LP 2
LP 2
Pendahuluan
PBL KGD II
Bella Andriyani
1016031023
Kasus/Diagnosa Medis:
Jenis Kasus : Non Trauma
Ruangan : UGD
Kasus ke : II
KOREKSI I KOREKSI II
(………………………………………) (……...………………………….)
Laporan Pendahuluan PBL KGD II 2019-2020
1. Definisi Penyakit
Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak,
bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung
ataupun tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan sangat cepat
begitu gejala dan tanda tampak (American Heart Association, 2015). Jameson, dkk
(2005), menyatakan bahwa cardiac arrest adalah penghentian sirkulasi normal darah
akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif. Berdasarkan pengertian di
atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa henti jantung atau cardiac arrest
adalah hilangnya fungsi jantung secara mendadak untuk mempertahankan sirkulasi
normal darah untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya akibat
kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif.
2. Etiologi
Penyebab henti jantung yang paling umum adalah gangguan listrik di dalam
jantung. Jantung memiliki sistem konduksi listrik yang mengontrol irama jantung tetap
normal. Masalah dengan sistem konduksi dapat menyebabkan irama jantung yang
abnormal, disebut aritmia. Ada empat ritme listrik jantung yang menyebabkan
terjadinya henti jantung, yaitu pulseless ventricular tachycardia (VT), ventricular
fibrilation (VF), pulseless electric activity (PEA), dan asystole. Ritme-ritme jantung
tersebut menyebabkan jantung tidak dapat memompa untuk membuat darah mengalir
secara signifikan.
Menurut American Heart Association (2010), seseorang dikatakan mempunyai
risiko tinggi untuk terkena cardiac arrest dengan kondisi:
a. Ada jejas di jantung akibat dari serangan jantung terdahulu.
b. Penebalan otot jantung (Cardiomyopathy)
c. Seseorang yang sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung
d. Kelistrikan jantung yang tidak normal
e. Pembuluh darah yang tidak normal
f. Penyalahgunaan obat.
3. Manifestasi Klinis
Tanda- tanda cardiac arrest menurut Diklat Ambulans Gawat Darurat 118 (2010)
yaitu:
a. Ketiadaan respon; pasien tidak berespon terhadap rangsangan suara, tepukan di
pundak ataupun cubitan.
b. Ketiadaan pernafasan normal; tidak terdapat pernafasan normal ketika jalan
pernafasan dibuka.
c. Tidak teraba denyut nadi di arteri besar (karotis, femoralis, radialis).
4. Deskripsi patofisiologi
Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya aritmia: fibrilasi
ventrikel (VF), takhikardi ventrikel (VT), aktifitas listrik tanpa nadi (PEA), dan asistol
(Diklat Ambulans Gawat Darurat 118, 2010).
a. Fibrilasi ventrikel
Merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkan kematian mendadak, pada
keadaan ini jantung tidak dapat melakukan fungsi kontraksinya, jantung hanya
mampu bergetar saja. Pada kasus ini tindakan yang harus segera dilakukan
adalah CPR dan DC shock atau defibrilasi.
b. Takhikardi ventrikel
Mekanisme penyebab terjadinyan takhikardi ventrikel biasanya karena adanya
gangguan otomatisasi (pembentukan impuls) ataupaun akibat adanya gangguan
konduksi. Frekuensi nadi yang cepat akan menyebabkan fase pengisian ventrikel
kiri akan memendek, akibatnya pengisian darah ke ventrikel juga berkurang
sehingga curah jantung akan menurun. VT dengan keadaan hemodinamik stabil,
pemilihan terapi dengan medika mentosa lebih diutamakan. Pada kasus
VTdengan gangguan hemodinamik sampai terjadi henti jantung (VT tanpa nadi),
pemberian terapi defibrilasi dengan menggunakan DC shock dan CPR adalah
pilihan utama.
c. Pulseless Electrical Activity (PEA)
Merupakan keadaan dimana aktifitas listrik jantung tidak menghasilkan
kontraktilitas atau menghasilkan kontraktilitas tetapi tidak adekuat sehingga
tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak teraba. Pada kasus ini CPR adalah
tindakan yang harus segera dilakukan.
d. Asistole
Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada jantung, dan
pada monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis lurus. Pada kondisi ini
tindakan yang harus segera diambil adalah CPR.(Diklat Ambulans Gawat Darurat
118, 2010).
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes Darah
untuk mengecek kadar potassium, magnesium, dan bahan kimia lainnya dalam
darah Anda yang memainkan peran penting dalam sinyal listrik jantung
6. Pemeriksaan Penunjang
a EKG
Mendeteksi aktifitas listrik jantung dan menentukan sumber penyebab masalah
henti jantung
b Echocardiografy
Pemeriksaan ini menggunakan aliran gelombang untuk membuat gambaran
bentuk jantung, ukuran dan seberapa baik katup janutng bekerja
c MRI
untuk mendapatkan gambar dari detak jantung dan untuk melihat struktur dan
fungsi jantung.
d Kateterisasi Jantung
prosedur yang digunakan untuk mendiagnosa dan mengobati kondisi jantung
tertentu
7. Penatalaksanaan Medis/Operatif
a. CPR
Hasil penelitian Adielson et al menunjukan bahwa data perspefktif jangka
panjang antara pasien yang mengalami irama VF atau VT diberi tindakan CPR
memiliki kelangsungan hidup yang baik. Hasil penelitian Berdowski dan rekan
penggunalan defibrillator dapat meningkatkan kelangsungan hidup neurologis dari
14,3% menjadi 49,6%. Mekanisme awal terjadinya henti jantung di mulai dengan
irama VT dan VF.
Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah bahwa kompresi dada yang
segera dan defibrilasi merupakan intervensi yang paling penting untuk
meningkatkan hasil dari serangan jantung mendadak dibandingkan dengan
diberikan ventilasi.
8. Terapi Farmakologis
a Ventrikel Aritmia (VF dan VT)
Penatalaksanaan VF atau VT muncul pada pasien henti jantung diberikan obat
Epinefrin (1 mg q3-5min) atau vasopresin (40 U dosis tunggal) yang
diberikan. Amiodaron (push 300 mg IV dan 150 mg ulangi IV dorongan jika
diperlukan) dan lidocaine (1 mg / kg mendorong IV q3-5min sampai 3 dosis) dapat
digunakan sebagai obat antiaritmia jika defibrilasi tidak mengontrol VF / VT. Dalam
kasus VT polimorfik atau dicurigai hypomagnesemia, 1-2 g dorongan IV
magnesium dianjurkan
b PEA (Pulsuless Electrical Activity)
Epinefrin (1 mg q3-5min) dapat digunakan karena tidak ada bukti yang mendukung
penggunaan vasopressin di PEA. Atropin (1 mg q3-5min) harus digunakan dalam
kasus bradikardia. Natrium bikarbonat (1 meq / kg) harus diberikan jika ada
dikaitkan hiperkalemia dan penggunaannya dapat dianggap dalam interval
penangkapan panjang dan diduga asidosis metabolik.
c Asistol
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa vasopressin lebih efektif dibandingkan
dengan efinefrin
9. Pemeriksaan fisik
a. Pengkajian primer
1. Airway
Pemeriksaaan/pengkajian menggunakan metode look,listen,feel.
Tindakan yang harus di lakukan perawat adalah :
- Penilaian untuk memastikan tingkat kesadaran adalah dengan menyentuh,
menggoyang dan di beri rangsangan atau respon nyeri.
- Periksa dan atur jalan napas untuk memastikan kepatenan.
- Periksa apakah anak/bayi tersebut mengalami kesulitan bernapas.
- Buka mulut dengan ibu jari dan jari-jari anda untuk memegang lidah dan
rahang bawah dan tengadah dengan perlahan.
- identifikasi dan keluarkan benda asing ( darah,muntahan,
sekret,ataupun benda asing) yang menyebabkan obstruksi jalan napas
baik parsial maupun total dengan cara memiringkan kepala pasien ke satu
sisi (bukan pada trauma kepala).
- Pasang orofaringeal airway/nasofaringeal airway untuk mempertahankan
kepatenan jalan napas.
- Pertahankan dan lindungi tulang servikal.
2. Breathing
Pemeriksaan/pengkajian menggunakan metode look listen, feel.
Tindakan yang harus dilakukan perawat adalah :
- Atur posisi pasien untuk memaksimalkan ekspansi dinding dada.
- Berikan therapy O2 (oksigen).
- Beri bantuan napas dengan menggunakan masker/bag valve mask
(BMV)/endo tracheal tube (ETT) jika perlu.
- Tutup luka jika didapatkan luka terbuka pada dada.
- Kolaborasi therapy untuk mengurangi bronkhospasme/adanya edema
pulmonal
3. Circulation
Pemeriksaan/pengkajian :
- Periksa denyut nadi karotis dan brakhialis pada (bayi),kualitas dan
karakternya
- Periksa perubahan warna kulit seperti sianosis tindakan yang harus di
lakukan perawat : lakukan tindakan CPR/defibrilasi sesuai dengan indikasi.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi adalah pemeriksaan di mulai dari status keseluruha pasien. Apakah
pasien sadar atau tidak, penampilan secara umum pasien (general
apperance) Rapi atau berantakan, melihat apakah pasien bernapas dengan
tersengal-sengal, bagaimana warna kulit dan mukosa, apakah ada memar,
perdarahan, atau bengkak. Perhatiakan postur dan pergerakan tuuh apakah
ada nyeri, gangguan neurologis,orthopedi, dan status mental.
2. Auskultasi adalah di gunakan untuk pemeriksaan paru-paru, jantung dan
suara peristaltik. Periksa kualitas suara, intensitas, dan durasi. Lakukan
pemeriksaan auskultasi sebelum di lakukan palpasi dan perkusi.
3. Palpasi adalah di periksa untuk karasteristik permukaan seperti, tekstur
kulit,sensitifitas, tugor dan suhu tubuh. Gunakan palpasi ringan untuk
memeriksa denyut nadi, deformitas, kekuatan otot, sedangkan palpasi dalam
dapat di gunakan untuk mengidentifikasi adanya massa, nyeri, ukuran, organ
dan adanya kekakuan.
4. Perkusi adalah dapat di lakukan untuk mengevaluasi organ atau kepadatan
tulang dan dapat di gunakan untuk membedakan struktur padat, berongga,
atau adanya cairan.
10. Patoflow
Aritmia
Penurunan
curah jantung Cardiac Arrest
Suplai O2 menurun
Gangguan
Hipoksia serebral perfusi serebral
Penurunan kesadaran