Anda di halaman 1dari 16

Selasa, 20 Oktober 2009

ARYA DAMAR

Sejarah Puri Pemecutan berkaitan erat dengan keberadaan Arya Damar


yang datang sebagai panglima perang pasukan Majapahit pada waktu
ekspedisi Majapahit ke Bali pada tahun 1343 M bersama dengan Patih
Gajah Mada. Arya Damar merupakan leluhur dari Kerajaan Tabanan dan
Kerajaan-Kerajaan di Denpasar

Sejarah Arya Damar


Adityawarman/ Arya Damar yang bergelar Udayadityawarman
Prataparakramarajendra Mauliwarmadewa, adalah seorang panglima
Majapahit abad ke-14 yang kemudian menjadi uparaja (raja bawahan)
Majapahit untuk wilayah Sumatera. Dikatakan bahwa Arya Damar menjadi
raja di Palembang, sebab penulis babad Jawa menganggap Palembang
yang dulunya pusat Sriwijaya, mengacu pada Melayu atau Sumatera.
Sebenarnya Arya Damar alias Adityawarman bukan menjadi raja di
Palembang melainkan di Hulu Batang Hari Jambi, tepatnya di Kerajaan
Darmasraya yang merupakan kerajaan kakeknya yaitu Prabu
Mauliwarmadewa yang merupakan ayah dari Dara Jingga ibu dari
Adityawarman.
Adityawarman adalah pendiri Kerajaan Pagaruyung di Sumatra Barat pada
tahun 1347, dan ia adalah seorang panglima Kerajaan Majapahit yang
berdarah Melayu. Ia adalah anak dari Adwaya Brahman seorang kerabat
Raja Kertanegara dari Kerajaan Singhasari yang memangku jabatan
sebagai Menteri Hino yaitu jabatan tertinggi setelah Raja pada masa
pemerintahan Kerajaan Singhasari.

Dalam beberapa babad di Jawa dan Bali, Adityawarman juga dikenal


dengan nama Arya Damar dan merupakan sepupu sedarah dari pihak ibu
dengan raja Majapahit kedua, yaitu Sri Jayanagara atau Raden Kala
Gemet. Nama Adityawarman sendiri berasal dari kata bahasa Sansekerta,
yang artinya kurang lebih ialah "Yang berperisai matahari" (adhitya:
matahari, varman: perisai). Adityawarman dibesarkan di lingkungan istana
Majapahit, yang kemudian membuatnya memainkan peranan penting
dalam politik dan ekspansi Majapahit. Hal ini antara lain terlihat bahwa
setelah dewasa, ia diangkat menjadi Wrddhamantri atau menteri senior,
bergelar "Arrya Dewaraja Pu Aditya".

Adanya prasasti pada Candi Jago di Malang (bertarikh 1265 Saka atau
1343 M), yang menyebutkan bahwa Adityawarman menempatkan arca
Maňjuçrī (salah satu sosok bodhisattya) di tempat pendarmaan Jina
(Buddha) dan membangun candi Buddha di Bumi Jawa untuk
menghormati orang tua dan para kerabatnya.

Asal-usul Adityawarman
Untuk mengetahui siapa sebenarnya Adityawarman, perlu kita tinjau
kembali hasil dari ekspedisi Pamalayu oleh Kartanegara pada tahun 1275
dibawah pimpinan Mahesa Anabrang , Setelah ekspedisi itu berhasil, maka
sewaktu rombongan ekspedisi kembali ke Jawa, mereka membawa dua
orang putri dari Prabu Sri Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa yaitu Dara
Jingga dan Dara Petak dari kerajaam Damasraya. Sesampai di Jawa
kerajaan Singasari telah runtuh dan telah muncul kerajaan baru sebagai
penerus kerajaan Singhasari yaitu kerajaan Majapahit. Raden Wijaya yang
bergelar Sri Rajasa Jayawardhana adalah raja Majapahit pada waktu itu
sehingga kedua putri tersebut diserahkan kepada Raden Wijaya. Oleh
Raden Wijaya, Dara Petak kemudian diambil sebagai selir dengan gelar
Indreswari. Dari perkawinan tersebut lahir Jayanegara yang menjadi Raja
Majapahit ke dua.

Sedangkan Dara Jingga kemudian menikah dengan Adwaya Brahman


seorang kerabat Raja Kertanegara dari Kerajaan Singhasari yang
memangku jabatan sebagai Menteri Hino yaitu jabatan tertinggi setelah
Raja pada masa pemerintahan Kerajaan Singhasari. Dari pernikahan
tersebut lahir putra yang bernama Adityawarman . Nama kecil
Adityawarman yaitu “Tuhan Janaka“ atau Aji Mantrolot. Dengan demikian
Adityawarman merupakan keturunan dari dua darah kaum bangsawan, satu
darah bangsawan Sumatera dan satu darah bangsawan Majapahit. Raja
Majapahit yang kedua yaitu Jayanegara adalah saudara sepupu dari
Adityawarman.

Adityawarman sendiri menggunakan gelar Mauli Warmadewa. Hal ini


menunjukkan kalau ia adalah keturunan Srimat Tribhuwanaraja. Maka,
dapat disimpulkan kalau Dara Jingga dan juga Dara Petak adalah putri dari
raja Dharmasraya tersebut. Sumber lain menyebutkan bahwa keduanya
lahir dari permaisuri raja Malayu bernama Putri Reno Mandi.

Adityawarman lahir tepatnya di Siguntur dekat nagari Sijunjung. Setelah


dewasa Adityawarman kembali ke Majapahit, tempat dia dididik
disekeliling pusat pemerintahan dalam suasana keraton Majapahit.
Kesempatan yang didapatkan karena Adityawarnan masih bersaudara
sepupu dengan Jayanegara yang merupakan Raja Majapahit pada waktu
itu. Mengenai tempat kelahiran Adityawarman dan hubungan
kekeluargaannya dengan Kerajaan Majapahit diperkuat oleh Pinoto yang
mengatakan, bahwa Adityawarman adalah seorang putera Sumatera yang
lahir di daerah aliran Sungai Kampar dan besar kemungkinan dalam
tubuhnya mengalir darah Majapahit. Hubungan dengan kerajaan Majapahit
bersifat geneologis dan politis.

Adityawarman dididik ilmu perang dan ilmu kertatanegaraan oleh


Majapahit sehingga di keraton Majapahit kedudukan Adityawarman sangat
tinggi, yaitu berkedudukan sebagai salah seorang menteri atau perdana
menteri yang diperolehnya bukan saja karena hubungan darahnya dengan
raja Majapahit tetapi juga berkat kecakapannya sendiri. Adityawarman
mempunyai kedudukan yang setaraf dengan Mpu Nala dan Maha Patih
Gajah Mada. Karena itu Adityawarman adalah salah seorang Tri Tunggal
Kerajaan Majapahit.

Tahun 1325 raja Jayanegara mengirim Adityawarman sebagai utusan ke


negeri Cina yang berkedudukan sebagai duta. Bersama dengan Patih Gajah
Mada, Adityawarman ikut memperluas wilayah kekuasaan Majapahit di
Nusantara. Tahun 1331 Adityawarman memadamkan pemberontakan
Sadeng dengan suatu perhitungan yang jitu. Tahun 1332 dia dikirim
kembali menjadi utusan ke negeri Cina dengan kedudukan sebagai duta.

Setelah Bali berhasil ditundukkan, Adityawarman akhirnya kembali ke


Majapahit dan atas jasa-jasanya oleh Ratu Tribuana Wijaya Tunggadewi
pada tahun 1347 Adityawarnan diangkat sebagai wakil (uparaja) Kerajaan
Majapahit di Sumatra untuk menanamkan pengaruh Majapahit di Sumatra.
Adityawarman memutuskan pergi ke Sumatra karena dengan lahir dan
semakin dewasanya Hayam Wuruk tidak ada lagi kesempatan bagi
Adityawarman untuk menjujung mahkota kerajaan Majapahit sebagai ahli
waris yang terdekat. Pada sisi lain, kedatangan Adityawarman ke
Darmasraya selain menemui kakeknya, juga mempunyai tugas khusus
yaitu merebut kembali daerah Lada Sungai Kuntu dan Sungai Kampar.

Dahulu sesudah “Pamalayu” menurut ceritanya, daerah kaya ini tunduk


pada kekuasaan Singosari. Setelah Kerajaan Singosari runtuh dan
Majapahit belum lagi begitu kuat, daerah-daerah Kuntu / Kampar tersebut
dapat direbut oleh Kesultanan Aru-Barumun yang telah memeluk agama
Islam.

Pada tahun 1347 Adityawarman dinobatkan menjadi Raja Minangkabau


bergelar Dang Tuanku (Sutan Rumandung). Pernikahan Adityawarman
dengan Puti Bungsu melahirkan anak yang bernama Ananggawarman. Hal
ini dapat dibuktikan dengan prasasti yang dipahatkan pada bagian belakan
arca Amogapasa dari Padang Candi. Dalam Prasasti itu Adityawarman
memakai nama :
“Udayadityawarman Pratakramarajendra Mauliwarmadewa” dan
bergelar “Maharaja Diraja”

Adityawarman dididik dan dibesarkan di Majapahit dan pernah menjabat


beberapa jabatan penting di kerajaan Majapahit, sehingga paham betul
dengan seluk beluk pemerintahan di Majapahit. Dengan demikian corak
pemerintahan kerajaan Majapahit sedikit banyaknya berpengaruh pada
corak pemerintahan Adityawarman di Pagaruyung. Hal ini dibuktikan pada
prasasti yang ditinggalkan Adityawarman terdapat nama Dewa Tuhan
Perpatih dan Tumanggung yang oleh Pinoto dibaca Datuk Perpatih Nan
Sabatang dan Datuk Ketumanggungan.

Istana Pagaruyung

Selama pemerintahannya Adityawarman berusaha membawa kerajaan


Pagaruyung ke puncak kejayaannya. Dalam usaha memajukan kerajaan itu
Adityawarman mengadakan hubungan dengan luar negeri, yaitu dengan
Cina. Tahun 1357, 1375, 1376 Adityawarman mengirim utusan ke negeri
Cina. Pemerintahan Adityawarman Pagaruyung yang berlangsung dari
tahun 1349 sampai 1376, kerajaan Pagaruyung berada di puncak
kejayaannya. Bahkan dapat dikatakan pada waktu itu Indonesia bagian
barat dikuasai kerajaan Pagaruyung dan Indonesia bagian Timur berada di
bawah pengaruh kekuasaan Majapahit. Kalau dizaman Datuk
Ketumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sabatang, kerajaan
Minangkabau terkenal dengan aturan adat dan filsafahnya, maka dizaman
Bundo Kanduang, Adityawarman dan Ananggawarman kerajaan
Minangkabau terkenal dengan keahlian Cindur Mato sebagai panglima
perangnya.

Adityawarman Penganut Budha Tantrayana


Adityawarman adalah tokoh penting dalam sejarah Minangkabau. Di
samping memperkenalkan sistem pemerintahan dalam bentuk kerajaan, dia
juga membawa suatu sumbangan yang besar bagi alam Minangkabau.
Kontribusinya yang cukup penting itu adalah penyebaran agama Budha.
Agama ini pernah punya pengaruh yang cukup kuat di Minangkabau. Ter-
bukti dari nama beberapa nagari di Sumatera Barat dewasa ini yang berbau
Budaya atau Jawa seperti Saruaso, Pariangan, Padang Barhalo, Candi, Bia-
ro, Sumpur, dan Selo.

Adityawarman diperkirakan penganut yang taat dari agama sinkretis


Buddha Tantrayana dan Hindu Siwa, sebagaimana yang banyak dianut
oleh para bangsawan Singhasari dan Majapahit. Ia diperlambangkan
dengan Arca Bhairawa Amoghapasa. Selama masa pemerintahannya di
Pagaruyung, Adityawarman banyak mendirikan biaro (bahasa Minang,
artinya Vihara) dan Candi sebagai tempat pemujaan Dewa Yang Agung.
Sampai sekarang, masih dikenal nama tempat Parhyangan yang kemudian
berubah tutur menjadi Pariangan, yaitu di Kabupaten Tanah Datar,
Sumatra Barat

Arca Bhairawa memegang mangkuk dan belati

Arca Bhairawa Museum Nasional di Jakarta ditemukan di kawasan


persawahan di tepi sungai di Padang Roco, Kabupaten Sawahlunto,
Sumatera Barat. Arca Bhairawa dengan tinggi hampir 3 meter ini
merupakan jenis arca Tantrayana. Arca Bhairawa tidak dalam kondisi utuh
lagi, terutama sandarannya. Arca ini tidak banyak dijumpai di Jawa, karena
berasal dari Sumatera. Sebelum ditemukan hanya sebagian saja dari arca
ini yang menyeruak dari dalam tanah. Masyarakat setempat tidak
menyadari bahwa itu merupakan bagian dari arca sehingga
memanfaatkannya sebagai batu asah dan untuk menumbuk padi. Hal ini
dapat dilihat pada kaki sebelah kirinya yang halus dan sisi dasar sebelah
kiri arca yang berlubang.
Arca Bhairawa tangannya ada yang dua dan ada yang empat. Namun arca
di sini hanya memiliki dua tangan. Tangan kiri memegang mangkuk berisi
darah manusia dan tangan kanan membawa pisau belati. Jika tangannya
ada empat, maka biasanya dua tangan lainnya memegang tasbih dan
gendang kecil yang bisa dikaitkan di pinggang, untuk menari di lapangan
mayat damaru/ ksetra. Penggambaran Bhairawa membawa pisau konon
untuk upacara ritual Matsya atau Mamsa. Membawa mangkuk itu untuk
menampung darah untuk upacara minum darah. Sementara tangan yang
satu lagi membawa tasbih. Wahana atau kendaraan Syiwa dalam
perwujudan sebagai Syiwa Bhairawa adalah serigala karena upacara
dilakukan di lapangan mayat dan serigala merupakan hewan pemakan
mayat. Walaupun banyak di Sumatera, beberapa ditemukan juga di Jawa
Timur dan Bali. Bhairawa merupakan Dewa Siwa dalam salah satu aspek
perwujudannya. Bhairawa digambarkan bersifat ganas, memiliki taring,
dan sangat besar seperti raksasa. Bhairawa yang berkategori ugra (ganas).

Siwa berdiri di atas mayat bayi korban dan tengkorak

Arca ini berdiri di atas mayat dengan singgasana dari tengkorak kepala.
Arca Siwa Bhairawa ini konon merupakan arca perwujudan Raja
Adithyawarman, pendiri Kerajaan Pagaruyung di Sumatra Barat pada
tahun 1347. Nama Adityawarman sendiri berasal dari kata bahasa
Sansekerta, yang artinya kurang lebih ialah “Yang berperisai matahari”
(adhitya: matahari, varman: perisai).

Di dekat Istano Basa, Batusangkar, ada sekelompok batu prasasti yang


menceritakan tidak saja sejarah Minang, tapi sepenggal sejarah Nusantara
secara utuh. Dari buku panduan disebutkan bahwa batu-batu prasasti yang
disebut “Prasasti Adityawarman” itu menghubungkan Nusantara secara
keseluruhan berkaitan dengan Kerajaan Majapahit.

Bukit Siguntang

Bukit Siguntang dikeramatkan sejak jaman Sriwijaya Kemasyhuran Bukit


Siguntang tidak hanya berkutat di Palembang, tetapi menyebar hingga ke
seluruh Sumatera, Malaysia, dan Singapura. Kawasan perbukitan di
Kelurahan Bukit Lama, Kecamatan Ilir Barat I, Palembang, Sumatera
Selatan, itu menjadi cikal bakal pertumbuhan Kerajaan Melayu. Hingga
kini Bukit Siguntang merupakan cikal bakal Kerajaan Malaka. Bukit
Siguntang pernah menjadi pusat Kerajaan Palembang yang dipimpin
Parameswara, adipati di bawah Kerajaan Majapahit.Sekitar tahun 1511,
Parameswara memisahkan diri dari Majapahit dan merantau ke Malaka. Di
sana dia sempat bentrok dengan pasukan Portugis yang hendak menjajah
Nusantara. Adipati itu menikah dengan putri penguasa Malaka, menjadi
raja, dan menurunkan raja-raja Melayu yang berkuasa di Malaysia,
Singapura, dan Sumatera. Sekitar tahun 1554 muncul Kerajaan Palembang
yang dirintis Ki Gede Ing Suro, seorang pelarian Kerajaan Pajang, Jawa
Tengah. Kerajaan ini juga mengeramatkan Bukit Siguntang dengan
mengubur jenazah Panglima Bagus Sekuning dan Panglima Bagus Karang.

Situs Bukit Siguntang di Kelurahan Bukit Lama, Ilir Barat I, Palembang,


tidak dilengkapi teks yang menjelaskan sejarah kompleks itu. Kondisi itu
membuat sejarah keberadaan bukit yang dikenal pada masa Kerajaan
Sriwijaya dan Kerajaan Palembang itu kabur dan pengunjung
kebingungan. Situs Bukit Siguntang merupakan kawasan perbukitan yang
memiliki tujuh makam tokoh yang terkenal dalam cerita tutur rakyat.
Ketujuh makam itu adalah Makam Raja Sigentar Alam, Panglima Tuan
Djundjungan, Putri Kembang Dadar, Putri Rambut Selako, Pangeran Raja
Batu Api, Panglima Bagus Sekuning, dan makam Panglima Bagus Karang.
Makam-makam itu berbentuk bangunan makam dari tembok atau batu
yang berada dalam rumah. Pada makam itu hanya diberi keterangan nama
tokoh yang terkubur, tanpa satu teks yang menjelaskan siapa tokoh itu,
riwayat hidupnya, dan perannya dalam sejarah Palembang. Sebagian besar
pengunjung yang mendatangi situs kebingungan. Apalagi, beberapa juru
kunci menceritakan versi sejarah yang berbeda-beda.

Kedua tokoh itu berjasa memimpin pasukan kerajaan saat menundukkan


pasukan Kasultanan Banten yang menyerang Palembang. Sultan Banten,
Sultan Hasanuddin, tewas dalam pertempuran sengit itu. Tetapi, ada juga
versi sejarah yang menyebutkan, makam Bagus Sekuning yang sebenarnya
justru ada di kawasan Bagus Kuning, di Plaju, Palembang. Jauh sebelum
itu, Bukit Siguntang menjadi pusat keagamaan pada masa Kerajaan
Sriwijaya yang berkembang sampai abad ke-14. Sejumlah peninggalan dari
kerajaan yang didirikan Dapunta Hyang Srijayanasa itu ditemukan di sini.
Ada kemudi kapal Sriwijaya yang ditemukan di kaki bukit, ada arca Buhda
Amarawati, dan prasasti Bukit Siguntang yang menjadi bukti penting
keberadaan Sriwijaya. "Jadi, Bukit Siguntang itu memang kawasan yang
dikeramatkan sejak zaman Kerajaan Sriwijaya, pemerintahan perwakilan
Majapahit, dan Kerajaan Palembang. Sampai sekarang pun bukit itu masih
dikeramatkan dengan diziarahi banyak pengunjung,"

Sosok Adityawarman dari penerawangan beberapa sumber yang telah


didatangi beliau dalam mimpinya, menyatakan bahwa Adityawarman
berperawakan tinggi besar, berpakain serba hitam dan rambut panjang
serta dikiri kanannya terselip pedang dengan ukuran panjang dan pendek.
Dalam kaitannya dengan Adityawarman , Bukit siguntang diyakini sebagai
tempat disimpannya salah satu senjata andalan beliau yaitu pecut yang
selalu dibawa dalam setiap pertempuran yang dilaluinya. Pada hari hari
tertentu paranormal banyak berdatangan ke daerah tersebut untuk
memohon berkah dan berkeinginan memiliki senjata tersebut, namun untuk
memilikinya bukan hal yang mudah karena dibutuhkan syarat syarat
tertentu dan orang tersebut harus keturunan langsung dari Adityawarman.
Adapun senjata pecut tersebut secara kasat mata tidak kelihatan namun
bagi orang orang tertentu yang memiliki tingkat ilmu kebatinan yang tinggi
pecut tersebut berwarna keemasan dan melingkar ditopang oleh dua buah
penyangga. Pecut tersebut terakhir kali di pegang oleh Kyai Jambe Pule
yang menjadi raja di Kerajaan Badung dan setelah beliau wafat pecut
tersebut kembali lagi keasalnya yaitu Bukit Siguntang.
Penaklukan Bali

Nama Arya Damar ditemukan dalam Kidung Pamacangah dan Usana Bali
sebagai penguasa bawahan di Palembang yang membantu Majapahit
menaklukkan Bali pada tahun 1343. Dikisahkan, Arya Damar memimpin
15.000 prajurit menyerang Bali dari arah utara, sedangkan Gajah Mada
menyerang dari selatan dengan jumlah prajurit yang sama. Di dalam
beberapa babad di Jawa dan Bali, Adityawarman juga dikenal dengan
nama Arya Damar. Adityawarman turut serta dalam ekspansi Majapahit ke
Bali pada tahun 1343 yang dipimpin oleh Patih Gajah Mada. Dalam
catatan Babad Arya Tabanan, disebutkan bahwa Gajah Mada dibantu
seorang Ksatria bernama Arya Damar, yang merupakan nama alias
Adityawarman.
Dari uraian Kitab Purana Bali Dwipa dinyatakan " Perang Arya Dhamar
saking kulwan anekani perang lan sutanire anama Arya Kenceng, Arya
Dhalancang, arya Tan Wikan (Arya Belog) " yang artinnya bahwa pada waktu
Adityawarman ke Bali ikut serta pura beliau yaitu

 Arya Kenceng
 Arya Dhalancang
 Arya Tan Wikan ( Arya Belog )

Arya Damar diperkirakan lahir tahun 1294 M dan pada waktu ekspedisi
Majapahit ke Bali tahun 1343 beliau diperkirakan berusia 50 tahunan
sehingga sudah sewajarnya mempunyai putra yang sudah menginjak
dewasa dan ikut serta berperang membantu ayahnya.

Kerajaan Bedahulu adalah kerajaan kuno yang berdiri sejak abad ke-8
sampai abad ke-14 di pulau Bali, dan diperintah oleh raja-raja keturunan
wangsa Warmadewa. Ketika menyerang Bali, Raja Bali yang menguasai
saat itu adalah seorang Bhairawis penganut ajaran Tantrayana. Untuk
mengalahkan Raja Bali itu, maka Adityawarman juga menganut Bhairawis
untuk mengimbangkan kekuatan.
Kembali ke sejarah Arya Damar dalam ekspedisi Majapahit Ke Bali,
Setelah Gajah Mada mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk
menyerang Bali maka terjadilah ekspedisi Gajah Mada ke Bali pada tahun
1334 dengan Candrasangkala Caka isu rasaksi nabhi (anak panah, rasa,
mata pusat). Pasukan Majapahit dipimpin oleh Gajah Mada sendiri
bersama panglima perang Arya Damar dibantu oleh beberapa Arya.
Setelah sampai di pantai Banyuwangi, tentara Majapahit berhenti sebentar
untuk mengatur siasat peperangan. Dari Hasil perundingan tersebut
diputuskan untuk menyerang bali dari 3 arah yang berbeda sebagai berikut
:

 Dari Arah Timur


Penyerangan Bali dari arah timur akan dipimpin oleh Patih Gajah
Mada bersama dengan para patih keturunan Mpu Witadarma, Krian
Pemacekan, Ki Gajah Para, Krian getas akan mendarat di Toya
Anyar

 Dari Arah Utara


Penyerangan Bali dari arah utara akan dipimpin oleh Arya Damar
bersama dengan Arya Sentong dan Arya Kutawaringin akan
mendarat di Ularan.

 Dari Arah Selatan


 Penyerangan Bali dari arah utara akan dipimpin oleh Arya Kenceng
bersama dengan Arya Belog (Tan Wikan) Arya Pengalasan dan Arya
Kanuruhan akan mendarat di pantai Kuta

Kedatangan prajurit Majapahit tersebut membuat Pulau Bali bagaikan


bergetar, rakyat Bali menjadi panik dan melaporkan hal tersebut kepada
pangeran Sri Madatama yang merupakan putra mahkota kerajaan Bali serta
kehadapan Raja Sri Astasura Ratna Bumi Banten. Setelah mendengar
laporan tersebut, Raja Sri Astasura Ratna Bumi Banten kemudian
mengutus putranya pangeran Sri Madatama untuk menyelidiki kebenaran
berita tersebut. Setelah memastikan kebenaran berita tersebut Krian Pasung
Grigis beserta para patih lainnya segera punggawa menyiapkan
pasukannya masing masing dengan membagi pasukan menjadi 3 sesuai
arah pengepungan pasukan dari Majapahit.
 pertahanan di wilayah Utara dijaga oleh Ki Pasung Grigis, Si Buwan
dan Krian Girikmana.
 Pertahanan di wilayah Barat dijaga oleh Sri Madatama, Ki Tambyak,
Ki Walumgsingkat dan Ki Gudug Basur.
 Pertahanan di wilayah Timur dijaga oleh Ki Tunjung Tutur, Kom
Kopang dan Ki Tunjung Biru.

Pertempuran di Bali bagian utara tidak kalah serunya. Daerah Ularan


dipertahankan oleh Ki Girikmana diserang oleh pasukan dari Majapahit
dibawah pimpinan Panglima Arya Damar. Terjadi pertempuran antara kedua
pimpinan pasukan yaitu Arya Damar dengan Si Girikmana. Kedua pasukan
yang tadinya bertempur menghentikan pertempuran untuk menyaksikan
perang tanding ke dua tokoh tersebut.

Dalam perang tanding yang berlangsung sangat seru tersebut masing masing
menunjukkan kesaktiannya untuk secepatnya melumpuhkan musuhnya,
sampai akhirnya Si Girikmana tidak mampu menandingi kesaktian Arya
Damar sehingga gugur dalam pertempuran sebagai kesatria sejati. Gugur
pula dari pihak kerajaan Bali Krian Jembrana sebagai prajurit yuda. Pasukan
Majapahit di wilayah Selatan dibawah pimpinan Arya Kenceng
menggempur habis habisan, tiada henti hentinya mengurung pasukan musuh
dari segala arah. Pasukan Ki Gudug Basur dan Ki Tambyak mulai terdesak
dan banyak yang mati terluka.

Dalam keadaan terdesak Ki Tambyak berhasil mengalahkan Kyai Lurah


Belambangan. Tubuhnya dilemparkan oleh Ki Tambyak sehingga
terpelanting ke tempat yang agak jauh. Kyai Lurah Belambangan
menghembuskan napasnya yang terakhir, gugur sebagai prawira yuda yang
gagah berani. Melihat kawan seperjuangannya gugur, Arya Balancang, Arya
Sentong, Arya Wangbang dan Kyai Banyuwangi maju bersamaan untuk
mengimbangi kekuatan musuh.

Ki Tambyak adalah seorang patih kerajaan Bali yang sangat teguh dan sakti
sehingga sulit untuk dikalahkan, kalau hal tersebut terus dibiarkan maka
makin banyak korban yang berjatuhan dari pihak Majapahit. Untuk
menghindari hal tersebut maka pimpinan pasukan Majapahit di wilayah
selatan yaitu Arya Kenceng memutuskan menghadapi langsung Ki Tabyak.
Dalam pertempuran satu lawan satu tersebut masing masing pihak berusaha
saling mengalahkan. Karena hebatnya perang tanding tersebut prajurit dari
kedua belah pihak sampai menghentikan pertempuran untuk menyaksikan
kedua tokoh sakti tersebut saling mengalahkan. Namun demikian ternyata
Arya Kenceng dapat memanfaatkan kelengahan Ki Tambyak sehingga dapat
terus menekannya. Ki Tambyak akhirnya gugur dalam pertempuran sampai
kepalanya terpisah dari badannya.

Dengan gugurnya Ki Tambyak pertahanan Bali di wilayah selatan menjadi


lemah karena hanya menyisakan Ki Gudug Basur. Dalam Pertempuran
tersebut Ki Gudug basur diserang dari segala arah oleh para Arya dari
Majapahit. Namun I Gudug basur ternyata mempunyai ilmu yang sangat
tinggi yaitu teguh, kebal oleh senjata apapun sehingga para Arya mengalami
kesulitan untuk mengalahkannya. Namun demikian walaupun tubuhnya
tidak dapat terluka apabila terus menerus digempur dari segala arah lama
kelamaan Ki Gudig Basur kehabisan tenaga dan sehingga dapat dikalahkan
oleh pasukan dari Majapahit. Dengan Gugurnya Ki Gudug Basur dan Ki
Tambyak maka daerah Seseh, Tralangu, Padang Sambian, Kedonganan,
Benua, jimbaran, Kuta, Mimba, Suwung, Sesetan, Tuban, Renon,
Batankendal, Sanur, Tanjungbungkah, Kaba Kaba, Kapal, Tanah barak,
Camagi, Munggu, Parerenan, Dukuh, Kemoning, Pandak, Kelahan,
Pancoran, Babahan, Keliting, Cengkik dan Kerambitan dapat dikuasai oleh
Prajurit Majapahit dibawah pimpinan Arya Kenceng.

Sisa sisa langkar Bedahulu yang masih tersisa setelah mengalami kekalahan
dalam pertempuran menyelamatkan diri dan mengungsi ke daerah Songan,
Kedisan, Abang, Pinggan, Munti, Bonyoh, Tarobayan, Serahi, Sukawana,
Panarajon, Kintamani, Pludu, Manikliu, dan ada pula yang mengungsi ke
daerah timur seperti Culik, Tista, Margatiga, Muntig, Got, Garbawana,
Lokasarana, Garinten, Sekul Kuning, Puhan, Hulakan, Sibetan, Asti,
Watuwayang, Kadampai, Bantas, Turamben, Crutcut, Datah, Watidawa,
Kutabayem Kemenangan Pasukan Majapahit di wilayah selatan yang
dipimpin oleh Arya Kenceng melengkapi kemenangan pasukan Majapahit
yang terlebih dahulu berhasil mengusai wilayah Utara dan Timur Pulau Bali
sehingga praktis semua daerah pesisir Bali dapat dikuasai.
Sekarang tinggallah Krian Pasung Grigis yang bertahan di desa Tengkulak
di wilayah Bali Bagian Tengah. Pertempuran yang terjadi berakhir dengan
kekalahan Bedahulu, dan patih Bedahulu Kebo Iwa gugur sementara raja Sri
Astasura Ratna Bumi Banten pergi mengasingkan diri. Setelah Bali berhasil
ditaklukan, Arya Damar kembali ke Majapahit. Sebagian kerabat Arya
Damar ada yang menetap di Bali, dan di kemudian hari salah seorang
keturunan dari Arya Damar mendirikan Puri Denpasar dan Puri Pemecutan
di Denpasar.
Diposting oleh Lanang Dawan di 01.33

20 komentar:

1.

junk_wach29 November 2009 08.16

Om Swastiastu,

Senang rasanya menemukan blog "Pemecutan-Bedahulu-Majapahit" ini. Setelah


membaca di berbagai sumber, saya baru menemukan sumber yang menyebutkan bahwa
Arya Kenceng merupakan anak dari Arya Damar. Dari sumber lontar babad Arya
Tabanan (Ratu Tabanan), disebutkan bahwa Arya Kenceng dan Arya Belog merupakan
adik dari Arya Damar. Pada sumber-sumber lain yang saya temukan juga banyak yang
menyebutkan bahwa terdapat 6 ksatriya di kediri bersaudara (Satrianing Kediri) yang
keenamnya terdiri dari:

1.Raden Cakradara (Suami Tribhuana)


2.Arya Dhamar
3.Arya Kenceng
4.Arya Sentong
5.Arya Tan Wikan
6.Arya Kutawandira

Ada pula yang menyebutkan bahwa Arya Damar dan Arya Kenceng adalah satu. Nama
Arya Kenceng adalah nama lain dari Arya Damar. Penjelasan ini tentunya bukan tidak
berdasarkan sumber.

Dengan adanya pendapat-pendapat di atas yang saya sebutkan di atas kiranya dapat
dijadikan sebagai bahan perhitungan untuk mengetahui kebenaran bahwa bagaimanakah
hubungan antara Arya Damar dan Arya Kenceng.

Kebenaran tersebut harus dipertimbangkan dengan masak dan dapat diuraikan dari
sumber yang jelas dan pasti. Dari sumber yang ada di blog ini, dikatakan bahwa dari
Kitab Purana Bali Dwipa yang menyatakann " Perang Arya Dhamar saking kulwan
anekani perang lan sutanire anama Arya Kenceng, Arya Dhalancang, arya Tan Wikan
(Arya Belog) ". Namun tidak dijelaskan siapa dan dari mana asal istri dari Arya Damar
yang melahirkan putra-putra itu, tidak dijelaskan pula di mana anak-anak itu dibesarkan.

Dija dapat dijelaskan, kiranya penulis bersedia. Demikian pemintaan saya, atas
perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Om Shanti, Shanti, Shanti, Om

A.A. Ngurah Pradnya A.

Balas

Balasan

1.

Unknown21 November 2019 06.42

Ini yang mendekati kebenaran

Balas

2.

Lanang Dawan13 Januari 2010 02.33

belum ditemukan bukti tertulis yang menjelaskan tentang istri Arya Damar, karena Arya
Damar memangku jabatan sebagai wreda Mentri di Kerajaan Majapahit maka
diperkirakan anak-anak beliau dibesarkan dilingkungan Kerajaan majapahit.

Balas

3.

Anonim18 Januari 2010 05.06

Mohon bantuannya... biar kita sama2 mengenal leluhur kita... saya merupakan keturunan
Arya Damar dari Sunantaya Tabanan... mungkin kita bisa bertukar kisah tentang arya
damar karena saya juga mempunyai keyakinan sendiri tentang Arya Damar. silahkan
kunjungi Blog saya, semoga bisa bertukar pikiran dan saling melengkapi. Suksma... (IGP.
AGUS KURNIAWAN, Sunantaya-Penebel-Tabanan)http://ghoes86.wordpress.com

Balas

4.

Lanang Dawan25 Januari 2010 01.09

apa nama blognya nanti kita bisa bertukar informasi tentang arya damar, sekarang saya
mendapatkan informasi tentang keberadaan arya damar dari satu sumber yang telah
melakukan survey langsung ke palembang

Balas

Anda mungkin juga menyukai