Kelompok 1 - Teori Thorndike Dan Skinner
Kelompok 1 - Teori Thorndike Dan Skinner
Disusun oleh :
Septian Dika Maulana 2225180044
Nurul I. Shafara 2225180074
Khoirin Nisya 2225180078
Nida Triana L 2225180085
Putri Ayu Vita S. 2225180104
1. Teori Thorndike
Edward Lee Thorndike ialah seorang fungsionalis. Thorndike (1874-1949)
mendapat gelar sarjananya dari Wesleyan University di Connecticut pada tahun 1895,
dan master dari Hardvard pada tahun 1897. Ketika di sana, Thorndike mengikuti
kelasnya Williyams James dan mereka pun menjadi akrab. Thorndike menerima
beasiswa di Colombia, dan dapat menyelesaikan gelar PhD-nya tahun 1898.
Kemudian dia tinggal dan mengajar di Colombiaa sampai pensiun tahun 1940.
Thorndike berhasil menerbitkan suatu buku yang berjudul “Animal intelligence, An
experimental study of associationprocess in Animal”. Buku tersebut merupakan hasil
penelitian Thorndike terhadap tingkah beberapa jenis hewan seperti kucing, anjing,
dan burung yang mencerminkan prinsip dasar dari proses belajar yang dianut oleh
Thorndike yaitu bahwa dasar dari belajar (learning) tidak lain sebenarnya adalah
asosiasi.
Teori yang dikemukakan Thorndike dikenal dengan teori stimulus-respon (S-
R). Dalam teori S-R dikatakan bahwa dalam proses belajar, pertama kali organisme
(hewan, orang) belajar dengan cara coba salah (trial end error). Apabila suatu
organisme berada dalam suatu situasi yang mengandung masalah, maka organisme
itu akan mengeluarkan tingkah laku yang serentak dari kumpulan tingkah laku yang
ada padanya untuk memecahkan masalah itu. Berdasarkan pengalaman itulah, maka
pada saat menghadapi masalah yang serupa, organisme sudah tahu tingkah laku mana
yang harus dikeluarkannya untuk memecahkan masalah. Ia mengasosiasikan suatu
masalah tertentu dengan suatu tingkah laku tertentu. Sebagai contoh seekor kucing
yang dimasukkan dalam kandang yang terkunci akan bergerak, berjalan, meloncat,
mencakar, dan sebagainya sampai suatu ketika secara kebetulan ia menginjak suatu
pedal dalam kandang itu sehingga kandang itu terbuka dan kucing pun bisa keluar.
Sejak saat itulah, kucing akan langsung menginjak pedal kalau ia dimasukkan dalam
kandang yang sama.
Teori Belajar yang di Kemukakan Edward Leer Thorndike
Menurut Thorndike (Budiningsih, 2005: 21) belajar adalah proses interaksi antara
stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya
kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap
melalui alat indera. Pada mulanya, pendidikan dan pengajaran di amerika serikat di
dominasi oleh pengaruh dari Thorndike (1874-1949) teori belajar Thorndike di sebut
“ Connectionism” karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi
antara stimulus dan respon. Teori ini sering juga disebut “Trial and error” dalam
rangka menilai respon yang terdapat bagi stimulus tertentu. Thorndike mendasarkan
teorinya atas hasil-hasil penelitiannya terhadap tingkah laku beberapa binatang antara
lain kucing, dan tingkah laku anak-anak dan orang dewasa.
Dalam membuktikan teorinya Thorndike melakukan percobaan terhadap seekor
kucing yang lapar dan kucing itu ditaruh di kandang, Seekor kucing yang lapar
ditempatkan dalam sangkar berbentuk kotak berjeruji yang dilengkapi dengan
peralatan, seperti pengungkit, gerendel pintu, dan tali yang menghubungkan
pengungkit dengan gerendel tersebut. Peralatan ini ditata sedemikian rupa sehingga
memungkinkan kucing tersebut memperoleh makanan yang tersedia di depan sangkar
tadi. Keadaan bagian dalam sangkar yang disebut puzzle box (teka-teki) itu
merupakan situasi stimulus yang merangsang kecil untuk bereaksi melepaskan diri
dan memperoleh makanan yang ada di muka pintu. Mula-mula kucing tersebut
mengeong, mencakardan berlari-larian, namun gagal membuka pintu untuk
memperoleh makanan yang ada di depannya. Akhirnya, entah bagaimana, secara
kebetulan kucing itu berhasil menekan pengungkit dan terbukalah pintu sangkar
tersebut. Eksperimen puzzle box ini kemudian terkenal dengan nama instrumental
conditioning. Artinya, tingkah laku yang dipelajari berfungsi sebagai instrumental
(penolong) untuk mencapai hasil atau ganjaran yang dikehendaki.
Berdasarkan eksperimen di atas, Thorndike berkesimpulan bahwa belajar adalah
hubungan antara stimulus dan respon. Itulah sebabnya teori koneksionisme juga
disebut “S-R Bond Theory” dan “S-R Psycology of learning” selain itu, teori ini juga
terkenal dengan “Trial and Error Learning”. Istilah ini menunjuk pada panjangnya
waktu atau banyaknya jumlah kekeliruan dalam mencapai suatu tujuan. Apabila kita
perhatikan secara seksama dalam eksperimen Thorndike tadi akan kita dapati 2 hal
pokok yang mendorong timbulnya fenomena belajar.
Pertama, keadaan kucing yang lapar. Seandainya kucing itu kenyang, sudah tentu
tidak akan berusaha keras untuk keluar. Bahkan, barangkali ia akan tidur saja dalam
puzzle box yang mengurungnya. Dengan kata lain, kucing itu tidak akan
menampakkan gejala belajar untuk keluar. Sehubung dengan hal ini, hampir dapat
dipastikan bahwa motivasi (seperti rasa lapar) merupakan hal yang sangat vital dalam
belajar.
Kedua, tersedianya makanan di muka pintu puzzle box, merupakan efek positif
atau memuaskan yang dicapai oleh respon dan kemudian menjadi dasar timbulnya
hukum belajar yang disebutlaw of effect. Artinya, jika sebuah respon menghasilkan
efek yang memuaskan, hubungan antara stimulus dan respon akan semakin kuat.
Sebaliknya, semakin tidak memuaskan (mengganggu) efek yang dicapai respon,
semakin lemah pula hubungan stimulus dan respon tersebut.
Ciri-ciri Belajar Menurut Thorndike
a) Ada motif pendorong aktivitas
b) Ada berbagai respond terhadap sesuatu
c) Ada eliminasi respond-respond yang gagal atau salah
d) Ada kemajuan reksi-reaksi mencapai tujuan dari penelitiannya itu
Hukum-hukum yang Digunakan Edward Lee Thorndike
1. Hukum Kesiapan (Law of Readiness)
Dalam belajar seseorang harus dalam keadaan siap dalam artian seseorang
yang belajar harus dalam keadaan yang baik dan siap, jadi seseorang yang
hendak belajar agar dalam belajarnya menuai keberhasilan maka seseorang
dituntut untuk memiliki kesiapan, baik fisik maupun psikis. Siap fisik seperti
seseorang tidak dalam keadaan sakit, yang mana bisa mengganggu kualitas
konsentrasi. Adapun contoh dari siap psikis adalah seperti seseorang yang
jiwanya tidak lagi terganggu, seperti sakit jiwa dan lain-lain. Disamping
seseorang harus siap fisik dan psikis seseorang juga harus siap dalam
kematangan dalam penguasaan pengetahuan serta kecalapan-kecakapan yang
mendasarinya.
Menurut Thorndike (Ayuni, 2011: 9) ada tiga keadaan yang menunjukkan
berlakunya hukum ini, yaitu :
a) Bila pada organisme adanya kesiapan untuk bertindak atau berprilaku,
dan bila organisme itu dapat melakukan kesiapan tersebut, maka
organisme akan mengalami kepuasan.
b) Bila pada organisme ada kesiapan organisme untuk bertindak atau
berperilaku, dan organisme tersebut tidak dapat melaksanakan
kesiapan tersebut, maka organisme akan mengalami kekecewaan.
c) Bila pada organisme tidak ada persiapan untuk bertindak dan
organisme itu dipaksa untuk melakukannya maka hal tersebut akan
menimbulkan keadaan yang tidak memuaskan.
2. Teori Skinner
Skinner merupakan salah satu ahli pendidikan yang mengembangkan teori
behaviorisme. Behaviorisme merupakan aliran psikologi yang memandang individu lebih
kepada sisi fenomena jasmaniah dan mengabaikan aspek-aspek mental seperti,
kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam kegiatan belajar. Para ahli
behaviorisme berpendapat bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalan. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus (S) dengan respon
(R). Menurut teori ini, dalam belajar yang paling penting adalah adanya adanya input
berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Menurut pandangan B. F. Skinner (1958), belajar merupakan suatu proses atau
penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progressif. Pengertian belajar ialah
suatu perubahan dalam kemungkinan atau peluang terjadinya respons. Skinner
berpendapat bahwa ganjaran merupakan salah satu unsur yang penting dalam proses
belajar, tetapi istilahnya perlu diganti dengan penguatan. Ganjaran adalah sesuatu yang
menggembirakan, sedangkan penguatan adalah sesuatu yang mengakibatkan
meningkatkatnya suatu respon tertentu. Penguatan tidak selalu berupa hal yang
menggembirakan, tetapi dapat terjadi sebaliknya.
Eksperimen Skinner
Dalam eksperimen Skinner (Muhibbin Syah, 2003: 99), Skinner
menggunakan seekor tikus yang ditempatkan dalam sebuah peti yang kemudian
terkenal dengan “Skinner Box”. Peti sangkar ini terdiri atas dua komponen yaitu:
manipulandum dan alat pemberi reinforcement yang antara lain berupa wadah
makanan. Manipulandum adalah komponen yang dapat dimanipulasi dan
gerakannya berhubungan dengan reinforcement. Komponen ini terdiri dari
tombol, batang jeruji, dan pengungkit. (Rober, 1988).
Dalam eksperimen ini, mula-mula tikus mengeksplorasi pati sangkar
dengan berlari-lari atau mencakari dinding. Aksi ini disebut “”emitted behavior”
(tingkah laku yang terpancar tanpa mempedulikan stimulus tertentu). Sampai pada
suatu ketika secara kebetulan salah satu “emitted behavior” tersebut dapat
menekan pengungkit yang menyebabkan munculnya butir-butir makanan ke
dalam wadahnya sehingga tikus dapat mendapatkan makanan.
Butir-butir makanan ini merupakan reinforce bagi penekanan pengungkit.
Penekanan pengungkit inilah yang disebut tingakah laku operant yang akan terus
meningkat apabial diiringi dengan reinforcement, yakni pengauatan berupa butir-
butir makanan yang muncul
Disamping itu pula dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus
dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya :
Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan
stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah
diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat,
maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Contoh penerapan :
1. seorang Guru yang memberikan suatu hadiah kepada anak didiknya yang
menjadi suatu paling berharga sehingga anak didik tersebut lebih rajin dalam
belajar.
2. Murid mengajukan pertanyaan bagus lalu guru memujinya. Sehingga kedepannya
murid mengajukan lebih banyak pertanyaan.
3. Murid menyela guru, lalu guru menegurnya. Murid jadi berhenti menyela guru.
4. Murid menyerahkan PR tepat waktu, guru berhenti menegur murid. Murid makin
sering menyerahkan pr tepat waktu
DAFTAR PUSTAKA
Ali Imran. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Pustaka Jaya. 1996. Hal : 8-9
Bell Gredler, E. Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: CV. Rajawali.
B.F. Skinner and radical behaviorism, Ali, Muh. 1978. Guru Dalam Proses Belajar
Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Djiwandono, Sri Esti Muryani. 2001. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Grasindo
Feist, Jest, Feist, Gregory J. 2008. Teories of Personality. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Gredler, Margaret E. Bell. 1994. Belajar dan pembelajaran. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.
George Boeree, Sejarah Psikologi, (Cet. I; Jakatra: Prima Shopie, 2005), h. 390
Hamalik, Oemar. 2002. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan PendekatanSistem.
Jakarta: Bumi Aksara.
John W. Satrock, 2007. Psikologi Pendidikan. edisi kedua. PT Kencana Media Group:
Jakarta.
Mahmud, Drs. M. Dimyati. 1989. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud
Muhibinsyah, Psikologi Belajar. Jakarta : Logos. 1999. Hal : 83-85
Nunzairina, Diktat Psikologi Pendidikan. Medan. 2009. Hal : 78-79
Nefi Damayanti, Psikologi Belajar, Hal : 54-55
Purwanto, Ngalim. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya
Sanjaya Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta :
Kencana Prenada Media Group. 2006. Hal : 117
Suryabrata, Sumadi. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Syah M.Ed., Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Sartito Wirawan, Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-Tokoh Psikologi, (Jakarta:
Bulan Bintang, 2006), hal 124.
Wuryani Djiwandono, Sri Esti. 1989. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud.
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), h. 124
Winansih, Varia, Psikolgi Pendidikan, Medan:Latansa Press, 2009. Hal 25
Wuryani Djiwandono, Sri Esti. 1989. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud.
Notulen Diskusi Teori Belajar Thorndike dan Skinner