakibatkan transpirasi (penguapan cair) dari
tanaman menjadi kecil dalam waktu pendek, keadaan ini membuat tanaman selalu dalam
keadaan segar. Untuk waktu yang agak lama, dengan tidak adanya sirkulasi air dalam tubuh
tanaman menyebabkan penyerapan air dan unsur hara terlarut dari dalam tanah juga sedikit.
Kekurangan nutrisi kebalikannya, kelembaban udara yang rendah menyebabkan transpirasi
tanaman menjadi tinggi. Air menguap dengan cepat melalui pori-pori daun dan perakaran
ini berarti menyerap air dari tanah. Bila tanaman terlambat mengganti devicit air dalam
pucuk -pucuk yang baru tumbuh menjadi layu atau mengeringnya tepian daun yang sudah
dewasa (Hasim dan Reza, 1995).
Secara alami tanaman krisan sebenarnya sama saja, yaitu berpotensi memiliki
beberapa bunga, tetapi karena disesuaikan dengan keinginan konsumen penggemar bunga,
maka dibuat tipe spray dan tipe standar. Pembuatan kedua tipe bunga ini sebenarnya
tergantung pada proses disbudding yang dilakukan. Disbudding sebaiknya dilakukan sedini
mungkin setelah munculnya bunga yang akan dibuang, agar diperoleh kualitas bunga yang
optimal dan penampakan bunga lebih bagus, karena tidak terlihat adanya bekas buangan
bunga. Waktu yang tepat untuk disbudding adalah pada pagi hari, saat tanaman masih
tumbuh segar dan ketegaran tanaman juga tinggi, sehingga bunga yang akan dibuang akan
mudah dipatahkan dengan tangan, tanpa mengganggu bunga-bunga yang akan disisakan
(Cahyono, 1999).
PEMBAHASAN
A. Petani belum terbiasa dengan SOP budidaya tanaman Krisan yang lebih modern
Salah satu masalah yang terjadi pada budidaya krisan di kaliurang adalah
kurangnya pengetahuan petani disana terkait SOP pembudidayaan modern sehingga
praktik dalam budidaya yang dilaksanakan masih tergolong tradisional. Pada petani
yang kami temui, pengolahan lahan yang dilakukan masih bersifat manual dengan
menggunakan pacul untuk membentuk gundukan. Kemudian pada budidaya yang
dilakukan masih menggunakan green house yang cukup sederhana yaitu masih
mengunakan bambu dan hanya atap yang ditutupi dengan plastik. Sisi dari green house
tersebut tidak tertutupi. Pada proses penyiraman masih menggunakan tenaga manusia
dimana jumlah tanaman tersebut mencapai 1000-2000 tanaman, sehingga memakan
waktu yang cukup lama. Pada proses pemeliharaan dan pemanenan pun masih
menggunakan alat sederhana dan juga tenaga manusia dimana hal tersebut
menjadikannya kurang efisien. Hal-hal diatas juga disebabkan oleh tidak adanya anak
muda sebagai regenerasi petani sehingga pelaku budidaya tersebut cenderung orang-
orang yang sudah tua.
Dari permasalahan diatas, terdapat beberapa solusi yang dapat dilakukan agar
para petani di daerah kaliurang mampu melakukan budidaya secara modern sehingga
hasil panen yang didapat lebih optimal.
1. Perlu adanya peran pemerintah didalam menyampaikan teknologi-teknologi pada
budidaya tanaman krisan dimana hal tersebut harus diikuti dengan program
pendampingan. Dalam hal ini juga perlu tindakan dari lembaga pendidikan
maupun lembaga penelitian setempat. Nantinya petani tidak hanya mengetahui
pembudidayaan modern, tetapi mampu melakukannya dengan baik yang mana
akhirnya akan terbiasa.
2. Penekanan didalam penerapan teknologi yang sederhana seperti pada tahap
penyiraman. Contohnya menyalurkan sumber air menggunakan paralon yang
dipasang di bagian atas green house sehingga hanya dengan memutar kran air atau
penutup air, tanaman lansung dapat tersiram dengan baik. (litbang Jabar, 2017)
B. Hari kerja lebih lama sehingga kurang intensif dalam pengawasan atau
pemeliharaan
Permasalahan yang dihadapi oleh Bapak Andi pada budidaya krisannya di
Kaliurang Yogyakarta salah satunya adalah dalam pemeliharaan bunga krisan yang
kurang intensif karena pemeliharaan bunga krisan sedikit rumit dan membutuhkan
waktu yang lama sehingga tidak dipelihara secara intensif yang akan berakibat
terserang OPT. Dari kendala atau permasalahan tersebut dapat di lakukan dengan
membangun green house yang sudah disesuaikan dengan syarat tumbuh tanaman
krisan yang baik. Antara lain sebagai berikut :
1. Penyinaran yang cukup
Bunga krisan membutuhkan sinar matahari yang cukup sehingga jika terlalu
berlebihan juga dapat menyebabkan bunga menjadi tidak segar dan layu. Oleh
karena itu harus memperhatikan penyinarannya. Penyinaran dapat menambahkan
lampu sebagai penyinaran dimalam hari. Lama penyinaran yang tepat untuk iklim
Indonesia yaitu 14-16 jam sehari, sehingga pada daerah tropis tanaman krisan perlu
tambahan cahaya selama 2 jam dengan intensitas cahaya minimal 40 lux bila
menggunakan lampu TL dan 70 lux apabila menggunakan lampu pijar. Pemberian
cahaya lampu dilakukan sejak awal tanam sampai tunas lateral yang keluar dari
ketiak daun tumbuh sampai 2-3 cm (Juniadi, 2015).
2. Penyinaran tanaman
Penyinaran tanaman bunga krisan secara teratur dan yang paling baik adalah pada
pagi atau sore hari agar bunga dapat melewati waktu sepanjang hari. Hal lain yang
perlu dihindari yaitu melakukan penyiraman pada saat matahari terik dan
menyengat. Pengairan dilakukan kontinyu 1-2 kali sehari, tergantung cuaca atau
medium tumbuh. Pengairan dilakukan dengan cara mengabutkan air atau sistem
irigasi tetes hingga tanah basah (I Wayan W, 2016).
3. Pemupukan
Pemberian pupuk pada bunga krisan dapat membuat pertumbuhan buga krisan
menjadi lebih baik. Pemberian pupuk pertama dilakukan pada waktu pengolahan
lahan. Lahan yang telah diolah sebelum tanam terlebih dahulu diberi pupuk kandang
sebanyak 10 t/ha sebagai pupuk dasar. Pemberian pupuk kandang dengan cara
ditaburkan secara merata diatas lahan. Setelah lahan diolah, lahan diolah kembali
menggunakan traktor atau cangkul. Setelah 1 minggu dilanjutkan pemberian pupuk
Urea 200 kg/ha, KCl 350 kg/ha, SP-36 300 kg/ha, dengan cara ditabur secara
merata. Selanjutnya pemberian pupuk lanjutan dilakukan dengan dilarutkan dalam
air. Dalam pelaksanaan pemupukan lanjutan dilakukan dengan rentan waktu yang
sama yaitu 1 bulan setelah tanam. Dosis pupuk lanjutan yaitu Urea 200 kg/ha, KCl
350 kg/ha, SP-36 300kg/ha. Pemupukan diulang secara kontinu dan periodik 2
minggu sekali (Dalmadi, 2014).
4. Pinching dan Disbudding
Pinching adalah membuang pucuk terminal dari bibit asal, hal ini dilakukan untuk
menghentikan tunas apikal merangsang tumbuhnya tunas-tunas lateral dari ketiak
daun. Tunas-tunas yang tidak diproduktif dibuang, sehingga kualitas tunas yang
dipelihara benar-benar tunas yang bagus. Pinching dilakukan setelah tanaman
memiliki lima daun sempurna dan telah berumur lebih dari 10-14 hari setelah bibit
ditanam. Disbudding adalah pembuangan bakal bunga yang tidak diinginkan sesuai
dengan tujuan pembentukan bunga. Disbudding dilakukan setelah bakal bunga yang
tidak diharapkan mulai tumbuh dan siap dibuang tanpa mengganggu bakal bunga
yang siap dipelihara (Juniadi, 2015).
I Wayan W,. 2016. Teknologi Budidaya Tanaman Hias. Universitas Udayana. Bali.
Juniadi. 2015. Teknis Budidaya Krisan. Balai Besar Pelatihan Pertanian Lembang.
Lembang. Jawa Barat.
Lukito AM. 1998. Rekayasa Pembungaan Krisan dan Bunga Lain. Trubus no. 348.
Riyadi, S. Pengelolaan Opt Tanaman Krisan: Kalau Bisa Ramah Lingkungan Kenapa Harus
Pestisida Sintetis?.
http://ditlin.hortikultura.pertanian.go.id/index.php?option=com_content&view=
article&id=294:opt-krisan&catid=19:tulisan-ilmiah