Anda di halaman 1dari 60

Budidaya Krisan Bunga Potong

Prosedur Sistem Produksi

I. Pendahuluan

Krisan atau dikenal juga dengan sebutan bunga seruni, merupakan tanaman
hias yang memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi dan potensial untuk
dikembangkan secara komersial. Di Indonesia, krisan biasa dibudidayakan di
dataran medium dan dataran tinggi. Tanaman ini diperkirakan berasal dari Asia
Timur tepatnya daratan Cina. Belum ditemukan data atau informasi yang pasti
tentang kapan tanaman krisan masuk ke wilayah Indonesia. Namun, beberapa
literatur menunjukkan sekitar tahun 1800 krisan mulai ditanam di Indonesia dan
sejak tahun 1940, krisan mulai dibudidayakan secara komersial sebagai tanaman
hias. Beberapa daerah sentra produksi tanaman hias krisan di antaranya adalah
Cipanas (Cianjur), Sukabumi, Lembang (Bandung), Bandungan (Jawa Tengah),
Malang (Jawa Timur), dan Berastagi (Sumatera Utara). Pada saat ini krisan telah
dibudidayakan di daerah-daerah lain, seperti NTB, Bali Sulawesi Utara dan Sumatera
Selatan.
Pada perdagangan internasional tanaman hias, krisan merupakan komoditas
bunga potong andalan yang penting. Pada tahun 2003, perdagangan komoditas ini
di Indonesia mengalami surplus sekitar US $ satu juta. Ekspor komoditas non
anggrek ini ke negara-negera tujuan seperti Hongkong, Jepang, Singapura dan
Malaysia pun mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun, dan
proyeksi ekspor pada tahun 2007 diperkirakan mencapai sekitar US $ 15 juta (BPS,
2005). Sekalipun demikian, hingga saat ini pasokan krisan belum mencukupi
kebutuhan permintaan dunia. Negara-negara penghasil utama krisan seperti
Jepang dan Belanda hanya mensuplai kurang dari 60% dan kontribusi negara-
negara penghasil krisan di Asia Tenggara seperti Indonesia hanya sekitar 10 % dari
total permintaan dunia. Dengan demikian, peluang bisnis bunga krisan masih
sangat menjanjikan. Peningkatan ekspor bunga krisan dengan mutu yang
memadai ke pasaran internasional masih sangat terbuka lebar.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT] 1


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

Kualitas dan mutu bunga adalah faktor yang sangat mempengaruhi harga
jual bunga potong krisan. Banyak kasus menunjukkan bahwa bunga potong krisan
yang dihasilkan oleh petani tradisional di Indonesia bermutu rendah. Hal ini
berdampak terhadap harga jual bunga yang rendah dan tidak dapat menutup biaya
produksi yang telah dikeluarkan. Akibatnya, usahatani krisan menjadi tidak
ekonomis dan kurang menguntungkan, sehingga banyak petani krisan mengalihkan
usahanya pada bidang lain. Oleh karena itu, peningkatan produksi harus disertai
dengan perbaikan teknologi budidaya untuk meningkatkan kualitas produksi hingga
akhirnya diharapkan terjadi peningkatan harga jual produk. Perbaikan teknik
budidaya ini dilakukan dengan menerapkan teknologi budidaya anjuran spesifik
lokasi dan komponen-komponen lain dalam budidaya secara terpadu. Beberapa
aspek budidaya tanaman krisan bunga potong akan dijelaskan pada bab-bab
berikutnya beserta hal-hal yang melatar belakanginya.

2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT]


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

II. Syarat Tumbuh Tanaman Krisan

Krisan umumnya dibudidayakan dan tumbuh baik di dataran medium sampai


tinggi pada kisaran 650 hingga 1.200 m dpl. Di habitat aslinya, krisan merupakan
tanaman yang bersifat menyemak dan dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 30 –
200 cm. Berdasarkan siklus hidupnya, krisan dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu krisan
semusim (hardy annual) dan krisan tahunan (hardy perennial). Tanaman krisan
yang dibudidayakan saat ini merupakan krisan modern hasil hibridisasi, seleksi dan
rekayasa genetik yang telah dilakukan para pemulia krisan sejak lama, sehingga
kebanyakan krisan modern ini bersifat poliploid dan secara genetik sangat
heterogen. Perubahan-perubahan yang terjadi pada krisan modern ini terutama
pada karakter ketahanan terhadap stress lingkungan, hama dan penyakit, atau
kualitas bunga seperti warna, bentuk serta tipe bunga.
Di Indonesia, budidaya krisan umumnya dilakukan di dalam rumah lindung
yang dapat berupa rumah kaca atau rumah plastik. Rumah lindung ini berfungsi
untuk memberikan kondisi lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan tanaman
krisan yang optimal. Modifikasi lingkungan tumbuh pun dapat dilakukan melalui
penerapan teknik budidaya yang sesuai hingga memberikan iklim mikro yang
optimal untuk pertumbuhan tanaman dan mengurangi pengaruh negatif lingkungan
seperti intensitas cahaya matahari yang tinggi, terpaan air hujan langsung dan
amplitudo suhu harian yang tinggi serta serangan serangga hama dan patogen.
Di dalam rumah lindung, tanaman krisan ditanam pada bedengan dengan
jarak tanam tertentu. Menurut International Chrysanthemum Society (2002),
tanaman krisan tumbuh baik di tanah bertekstur liat berpasir, dengan kerapatan
jenis 0,2 - 0,8 g/cm3 (berat kering), total porositas 50 – 75 %, kandungan air 50 -
70 %, kandungan udara dalam pori 10 – 20 %, kandungan garam terlarut 1 – 1,25
dS/m2 dan kisaran pH sekitar 5,5 – 6,5. Kondisi ini dapat dicapai dengan
memodifikasi media tumbuh dalam bedengan. Putrasamedja dan Sutapraja (1989)

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT] 3


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

mengemukakan bahwa media tumbuh berupa campuran tanah, humus bambu dan
pupuk kandang (1:1:1) memberikan pengaruh positif pada pertumbuhan tanaman
dan diameter bunga yang maksimal dan seragam.
Krisan berasal dari daerah subtropis, sehingga suhu yang terlalu tinggi
merupakan faktor pembatas dalam pertumbuhan tanaman. Krisan dapat tumbuh
pada kisaran suhu harian antara 17 sampai 30 oC. Pada fase vegetatif, kisaran suhu
harian 22 sampai 28 oC pada siang hari dan tidak melebihi 26 oC pada malam hari
dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal krisan (Khattak dan Pearson, 1997). Suhu
harian ideal pada fase generatif adalah 16 sampai 18 oC (Wilkins et. al., 1990).
Menurut Maaswinkel dan Sulyo (2004) pada suhu di atas 25 oC, proses inisiasi
bunga akan terhambat dan menyebabkan pembentukan bakal bunga juga
terlambat. Suhu yang terlalu tinggi juga mengakibatkan bunga yang dihasilkan
cenderung berwarna kusam, pucat dan memudar.
Berdasarkan tanggap tanaman terhadap panjang hari, krisan tergolong
tanaman berhari pendek fakultatif. Batas kritis panjang hari (Critical Daylenght-
CDL) krisan sekitar 13,5 – 16 jam tergantung genotipe (Langton, 1987). Krisan akan
tetap tumbuh vegetatif bila panjang hari yang diterimanya lebih dari batas kritisnya
dan akan terinduksi untuk masuk ke fase generatif (inisiasi bunga) bilamana
panjang hari yang diterimanya kurang dari batas kritisnya. Mendasarkan pada sifat
sensitif krisan terhadap panjang hari, modifikasi lingkungan berupa penambahan
cahaya dengan menggunakan lampu pada malam hari perlu dilakukan pada
budidaya krisan potong, untuk memperoleh tinggi tanaman yang diharapkan (fase
vegetatif) sebelum berbunga. Hubungan antara lama periode hari panjang terhadap
tinggi tanaman dan jumlah daun pada krisan disajikan pada gambar 1.
Langton (1987) mengemukakan lebih lanjut bahwa kepekaan krisan terhadap
panjang hari tidak tetap. Pengaruh panjang hari terhadap fisiologi pembungaan
krisan sering kali berinteraksi dengan suhu harian. Pada kondisi hari panjang
o o
dengan suhu siang hari sekitar 22 C dan 16 C pada malam hari, penambahan

4 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT]


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

tinggi tanaman dan pembentukan daun berjalan optimal. Induksi ke fase generatif
akan terjadi bila suhu pada siang hari turun kurang dari 18 oC (Lint dan Heij, 1987)
dan suhu malam naik hingga lebih dari 25 oC (Wilkins et. al, 1990). Namun
keadaan ini sangat jarang diketemukan pada dataran medium hingga tinggi di
Indonesia.

40 120

35
100
30

Tinggi Tanam (cm)


80
Jumlah Daun

25

20 60

15
40
10
20
5
jumlah daun
leaves tinggi
planttanaman
length
0 0
0 1 2 3 4
Periode
Periode Hari Hari Panjang
Panjang (minggu)

Gambar 1. Pengaruh periode hari panjang terhadap tinggi tanaman dan


jumlah daun pada tanaman krisan (Maaswinkel dan Sulyo,
2004).

Selain suhu dan panjang hari, kualitas cahaya juga mempengaruhi


pertumbuhan dan perkembangan tanaman krisan. Jumlah reseptor
cahaya/photoreseptor (phytochrome) merah (Pr) dan merah jauh (Pfr) pada daun
pun turut berperan pada proses fisologis pembungaan tanaman krisan. Belum
diketahui secara pasti mekanisme kerja photoreseptor ini pada perubahan fisologis
tanaman. Beberapa ahli memperkirakan bahwa mekanisme kerja photoreseptor
berhubungan dengan ritme circadian (circadian rythme) tanaman. Kedua bentuk
photoreseptor (Pr dan Pfr) bisa berkonversi satu sama lain tergantung jenis sinar
yang diterimanya. Bila tanaman menerima lebih banyak sinar merah, maka Pr akan

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT] 5


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

terkonversi menjadi Pfr dan menyebabkan jumlah Pfr bertambah, begitu pula
sebaliknya. Konversi Pr menjadi Pfr pun dapat terjadi bila tanaman berada pada
fase gelap (De Jong, 1980). Dan bila jumlah Pfr lebih banyak dari Pr pada selang
waktu tertentu, maka pertumbuhan apikal (apical dominace) akan terhenti dan
tanaman terinduksi (evocation) ke fase generatif (Decoteau et. al., 1997).
Kelembaban udara juga berpengaruh terhadap pertumbuhan bunga krisan.
Tanaman krisan membutuhkan kelembaban 90 – 95% pada awal pertumbuhan
untuk pembentukan akar. Sedangkan pada tanaman dewasa, pertumbuhan optimal
dicapai pada kelembaban udara sekitar 70 – 85% (Mortensen, 2000). Menurut
Maaswinkel dan Sulyo (2004), evapotranspirasi pada pertanaman krisan pada saat
matahari penuh (musim kemarau) dapat mencapai 5 - 7 liter/m2/hari.
Evapotranspirasi maksimum ini tercatat pada saat tanaman mencapai tinggi sekitar
25 cm pada bedengan.

6 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT]


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

III. Sarana dan Prasarana Produksi

3.1. Rumah lindung


Rumah lindung untuk budidaya krisan bertujuan melindungi tanaman dari
kondisi cuaca dan lingkungan ekstrim yang dapat memberikan pengaruh negatif
terhadap pertumbuhan tanaman, seperti intensitas cahaya matahari yang terlalu
tinggi dan terpaan angin dan air hujan secara langsung serta organisme
pengganggu tanaman, sehingga diperoleh lingkungan tempat tumbuh yang optimal.
Rumah lindung dibuat memanjang disesuaikan dengan ukuran lahan, dengan
lebar kelipatan dari 6,4 m. Rangka rumah lindung dapat berupa kayu, bambu, besi,
aluminium, atau beton. Rumah lindung dengan konstruksi bahan kayu dan bambu
disajikan pada gambar 2. Ketinggian rumah lindung berkisar 3 – 4 meter di atas
permukaan tanah. Bahan atap penutup rumah lindung dapat menggunakan kaca,
plastik UV, plastik PVC bergelombang, plastik lembaran PVC, fiberglass, acrylic atau
polycarbonate. Seluruh bagian samping rumah lindung dianjurkan juga tertutup
untuk mengurangi kontak langsung tanaman dengan serangga hama dan penyakit
serta untuk meningkatkan kondisi lingkungan tumbuh yang kondusif untuk
pertumbuhan tanaman.
Hal yang perlu mendapat perhatian dalam pemilihan bahan atap pelindung
adalah penekanan fungsi atap sebagai pelindung tanaman terhadap:
• cahaya yang berlebihan sehingga diperoleh kualitas cahaya, baik
intensitas maupun spektrum cahaya di bawah rumah lindung yang
sesuai untuk pertumbuhan tanaman yang optimal.
• curah hujan langsung ke tanaman atau ke media tumbuh, untuk
menghindari hambatan fisiologis tanaman dan penurunan kondisi/daya
dukung media tanam.
• ketersediaan bahan dan durasi pemakaian bahan atap.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT] 7


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

a
b

Gambar 2. (a) Konstruksi rumah lindung krisan dari bahan kayu dan besi
dengan screen penutup samping berwarna putih dan, (b)
konstruksi rumah lindung dengan bahan bambu dengan screen
penutup samping berwarna hijau (foto: Maaswinkel dan Sulyo).

Petani krisan tradisional di Indonesia umumnya menggunakan konstruksi


bambu atau kayu untuk rumah lindung. Melalui riset di lokasi Balai Penelitian
Tanaman Hias, Maaswinkel dan Sulyo (2004) mengemukakan bahwa penggunaan
bambu dibandingkan kayu sebagai bahan konstruksi rumah lindung krisan
dimungkinkan dengan mempertimbangkan harga bahan konstruksi dan
ketersediaannya di lokasi budidaya. Lebih lanjut, durasi ketahanan konstruksi
merupakan salah satu hal yang perlu mendapat perhatian. Ketahanan bambu
diperkirakan hanya 3 - 5 tahun, sedangkan kayu diperkirakan dapat mencapai 10
tahun.
Bentuk, tipe dan sirkulasi udara (ventilasi) dalam rumah lindung juga
merupakan salah satu faktor yang perlu mendapatkan perhatian sebelum membuat
rumah lindung krisan. Bentuk, tipe dan sirkulasi udara dalam rumah lindung akan
mempengaruhi kondisi iklim mikro dalam rumah lindung dan mempengaruhi

8 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT]


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

pertumbuhan tanaman. Berbagai bentuk dan tipe rumah lindung krisan dapat dilihat
pada gambar 3. Pertimbangan pemilihan bentuk dan tipe serta ventilasi rumah
lindung disesuaikan dengan kondisi lahan, elevasi, topograpi dan faktor-faktor iklim
makro lain pada lahan pertanaman, hingga bentuk dan tipe rumah lindung yang
dibangun dapat memodifikasi iklim mikro di dalamnya hingga kondusif untuk
pertumbuhan optimal bagi tanaman krisan (Walz dan Horn, 1997).

Gambar 3. Beberapa tipe atau bentuk rumah lindung yang dapat digunakan
dalam budidaya krisan (foto: Sulyo).

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT] 9


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

3.2. Sarana irigasi


Air berguna untuk proses metabolisme tanaman krisan. Dalam tubuh
tanaman, air berfungsi tidak hanya sebagai penjaga kestabilan suhu tanaman
hingga proses-proses kimia metabolisme dalam tubuh tanaman dapat berjalan,
tetapi juga air berfungsi sebagai salah satu unsur utama proses fotosintesis dan
proses-proses sintesis senyawa-senyawa penting lainnya. Selain itu air juga
berfungsi sebagai alat transpor senyawa dari bagian tanaman yang satu ke bagian
tanaman yang lainnya.
Pada pertanaman krisan air dapat diberikan melalui beberapa cara, yaitu
siraman secara manual, pemboyoran (flooding system), dengan menggunakan
irigasi tetes (sistem drip) dan irigasi curah (springkler irrigation). Kombinasi dua
cara yang disebutkan terakhir sangat dianjurkan pada budidaya krisan. Kedua cara
ini memungkinkan pupuk juga dapat diberikan bersama-sama dengan pemberian air
pada tanaman agar tersebar merata. Menurut Maaswinkel dan Sulyo (2004), pada
saat tanaman masih muda, pemberian air dapat dilakukan melalui springkler.
Metode ini memiliki kelebihan yaitu air dapat tersebar dan diterima tanaman secara
merata dan media tumbuh tanaman dalam bedengan dapat dijenuhkan dengan
sempurna hingga pertumbuhan akar tanaman muda tidak terhambat. Namun
demikian, metode ini mengakibatkan kelembaban pada lingkungan pertanaman
tinggi serta daun dan tubuh tanaman terbasahi oleh air, hingga berpotensi terjadi
serangan penyakit terutama karat putih yang disebabkan oleh Puccinia horiana.
Oleh karena itu, pemberian air melalui sistem springkler dianjurkan pada pagi hari
hingga tubuh dan daun tanaman yang terbasahi dapat kering menjelang siang hari.
Selanjutnya Maaswinkel dan Sulyo (2004) berpendapat bahwa setelah
tanaman dewasa, pemberian air dapat dilakukan melalui sistem drip (irigasi tetes).
Sistem ini dilakukan untuk mengurangi risiko serangan penyakit. Air dapat diberikan
3 kali seminggu dengan jumlah sekitar 6 – 15 liter/m2 areal pertanaman per sekali
aplikasi, tergantung musim dan jenis tanah. Pada saat tanaman tumbuh dewasa,

10 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT]


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

kanopi tanaman dapat saling menutupi sehingga kelembaban udara di lingkungan


pertanaman tinggi. Pemberian air dengan sistem drip memungkinkan air dapat
diberikan pada media tumbuh dan tidak membasahi daun tanaman.

3.3 Sarana instalasi pencahayaan.


Tanaman krisan membutuhkan panjang hari tertentu untuk tetap tumbuh
vegetatif. Panjang hari yang dibutuhkan untuk fase vegetatif adalah lebih dari batas
kritisnya (13,5 – 16 jam). Di daerah tropis seperti Indonesia, panjang hari berkisar
kurang dari 12 jam (10½ jam efektif dengan intensitas penuh). Oleh karena itu,
untuk fase vegetatif pada budidaya krisan, pemberian cahaya tambahan dengan
menggunakan lampu pada malam hari mutlak diperlukan.
Intensitas cahaya lampu untuk tanaman krisan pada malam hari berkisar
antara 70 – 100 lux, atau setara dengan lampu pijar 75 – 100 watt atau TL 40 watt
dengan jarak antar titik lampu 2 x 2 m dan dengan ketinggian 1,5 – 2 meter di atas
permukaan bedengan. Durasi pemberian cahaya tambahan sekitar 4 - 5 jam per hari
mulai pukul 22.00 – 02.00 atau pukul 23.00 – 03.00. Untuk menghemat konsumsi
energi listrik, pencahayaan sebaiknya diatur secara siklik dengan 10 menit hidup dan
20 menit mati dengan menggunakan pewaktu atau timer. Pembagian waktu per
jamnya ada 6 segmen. Instalasi listrik untuk pencahayaan ini dikonstruksi sebelum
penanaman benih dilakukan.

3.4. Sarana dan prasarana produksi lain


Sarana produksi lain yang dimaksud adalah sarana untuk pemeliharaan
tanaman seperti sarana pengendalian hama dan penyakit, sarana pengendali suhu
dan kelembaban seperti blower, jaring penegak tanaman maupun sarana
pemeliharaan dan pendukung proses produksi lainnya.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT] 11


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

IV. Proses Produksi

Proses produksi yang akan dibahas dalam uraian berikut ini meliputi
penyiapan media tanam, penyiapan bahan tanam, penanaman, dan pemeliharaan
tanaman (pemberian air, pemupukan, penyiangan, perlindungan tanaman terhadap
hama dan penyakit penting serta pemeliharaan khusus lainnya).

4.1. Penyiapan tempat dan media perakaran stek


Secara konvensional, krisan diperbanyak dengan menggunakan stek pucuk.
Stek pucuk diambil dari tanaman induk yang secara khusus dibudidayakan untuk
produksi stek. Stek-stek ini terlebih dahulu diakarkan sebelum ditanam pada lahan
bedengan untuk dipelihara lebih lanjut hingga tanaman berbunga. Media perakaran
stek biasanya dipilih yang mempunyai sifat porus dan kapasitas menahan air yang
besar untuk mempertahankan kelembaban pada masa perakaran, sehingga
pertumbuhan akar stek tidak terhambat. Media yang dapat digunakan untuk
perakaran stek adalah arang sekam (carbonized rice husk), sekam, pasir, serbuk
gergaji, cocopeat, mosspeat, perlite, bahan lain atau kombinasi dari bahan-bahan
tersebut dengan sifat serupa yang telah disterilisasi terlebih dahulu. Media
perakaran dijaga kelembabannya selama proses pengakaran stek agar pertumbuhan
akar dan stek tidak terganggu. EC media pengakaran optimal adalah 0.5 mS/cm2
dengan pH 6.5.
Media perakaran kemudian ditempatkan pada rak-rak atau bak-bak
pengakaran dengan kedalaman media sekitar 8 - 12 cm. Ruangan tempat
perakaran stek dianjurkan terpisah dari rumah lindung tanaman produksi bunga dan
tanaman induk, terlindung dari sinar matahari langsung serta dilengkapi sarana
instalasi listrik untuk penambahan cahaya dengan lampu di malam hari. Suhu
o
optimal untuk proses pengakaran yang maksimal adalah sekitar 21 C (Masswinkel
dan Sulyo, 2004).

12 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT]


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

4.2. Penyiapan media tumbuh dalam bedengan


Krisan adalah tanaman yang menghendaki media tanam dengan persyaratan
kondisi tertentu yang tetap terjaga selama proses produksi. Media tanam yang
digunakan selain untuk tempat tumbuh dan tegaknya tanaman, juga berfungsi
sesuai dengan persyaratan tumbuh tanaman krisan dan dapat memberikan kondisi
fisik, kimia dan biologi yang kondusif sehingga dapat mendukung pertumbuhan akar
pada khususnya dan tanaman secara keseluruhan. Secara umum media tanam
harus mempunyai kapasitas menahan air yang besar dan mempunyai aerasi dan
drainase yang baik serta bebas hama dan penyakit.
Pembentukan bedengan dapat dilakukan setelah lahan dibersihkan dari sisa
gulma yang ada. Pembersihan gulma dapat dilakukan secara mekanis maupun
dengan aplikasi herbisida. Tanah kemudian digemburkan dan dibentuk bedengan
pertanaman setinggi 25 - 30 cm dengan lebar 1 - 1,2 meter dan jarak antar
bedengan 50 - 75 cm, memanjang disesuaikan dengan bentuk lahan dan rumah
lindung produksi. Setelah bedengan terbentuk, untuk memperbaiki sifat fisik tanah,
dapat ditambahkan pupuk kandang kuda yang sudah matang dengan dosis setara
30 ton/ha dan humus bambu dengan dosis 10 ton/ha. Bersamaan dengan itu,
pupuk kimia buatan sebagai pupuk dasar juga diberikan setara dengan dosis 200
kg/ha Urea dan 350 kg/ha KCl dan 300 kg/ha SP 36 secara merata dan kemudian
lahan pertanaman disterilisasi. Sterilisasi lahan pertanaman dapat dilakukan dengan
menggunakan Basamid sesuai dosis prosedur anjuran, fumigasi, solarisasi dan
pemanasan/ pasteurisasi (gambar 4).

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT] 13


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

Gambar 4. Sterilisasi lahan pertanaman krisan dalam rumah lindung


(Foto: Maaswinkel dan Sulyo).

Tanah yang memiliki tingkat kemasaman tinggi hingga pH < 5,5 perlu
ditambahkan kapur pertanian untuk memperbaiki pH tanah. Sumber kapur dapat
berupa dolomit, kalsit atau zeagro. Dosis pemberian kapur disesuaikan dengan
kemasaman tanah, sebagai contoh untuk dolomit pada tanah dengan pH sekitar 5,
dapat diberikan kapur sebanyak 5,02 ton/ha, pH = 5,2 diberikan 4.08 ton/ha, pH =
5,3 sebanyak 3,6 ton/ha dan pH = 5,4 sebanyak 3,12 ton/ha (Marwoto, et. al.,
2000). Pemberian kapur dilakukan dengan menamburkan kapur pada permukaan
media bedengan dan diaduk dengan merata. Selanjutnya, 1 hingga 2 hari sebelum
tanam, bedengan diberi air hingga kapasitas lapang dan dipasang jaring penegak
tanaman yang sesuai serta dibuat lobang tanam sesuai jarak tanam.

14 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT]


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

4.3. Penyiapan bahan tanam (planting material)


Penggunaan benih yang berkualitas sangat penting untuk diperhatikan dalam
proses produksi tanaman krisan. Benih yang berkualitas dalam hal ini adalah benih
dengan kemurnian genetik tinggi, sehat (bebas patogen terutama penyakit
sistemik), tidak mengalami gangguan fisiologis, mempunyai daya tumbuh kuat dan
memiliki nilai komersial di pasaran. Benih yang sehat dan prima berpotensi untuk
menghasilkan tanaman yang tumbuh secara optimal dan responsif terhadap agro-
input, selanjutnya dapat menghasilkan kualitas bunga yang memadai.
Pemilihan varietas yang ditanam juga penting untuk diperhatikan pada
proses produksi tanaman krisan. Selain preferensi konsumen terhadap warna,
bentuk dan tipe bunga, karakter lain yang spesifik dan menguntungkan (low input
varieties), seperti ketahanan/toleransi terhadap patogen penting, juga layak
mendapat perhatian dalam pemilihan varietas yang ditanam. Benih tanaman krisan
dapat berupa stek pucuk tanpa akar, stek pucuk berakar, anakan maupun tanaman
muda hasil aklimatisasi dari kultur jaringan. Untuk pertanaman krisan produksi
bunga, umumnya digunakan benih berupa stek pucuk berakar. Stek berakar dapat
diperoleh dari penangkar benih krisan komersial yang dapat memberikan jaminan
mutu benih berkaitan dengan kebenaran varietas dan kesehatan benih, atau dengan
mengakarkan stek krisan tanpa akar (gambar 5) pada media pengakaran terlebih
dahulu.

Gambar 5. Potongan stek dengan


ukuran 5 – 7 cm dapat
digunakan sebagai bahan
tanam setelah melalui
proses pengakaran stek
(Foto: Maaswinkel dan
Sulyo).

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT] 15


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

Untuk pengakaran stek, beberapa protokol/hal berikut perlu mendapat


perhatian. Pertama, pucuk diambil dari tunas aksiler yang tumbuh dari tanaman
induk yang sehat dan tumbuh optimal. Stek sebagai bahan tanam sangat
dianjurkan berasal dari kebun tanaman induk untuk produksi stek dan bukan dari
tanaman produksi bunga. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kualitas stek yang
dihasilkan dan tanaman muda yang ditanam. Proses produksi dan pengelolaan
kebun tanaman induk untuk produksi stek dijelaskan secara integral pada bab
selanjutnya.
Kedua, stek pucuk diambil dari tunas aksiler yang telah mempunyai 5 – 7
daun sempurna, mempunyai keragaan pertumbuhan apikal yang baik, dan tidak
terserang hama penyakit penting serta tidak terjadi gangguan fisiologis. Stek
dipanen dengan cara memotong tunas aksiler dengan menggunakan pemotong
steril, dan kemudian stek ditempatkan pada wadah di tempat yang lembab.
Ketiga, stek tanpa akar ini kemudian diseleksi keseragamannya. Stek-stek
kecil dan tidak seragam sangat dianjurkan untuk tidak digunakan sebagai bahan
tanam. Pangkal batang stek-stek hasil seleksi ini kemudian diberikan larutan
hormon pemacu pertumbuhan/inisiasi akar seperti IBA 0,5 % atau yang lainnya dan
selanjutnya ditanam pada media pengakaran stek (Spethmann dan Hamzah, 1988).

(i) (ii)

Gambar 6.
(i) Ketidakseragaman pertumbuhan tanaman
krisan akibat benih yang tidak seragam,
(ii) ketidakseragaman berlanjut hingga tanaman
tumbuh dewasa (Foto: Maaswinkel dan Sulyo).

16 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT]


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

Keempat, setelah stek ditanam pada media pengakaran, stek


disungkup/ditutup dengan menggunakan plastik atau bahan lain seperti koran,
untuk mengurangi evapotranspirasi yang berlebihan hingga inisiasi akar (± 10 hari),
dan selanjutnya sungkup dibuka. Proses pengakaran berlangsung kurang lebih 14
hari. Tata cara pengakaran stek disajikan pada gambar 7. Selama proses
pengakaran, stek juga diberikan kondisi hari panjang dengan penambahan cahaya
pada malam hari (Borowski et. al., 1981).

(i) (ii)

(iii) (iv)

Gambar 7. (i) Proses penanaman stek pada bak-bak pengakaran, (ii) stek
dalam proses pengakaran, (iii) setelah ditanam pada pengakaran,
stek ditutup dengan menggunakan plastik (Maaswinkel dan
Sulyo.doc), atau (iv) bahan lain seperti kertas hingga terjadi inisiasi
akar ± 10 hari (Foto: sie.informasi/AIBN inzet).

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT] 17


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

Setelah melalui proses pengakaran selama 14 hari, stek-stek tersebut


dapat dibawa ke areal pertanaman dan siap untuk ditanam. Stek ditanam dalam
bedengan setelah diberi lubang tanam dan jaring penegak tanaman (untuk bunga
potong). Tata cara dan prosedur penanaman akan dijelaskan lebih lanjut pada bab
berikutnya.
Bilamana lahan pertanaman belum siap atau stek akan dikirim ke suatu
tempat yang membutuhkan waktu, maka stek dapat disimpan untuk sementara
waktu. Stek belum berakar dapat disimpan selama seminggu bila ditempatkan
o
dalam plastik pada suhu 5 C (gambar 8). Bila stek telah melalui proses
pengakaran, stek dapat disimpan dalam bak pengakaran selama 3 hari pada suhu 5
– 8 oC (Maaswinkel dan Sulyo, 2004).

(i) (ii)

Gambar 8. (i) Stek belum berakar dalam bungkus plastik pada proses
penyimpanan dan (ii) stek yang telah melalui proses pengakaran
dan siap untuk ditanam di lahan pertanaman (Foto: Maaswinkel
dan Sulyo).

18 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT]


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

4.4. Penanaman
Untuk tanaman produksi bunga, bahan tanam berupa stek berakar dapat
ditanam pada lahan bedengan dengan jarak tanam 12,5 x 12,5 cm (kerapatan
tanam 64 tanaman/m2), setelah sebelumnya dibuat lobang tanam dengan
menggunakan bambu atau kayu penugal. Untuk kebun tanaman induk produksi
stek, stek berakar ditanam dengan kerapatan 25 hingga 40 tanaman/m2.
Faktor kelembaban media tanam perlu mendapat perhatian dalam
pertanaman krisan, karena tanaman ini tidak toleran terhadap kekeringan,
kelembaban yang rendah dan suhu yang tinggi terutama pada fase awal
penanaman. Oleh karena itu, sehari sebelum penanaman, media tanam dalam
bedengan sebaiknya diberi air yang cukup sampai lapisan olah (daerah perakaran).
Penanaman sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari dimana suhu udara tidak
terlalu panas dan sinar matahari belum/tidak lagi terik. Pemberian air juga dilakukan
setelah proses penanaman selesai dan pemberian air irigasi selanjutnya dilakukan 2
- 3 hari sekali atau melihat kondisi lingkungan pertanaman.

4.5. Pemeliharaan tanaman


Pemeliharaan tanaman yang disajikan meliputi pemberian air, pemberian hari
panjang, pemupukan, penyiangan, pemberian jaring penegak untuk tanaman
produksi bunga potong serta pemeliharaan khusus lainnya. Sedangkan
penanggulangan hama dan penyakit dibahas pada bab selanjutnya.

4.5.1. Pemberian air


Pemberian air dimaksudkan untuk mensuplai kebutuhan air untuk proses
fisiologis tanaman dan menjaga stabilitas suhu serta kelembaban media dan
lingkungan tanam. Metode pemberian air irigasi telah dijelaskan pada klausul 3.2
tentang sarana irigasi. Pemberian air pada tanaman krisan sangat dianjurkan tidak
berlebihan hingga lahan pertanaman menjadi tergenang. Kondisi anaerob akibat

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT] 19


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

tergenang dapat menyebabkan akar kesulitan untuk bernafas dan dapat


menyebabkan kematian tanaman. Sebaliknya, kekurangan air atau distribusi air
yang tidak merata pada tempat tumbuh tanaman dapat mempengaruhi kualitas
pertumbuhan tanaman.
Gejala visual yang terlihat bila tanaman kekurangan air adalah vigor tanaman
yang lemah dan pertumbuhan batang yang terhambat (gambar 10). Bila keadaan
ini berlanjut pada saat periode inisiasi bunga, maka proses pembentukan bunga
dapat terhambat dan perkembangan bunga menjadi tidak merata.

(i) (ii)

Gambar 9. (a) Tanaman krisan dengan pertumbuhan normal dan (b) tanaman
krisan yang terhambat pertumbuhannya akibat kekurangan air
(batang lebih kecil); (ii) Distribusi air yang tidak merata
(ditunjukkan oleh dua tanda panah warna yang berbeda) di
bedengan pada pertanaman krisan (Foto: Maaswinkel dan Sulyo).

4.5.2. Pemberian hari panjang


Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, krisan tergolong
tanaman berhari pendek fakultatif (Facultative-Short Day Plant). Dengan dasar
karakteristik tanaman krisan tersebut, maka untuk memperoleh tinggi standar
tanaman (panjang tangkai bunga) pada bunga potong, tanaman krisan
dipelihara/dipertahankan pada fase vegetatif selama waktu tertentu agar tumbuh
hingga mencapai tinggi tertentu dengan aplikasi pemberian cahaya lampu tambahan
(untuk menambah panjang hari yang diterima tanaman).

20 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT]


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

Pemberian hari panjang dimulai pada hari penanaman dan selanjutnya setiap
hari hingga tanaman induk tidak produktif menghasilkan stek atau bila mutu stek
yang dihasilkan menurun dan keragaan tanaman induk yang bersangkutan tidak
dapat diperbaiki lagi. Untuk pertanaman bunga potong, kondisi hari panjang
diberikan selama 30 – 40 hari tergantung jenis dan varietas atau hingga tanaman
telah mencapai tinggi 50 - 55 cm.
Pemberian cahaya tambahan selama fase vegetatif dapat dilakukan dengan
metode nite-break (siklik). Metode siklik ini menurut Maaswinkel dan Sulyo (2004),
dianjurkan menggunakan pola 10-20x6 (10 menit lampu menyala diikuti 20 menit
lampu dimatikan dalam satu siklus). Metode siklik dapat juga diterapkan dengan
pola 5-1x5, 15-15x6, 6-24x8 atau penyinaran terus menerus selama 3 - 5 jam
tergantung varietas yang ditanam (Langton, 1987; Horridge dan Cockshull, 1989).
Sehubungan dengan sensitifitas tanaman krisan terhadap cahaya,
keberadaan cahaya di antara fase gelap ini
pun perlu mendapat perhatian. Hicklenton
(1984) mengemukakan bahwa keberadaan
terang (cahaya) di antara fase gelap selama
induksi pembungaan (hari pendek) akan
mempengaruhi pertumbuhan bunga. Cabang
baru bunga akan tumbuh dengan waktu yang
tidak bersamaan dan muncul dari segmen
tanaman bagian tengah atau bawah tanaman
(over branching) seperti disajikan pada
gambar 10. Selain akan mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan bunga yang Gambar 10. Tanaman krisan
muncul dari perubahan pertumbuhan apikal, dengan pertumbuhan bunga
yang tidak seragam akibat
kemunculan bakal bunga ini dapat interupsi cahaya di antara fase
mengurangi bentuk dan mutu fisik bunga gelap pada periode hari pendek
(Foto: Maaswinkel dan Sulyo).
potong (Maaswinkel dan Sulyo, 2004).

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT] 21


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

4.5.3 Pemupukan
Selain pupuk dasar, pemupukan lanjutan dilakukan setelah tanaman berumur
sekitar 2 minggu. Pupuk pelengkap cair juga diperlukan untuk menunjang
pertumbuhan tanaman secara optimal. Aplikasi pupuk cair dilakukan dengan cara
disemprotkan pada tanaman atau bersamaan dengan pemberian air irigasi
(fertigasi) sesuai dosis anjuran dengan frekuensi 2 kali seminggu mulai awal tanam
hingga menjelang panen. Pemberian pupuk pelengkap cair juga dapat dilakukan
bersamaan dengan aplikasi pestisida sepanjang jenis pestisida yang digunakan
kompatibel (tidak terjadi kontra-indikasi) dengan jenis pupuk daun yang digunakan.
Sangat dianjurkan apabila dapat melakukan analisis jaringan tanaman
sebelum melakukan pemupukan. Hal ini berguna sebagai acuan dan dapat
memberikan gambaran tentang jenis unsur hara yang menjadi faktor pembatas dan
jenis yang akan ditambahkan serta dosis pemupukannya. Dosis dan waktu yang
tepat mengacu pada kondisi nutrisi pada jaringan tanaman yang dianalisis. Pada
lahan pertanaman krisan, unsur esensial harus tersedia dalam jumlah yang
memadai dan seimbang untuk mendukung pertumbuhan optimal tanaman. Kondisi
nutrisi yang ideal pada media tumbuh pertanaman krisan disajikan pada tabel 1
berikut ini.

Contoh jumlah unsur – unsur didalam tanah dan yang diserap tanaman krisan

Yang diperlukan oleh


Unsur Jumlah tersedia Kekurangan
mmol/l tanaman krisan
hara (mmol/m2) (mmol/m2)
(mmol/m2)
680
N 1.7 1432 - 752
(400 x 1.7)
K 1.0 400 903 - 503
Ca 0.9 360 166 + 194
Mg 0.4 160 87 + 73
Cl 0.6 240 167 + 73
P 0.11 44 102 - 58

22 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT]


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

Tabel 1. Kandungan nutrisi ideal pada media tumbuh pertanaman krisan


(Maaswinkel dan Sulyo, 2004).

Kandungan dalam media


Jenis Senyawa
tumbuh (mmol/l)
NH4 < 0,2
K 1,0
Na 3,0 (maksimal)
Ca 1,5
Mg 0,8
NO3 2,0
Cl 3,0 (maksimal)
SO4 1,5
HCO3 < 0,5
P 0,15
EC 0,8 mS/cm2
pH-KCl 6,0 – 6,5

Bilamana pemupukan dilakukan bersamaan dengan/melalui pemberian air


irigasi, kandungan pupuk yang terkandung pada larutan disajikan pada tabel 2
berikut ini.

Tabel 2. Standar larutan pupuk per liter air untuk pertanaman krisan
(Maaswinkel dan Sulyo, 2004).

Konsentrasi
Jenis Unsur
(mmol/l)
N 8,5
P 0,0
K 4,0
Mg 1,0
Ca 2,25
S 1,0
EC 1,2 mS/cm
Pertumbuhan dan mutu tanaman krisan sangat dipengaruhi oleh kadar nutrisi
yang tersedia dalam media tanam dan dapat diserap oleh tanaman. Beraneka ragam
unsur dapat ditemukan di dalam tubuh tumbuhan, tetapi tidak berarti bahwa

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT] 23


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

seluruh unsur–unsur tersebut dibutuhkan tumbuhan untuk kelangsungan


hidupnya. Semua tanaman untuk pertumbuhannya, membutuhkan unsur–unsur
hara esensial. Terdapat 16 unsur hara esensial bagi tumbuhan, sebagian besar
diperoleh dari dalam tanah yaitu sebanyak 13 jenis, sisanya yaitu C, H dan O berasal
dari udara. Berdasarkan perbedaan konsentrasinya yang dianggap berkecukupan
dalam jaringan tumbuhan, maka unsur hara esensial dibedakan menjadi unsur
makro dan unsur mikro. Yang tergolong unsur makro (C, H, O, N, P, K, Ca, Mg dan
S) adalah unsur esensial dengan konsentrasi 0,1 % (1000 ppm) atau lebih;
sedangkan unsur dengan konsentrasi kurang dari 0,1 % digolongkan sebagai unsur
mikro (Cl, Fe, B, Mn, Zn, Cu dan Mo).
Kekurangan unsur hara akan menyebabkan terjadinya hambatan dalam
pertumbuhan dan gejala-gejala lain yang dapat mengganggu mutu pertumbuhan
tanaman dan pada akhirnya menurunkan penampilan dan mutu bunga yang
dihasilkan. Gejala visual pada tanaman akibat kekurangan unsur hara disajikan pada
gambar 11.
Sebaliknya jika keberadaan suatu unsur berlebih, maka akan berakibat
kurang baik terhadap pertumbuhan tanaman bahkan dapat meracuni tanaman. Oleh
karena itu, keseimbangan antara unsur yang diperlukan tanaman sangat penting.
Beberapa gejala kekurangan unsur hara yang lazim dijumpai pada
pertanaman krisan adalah sebagai berikut:

• Nitrogen (N), daun muda tumbuh kecil-kecil, berwarna pucat dan


pertumbuhan terhambat. Daun menguning di mulai dari daun tua hingga daun
muda.

• Fosfor (P), kekurangan unsur hara ini agak jarang terjadi. Tetapi bila terjadi
terdapat gejala-gejala dengan perakaran dan batang yang lemah, kecil dan
tidak berkembang sempurna dan tanaman tidak vigor.

24 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT]


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

• Kalium (K), nampak nekrosis pada daun-daun tua dan sudut duduk daun yang
meregang lebih dari 50o.
• Magnesium (Mg), gejala ditandai dengan daun menguning pada tulang daun
tua. Gejala akan lebih jelas pada jenis atau varietas yang mempunyai daun
hijau gelap dengan kandungan klorofil lebih banyak. Gejala kekurangan unsur
ini hampir mirip dengan gejala kekurangan nitrogen dan besi, karena ketiganya
merupakan unsur pembentuk utama klorofil.

• Kalsium (Ca), gejala yang jelas terlihat pada daun muda lebih tipis, halus dan
lemas.

• Besi (Fe), nampak nekrosis tulang daun yang khas pada daun-daun muda.
• Tembaga (Cu), gejala kekurangan unsur ini agak jarang karena disamping
evolusi tanaman, pestisida yang beredar sekarang sudah banyak yang
mengandung Cu. Bilamana defisiensi unsur ini terjadi, akan nampak gejala
penurunan kualitas corak warna hijau pada daun-daun muda dan ukuran daun
muda yang lebih kecil.

Pemeriksaan terhadap garam terlarut dan pH media tanam sebaiknya juga


dilakukan secara reguler, misalnya setiap 1,5 atau 2 minggu sekali. Bilamana kadar
garam terlarut kurang dari 1 dS/m2 maka frekuensi dan dosis pemupukan sebaiknya
ditambah. Sebaliknya, apabila kadar garam terlarut lebih dari 2,5 dS/m2, maka
sebaiknya frekuensi dan dosis pemupukan dikurangi dan bilamana perlu, maka
media diberi air untuk mencuci/menghidari salinisasi di daerah perakaran.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT] 25


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

(g) (h) (i)

Gambar 11. Gejala kekurangan unsur hara pada tanaman krisan (a) unsur
N, (b) unsur B, (c) unsur Mg, (d) unsur P, (e) unsur Zn, (f)
unsur Cu, (g) unsur Mo, (h) unsur Fe dan (i) unsur K
(Foto: Maaswinkel dan Sulyo).

26 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT]


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

4.5.4 Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan frekuensi setiap 2 minggu dan frekuensi dapat
lebih sering bilamana pertumbuhan gulma cepat dan tajuk tanaman masih muda,
belum menutup areal tanam secara sempurna. Penyiangan dilakukan hingga
menjelang panen dan frekuensi penyiangan akan berkurang/menurun bilamana
tajuk tanaman telah menutup areal tanam secara sempurna. Gulma dapat
dibersihkan secara manual dan mekanis dengan cara mencabut gulma sampai akar-
akarnya atau dengan menggunakan alat penyiangan lainnya dan membuang gulma
pada tempat yang aman dari pertanaman. Selain tujuan eradikasi gulma,
penyiangan juga dapat ditujukan sebagai pengolahan tanah ringan yang dapat
meningkatkan sifat fisik tanah. Penyiangan juga dilakukan pada areal sekitar rumah
lindung untuk menghindari berkembangbiaknya gulma secara cepat.

4.5.5 Pemberian jaring penegak tanaman


Pemberian jaring penegak tanaman berfungsi untuk membantu tumbuh
tegaknya tanaman. Jaring penegak dapat dibuat dari tali plastik atau kawat yang
dirangkai/dianyam memanjang searah bedengan (gambar 12). Jaring penegak ini
sudah terpasang sebelum penanaman stek, dan lebar lubang disesuaikan dengan
jarak tanam atau kerapatan tanam.
Seiring dengan pertumbuhan tanaman, jaring perlahan-lahan dinaikkan. Hal
ini dimaksudkan agar arah pertumbuhan dan batang tanaman tetap tegak lurus
(tidak miring atau roboh). Jaring penegak dipertahankan hingga panen bunga,
selanjutnya setelah panen, jaring penegak dapat disimpan dan digunakan untuk
musim tanam/penanaman berikutnya.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT] 27


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

(a) (b)

Gambar 12. (a) Jaring penegak tanaman dipasang pada saat tanaman
masih muda/sebelum tanam dan, (b) secara bertahap
dinaikkan untuk menjaga tegaknya tanaman (Foto: kbudiarto).

4.6 Pemeliharaan khusus


Pemeliharaan khusus yang dimaksud di sini meliputi aktifitas pemeliharaan
yang belum termasuk dalam rangkaian proses produksi pada subbab/bab terdahulu.
Pemeliharaan khusus ini meliputi pinching, penjarangan rumpun dan tangkai bunga
dan pemberian zat pengatur tumbuh.

4.6.1 Pembuangan titik tumbuh (pinching)


Pinching atau pembuangan titik tumbuh apikal muda dapat berfungsi untuk
merangsang pertumbuhan tunas aksiler untuk percabangan tanaman. Pada
pertanaman krisan untuk produksi bunga khususnya tipe krisan spray, pinching
dilakukan pada saat tanaman berumur 2 - 3 minggu. Tunas aksiler baru yang
kemudian tumbuh menjadi cabang baru dipelihara hingga berbunga. Cara ini
ditempuh untuk meningkatkan jumlah bunga per tanaman sehingga bunga akan
terlihat lebih banyak dan kompak dibandingkan bunga yang dipelihara dengan
pertanaman tunggal (single stem).

28 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT]


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

4.6.2 Penjarangan tanaman dan percabangan


Penjarangan tanaman dan percabangan dimaksudkan untuk mengurangi
kepadatan tanaman dalam lingkungan pertanaman. Penjarangan ini selain ditujukan
untuk memberikan ruang tumbuh yang memadai pada tanaman dan meminimalkan
kompetisi antar tanaman, juga dimaksudkan untuk memberikan ruang aerasi dan
sirkulasi udara yang memadai, dengan demikian tanaman dapat tumbuh optimal
dan mengurangi risiko serangan patogen karena terlalu lembab. Penjarangan
percabangan juga dimaksudkan untuk membuang bagian tanaman yang rusak
akibat serangan organisme pengganggu tanaman atau penyebab fisik lain yang
dapat menurunkan mutu dan keragaan tanaman, yang berpeluang menurunkan
harga jual produk.

4.6.3 Pemberian zat pengatur tumbuh


Pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT) dimaksudkan untuk menstimulasi
kondisi fisiologis tertentu pada tanaman untuk meningkatkan kualitas dan keragaan
tanaman yang diharapkan. Pada pertanaman bunga pot, aplikasi Alar 64 SP dan
Dazide 85 dilakukan dengan selang 1 hingga 4 minggu dengan penyemprotan.
Aplikasi ZPT ini akan membantu keragaan dan bentuk tanaman menjadi lebih baik,
batang lebih tebal serta warna daun lebih gelap.
ZPT akan diserap tanaman dalam durasi 1 jam setelah aplikasi, dan dalam 12
jam, ZPT telah terserap secara keseluruhan. Penyerapan terjadi melalui daun, dan
daun yang lebih muda menyerap lebih cepat dari daun yang lebih tua. Aplikasi ZPT
disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Pada kondisi panas dan cahaya matahari
terik (> 25 oC) atau suhu rendah (< 16 oC), aplikasi ZPT sebaiknya tidak dilakukan.

4.7 Perlindungan terhadap hama dan penyakit


Kondisi keragaan fisik tanaman dan bunga dapat terganggu dengan adanya
organisme pengganggu tanaman (OPT) yang menyerang tanaman sehingga dapat
menurunkan mutu pertumbuhan tanaman dan kerusakan fisik tanaman secara
langsung. Organisme pengganggu tanaman ini juga sebagai penular penyakit
(vektor) seperti virus.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT] 29


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

4.7.1 Hama Tanaman


Hama penting yang sering menyerang dan mengakibatkan kerugian sigifikan
pada pertanaman krisan adalah sebagai berikut :

1. Pengorok daun Liriomyza sp.


Ordo : Diptera
Famili : Agromyzidae
Liriomyza sp. bersifat polifag yang dapat
menyerang lebih dari 100 spesies tanaman dari
berbagai famili seperti Leguminosae,
Cucurbitaceae, Solanaceae, Liliaceae,
Compositae, dan Umbelliferrae. Di Indonesia,
hama ini dilaporkan juga menyerang cabai,
(i)
kentang, tomat, seledri, kacang merah, kubis,
gambas, kapri, brokoli, lettuce, bawang daun,
bayam, bawang merah, buncis dan beberapa
jenis gulma misalnya bayam air.
Serangga dewasa (gambar 13 i) menusuk
daun-daun muda dengan ovipositornya. Selain
untuk makan (mengisap cairan) juga untuk
meletakkan telur. Larva hidup dengan cara
mengorok daun sehingga pada daun terjadi alur-
alur bekas korokan yang berliku gambar 13 ii). (ii)

Pada intensitas serangan tinggi bagian daun dan Gambar 13.


(i) Serangga hama Liriomyza sp.
kadang-kadang seluruh tanaman terlihat putih dan, (ii) kerusakan pada daun
dan populasi pupa dapat mencapai 40 pupa. akibat serangan Liriomyza (Foto:
Maaswinkel dan Sulyo).
Pada populasi tinggi beberapa lubang korokan
menyatu dan menyebabkan daun menguning

30 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT]


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

mirip gejala serangan cendawan Phytophthora infestans. Kerusakan tanaman tidak


hanya disebabkan oleh kotoran larva, tetapi juga karena tusukan ovipositor serangga
betina yang menyebabkan gejala bintik-bintik putih.
Hama ini menyerang mulai dari daun yang muda sampai daun tua dengan
cara mengisap cairan tanaman yang ke luar dari bekas tusukan. Beberapa larva
seringkali secara bersama-sama menyerang satu daun yang sama, sehingga daun
layu sebelum waktunya dan mati.
Serangga dewasa (imago) berwarna coklat tua kehitaman, berukuran
panjang 1,5 - 2 mm. Sayap transparan mengkilat dan rentang sayap mencapai 2,25
mm. Sayap terlipat di atas tubuhnya. Bentuk tubuh seperti lalat kacang (lebih kecil
dan lebih ramping). Telur berwarna putih dan agak transparan dengan panjang 0,2
- 0,3 mm. Larva instar satu berwarna bening, setelah itu menjadi kuning kecoklatan
dengan panjang 2,5 - 2 mm. Serangga betina dewasa meletakkan telur pada
jaringan daun, sehari setelah kawin. Serangga betina dapat meletakkan telur
sampai sekitar 300 butir. Telur menetas setelah 3 - 4 hari dan larva berada pada
liang korok pada jaringan tanaman (di bawah kutikula dari permukaan atas daun)
tersebut. Siklus hidupnya berlangsung sekitar 17 - 65 hari, tergantung suhu
lingkungan. Pengendalian dapat dilakukan dengan sanitasi lingkungan pertanaman,
memotong dan membuang daun yang terserang, aplikasi insektisida berbahan aktif
kartap hidroklorida atau yang berefek serupa dan rotasi tanaman.

2. Thrips parvispinus Karny


Ordo : Thysanoptera
Famili : Thripidae
Hama ini bersifat polifag dengan tanaman inang utama yaitu cabai, bawang
merah, bawang daun dan jenis bawang lainnya, dan tomat. Tanaman inang lain
yaitu tembakau, kopi, ubi jalar, labu siam, bayam, kentang, kapas, tanaman dari
famili Crusiferae, Crotalaria, kacang-kacangan, mawar, dan sedap malam.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT] 31


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

(i) (ii)
(iii)

Gambar 14. (i) Gejala serangan pada daun, (ii) bunga, dan (iii) larva
serangga hama Thrips (Foto: Maaswinkel dan Sulyo).

Hama ini menyerang dengan cara mengisap cairan tanaman (daun


muda/pucuk) dan tunas-tunas muda, sehingga sel-sel tanaman menjadi rusak dan
mati. Gejala serangan paling banyak dijumpai pada permukaan bawah daun atau
bunga (gambar 14). Kerusakan tanaman ini ditandai dengan adanya bercak-bercak
putih atau keperak-perakan/kekuning-kuningan seperti perunggu terutama pada
permukaan bawah daun. Gejala bercak keperak-perakan awalnya tampak dekat
tulang daun menjalar ke tulang daun hingga seluruh permukaan daun menjadi
putih. Daun kemudian menjadi coklat, mengeriting atau keriput dan akhirnya
kering. Pada intensitas serangan yang tinggi, tepi daun berkerut, menggulung ke
dalam dan timbul benjolan seperti tumor sehingga mengakibatkan pertumbuhan
tanaman menjadi kerdil dan bila daun tersebut dibuka, akan terdapat imago yang
berkelompok. Tanaman yang merana tidak akan menghasilkan bunga yang prima.
Hama ini juga bertindak sebagai vektor Tomato Spotted Wilt Virus (TSWV).
Populasi dan serangan thrips biasanya tinggi pada musim kemarau dan menurun
pada musim hujan.

32 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT]


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

Serangga dewasa (imago) berukuran sangat kecil, dengan panjang tubuh +


1 mm dan berwarna kuning pucat sampai coklat kehitaman. Imago yang sudah tua
berwarna agak kehitaman, berbercak-bercak merah atau bergaris-garis. Imago
thrips muda berwarna putih atau kekuning-kuningan. Serangga jantan tidak
bersayap, sedangkan yang betina mempunyai dua pasang sayap yang halus dan
tidak rata. Thrips berkembang biak secara partenogenesis. Umur stadium serangga
dewasa dapat mencapai 20 hari. Telur thrips berbentuk oval atau seperti ginjal.
Serangga betina dapat bertelur hingga 80 butir dan dapat menetas setelah 3 - 8
hari. Telur biasanya diletakkan pada daun bagian bawah atau di dalam jaringan
tanaman secara terpencar.
Nimfa yang baru menetas berwarna keputihan/kekuningan. Nimfa instar
pertama dan kedua aktif berada di permukaan daun sedangkan instar selanjutnya
tidak aktif. Kemungkinan pada saat ini nimfa berada di permukaan tanah. Pupa
yang terbungkus kokon terdapat di permukaan bawah daun dan di permukaan
tanah di sekitar tanaman. Thrips muda yang keluar dari kokon biasanya belum
dapat terbang tetapi sudah dapat meloncat. Perkembangan pupa menjadi thrips
muda akan semakin meningkat pada kelembaban rendah dan suhu lingkungan yang
hangat. Pengendalian hama ini, yaitu dengan cara mengatur waktu tanam,
repellent dan insektisida berbahan aktif merkaptodimetur sesuai dosis anjuran.

3. Ulat Tanah Agrotis ipsilon Hufn


Ordo : Lepidoptera
Famili : Noctuidae
Hama ini selain menyerang tanaman krisan, juga menyerang tanaman tomat,
jagung, padi, tembakau, tebu, bawang, kubis, dan kentang. Larva serangga ini aktif
pada malam hari dan menyerang tanaman dengan cara menggigit atau memotong
ujung batang tanaman muda, sehingga mengakibatkan tunas apikal atau batang
tanaman terkulai dan layu. Daya serang ulat ini relatif besar sehingga dapat
menyebabkan kerugian yang signifikan.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT] 33


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

Imago serangga berupa ngengat dan tidak menyukai cahaya matahari


langsung, sehingga sering banyak dijumpai bersembunyi di permukaan daun bagian
bawah. Sayap depan berwarna dasar coklat keabu-abuan dengan bercak-bercak
hitam. Pinggiran sayap depan berwarna putih. Warna dasar sayap belakang putih
keemasan dengan pinggiran berenda putih. Panjang sayap depan berkisar 16 - 19
mm dan lebar 6 - 8 mm. Imago dapat bertahan hidup selama 20 hari.
Siklus hidup dari telur hingga serangga dewasa, rata-rata berlangsung 51
hari. Telur biasanya diletakkan secara terpisah atau berkelompok. Bentuk telur
seperti kerucut terpancung dengan panjang garis tengah pada bagian
dasarnya sekitar 0,5 mm. Serangga betina dapat meletakkan 1.430 - 2.775 butir
telur selama masa hidupnya. Warna telur mula-mula putih lalu berubah menjadi
kuning, kemudian merah disertai titik coklat kehitam-hitaman pada puncaknya.
Menjelang menetas, warna telur berubah menjadi gelap agak kebiru-biruan.
Stadium telur berlangsung 4 hari.

Gambar 15.
Larva Agrotis dapat dilihat secara kasat
mata dan dapat menyebabkan
gangguan pada pertanaman krisan.
(Foto: tatarastaomoy).

Larva yang baru menetas berwarna kuning kecoklat-coklatan dengan ukuran


panjang berkisar antara 1 - 2 mm. Larva serangga (gambar 15) ini juga tidak
menyukai cahaya matahari langsung dan bersembunyi di permukaan tanah kira-kira
sedalam 5 - 10 cm atau dalam gumpalan tanah. Larva aktif pada malam hari dan

34 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT]


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

menyerang tanaman dengan cara menggigit pangkal batang dan daun.


Pengendalian dengan cara mekanis yaitu mencari dan mengumpulkan ulat pada
senja hari dan memberikan pestisida berbahan aktif carbofuran pada areal
pertanaman.

4. Tungau Merah Tetranychus sp.


Ordo : Acarina
Famili : Tetranychidae
Hama ini bersifat polifag dan merupakan
jenis yang paling umum di daerah tropis.
Tanaman inang selain krisan antara lain singkong,
kapas, hampir pada semua tanaman pada famili
leguminoceae, jeruk, mawar, karet, jarak, pepaya,
dadap, kacang-kacangan, tomat dan gulma
terutama golongan dicotyledonae. Tungau sangat
cepat berkembang biak dan dalam waktu singkat
dapat menyebabkan kerusakan secara
Gambar 16.
mendadak. Bagian tanaman yang diserang antara Tungau Tetranychus sp.
dapat menyerang tanaman
lain tangkai daun dan bunga.
krisan dari muda hingga
Imago sering berada pada daun bagian dewasa (Foto: handoko).
bawah. Gejala serangannya tampak pada daun
yang berbintik-bintik kemudian bergabung dan jaringan daun seluruhnya menjadi
kuning akhirnya kemerah-merahan. Tungau tampak seperti bercak merah,
melengkung pada permukaan bawah daun (gambar 16). Bila serangan berat daun
layu dan gugur. Pengendalian dapat dilakukan dengan cara sanitasi lingkungan
terutama terhadap gulma yang juga merupakan inang serangga ini dan atau dengan
aplikasi akarisida berbahan aktif dikofol atau piridaben.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT] 35


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

5. Ulat Grayak Spodoptera litura F.


Ordo : Lepidoptera
Famili : Noctuidae
Hama ini bersifat polifag, dengan tanaman inang utama cabai, kubis, padi,
jagung, tomat, tebu, buncis, jeruk, tembakau, bawang merah, terung, kentang,
kacang-kacangan, kangkung, bayam, pisang, dan gulma. Larva yang masih kecil
merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas/transparan dan
tinggal tulang-tulang daun saja. Gejala serangan pada daun rusak tidak beraturan,
bahkan kadang-kadang hama ini juga memakan tunas dan bunga. Pada serangan
berat menyebabkan daun tanaman habis. Intensitas serangan tinggi biasanya
terjadi pada musim kemarau. Larva yang sedang menyerang bunga dapat dilihat
pada gambar 17.
Sayap imago serangga ini bagian depan berwarna coklat atau keperak-
perakan, sayap belakang berwarna keputih-putihan dengan bercak hitam. Imago
dapat terbang sejauh 5 kilometer. Serangga betina dapat meletakkan 2000 - 3000
telur selama siklus hidupnya. Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar
melekat pada daun atau bagian tanaman lain (kadang-kadang tersusun 2 lapis),
berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan berkelompok (masing-masing
kelompok berisi 25 - 500 butir) dengan bentuk yang bermacam-macam. Kelompok
telur tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu-bulu tubuh bagian ujung
imago betina.

Gambar 17. Serangan ulat grayak


(Spodoptera litura F) dapat
menyebabkan kerusakan fisik
tanaman yang signifikan
(Foto: suhardi).

36 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT]


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

Warna larva bervariasi dan mempunyai kalung seperti bulan sabit berwarna
hitam pada segmen abdomen yang ke-empat dan ke-sepuluh. Pada sisi lateral dan
dorsal terdapat garis kuning. Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda dengan
bagian samping berwarna coklat tua atau hitam kecoklat-coklatan dan hidup
berkelompok. Larva menyebar dan tidak aktif pada siang hari, bersembunyi dalam
tanah (tempat yang lembab) dan menyerang tanaman pada malam hari. Biasanya
ulat berpindah ke tanaman lain secara bergerombol dalam jumlah besar.
Warna dan perilaku larva instar terakhir mirip ulat tanah, perbedaan hanya
pada tanda bulan sabit, berwarna hijau gelap dengan garis punggung warna gelap
memanjang. Pada umur 2 minggu panjang ulat dapat mencapai sekitar 5 cm.
Larva berubah menjadi pupa tanpa kokon dalam tanah berwarna coklat kemerahan
dengan panjang sekitar 1,6 cm. Siklus hidup berkisar antara 30 - 60 hari.
Pengendalian dengan sanitasi lingkungan pertanaman terutama gulma yang juga
merupakan inang hama ini dan dengan penggunaan insektisida berbahan aktif
deltametrin, fipronil atau tiodikarb.

6. Siput Parmarion pupillaris Humb


Phyllum : Mollusca
Hewan ini juga bersifat polifag antara lain pada kol, sawi, tomat, kentang,
tembakau, karet dan ubi jalar. Gejala serangan sering dijumpai pada tanaman yang
masih muda. Siput biasanya menyerang daun dan membuat lubang-lubang tidak
beraturan. Serangan ditandai dengan adanya bekas lendir sedikit mengkilat dan
kotoran. Selain daun, siput juga dapat menyerang akar dan tunas anakan.
Tanaman yang terserang menjadi rusak (terkoyak) atau bahkan dapat
mengakibatkan kematian tanaman.
Siput dewasa dapat mencapai panjang tubuh sekitar 5 cm, dengan rumah
siput yang kecil di bagian dorsal. Pengendalian dilakukan dengan cara mekanis
yaitu mencari dan mengumpulkan siput pada areal pertanaman dan membunuhnya.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT] 37


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

4.7.2. Penyakit Tanaman


Tanaman krisan mudah terserang penyakit bila kelembaban terlalu tinggi
atau bila tanaman dalam kondisi stress/tidak sehat. Lingkungan yang lembab
terjadi pada saat musim penghujan, atau karena kondisi lingkungan pertanaman
rapat sehingga sirkulasi udara yang tidak berjalan lancar. Beberapa penyakit yang
sering dijumpai pada tanaman krisan dapat disebabkan oleh bakteri, fungi,
nematoda dan virus.

4.7.2.1. Bakteri

Lanas daun Pseudomonas


Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Pseudomonas chicorii. Gejala penyakit
ini berupa spot/bercak coklat kehitaman berair pada daun dan melebar hingga ke
seluruh daun seperti yang disajikan
pada gambar 18. Spot ini seolah-olah
mempunyai inti dan perlahan-lahan
terpisah seperti gelombang. Pada
stadium serangan lebih lanjut, daun
akan berwarna kecoklatan dan
mengering. Bakteri ini menyerang
dengan intensitas tinggi bilamana
kelembaban lingkungan pertanaman
tinggi seperti pada musim hujan. Bila
serangan sudah parah, penyakit ini
dapat mengakibatkan kematian
Gambar 18.
tanaman. Penyakit ini sangat sulit Bercak/lanas hitam daun pada tanaman muda
krisan akibat serangan P. cichorii
dikendalikan bila sudah mulai (Foto: kbudiarto).
menyerang. Penanganan kuratif

38 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT]


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

penyakit ini belum diketahui sampai saat ini. Pencegahan penyakit dapat dilakukan
dengan menanam bahan tanaman bebas penyakit, penyiraman dengan air yang
tidak mengandung bakteri ini dan tidak membasahi daun terlalu lama, serta sanitasi
lingkungan. Bilamana memungkinkan juga menghindari/meminimalkan aktifitas
yang beresiko melukai tanaman. Fungisida/bakterisida yang mengandung tembaga
seperti yang berbahan aktif Cu-hidroksida juga dapat digunakan untuk pencegahan
terutama pada saat musim serangan hebat.

4.7.2.2 Fungi (jamur)


1. Karat Puccinia (Japanese white rust)
Penyakit ini disebabkan oleh dua macam cendawan yaitu Puccinia
chrysanthemi Roze (karat hitam) dan P. horiana Henn (karat putih). Di daerah tropis
seperti Indonesia, serangan karat putih lebih umum dijumpai daripada karat hitam.
Gejala serangan karat putih adalah terdapatnya bintil-bintil (pustul) putih pada daun
bagian bawah yang berisi telium (teliospora) cendawan atau terjadi lekukan-lekukan
mendalam berwarna pucat pada permukaan daun bagian atas (gambar
19). Teliospora bersel dua dan berdinding tebal. Pada serangan lebih lanjut,
penyakit ini dapat menghambat perkembangan bunga.
Pada karat hitam, teliospora bersel
satu, bulat atau berbentuk ginjal, dengan
dinding sel berjerawat berwarna coklat atau
putih cerah. Kadang-kadang terdapat
urediospora yang bersel dua, dianggap
sebagai dua urediospora yang berlekatan.
Penyakit ini berkembang baik pada
kelembaban tinggi terutama dengan Gambar 19. Gejala serangan karat
terlihat dari daun bagian atas
pertanaman yang rapat. Pengendalian dengan (Foto: Maaswinkel dan Sulyo)
sanitasi lingkungan, aplikasi fungisida,

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT] 39


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

penanaman varietas yang tahan/toleran dan perbaikan lingkungan fisik pertanaman


terutama aerasi dan kelembaban lingkungan pertanaman dengan penjarangan
tanaman atau menanam dengan kerapatan lebih renggang.

2. Kapang kelabu Botrytis cinerea Pers.


Cendawan ini mempunyai inang yang luas, seperti gladiol, anggrek, violces,
begonia, lili, mawar, bunga kertas, dan gulma air. Spora berkecambah pada petal
bunga, yang kemudian berkembang menjadi bercak kecil dan bundar dan
membesar. Bila kelembaban pada lingkungan pertanaman tinggi (terutama pada
musim hujan), intensitas serangan dapat meningkat dan menyebabkan busuk
bunga. Gejala serangan cendawan Botrytis dapat dilihat pada gambar 20 berikut ini.

(i) (ii)

Gambar 20. Gejala serangan cendawan Botrytis pada (i) pertanaman dan (ii)
bunga (Foto: Maaswinkel dan Sulyo).

Cendawan mempunyai konidiofor bercabang-cabang, bersekat, berwarna


kelabu, dengan konidium lonjong atau hampir bulat, berukuran 12 - 13 x 9 - 10 µm.
Spora cendawan dapat menyebar dengan perantaraan angin atau serangga.
Cendawan dapat bertahan sebagai saprofit pada sisa-sisa tanaman sakit, dan
penyakit biasanya hanya terjadi pada musim hujan pada kondisi yang sangat
lembab. Pengendalian dilakukan dengan sanitasi lingkungan pertanaman dan
penjarangan tanaman/bunga.

40 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT]


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

3. Bercak daun Septoria chrysanthemi Allesch, dan S. leucanthemi Sacc.


et Speg.

Gejala serangan S. chrysanthemi berupa bercak-bercak hitam pada daun.


Bercak berbentuk bulat dan berbatas tegas, sedangkan S. leucanthemi bercak-
bercaknya berwarna coklat, berbentuk bulat berukuran besar hingga 3 cm dan
mempunyai lingkaran-lingkaran yang jelas. Pada bercak yang disebabkan S.
chrysanthemi terdapat badan buah cendawan (piknidium) yang mempunyai lebar
150 - 250 µm, dan berisi konidium berbentuk tabung, bersel 3 - 4, berukuran 50 -
80 x 2 - 3 µm. S. leucanthemi mempunyai konidium yang lebih besar, dengan
ukuran 100 - 130 x 4 - 5 µm.
Penyakit akan berkembang bila intensitas cahaya kurang, kelembaban tinggi,
jarak tanam terlalu rapat, dan pemberian pupuk nitrogen yang terlalu banyak.
Penyakit ini jarang menyerang pada musim kemarau. Pengendalian dilakukan
dengan pengaturan musim tanam dan memperbaiki lingkungan pertanaman.

4. Penyakit tepung Oidium chrysanthemi Rab.

Gejala serangan penyakit ini yaitu terdapatnya lapisan putih bertepung pada
permukaan daun. Tepung putih ini sebenarnya merupakan masa dari konidia
cendawan. Pada serangan berat menyebabkan daun pucat dan mengering. Penyakit
biasa menyerang tanaman pada dataran tinggi maupun dataran rendah. Suhu
optimum untuk perkecambahan konidiumnya adalah 25 °C. Cendawan berkembang
pada cuaca kering, dan konidiumnya dapat berkecambah dalam udara dengan
kelembaban nisbi rendah (50 - 75%).

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT] 41


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

5. Layu Fusarium oxysporum Schlecht. ex. Fr. dan Verticillium albo-atrum


Reinke et Bert.

Jamur penyebab penyakit layu Fusarium mempunyai inang yang sangat luas
seperti anggrek, kubis, caisin, petsai, cabai, pepaya, kelapa sawit, lada, kentang,
pisang dan jahe. Gejala serangan Fusarium sp. adalah tanaman layu, daun
menguning dan mengering mulai dari daun bagian bawah merambat ke daun bagian
atas, dan akhirnya mengakibatkan kematian tanaman. Potongan batang melintang
pada tanaman yang sakit menunjukkan warna coklat melingkar di sekeliling
pembuluhnya. Sedangkan cendawan Verticillium sp. menyebabkan daun-daun
menguning, kemudian layu permanen, mirip dengan gejala serangan Fusarium,
tetapi daun-daun yang terserang berguguran.
Fusarium sp. merupakan penyakit tular tanah (soilborne disease) yang dapat
bertahan secara alami di dalam media tumbuh dan pada akar-akar tanaman sakit
dalam jangka waktu yang relatif lama. Infeksi dapat melalui jaringan tanaman yang
terluka pada tanaman rentan. Penyakit ini mudah menular melalui benih dan alat
pertanian yang digunakan. Penanganan kuratif penyakit ini belum banyak diketahui.
Pencegahan penyakit dapat melalui sterilisasi lahan pra tanam, penggunaan bibit
yang sehat dan sanitasi lingkungan.

6. Busuk akar dan pangkal batang

Penyakit ini disebabkan oleh fungi Pythium spp. Penyakit ini sering dijumpai
pada proses pengakaran stek hingga pada tanaman muda pada awal pertumbuhan.
Gejala serangan yaitu kelayuan tanaman dan daun menguning terutama daun
bagian bawah. Pangkal batang yang berbatasan dengan akar busuk berwarna
kehitaman. Bila tanaman dicabut, akar berwarna coklat sampai hitam dan
mengkerut seperti yang terlihat pada gambar 21. Bila bagian yang akarnya busuk
dipegang, bagian luar akan mudah terlepas dari bagian dalamnya. Pencegahan

42 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT]


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

dengan menggunakan bahan dan media tanam yang bebas penyakit serta
penempatan bak-bak pengakaran lebih tinggi dari permukaan tanah untuk
mengurangi kemungkinan penularan penyakit. Saat ini sudah banyak juga fungisida
yang dapat mengendalikan penyakit ini.

(i) (ii)

Gambar 21. (i) Busuk pangkal batang Pythium sering menyerang stek pada
saat proses pengakaran (kbudiarto.doc) dan (ii) perbandingan
kondisi stek tanaman sehat (kiri) dan tanaman yang terserang
cendawan (Foto: Maaswinkel dan Sulyo).

4.7.2.3 Nematoda

Root Knot oleh Nematoda akar Meloidogyne sp.


Nematoda ini mempunyai inang yang sangat luas seperti kentang, kubis,
tomat, ubi jalar, tembakau, teh, tebu, jahe, dan padi-padian. Gejala khas serangan
nematoda akar adalah terbentuknya bintil-bintil akar. Pada bagian akar tanaman
yang terinfeksi terbentuk kanker (gall) seperti yang disajikan pada gambar 22, atau
bahkan busuk bila serangan sudah serius. Gejala umum yang dapat diamati adalah
tanaman menjadi layu dan daun menguning akibat rusaknya perakaran.
Pertumbuhan pada bagian atas tanaman menjadi terhambat.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT] 43


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

(ii)

(iii)

Gambar 22. (i) Akar tanaman krisan yang terserang Meloidogyne


(ditunjukkan dengan lingkaran dan tanda panah) serta
(ii) dan (iii) gall yang dibentuk akibat serangan larva
nematoda (Foto: kbudiarto).

Kumpulan telur nematoda Meloidogyne dilindungi oleh cairan pekat. Larva


stadium kedua akan ke luar dari telur, berbentuk cacing dengan ukuran panjang 0,3
- 0,5 mm. Larva tersebut bergerak aktif melalui selaput air di antara partikel-
partikel tanah dan menyerang akar tanaman dengan cara melukai epidermis ujung
akar dengan stilet (alat penusuk dan pengisap pada mulutnya) lalu masuk ke dalam
jaringan sampai ke jaringan tengah. Larva tersebut mengisap cairan sel akar.
Cairan pencernaan yang dikeluarkan oleh nematoda ini merangsang terjadinya
pembelahan sel akar sehingga terjadi pembengkakan. Keadaan ini dibutuhkan
untuk perkembangan larva. Nematoda betina berbentuk seperti buah per dengan
ukuran panjang 0,5 - 1,2 mm. Nematoda jantan berbentuk cacing memanjang
dengan ukuran 1,0 - 2,0 mm. Saat ini telah banyak nematisida untuk pengendalian

44 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT]


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

nematoda Meloidogyne yang dapat digunakan. Pencegahan penyakit ini dengan


sterilisasi media tanam, penggunaan benih yang sehat, serta sanitasi lingkungan
pertanaman.

4.7.2.4 Virus dan Viroid


Virus yang telah terdeteksi menyerang tanaman krisan dan terbukti
menyebabkan kerugian pertanaman krisan secara signifikan adalah Cucumber
Mosaic Virus (CMV) dan Chrysanthemum Virus-B (CVB). Kedua jenis virus
mengakibatkan penghambatan pertumbuhan tanaman secara signifikan dan bahkan
menyebabkan malformasi bagian-bagian tanaman seperti daun dan petal bunga
(gambar 24 i). Tanaman terinfeksi yang rentan terhadap virus menunjukkan gejala
daun yang mengecil dan bulat, penghambatan atau bahkan stagnasi pertumbuhan
yang jelas dan memudarnya warna (discolored) serta klorotik pada daun dan petal,
disertai dengan pertumbuhan bunga yang tidak sempurna. Beberapa serangga
hama seperti kutu daun (Aphids) juga dikenal dapat menjadi vektor penyebaran
kedua virus di atas pada pertanaman. Selain serangga dan benih sakit, virus juga
dapat menular melalui alat-alat pertanian seperti pisau stek, gunting dan lain-lain.

(i) (ii)

Gambar 23. (i) Malformasi bentuk bunga dan (ii) warna hijau daun yang
tidak merata serta penghambatan pertumbuhan tanaman
akibat serangan virus (Foto: Sulyo).

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT] 45


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

Chrysanthemum Stunt Viroid (CSVd) merupakan salah satu viroid yang


menginfeksi tanaman krisan. Patogen ini jarang menimbulkan gejala yang jelas
pada daun. Tanaman yang terserang umumnya menjadi kerdil dan cepat berbunga.
Pada bibit yang sudah generasi lanjut, insiden gejala viroid ini persentasenya makin
tinggi, mengakibatkan bunga potong yang layak dipasarkan makin berkurang.

(i) (ii)
Gambar 24. (i) Gejala serangan TSWV pada tanaman dan (ii)
penghambatan pertumbuhan tanaman disebabkan oleh infeksi
CSVd (Foto: Maaswinkel dan Sulyo).

Bila serangan sudah terjadi dapat berakibat fatal, karena usaha kuratif bisa
dikatakan relatif sulit. Bagi tanaman rentan yang sudah terserang, dianjurkan untuk
membuang seluruh tanaman terinfeksi dan mengganti dengan tanaman baru yang
berasal dari tanaman sumber bebas virus. Pencegahan dapat dilakukan dengan
menamam bibit yang bebas virus, menjaga kebersihan alat-alat pertanian, sanitasi
lingkungan dan pencegahan terhadap intrusi serangga vektor.

4.8 Panen
Panen merupakan titik kritis dalam bisnis bunga potong, termasuk bunga
krisan. Panen harus dilakukan pada indeks ketuaan panen yang tepat, karena
kualitas bunga seusai panen tidak dapat diperbaiki kecuali maksimum hanya

46 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT]


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

dipertahankan. Dalam kaitan teknologi panen ini, mencakup indeks ketuaan panen,
waktu panen, alat panen, dan cara panen.
Secara umum indeks panen bunga dapat ditentukan dengan umur (bunga
atau tanaman) dan keadaan fisik bunga. Informasi menunjukkan bahwa indeks
panen bunga krisan bervariasi menurut varietasnya. Beberapa informasi indeks
panen bunga krisan potong dicantumkan pada Tabel 3. Ternyata diameter bunga
dipakai sebagai indikator untuk menetapkan waktu panen bunga krisan potong.
Keefektifan indeks ini sangat bergantung pada varietas dan pasar. Bila indeks ini
efektif maka produsen bunga harus mencetak indeks ini dalam bentuk cetakan yang
jelas, menarik dan mudah dipahami untuk pedoman panen bagi pekerja. Bila
digunakan indeks panen pada penampilan visual, maka perlu dibuat fotonya pada
setiap tingkat perkembangan influoresens dan dicetak yang baik untuk pedoman
bagi pemanen.

Tabel 3. Indeks panen bunga krisan potong

Spesies Varietas Indeks Panen Referensi


C. frutenscens Marguerite daisy Petal yang panjang Reid &
membuka & ring luar Lukaszewski,
stamens terlihat 1988
C. morifolium Standard Infloresens dari kuncup – sda
mekar penuh (diameter
2”, 31/2” dan 5”)
Pompons Petal membuka tapi masih sda
tegak
D. grandiflora Yellow fiji 50% mekar (diameter 5-6 Murtiningsih
(standard) cm) et al., 2002

White Fiji dan 75% mekar atau diameter Prabawati et.


yellow fiji 6-7 cm al., 2002
Puma, Yellow Sebagian besar petal
puma, White membuka tetapi masih
Reagent, Town tegak
Talk (spray)
D. grandiflora Influoresens mekar penuh Effendie,
2002

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT] 47


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

Waktu panen bunga bagi petani bunga, kebanyakan didasarkan pada


pertimbangan kepraktisan. Misalnya panen pada pagi hari, dengan alasan pasarnya
dekat sehingga habis panen langsung dapat ditangani dan dijual ke pasar, sehingga
bunga masih segar. Atau panen pagi dimaksudkan agar tersedia waktu cukup untuk
preparasi pada siang hari sehingga produk dapat diangkut ke pasar yang jauh pada
malam hari, kondisinya lebih dingin dibandingkan siang hari. Berkaitan dengan
waktu panen ini, Prabawati et. al. (2002) menggunakan waktu panen krisan untuk
penelitian pada jam 06.00 – 08.00.
Ada beberapa cara panen bunga krisan potong, yaitu untuk jenis Marguerite
Daisy adalah menggunakan pisau atau gunting yang tajam dan untuk C. morifolium
menggunakan pisau, gunting atau alat yang didesain khusus, pada jarak sekitar 10
cm dari permukaan tanah, atau untuk krisan pompon dicabut baru kemudian
dipotong sesuai ukuran yang dikehendaki. Walaupun pertanaman seruni sudah
cukup banyak di Indonesia, namun informasi tentang cara panen ini belum
diketemukan.
Hal lain berhubungan dengan teknologi panen ini adalah wadah bunga krisan
yang telah dipanen. Jenis dan bahan wadah, kapasitas, dan cara peletakan bunga
ke wadah harus baku. Informasi tentang hal ini belum pernah ditemukan. Namun
dapat dipahami bahwa wadah yang digunakan harus tidak merusakkan bahan yang
diwadahi. Cara peletakan dalam wadah harus sedemkian rupa sehingga tangkai
bunga tidak patah dan petal dan daun tidak rusak. Untuk bunga krisan potong,
dengan menaruh pangkal tangkai bunga secara berdiri namun tidak terlalu padat
lebih baik dibandingkan dengan cara peletakan secara direbahkan dan ditumpuk.
Setelah panen, harus dihindarkan penaruhan bunga di tanah. Hal ini untuk
mengurangi kontaminasi dan kerusakan daun dan petal bunga. Dengan alat kemas
tertentu bunga krisan yang telah dipotong diangkut ke bangsal pengemasan. Alat
angkut yang digunakan bergantung pada jarak kebun dengan packinghouse,
fasilitas yang ada, dan kondisi topografi kebun. Pengalaman di lapangan

48 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT]


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

menunjukkan bahwa ember plastik digunakan untuk wadah bunga krisan potong
dan diangkut dengan tenaga manusia bila bangsal pengemasan berada di lokasi
kebun. Setelah dikemas, bunga potong siap untuk dikirim/dipasarkan.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT] 49


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

V. Tanaman Induk untuk Produksi Stek

Tanaman induk adalah tanaman yang dipelihara khusus untuk produksi stek.
Bahan tanam untuk tanaman induk dapat berupa stek berakar hasil perbanyakan
konvensional atau tanaman yang sudah diaklimatisasi hasil perbanyakan kultur
jaringan. Berdasarkan fungsinya sebagai penghasil stek, maka tanaman induk
dipelihara selalu dalam keadaan vegetatif aktif dengan penyinaran tambahan hingga
tanaman tidak produktif.
Stek yang dihasilkan harus berasal dari tunas samping (tunas aksiler) yang
tumbuh dari ketiak daun. Tunas aksiler yang tumbuh dari ketiak daun terstimulasi
setelah pertumbuhan apikal pada cabang yang sama terhenti (dipanen atau di-
pinching). Maaswinkel dan Sulyo (2004) mengemukakan bahwa pemeliharaan
tanaman induk perlu mendapat perhatian yang serius, sehubungan dengan kualitas
stek yang akan dihasilkan. Keragaan tanaman induk akan mempengaruhi mutu stek
yang dihasilkan dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap tanaman yang
hendak ditanam. Tata cara budidaya tanaman induk adalah sebagai berikut.
• Minggu 0 - 2 = stek dalam proses pengakaran
• Minggu 3 = penanaman stek dalam bedengan.
• Minggu 4 = pinching
• Minggu 7 - 23 = panen/produksi stek
• Minggu 23 = tanaman induk dibongkar/diganti dengan tanaman
baru.
Dengan demikian, usia produktif tanaman dalam menghasilkan stek yaitu pada
minggu ke 7 – 23 (16 minggu).
Sehubungan dengan tata cara pemotongan tunas aksiler sebagai stek,
Maaswinkel dan Sulyo (2004) lebih lanjut mengemukakan bahwa tunas apikal
dipotong dengan menggunakan pemotong steril dengan menyisakan 2 – 3 daun
pada batang/cabang yang dipotong, sekalipun jumlah tunas aksiler yang tumbuh

50 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT]


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

dari ketiak daun berbanding lurus dengan sisa daun yang ditinggalkan hingga 7 – 8
daun (De Ruiter, 1997). Hal ini berhubungan dengan pemeliharaan bentuk tajuk
dan kanopi tanaman induk agar tidak cepat rimbun sehingga stek yang dihasilkan
memiliki kualitas yang memadai.
Tunas aksiler yang tumbuh pada ketiak daun setelah apikal dipotong,
dimungkinkan berjumlah lebih dari satu dengan waktu yang tidak bersamaan
(Ahmad dan Marshall, 1997) dan tidak seragam (Chockshull, 1982), sehingga tunas
aksiler yang akan dipanen sebagai bahan stek selanjutnya kemungkinan tidak
seragam. Menurut Maaswinkel dan Sulyo (2004), tunas aksiler yang dipanen untuk
bahan stek hendaknya tunas yang telah memiliki kriteria 5 - 7 daun sempurna. Bila
pada saat panen, dijumpai tunas aksiler muda atau yang belum memiliki kriteria
tersebut diatas, maka tunas aksiler ini dibiarkan hingga pada saatnya dapat dipanen
(panen stek berikutnya).
Davies dan Potter (1981) mengemukakan bahwa kualitas pertumbuhan
tanaman krisan sangat dipengaruhi oleh kualitas bahan tanamnya (kualitas stek).
Selanjutnya kualitas stek sangat dipengaruhi oleh performa dan sejarah
pertumbuhan tanaman induk dimana stek tersebut berasal. Stek berkualitas rendah
dapat disebabkan oleh kesalahan penanganan stek setelah panen, proses
pengakaran stek atau bahkan kualitas tanaman induk tanaman sumber stek tersebut
sudah tidak memadai (Klapwijk, 1987).
Banyak kasus menunjukkan bahwa kualitas tanaman induk yang buruk
berkaitan dengan rendahnya kualitas stek yang dihasilkan. Moe (1988)
mengemukakan bahwa tanaman induk yang telah terinduksi ke fase generatif akan
menghasilkan tunas aksiler dengan pertumbuhan lebih lambat dan sedikit. Dalam
proses pengakaran, pertumbuhan akar lebih lambat sehingga periode pengakaran
lebih lama dengan jumlah lebih sedikit dan pendek (De Vier dan Geneve, 1997).
Gejala yang sama pun sering terlihat bila stek diambil dari tanaman induk yang
sudah tua dan tidak produktif lagi dalam menghasilkan stek. Davies dan Potter

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT] 51


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

(1981) mengemukakan bahwa kandungan karbohidrat pada tunas aksiler juga


mempengaruhi kecepatan dan kekompakan pertumbuhan akar stek pada saat
proses pengakaran. Semakin sering tanaman induk dipanen steknya, maka
kecepatan dan kualitas pertumbuhan tunas aksiler akan semakin menurun karena
distribusi karbohidrat yang tidak merata, sehingga kualitas stek yang dihasilkan pun
akan semakin rendah (Ahmad dan Marshall, 1997).
Budidaya tanaman induk dilakukan dalam rumah lindung yang terpisah
dengan pertanaman untuk produksi bunga. Pertanaman induk dapat menggunakan
mulsa plastik untuk mengurangi pertumbuhan gulma yang cepat (gambar 25).
Mulsa ini juga berfungsi untuk menjaga kestabilan sifat fisik dan kimia tanah pada
lahan bedengan selama proses pertanaman.

(i) (ii)

Gambar 25. (i) Pertanaman tanaman induk dalam rumah kaca dengan
menggunakan mulsa dan (ii) tanaman induk tanpa mulsa
dalam rumah plastik (Foto: Maaswinkel dan Sulyo).

Pada pertanaman induk krisan, pemberian GA3 dengan konsentrasi 100


ppm perminggu selama masa produktif dianjurkan untuk menstimulasi pertumbuhan
tunas aksiler dan mengurangi etiolasi pada tunas aksiler (Marwoto, et. al., 2000).
Selain pupuk dasar, pemupukan lanjutan dilakukan setiap tiga minggu dan pupuk

52 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT]


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

daun dengan frekuensi dan dosis yang sama seperti tanaman produksi bunga
hingga tanaman induk tidak produktif menghasilkan stek. Setelah tanaman induk
berumur lebih dari 23 minggu atau bila produktifitas tanaman induk dan kualitas
stek yang dihasilkan menurun, tanaman induk dapat dibongkar dan diganti dengan
tanaman baru.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT] 53


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

DAFTAR PUSTAKA

AHMAD, J dan C. MARSHALL. 1997. The pattern of 14C-assimilate distribution in


chrysanthemum cv. Red Delano with particular reference to branch
interrelation. J. of Hortic. Sci. 72 (6) : 931 – 939.

BOROWSKI, E., P. HAGEN dan R. MOE. 1981. Stock plant irradiation and rooting of
chrysanthemum cuttings in light and dark. Scientiae Hortic. 15: 245 - 253.

CHOCKSHULL, K. E. 1982. Disbudding and its effect on dry matter distribution in


Chrysanthemum morifolium. J. of Hortic. Sci. 57(2): 205 - 207.

DAVIS, T. D. dan J. R. POTTER. 1981. Current photosynthate as a limiting factor in


adventitious root formation on leafy pea cuttings. J. Amer. Soc. Hort.
Sci.106: 278 - 282.

DE JONG, J. 1981. Effect of irradiance and juvenility on the selection on


chrysanthemum. Euphytica 30: 493 - 500.

DE RUITER, H. A. 1997. Axillary bud formation in chrysanthemum as affected by


number of leaves. J. of. Hort. Sci. 72(1): 77 - 82.

DE VIER, C. I. dan R. L. GENEVE. 1997. Flowering influences adventitious root


formation in chrysanthemum cuttings. Scientia Hortic. 70 : 309 – 318.

HICKLENTON, P. R. 1984. Response of pot chrysanthemum to supplemental light


during rooting, long day, and short day production stages. J. Amer. Soc.
Hort. Sci. 109(4): 468 - 472.

HORRIDGE, J. S. and K. E. COCKSHULL. 1989. The effect of the timing of a night-


break on flower initiation in Chrysanthemum morifolium Ramat. J. of Hortic.
Sci. 64(2): 183 - 188.

INTERNATIONAL CHRYSANTHEMUM SOCIETY. 2002. Chrysanthemum: challenge


and prospect. Mcgraw-Hill, Inc. New York . pp 4 - 5.

54 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT]


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

KARLSSON, M. G., R. D. HEINS, J. E. ERWIN, R. D. BERGHAGE, W, H. CARLSON dan


J. A. BIERBAUM. 1989. Temperature and photosynthetic photon flux
influence chrysanthemum shoot development and flower initiation under
short day condition. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 114(1): 158 - 163.

KHATTAK, A. M. dan S. PEARSON. 1997. The effect of light quality and temperature
on the growth and development of chrysanthemum cvs. Bright Golden
Anne and Snowdon. Acta Hort. 435: 113 – 131.

KLAPWIJK, D. 1987. Effect of season on growth and development of


chrysanthemum in the vegetative phase. Acta Hort. 197: 63 - 69.

LANGTON, F. A. 1990. Selection in production traits in flower crop. In Genetic and


breeding of ornamental species. HARDING, J., F. SINGH and J. N. M.
MOL (ed.). Kluwer Academic Publ. pp. 135 - 155.

___________ . 1987. Apical dissection and light integral monitoring as methods to


determine when long day interruption should be given in chrysanthemum
growing. Acta Hort. 197: 31 - 41.

LINT, P. J. A. L. dan G. HEIJ. 1987. Effect of day and night temperature on growth
and flowering of chrysanthemum. Acta Hort. 197: 53 - 61.

MARWOTO, B, K. BUDIARTO, K. YUNIARTO dan M. DEWANTI. 2000. Seleksi klon-


klon harapan krisan sebagai tanaman induk pada sistem budidaya lahan
terbuka. Laporan penelitian tahunan Balai Penelitian Tanaman Hias. pp. 35
– 41. (unpublished).

MAASWINKEL, R dan Y. SULYO. 2004. Chrysanthemum physiologie in Training on


Chrysanthemum Cultivation I. Balai Penelitian Tanaman Hias. 24 Oktober
2004.

MOE, R. 1988. Effect of stock plant environment on lateral branching and rooting.
Acta Hort. 226: 431 - 440.

MORTENSEN, L. M. 2000. Effects of air humidity on growth, flowering, keeping


quality and water relations of four short-day greenhouse species. Scientia
Hortic. 86: 299 - 310.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT] 55


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

NOBLE, R dan S. R. ELLIS. 1990. Variation in chrysanthemum grown five to a pot:


The influence of light. J. of Hort. Sci. 65 (2): 177 - 183.

PERSSON, A dan R. U. LARSEN. 1988. Adapting a prediction model for flower


development in chrysanthemum to new cultivars. Acta Hort. 456:143 -
150.

PRABAWATI, S., MURTININGSIH, D. A. SETYOBUDI, dan NURMALINDA. 2002.


Pengaruh komposisi pulsing terhadap bunga krisan. J. Hort. 12(2):12-130.

PUTRASAMEDJA, S dan H SUTAPRAJA. 1989. Pengaruh beberapa media tumbuh


terhadap pertumbuhan dan diameter bunga krisan. Bul. Penel. Hort. 1
(XVII): 89. Balithor Lembang.

SPETHMANN, W dan A. HAMZAH. 1988. Growth hormones induced root system


types of some broad leaved tree species. Acta Hort. 266: 601 - 605.

WALZ, F. and W. HORN. 1997. The influence of light quality on gas exchange of
Dendranthema. Acta Hort. 418: 53 - 57.

WILKINS, H. F., W. E. HEALY and K. L. GRUEBER. 1990. Temperature regimes at


various stage of production influences growth and flowering of
Dendranthema x grandiflorum. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 115(5): 732 - 736.

56 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT]


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

INDEKS

A Diptera 30
Acarina 35 Dolomit 14
Acrylic 7 Dosis 13, 14, 22, 25, 33, 53
Agromyzidae 30 dpl, di atas permukaan laut 3
Agrotis ipsilon 33 Drip 10, 11
Alar 64 SP 29 Durasi 7, 8, 11, 29,
Amplitudo 3
Analisis jaringan 22
Aphids 45 E
Apikal 50, 51 EC, electrical conductivity 12, 23
Arang sekam, carbonized rice husk 12 Ekspor 1
Elevasi 9
Epidermis 36, 44
B Esensial 22, 24
Bakterisida 39 Etiolasi 52
Balai Penelitian Tanaman Hias 8 Evapotranspirasi 6, 17
Blower 11
Botrytis cinerea 40
Bunga potong 1, 2, 18, 19, 20, 21, 46, F
49 Fakultatif 4, 20
Fertigasi 22
Fiberglass 7
C Fipronil 37
Cahaya 3, 4, 5, 7, 11, 12, 17, 21, 29, 34, Fisiologi, fisiologis 4, 15, 16, 19, 29
41 Flooding system 10
CDL, Critical Day-Lenght 4 Fumigasi 13
Cendawan 31, 39, 40, 41, 42, 43 Fungisida 39, 42
Circadian rhytme 5 Fusarium, Fusarium oxysporum 41, 42
CMV, Cucumber Mosaic Virus 45 GA3 52
Compositae 30 Gall 43, 44
Cocopeat 12 Garam, garam terlarut 3, 25
Crotalaria 31 Genetik 3, 15
Crusiferae 31 Generatif 4, 5, 6, 51
Cucurbitaceae 30 Genotipe 4
Cu-hidroksida 39 Gulma 13, 27, 30, 35, 36, 37, 40, 52
CSVd, Chrysanthemum stunt viroid 46
CVB, Chrysanthemum virus-B 45
H
D Hardy annual 3
Dazide 85 29 Hardy perrenial 3
Deltametrin 37 Harga jual 29
Dicotiledónea 35 Heterogen 3
Dikofol 35 Hibridisasi 3
Discolored 45 Humus, humus bambu 4, 13

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT] 57


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

I N
IBA 16 Nematoda 38, 43, 44, 45
Iklim mikro 3, 8, 9 Nimfa 33
Imago 31, 32, 33, 34, 35, 36 Nite-break 21
Indeks 46, 47 Noctuidae 33, 36
Inisiasi 4, 16, 17, 20 Nutrisi 22, 23
Intensitas 3, 7, 11, 30, 32, 36, 38, 40, 41

O
J Oidium chrysanthemi 41
Jaring penegak 11, 14, 18, 19, 27, 28, Optimal 3, 4, 5, 6, 7, 9, 12, 15, 16, 22,
31 29
Over-branching 21
K Ovipositor 30, 31
Kalsit 14
Kanker 43
Kapang kelabu 40 P
Karakter 3, 15, 20 Packing-house 48
KCl 13, 23 Panen 16, 22, 27, 46, 47, 48, 49, 50, 51,
Klorotik 45 52
Komersial 1, 15 Parmarion pupillaris 37
Kondusif 3, 7, 9, 13 Partenogenesis 33
Konidium 40, 41 Pasteurisasi 13
Konidiofor 40 Patogen 3, 15, 29, 46
Kontra-indikasi 22 Pemboyoran 10
Kualitas 2, 3, 5, 7, 15, 16, 20, 25, 29, Pengakaran 12, 15, 16, 17, 18, 42, 43,
46, 50, 51, 52, 53 50, 51, 52
Penghasil 1, 50
L Penyakit sistemik 15
Lanas 38 Perdagangan 1
Larva 30, 31, 32, 33, 34, 36, 37, 44 Periode 4, 5, 20, 21
Leguminosae 30 Perlite 12
Lepidoptera 30 Petal 40, 45, 47, 48
Liliaceae 30 Pewaktu 11
Liat, liat berpasir 3 pH 3, 12, 14, 23, 25
Photoreseptor 5
Phytochrome 5
M Phytophthora infestans 31
Malformasi 45 Piknidium 41
Media 3, 4, 7, 10, 11,12, 13, 14, 15, 16, Pinching 28, 50
17, 19, 22, 23, 25, 42, 42 Piridaben 35
Meloidogyne 43, 44, 45 Polifag 30, 31, 35, 36, 37
Merkaptodimetur 33 Poliploid 3
Metabolisme 10 Polycarbonate 7
Mollusca 37 Porus 12
Modifikasi 3, 4, 9 Porositas 3
Mosspeat 12 Produksi, produktifitas 1, 2, 7, 11, 12,
Mutu 1, 2, 15, 21, 23, 24, 29, 50 13, 15, 16, 19, 28, 50, 52, 53

58 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT]


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

Proyeksi 1 Telium 39
Pseudomonas, Pseudomonas chicorii 38 Teliospora 39
Puccinia chrysanthemi 39 Tetranychidae 35
Puccinia horiana 10, 39, Tetranychus 35
Pustul 39 Thysanoptera 31
PVC 7 Thrips parvispinus 31, 32, 33
Pythium 42, 43 Thripidae 31
Timer 11
R Tiodikarb 37
Ritme circadian, circadian rhytme 5 TL 11
Rekayasa, rekayasa genetik 3 Toleransi 15
Repellent 33 Topograpi 9
Reseptor cahaya, photoreseptor 5 Tradisional 2, 8
Root knot 43 TSWV, Tomato spotted wilt virus 32, 46
Rumah lindung 3, 7, 8, 9, 12, 13, 14, 27, Tunas, tunas samping, aksiler 16, 28,
52 32, 33, 36, 37, 50, 51, 52
Rumah kaca 3, 52 Tungau 35
Rumah plastik 3, 52
U
S Ulat 33, 35, 36, 37
Saprofit 40 Umbelliferrae 30
SDL, short day plant 20 Urea 13
Segmen 11, 21, 37 Urediospora 39
Seleksi 3, 16 UV, Ultraviolet 7
Semusim 3
Sentra produksi 1 V
Septoria chrysanthemi 41 Varietas 15, 21, 25, 39, 47
Siklik 11, 21 Vektor 29, 32, 45, 46
Sirkulasi 8, 29, 38 Ventilasi 8, 9
Single stem 28 Vegetatif 4, 11, 20, 21, 50,
Solanaceae 30 Verticillium, Verticillium albo-atrum 41, 42
Soil borne disease 42 Virus 29, 32, 38, 45, 46
Solarisasi 13 Viroid 45, 46
SP 36 13
Spektrum 7 W
Srlingkler 10 Watt 11
Spodophtera litura 36
Sterilisasi 12, 13, 14, 42, 45 X
Stilet 44 -
Stress 3, 38
Suhu 3, 4, 5, 10, 11, 12, 18, 19, 29, 31, Y
33, 41 -
Surplus 1
Z
T Zeagro 14
Teknologi 2, 47, 48 ZPT 29

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT] 59


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006
Budidaya Krisan Bunga Potong
Prosedur Sistem Produksi

CATATAN :

60 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORT]


Horticultural Research Cooperation between Indonesia and the Netherlands [HORTIN]
2006

Anda mungkin juga menyukai