Anda di halaman 1dari 16

STUDI KASUS BUDIDAYA TANAMAN KRISAN

DI KELOMPOK TANI TUNAS MERAPI HARGOBINANGUN SLEMAN


YOGYAKARTA

Disusun oleh :
Puspita Erawati 20160210040
Dicky Febryanto 20160210098
Victoria Viata Matara 20160210106
Rozanov Cita Fatra Adi 20160210121
Arief Rahman Putra 20160210127

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PETANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Oktober, 2018
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai salah satu daerah tujuan wisata, Daerah Istimewa Yogyakarta sering
dikunjungi tamu, baik turis mancanegara maupun domestik. Rangkaian bunga sebagai
kalung penyambut para turispun sering dibutuhkan oleh agen-agen perjalanan wisata.
Kebutuhan bunga dan tanaman hias di Yogyakarta, khususnya pada saat -saat tertentu
(tahun baru, natal, lebaran, upacara adatdan sebagainya) meningkat secara tajam. Bahkan
petani bunga di Yogyakarta terkadang belum mampu memenuhi kebutuhan pasar, sehingga
harus didatangkan dari luar propinsi D.I.Y (BAPEDA -DIY, 2001).
Wilayah D.I.Y secara umum tipe penggunaan lahannya, dapat dikelompokkan
sebagai lahan sawah seluas 59.729 hektar (18,75%), Pekarangan 86.725 hektar (27,26%),
tegalan 109.432 hektar (34,35%), hutan 17.060 hektar (5,36%), serta pemanfaatan lain -lain
45.571 hektar (14,30%). Melihat keadaan topografi yang demikian beragam tanaman hias
mempunyai potensi yang cukup tinggi untuk dapat dikembangkan. Di D.I.Y selain areal
dataran tinggi yang tersebar di kaki Gunung Merapi, terdapat sekitar 27.000 hektar lahan
dataran medium (400 -700 m dpl) yang dapat dikembangkan sebagai areal tanaman hias
(BAPEDA -DIY, 2001).

Menurut peta AEZ lahan, di ekosistem ini cocok ditanami berbagai komoditas
hortikultura seperti sayuran dan tanaman hias. Berdasarkan survey di beberapa lokasi
dataran medium di wilayahsekitar propinsi D.I.Y, ternyata hanya dataran tinggi di sebelah
selatan Gunung Merapi Yogyakarta saja yang belum memiliki sentra penjualan bunga dan
tanaman hias. Hingga kini kebutuhan bunga di D.I.Y khususnya bunga potong krisan masih
memasok dari daerah Bandungan, Kopeng, Tawangmangu, dan Wonosobo (BAPEDA -
DIY, 2001).

Daya tarik bunga krisan di daerah Yogyakarta ini sangat tinggi, karena Yogyakarta
merupakan salah satu kota yang sering menjadi tempat destinasi wisata maupun untuk
memperoleh pendidikan. Bunga krisan diminati selain untuk mempercantik halaman
ataupun ruangan, tapi juga sering digunakan sebagai karangan bunga. Oleh karena itu
permintaan bunga krisan di Yogyakarta ini cukup tinggi, namun pemasokan bunga krisan
dari wilayah Yogyakarta ini masih rendah dan untuk budidayanya sendiri masih terkendala
dalam hal pemeliharaan.

B. Rumusan Masalah
1. Petani belum terbiasa dengan SOP budidaya tanaman Krisan yang lebih modern
2. Hari kerja lebih lama sehingga kurang intensif dalam pengawasan atau
pemeliharaan
3. Banyak terserang OPT
4. Masih belum bisa memenuhi kebutuhan konsumen
TINJAUAN PUSTAKA

Krisan atau seruni (Chrysanthemum sp.) merupakan komoditas andalan dalam


industri hortikultura yang memiliki prospek pasar sangat cerah. Bunga yang dikenal sebagai
salah satu” Raja Bunga Potong” ini semakin banyak penggemarnya. Selain bentuk dan tipe
yang beragam, warna bunganya pun sangat bervariasi, dengan kombinasi warna-warna
yang begitu indah. Karena itu permintaan pasar baik dalam maupun luar negeri semakin
meningkat setiap tahunnya (Marwoto, 2005).
Meningkatnya permintaan pasar memberikan dampak yang positif, yaitu terbuka
peluang usaha bagi petani. Keadaan inilah yang nampak pada beberapa tahun belakangan
ini, yaitu indikasi meluasnya usaha menanam krisan, baik dalam skala kecil maupun besar.
Elevasi lokasi pengusahaan tanaman krisan juga menyebar, mulai dari sekitar 700-1200
Mdpl.
Menurut Rukmana dan Mulyana 1997, terdapat 1000 varietas krisan yang tumbuh
didunia. Beberapa varietas krisan yang dikenal antara lain adalah C. daisy, C. indicum, C.
coccineum, C. frustescens, C. maximum, C. hornorum dan C. parthenium. Varietas krisan
yang banyak ditanamdi Indonesia umumnya diintroduksi dari luar negeri terutama dari
Belanda, Amerika Serikat dan Jepang.
Dalam setiap usaha pasti ada kendalanya, dalam usahatani krisan pun juga ada
kendala dalam kaitannya produksi, biaya usaha tani yang relatif besar khususnya untuk
pembelian bibit, penggunaan tenaga kerja, biaya perawatan (Soekartawi, 1996), sampai
distribusi bunga potong, maka informasi tentang teknik budidaya sarana dan fasilitas
budidaya, teknik pembibitan, syarat tumbuh, botani, masalah hama dan penyakit dan cara
pengendaliannya, teknik panen sampai pasca panen yang baik sangat penting dan perlu
diperhatikan. Karena dengan pemahaman yang cukup tentang bagaimana teknik
pembudidayaan krisan yang tepat maka produktivitas bunga potong krisan tersebut dapat
dipertahankan. Bahkan dapat meningkat dengan kualitas bunga yang baik.

Krisan dapat tumbuh baik didataran tinggi (>800 mdpl) dengan pH tanah 5,5 - 6.
Penanaman didaerah pegunungan dengan pH tanah 5 - 5,5 perlu dilakukan pengapuran.
Krisan memerlukan tanah dengan kesuburan sedang, Karena tanah yang subur akan
mengakibatkan tanaman menjadi rimbun. Apabila di tanam di pot pH media yang sesuai
adalah 6,2 - 6,7 secara genetik krisan merupakan tanaman hari pendek, untuk mendapatkan
pertumbuhan yang seragam dan produksi bunga yang tinggi, pertumbuhan vegetatifnya
perlu diberi perlakuan hari panjang dengan penambahan cahaya lampu pijar atau neon
(Harry, 1994).

Untuk daerah tropis seperti di Indonesia suhu rata-rata harian di dataran rendah
terlalu tinggi untuk pertumbuhan tanaman krisan, suhu udara di siang hari yang ideal untuk
pertumbuhan tanaman krisan berkisar antara 20 - 26 celcius dengan batas minimum 17
Celcius dan batas maksimum 30 celcius. Suhu udara pada malam hari merupakan faktor
penting dalam mempercepat pertumbuhan tunas bunga. Suhu ideal berkisar antara 16
celcius – 18 celcius bila suhu turun sampai dibawah 16 celcius maka pertumbuhan tanaman
menjadi lebih vegetatif bertambah tinggi dan lambat berbunga. pada suhu tersebut
intensitas warna bunga meningkat (Cerah) sebaliknya bila suhu malam terlalu tinggi dapat
berakibat melunturnya warna bunga sehingga penampilan tampak kusam walaupun
bunganya masih segar (Hasim dan Reza, 1995).

Kelembaban udara antara 70% - 80% dinilai cocok untuk pertumbuhan tanaman
krisan. Kelembaban udara yang tinggi mengakibatkan transpirasi (penguapan cair) dari
tanaman menjadi kecil dalam waktu pendek, keadaan ini membuat tanaman selalu dalam
keadaan segar. Untuk waktu yang agak lama, dengan tidak adanya sirkulasi air dalam tubuh
tanaman menyebabkan penyerapan air dan unsur hara terlarut dari dalam tanah juga sedikit.
Kekurangan nutrisi kebalikannya, kelembaban udara yang rendah menyebabkan transpirasi
tanaman menjadi tinggi. Air menguap dengan cepat melalui pori-pori daun dan perakaran
ini berarti menyerap air dari tanah. Bila tanaman terlambat mengganti devicit air dalam
pucuk -pucuk yang baru tumbuh menjadi layu atau mengeringnya tepian daun yang sudah
dewasa (Hasim dan Reza, 1995).

Secara alami tanaman krisan sebenarnya sama saja, yaitu berpotensi memiliki
beberapa bunga, tetapi karena disesuaikan dengan keinginan konsumen penggemar bunga,
maka dibuat tipe spray dan tipe standar. Pembuatan kedua tipe bunga ini sebenarnya
tergantung pada proses disbudding yang dilakukan. Disbudding sebaiknya dilakukan sedini
mungkin setelah munculnya bunga yang akan dibuang, agar diperoleh kualitas bunga yang
optimal dan penampakan bunga lebih bagus, karena tidak terlihat adanya bekas buangan
bunga. Waktu yang tepat untuk disbudding adalah pada pagi hari, saat tanaman masih
tumbuh segar dan ketegaran tanaman juga tinggi, sehingga bunga yang akan dibuang akan
mudah dipatahkan dengan tangan, tanpa mengganggu bunga-bunga yang akan disisakan
(Cahyono, 1999).
PEMBAHASAN

A. Petani belum terbiasa dengan SOP budidaya tanaman Krisan yang lebih modern

Salah satu masalah yang terjadi pada budidaya krisan di kaliurang adalah
kurangnya pengetahuan petani disana terkait SOP pembudidayaan modern sehingga
praktik dalam budidaya yang dilaksanakan masih tergolong tradisional. Pada petani
yang kami temui, pengolahan lahan yang dilakukan masih bersifat manual dengan
menggunakan pacul untuk membentuk gundukan. Kemudian pada budidaya yang
dilakukan masih menggunakan green house yang cukup sederhana yaitu masih
mengunakan bambu dan hanya atap yang ditutupi dengan plastik. Sisi dari green house
tersebut tidak tertutupi. Pada proses penyiraman masih menggunakan tenaga manusia
dimana jumlah tanaman tersebut mencapai 1000-2000 tanaman, sehingga memakan
waktu yang cukup lama. Pada proses pemeliharaan dan pemanenan pun masih
menggunakan alat sederhana dan juga tenaga manusia dimana hal tersebut
menjadikannya kurang efisien. Hal-hal diatas juga disebabkan oleh tidak adanya anak
muda sebagai regenerasi petani sehingga pelaku budidaya tersebut cenderung orang-
orang yang sudah tua.
Dari permasalahan diatas, terdapat beberapa solusi yang dapat dilakukan agar
para petani di daerah kaliurang mampu melakukan budidaya secara modern sehingga
hasil panen yang didapat lebih optimal.
1. Perlu adanya peran pemerintah didalam menyampaikan teknologi-teknologi pada
budidaya tanaman krisan dimana hal tersebut harus diikuti dengan program
pendampingan. Dalam hal ini juga perlu tindakan dari lembaga pendidikan
maupun lembaga penelitian setempat. Nantinya petani tidak hanya mengetahui
pembudidayaan modern, tetapi mampu melakukannya dengan baik yang mana
akhirnya akan terbiasa.
2. Penekanan didalam penerapan teknologi yang sederhana seperti pada tahap
penyiraman. Contohnya menyalurkan sumber air menggunakan paralon yang
dipasang di bagian atas green house sehingga hanya dengan memutar kran air atau
penutup air, tanaman lansung dapat tersiram dengan baik. (litbang Jabar, 2017)
B. Hari kerja lebih lama sehingga kurang intensif dalam pengawasan atau
pemeliharaan
Permasalahan yang dihadapi oleh Bapak Andi pada budidaya krisannya di
Kaliurang Yogyakarta salah satunya adalah dalam pemeliharaan bunga krisan yang
kurang intensif karena pemeliharaan bunga krisan sedikit rumit dan membutuhkan
waktu yang lama sehingga tidak dipelihara secara intensif yang akan berakibat
terserang OPT. Dari kendala atau permasalahan tersebut dapat di lakukan dengan
membangun green house yang sudah disesuaikan dengan syarat tumbuh tanaman
krisan yang baik. Antara lain sebagai berikut :
1. Penyinaran yang cukup
Bunga krisan membutuhkan sinar matahari yang cukup sehingga jika terlalu
berlebihan juga dapat menyebabkan bunga menjadi tidak segar dan layu. Oleh
karena itu harus memperhatikan penyinarannya. Penyinaran dapat menambahkan
lampu sebagai penyinaran dimalam hari. Lama penyinaran yang tepat untuk iklim
Indonesia yaitu 14-16 jam sehari, sehingga pada daerah tropis tanaman krisan perlu
tambahan cahaya selama 2 jam dengan intensitas cahaya minimal 40 lux bila
menggunakan lampu TL dan 70 lux apabila menggunakan lampu pijar. Pemberian
cahaya lampu dilakukan sejak awal tanam sampai tunas lateral yang keluar dari
ketiak daun tumbuh sampai 2-3 cm (Juniadi, 2015).
2. Penyinaran tanaman
Penyinaran tanaman bunga krisan secara teratur dan yang paling baik adalah pada
pagi atau sore hari agar bunga dapat melewati waktu sepanjang hari. Hal lain yang
perlu dihindari yaitu melakukan penyiraman pada saat matahari terik dan
menyengat. Pengairan dilakukan kontinyu 1-2 kali sehari, tergantung cuaca atau
medium tumbuh. Pengairan dilakukan dengan cara mengabutkan air atau sistem
irigasi tetes hingga tanah basah (I Wayan W, 2016).
3. Pemupukan
Pemberian pupuk pada bunga krisan dapat membuat pertumbuhan buga krisan
menjadi lebih baik. Pemberian pupuk pertama dilakukan pada waktu pengolahan
lahan. Lahan yang telah diolah sebelum tanam terlebih dahulu diberi pupuk kandang
sebanyak 10 t/ha sebagai pupuk dasar. Pemberian pupuk kandang dengan cara
ditaburkan secara merata diatas lahan. Setelah lahan diolah, lahan diolah kembali
menggunakan traktor atau cangkul. Setelah 1 minggu dilanjutkan pemberian pupuk
Urea 200 kg/ha, KCl 350 kg/ha, SP-36 300 kg/ha, dengan cara ditabur secara
merata. Selanjutnya pemberian pupuk lanjutan dilakukan dengan dilarutkan dalam
air. Dalam pelaksanaan pemupukan lanjutan dilakukan dengan rentan waktu yang
sama yaitu 1 bulan setelah tanam. Dosis pupuk lanjutan yaitu Urea 200 kg/ha, KCl
350 kg/ha, SP-36 300kg/ha. Pemupukan diulang secara kontinu dan periodik 2
minggu sekali (Dalmadi, 2014).
4. Pinching dan Disbudding
Pinching adalah membuang pucuk terminal dari bibit asal, hal ini dilakukan untuk
menghentikan tunas apikal merangsang tumbuhnya tunas-tunas lateral dari ketiak
daun. Tunas-tunas yang tidak diproduktif dibuang, sehingga kualitas tunas yang
dipelihara benar-benar tunas yang bagus. Pinching dilakukan setelah tanaman
memiliki lima daun sempurna dan telah berumur lebih dari 10-14 hari setelah bibit
ditanam. Disbudding adalah pembuangan bakal bunga yang tidak diinginkan sesuai
dengan tujuan pembentukan bunga. Disbudding dilakukan setelah bakal bunga yang
tidak diharapkan mulai tumbuh dan siap dibuang tanpa mengganggu bakal bunga
yang siap dipelihara (Juniadi, 2015).

C. Banyak terserang OPT

Tanaman krisan yang dibudidayakan di kawasan Kaliurang dengan ketinggian


tempat 650 m dpl memiliki permasalahan dalam proses budidaya dan hasil dari
produksi bunga. Menurut bapak Andi selaku pemilik kebun tanaman krisan, salah satu
masalah dalam budidaya tanaman krisan adalah banyaknya gangguan hama dan
penyakit serta warna bunga yang tidak sempurna sesuai warna varietasnya. Oleh
karena itu, untuk mencegah masalah tersebut petani biasanya menghabiskan sebagian
besar waktunya untuk mengawasi budidayanya karena takut tanaman krisan yang telah
dibudidayakan akan rusak ketika terserang hama atau penyakit.
Hama yang sering menyerang tanaman krisan adalah ulat daun, kutu kebul, dan
Liriomisa, sedangkan penyakit yang menyerang adalah karat daun. Untuk mengatasi
hal tersebut petani biasa menggunakan bantuan berupa insektisida ataupun fungisida.
Keberadaan hama dan penyakit ini cukup menganggu bagi petani krisan, karena dapat
menurunkan jumlah hasil produksinya. Hasil dari tanaman krisan adalah dalam bentuk
bunga, ketika bagian bunga rusak terserang hama atau penyakit, maka mampu
menurunkan nilai keindahan atau estetikanya.
Tipe bunga krisan yang ditanama oleh bapak Andi yaitu tipe spray dan standar,
dari kedua tipe tersebut banyak varietas yang ditanam. Namun demikian, hanya
varietas tertentu yang mampu menghasilkan warna bunga sesuai dengan warna
varietasnya, seperti warna putih, kuning, dan merah. Warna lain, seperti salem, pink
(merah muda), dan remix kurang maksimal dalam warnaanya. Saat warna bunga tidak
sesuai dengan warna asli varietas tersebut, konsumen tidak akan merasa puas dengan
warna bunga yang seharusnya indah, sehingga mampu menyebabkan penurunan
jumlah konsumen.
Kedua masalah tersebut berkaitan dengan syarat tumbuh tanaman krisan, yaitu
ketinggian tempat. Menurut Soedarjo (2012), krisan dapat dibudidayakan serta tumbuh
dengan baik pada dataran sedang sampai dataran tinggi yang berkisar antara 650 -
1.200 m dpl. Tanaman krisan akan lebih optimal jika tumbuh di daerah yang lebih
tinggi dari 650 m dpl, karena pada ketinggian tersebut tanaman krisan juga
membutuhkan kelembaban yang diperlukan krisan saat pembentukan akar adalah 90%
- 95%. Krisan yang tergolong muda sampai tua memerlukan kelembaban 70% - 80%
dan sirkulasi udara yang mencukupi (Lukito 1998). Sedangkan suhu, suhu yang
optimal di daerah tropis seperti Indonesia adalah sekitar 20˚C - 26˚C.
Selain itu, untuk mengatasinya masalah sistem perlindungan dan pemeliharaan
tanaman merupakan bagian yang sangat penting dalam upaya menekan kehilangan
hasil produksi. Melalui sistem perlindungan yang tepat maka nilai keberhasilan
produksi akan lebih tinggi. Keberhasilan dalam pelaksanaan pengendalian OPT sangat
dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain yaitu teknologi yang diterapkan. Selain
akan berdampak terhadap produksi, juga akan berdampak terhadap petani pengelola
serta lingkungan sekitar pertanaman, bahkan dapat berdampak terhadap masalah sosial.
Akibat pengendalian OPT pada tanaman krisan dengan penggunaan pestisida sintetis,
banyak menimbulkan dampak negatif terhadap produksi, petani maupun lingkungan di
sekitar pertanaman. Pengendalian OPT yang tepat dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut :

1). Pemilihan lokasi tanam


Lokasi yang tepat adalah yang sesuai dengan kondisi agroklimat dan jauh dari
lokasi tanaman yang terserang OPT.
2). Pemilihan sumber benih
Sumber benih yang baik diambil dari tanaman induk yang sehat, berkualitas
prima, daya tumbuh tanaman kuat, bebas dari OPT. Selain itu, dapat
menggunakan varietas tahan hama atau penyakit.
3). Pencelupan benih ke larutan fungisisda atau bakterisida sebelum tanam
Tujuannya adalah supaya didalam benih sudah terdapat fungisida dan bakterisida
sehingga diharapkan benih yang tumbuh tidak terserang oleh penyakit yang
disebabkan jamur maupun bakteri.
4). Pemeliharaan yang optimal
Melakukan penyiraman, pemupukan, penyiangan serta pengendalian OPT yang
tepat. Membuatan saluran draenase dan pengaturan aerase yang baik untuk
mengurangi genangan air dan perbaikan aliran udara. Melakukan pengaturan
jarak untuk mengurangi kelembaban dan pengaturan penyinaran. Pengaturan
kondisi lingkungan perbenihan yang sesuai baik di dalam maupun di sekitar
lokasi.
5). Sanitasi lingkungan
Sanitasi lingkungan di dalam dan di sekitar lokasi pertanaman untuk menghindari
adanya sumber serangan dari inang lain dan tempat berkembangnya OPT.
Sedangkan pemeliharaan tanaman juga sangat berperan penting terhadap
kondisi tanaman sekaligus bunga yang dihasilkan. Pemupukan merupakan salah satu
hal yang penting dalam pemeliharaan tanaman, melalui pemupukan diharapkan
tanaman dapat menyerap unsur hara yang maksimal untuk pertumbuhan dan
produktivitasnya. Pemupukan biasanya dilakukan secara bertahap, yaitu saat awal
pertanaman yaitu sebagai pupuk dasar dan saat pemeliharaan yaitu sebagai pupuk
susulan atau pupuk tambahan. Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk kandang,
sedangkan pupuk susulan atau pupuk tambahan biasanya menggunakan pupuk NPK
dengan takaran 1 ton/ha tergantung jenis tanahnya. Unsur N sangat diperlukan untuk
merangsang pertumbuhan bagian tanaman di atas tanah dan memberikan warna hijau
pada daun. Pupuk yang mengandung N juga membantu mempercepat umur primordial
bunga dan panen serta dapat meningkatkan diameter bunga sehingga bunga lebih besar
(Harry 1994).

D. Masih belum bisa memenuhi kebutuhan konsumen


Dari budidaya krisan terdapat masalah yang mempengaruhi, salah satunya
yaitu tidak seimbangannya antara permintaan pasar dengan lahan krisan yang ada.
Saat ini permintaan krisan di Yogyakarta dan sekitarnya sangatlah tinggi namun
petani belum bisa memenuhinya karena lahan yang masih membudidayakan krisan
belum banyak, sehingga pak andi selaku pemilik lahan budidaya krisan di kaliurang
hanya bisa memberikan pasokan krisan semampunya. Itupun bibit krisan di ambil
dari badungan semarang yang sudah berupa stek, karena dengan bibit dari stek ini
dapat menghasilkan tanaman yang baik dan bunga yang bagus. Kurangnya lahan
budidaya krisan ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang bunga krisan
oleh petani, sehingga petani belum berani membudidayakan krisan. Selain itu untuk
mendapatkan bibitnya juga tergolong susah dan jauh, dimana petani harus
mengambilnya paling deket di badungan semarang. Dari lahan pak andi melakukan
penanaman krisan sepanjang tahun dengan luas lahan 1500 m2 dan sekali tanam
membutuhkan 20.000 batang stek krisan dengan bermacam-macam jenis yaitu
bakardi, rineker, lolipop, viligreen, puspita nusantara, dewi ratih, salem, dan remix.
Semua jenis tersebut adalah jenis krisan yang permintaannya di pasar sangat tinggi.
Bibit dengan kualitas yang baik akan menghasilkan bunga dengan jumlah cabang
yang lebih banyak, diameter bunga kuncup dan mekar yang lebih besar, jumlah
bunga mekar yang lebih banyak, kesegaran bunga yang lebih lama, dan persentase
hasil panen bunga yang lebih banyak (Handayari dan Sihombing, 2012).
Dari permasalahan yang ada perlu adanya penanganan berupa diadakannya
program sosialisasi dan pengetahuan terhadap para petani tentang budidaya krisan
sehingga petani dapat lebih memahaminya dan mampu mengolah lahannya menjadi
lahan budidaya krisan. Hal ini karena lahan di kaliurang sangat berpotensi untuk
dijadikan sebagai lahan budidaya krisan, karena krisan dapat tumbuh dengan baik
dan menghasilkan warna bunga yang cerah apabila ditanam di dataran tinggi.
Pemerintah atau dinas pertanian mendirikan usaha bibit krisan sehingga petani akan
lebih mudah untuk mendapatkan bibit krisan yang baik, dengan modal itu jika
petani merasa mampu maka lahan krisan dapat bertambah dan permintaan pasar
yang tinggi akan terpenuhi.
KESIMPULAN

Bunga krisan di daerah Yogyakarta memiliki banyak peminatnya, sehingga dari


budidaya yang ada masih belum memenuhi kebutuhan konsumen secara keseluruhan.
Budidaya tanaman krisan di Yogyakarta tergolong mudah tumbuh dengan baik, akan tetapi
masih ada beberapa masalah, seperti kurangnya pengetahuan petani terhadap SOP budidaya
tanaman krisan yang sesuai, diperlukannya pemeliharaan tanaman yang intensif, sehingga
jam kerja petani dirasa lebih lama, masih banyak gangguan hama dan penyakit yang dapat
menurunkan hasil produktivitas bunga. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukannya
sosialisasi terhadap petani dari kelompok tani tanaman bunga krisan yang ada mengenai
budidaya tanaman krisan yang mudah, mendirikan green house dengan kondisi yang
disesuaikan dengan syarat tumbuh tanaman krisan, melakukan pemeliharaan supaya lahan
bersih serta tidak terserang dari adanya hama dan penyakit.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

BAPEDA-DIY.2001. Peraturan Daerah Propinsi D.I Yogyakarta No.2 Th 2001 Tentang


Pola Dasar Pembangunan Daerah Propinsi D.I.Y Tahun 2001-2005. Bapeda
Pemerintah Propinsi D.I Yogyakarta.

Cahyono, F. B. 1999.Tuntunan Membangun Agribisnis.PT Gramedia. Jakarta.

Dalmadi. 2014. Pemupukan Tanaman Krisan. Badan Penyuluhan Pengembangan Sumber


Daya Manusia. Bogor. Jawa Barat.
Harry, Rusmini. 1994. Usahatani Bunga Potong.Pusat Perpustakaan Pertanian dan
Komunikasi Penelitian. Bogor.

Hasim, I Dan M. Reza.1995. Krisan. Penebar Swadaya. Jakarta.

I Wayan W,. 2016. Teknologi Budidaya Tanaman Hias. Universitas Udayana. Bali.
Juniadi. 2015. Teknis Budidaya Krisan. Balai Besar Pelatihan Pertanian Lembang.
Lembang. Jawa Barat.
Lukito AM. 1998. Rekayasa Pembungaan Krisan dan Bunga Lain. Trubus no. 348.

Marwoto, B. 2005. Standar Prosedur Operasional budidaya krisan potong. Direktorat


Budidaya Tanaman Hias. Direktorat Jenderal Hortikultura. Departemen
Pertanian. Jakarta.

Riyadi, S. Pengelolaan Opt Tanaman Krisan: Kalau Bisa Ramah Lingkungan Kenapa Harus
Pestisida Sintetis?.
http://ditlin.hortikultura.pertanian.go.id/index.php?option=com_content&view=
article&id=294:opt-krisan&catid=19:tulisan-ilmiah

Rukmana, R dan A Mulyana. 1997. Krisan. Kanisius. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai