Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM KIMIA RADIASI

DISUSUN OLEH :

NAMA : DEWA GEMAREFA

NIM : 011600434

KELOMPOK : 1

PROGRAM STUDI : D-IV TEKNOKIMIA NUKLIR

JURUSAN : TEKNOKIMIA NUKLIR

ACARA : POLIMERISASI CANGKOK PLASTIK


ZIPLOCK DAN AKRILAMIDA

PEMBIMBING : MARIA CHRISTINA P., S.ST., M. Eng.

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR

BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL

YOGYAKARTA

2019
I. TUJUAN
Melakukan pencangkokan dengan inisiasi radiasi dan mempelajari berbagai variabel-
variabel terkait.
II. DASAR TEORI
Apabila polimer diiradiasi pada kondisi inert (neutral), ada dua kemungkinan yang
terjadi, yaitu terdegradasi (chain scissioning) atau berikatan silang (cross-linking). Pada
proses degradasi terjadi pemutusan ikatan rantai utama polimer, sedangkan pada
pengikatan silang terbentuk ikatan antara molekul polimer. Efek keseluruhan terhadap
peristiwa ikatan silang adalah pertambahan berat molekul terhadap dosis radiasi karena
adanya rantai cabang pada polimer. Pada peristiwa degradasi terjadi pengurangan berat
molekul, yang dalam beberapa kasus produk akhir reaksi adalah molekul cairan dengan
berat molekul rendah. Berdasarkan sifat itu, polimer dibagi menjadi dua golongan yaitu
golongan I polimer yang mudah berikatan silang dan golongan II polimer mudah
terdegradasi digambarkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur Kimia Polimer yang Berikatan Silang (I) dan yang Mudah
Terdegraadasi (II)(Sumber: Chapiro, 1962)

Gambar 2 adalah dua kemungkinan yang akan terjadi pada golongan polimer jika
teriradiasi. Tabel 1 memperlihatkan daftar polimer berikatan silang dan terdegradasi pada
kondisi inert.

Gambar 2. Dua Jenis Reaksi yang Mungkin Terjadi pada Polimer Bila Diiradiasi dalam
Keadaan Inert (Sumber: Chapiro: Chapiro, 1962)
Tabel 1. Dafat Polimer Berikatan Silang dan Terdegradasi

Berdasarkan proses iradiasi, ada dua metode pencangkokan secara iradiasi, yaitu
iradiasi polimer dan monomer secara bersamaan (sering disebut teknik simultan,
simultaneous radiation grafting) dan iradiasi secara bertahap (pre-radiation grafting).
Teknik iradiasi simultan baik dilakukan apabila monomer tidak lebih reaktif daripada
polimernya, sehingga dapat dihindarkan terjadinya homopolimerisasi. Teknik ini
dipengaruhi oleh laju dosis radiasi. Tetapi, laju dosis yang tinggi tidak selalu memberikan
hasil pencangkokan yang tinggi pula karena pada laju dosis tertentu difusi monomer akan
menjadi kurang efisien. Pemilihan pelarut merupakan hal yang penting dalam metode
simultan ini karena menentukan besarnya derajat pengembangan (swelling) polimer.
Derajat pengembangan diperlukan untuk memudahkan difusi monomer ke dalam matriks
polimer.
Pada teknik iradiasi cara bertahap (pre-radiation grafting), polimer induk diiradiasi
terlebih dahulu dalam kondisi vakum atau dalam udara, kemudian ditambahkan larutan
monomer yang ingin dicangkokkan. Selanjutnya, dilakukan pemanasan pada kondisi bebas
oksigen. Oksigen yang mempunyai orbital kosong akan bertindak sebagai pemangsa
(scavenger) radikal. Penangkapan radikal akan mereduksi jumlah radikal peroksida yang
bertindak sebagai inisiator reaksi pencangkokan. Ada tiga kemungkinan reaksi yang
terjadi dalam teknik iradiasi cara bertahap (pre-radiation grafting), yaitu pencangkokan
pada polimer dengan inisiasi radikal peroksida hasil iradiasi, pencangkokan yang diawali
oleh penjebakan radikal, dan intercross-linking pada dua polimer yang berbeda, yaitu:
1. Pencangkokan pada polimer dengan inisiasi radikal peroksida hasil iradiasi :
Pencangkokan ini merupakan bentuk reaksi redoks dengan oksigen dari udara. Pada
suhu ruangan, oksigen akan bereaksi dengan radikal bebas menghasilkan diperoksida
(POOP) dan hidroperoksida (POOH). Pada Gambar 3, bila dimisalkan A adalah
polimer induk, B monomer, dan Be homopolimer, yang terbentuk adalah kopolimer
cangkok dan yang terbentuk adalah kopolimer blok.

Gambar 3. Pencangkokan pada Polimer dengan Inisiasi Radikal Peroksida

Pada reaksi di atas tidak terjadi homopolimerisasi kecuali bila terjadi transfer rantai
(chain transfer) ke monomer karena inisiasi termal (Gambar 4).

Gambar 4. Pencangkokan pada Polimer dengan Inisiasi Radikal Peroksida dengan


Adanya Transfer Termal

Bila ada disosiasi termal dari hidroperoksida, akan dihasilkan sejumlah ekivalen
kopolimer cangkok dan homopolimer (BeOH). Homopolimerisasi ini bisa
ditanggulangi dengan menambahkan inhibitor Fe(II) seperti terlihat pada reaksi
Persamaan dibawah ini.
2. Pencangkokan yang diawali oleh penjebakan radikal (grafting initiated by trapped
radicals); pencangkokan iradiasi radikal terjebak, tergantung pada sifat polimer induk
yang dicangkok (Gambar 5). Keunggulan metode ini adalah homopolimerisasi relatif
kecil. Hasil pencangkokan tergantung pada efisiensi radikal terjebak yang akan
mempunyai umur lebih lama pada suhu rendah. Metode ini sangat baik diterapkan pada
polimer induk yang bersifat kristalin.

Gambar 5. Pencangkokan pada Polimer dengan Inisiasi Penjebakan Radikal

3. Intercross-linking pada dua polimer yang berbeda; Hasil pencangkokan metode


intercross-linking sangat tergantung pada jenis polimer (Gambar 3.8). Sebelum reaksi
cross-linking dilakukan, akan lebih baik bila kedua polimer dikontakkan dengan sangat
dekat, misalnya dengan cara dicampur secara mekanik.

Gambar 6. Intercross-linking pada Dua Polimer yang Berbeda

III. METODE KERJA


3.1. ALAT
1. Gunting
2. Neraca analitik
3. Gelas Beker
4. Pinset
5. Waterbath
6. Sonikator

3.2. BAHAN
1. Plastik ziplock
2. Alkohol
3. Kertas isap
4. Larutan akrilat

3.3. LANGKAH KERJA


1. Plastik ziplock dipotong hingga ukuran kecil.
2. Sampel plastik disonikasi dengan alkohol selama 10 menit kemudian dikeringkan
dan ditimbang
3. Sampel plastik diletakkan ke wadah tertutup dan ditambahkan larutan akril
amida 10% sebanyak 10 mL
4. Sampel diiradiasi dengan dosis 10 dan 30 kGy
5. Sampel kemudian dipindahkan ke gelas beker dan kemudian dipnaskan pada hot
plate dengan suhu 50-60 oC selama 30 menit
6. Polimer yang terbentuk dicuci menggunakan akuades dan dibiarkan pada suhu
ruang hingga mengering
7. Massa polimer ditimbang dan ditentukan Nilai DOGnya.

IV. DATA PENGAMATAN


4.1. Pengukuran Densitas

Suhu Massa
Pikno +
(°C) (g)
Kosong 28 10,1977
Aquadest 28 15,7705
Lar. AkrilAmida 10% 28 15,809

4.2. Pengukuran Viskositas

Sampel Waktu Alir (s)


1 2 3 Rerata
Aquadest 0,69 0,69 0,69 0,69
Lar.AkrilAmida 10% 0,34 0,34 0,37 0,35

4.3. Pengukuran Massa

Massa (g)
Sampel
Sebelum Iradiasi SetelahIradiasi
Larutan 0,0473 0,0475°
AkrilAmida
0,0422 0,0422*
10%

V. PERHITUNGAN
5.1. Konsentrasi Larutan Akril Amida
2,0032 𝑔
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 = × 100%
20 𝑚𝑙
= 10,016%𝑏/𝑣
≈ 10%𝑏/𝑣

5.2. Densitas Larutan Akril Amida


𝑚Lar.Akril Amida 10%
𝜌Lar.Akril Amida 10% =
𝑣pikno
(𝑚pikno+ Lar.Akril Amida 10% ) − (𝑚pikno kosong )
=
𝑣pikno
(15,809 g) − (10,1977 g)
=
5,5939 𝑐𝑚3
= 1,00311 g/𝑐𝑚3

5.3. Viskositas Larutan Akril Amida


𝜂Lar.Akril Amida 10% 𝑡Lar.Akril Amida 10%
=
𝜂𝐴𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡(28°𝐶) 𝑡𝐴𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡(28°𝐶)
𝑡Lar.Akril Amida 10%
𝜂Lar.Akril Amida 10% = × 𝜂𝐴𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡(28°𝐶)
𝑡𝐴𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
0,35 𝑠
= × 0,8324 𝑐𝑃
0,69 𝑠
= 0,4222 𝑐𝑃

5.4. Derajat Pencangkokan (DOG) Akril Amida

mgrafted − minitial
DOG = × 100%
minitial

dengan:

mgrafted = berat setelah pencangkokan

minitial = berat sebelum pencangkokan

DOG = derajat pencangkokan

Untuk data iradiasi larutan AkrilAmida 10% dengan dosis 10 kGy:


0,0475gr − 0,0473gr
DOG10 𝑘𝐺𝑦 = × 100%
0,0473gr
0,0002
= × 100%
0,1263
= 0,4228%

Untuk data iradiasi larutan AkrilAmida 10% dengan dosis 30 kGy:


0,0422gr − 0,0422gr
DOG30 𝑘𝐺𝑦 = × 100%
0,0422gr
0
= × 100%
0,0422
= 0%
VI. PEMBAHASAN
Polimerisasi cangkok telah dilakukan dengan plastik ziplock sebagai polimernya dan
asam akrilamida sebagai monomer yang akan dicangkok. Plastik ziplock tersusun dari
polietilenena yang berdensitas rendah atau biasa disebut dengan LLDPE. Metode
polimerisasi yang dilakukan merupakan metode simultan dimana polimer induk diiradiasi
bersamaan dengan monomernya. Sumber radiasi yang digunakan merupakan sinar gamma
yang berasal dari Cobalt-60 kemudian dosis yang digunakan sebesar 10 dan 30 kGy.
Tingkat keberhasilan pencangkokan ditentukan dengan menghitung nilai DOGnya.
Terdapat variabel-variabel yang mempengaruhi nilai dari DOG seperti dosis, konsentrasi
monomer, suhu selama pencangkokan, dan waktu pencangkokan. Adapun diperkirakan
reaksi yang akan terjadi pada polietilena dalam peneletian ini merupakan sebagai berikut.

Laju dosis kecil merupakan kondisi terbaik untuk memperlama waktu difusi oksigen ke
dalam polime sehingga didapat jumlah radikal hasil radiolisis yang banyak. Suhu
pencangkokan harus lebih tinggi dari 70OC sehingga tersedia kalor yang cukup untuk
mendekomposisi diperoksida dan hidroperoksida. Diperoksida dan hidroperoksida ini
diperlukan untuk produksi radikal peroksida sebagai pengaktivasi pencangkokan. Selain
itu, seiring meningkatnya dosis total iradiasi maka produk radikal yang dihasilkan akan
semakin banyak sehingga nilai DOG yang didapatkan akan semakin meningkat. Laju dosis
juga sanagat berpengaruh pada proses pencangkokan karena semakin kecil laju dosis,
semakin tinggi derajat pencangkokan yang diperoleh yang diakibatkan oleh meningkatnya
produk radikal dibandingkan dengan iradiasi dengan laju yang tinggi. Hal ini disebabkan
oleh laju dosis kecil, difusi oksigen berlangsung lebiih lama. Chapiro (1962)
Menurut Hegazy dkk. (1981). Peningkatan derajat pencangkokan akan mencapai batas
tertentu pada dosis yang lebih tinggi karena adanya rekombinasi antara radikal-radikal
bebasnya. Pada polimer semi-kristalin, dosis total yang tinggi akan menyebabkan
peningkatan kristalinitas. Peningkatan kristalinitas ini akan menurunkan kecepatan difusi
monomer pada polimer induk (back bone). Dengan demikian, dosis yang terlalu tinggi
akan menurunkan efisiensi inisiasi radikal pada reaksi pencangkokan.
Konsentrasi monomer memberi pengaruh terhadap derajat pencangkokan karena
berkaitan dengan difusibilitas monomer atau kemampuan monomer berdigusi ke dalam
matriks polimer induk. Difusibilitas monomer akan meningkat dengan meningkatnya
konsentrasi monomer. Namun, seiring meningkatnya konsentrasi monomer maka
viskositas dari monomer tersebut akan meningkat sehingga monomer akan lebih sukar
bergerak untuk menuju ke polier tersebut. Hal lain yang perlu diperhatikan merupakan
peristiwa homopolimerisasi.
Homopolimerisasi merupakan peristiwa polimerisasi monomer dengan monomer
sejenisnya. Tingginya kadar homopolimer sangat berpengaruh terhadap konsentrasi
monomer dan terhadap kemampuan monomer untuk menembus matriks film polimer yang
akan dicangkok. Viskositas tinggi dan homopolimerisasi menyebabkan menurunnya
mobilitas pertumbuhan rantai kopolimer. Konsentrasi monomer terbaik untuk sistem
pencangkokan dengan sistem yang lain tidak selalu sama. hal itu tergantung pada berbagai
faktor seperti jenis pelarut monomer, bahan polimer induk, dosis total, dan laju dosis yang
digunakan.
Aspek lain yang berkaitan erat dengan kinetika proses pencangkokan merupakan suhu
pencangkokan. Suhu b=pencangkokan akan berpengaruh kepada tahap-tahapan
polimerisasi. Pembentukan rantai pada tahap propagasi akan terganggu apabila proses
terminasi terjadi secara cepat yang diakbatkan oleh tingginya suhu sehingga rantai-rantai
cabang polimer terjebak dalam larutan yang viskos. Suhu yang tinggi dan kemungkinan
terjadi difusi udara akan meningkatkan peristiwa homopolimerisasi. Pada suhu yang tinggi
akan bagian-bagian polimer yang bersifat kristalin meleleh dalam medium reaksi. Namun,
hal-hal tersebut akan bergantung kepada sifat dari bahan-bahn yang digunakan.
Suhu pencangkokan juga memberikan pengaruh secara bersamaan paling tidak terhadap
tiga parameter, yaitu (1) kelarutan dan daya difusi, (2) kecepatan atau laju propagasi, dan
(3) kecepatan terminasi rantai yang merupakan kontrol pada proses difusi monomer. Hal
itu menunjukan bahwa laju pencangkokan dapat meningkat atau menurun tergantung pada
parameter (1) dan (2). Sementara itu, parameter (3) menjadi tahap pengontrol laju atau
kecepatan pencangkokan. Dengan demikian, semakin tinggi suhu, kecepatan terminasi
rantai juga akan semakin meningkat (Chapiro, 1962), menurut Utama (1986), akibat
pemanasan pada waktu proses pencangkokan, radikal polimer akan bergerak lebih cepat
sehingga reaksi rekombonisasi antara radikal akan lebih cepat pula. Di samping itu, dan
radikal monomer terjadi reaksi aditif yang membentuk kopolimer cangkok yang cepat
pula. Diantara itu akan terjadi kompetisi.
Waktu pencangkokan mempengaruhi derajat pencangkokan karena berkaitan dengan
keleluasaan radikal bereaksi dengan monomer dan difusi monomer ke matriks film
polimer induk. Waktu pencangkokan yang kurang akan memberikan keleluasaan yang
kurang juga agar radikal-radikal bebas bereaksi dngan monomer sehingga DOG yang
didapat akan berkurang juga. Waktu pencangkokan yang terlalu lama akan memberikan
bentuk kurva yang datar atau menurun sebagai akibat meningkatnya homopolimerisasi.
Percobaan kali mendapatkan nilai DOG untuk dosis 10 kGy sebesar 0,4228%
sedangkan dosis 30 kGy sebesar 0%. Pada dosis 10 kGy peristiwa homopolimerisasi yang
terjadi lebih sedikit dibandingkan dengan dosis 30 kGy. Konsentrasi monomer yang
digunakan terbilang rendah sehingga kemampuan difusi monomer ke dalam polimer juga
rendah sehingga pada dosis yang lebih tinggi (30kGy) peristiwa homopolimerisasi akan
rentan terjadi. Konsentrasi dari monomer dapat ditingkatkan untuk mendapatkan hasil
DOG yang lebih banyak selain itu waktu kontak pencangkokan yang dilakukan dapat
diperpanjang agar monomer yang ada akan lebih leluasa untuk berdifusi ke dalam polimer.
Kalor dapat diberikan untuk menaikan suhu sehingga pergerakan monomer untuk
berdifusi akan lebih cepat.

VII. KESIMPULAN
1. Konsentrasi dari monomer apabila ditingkatkan akan memperbesar kemampuan difusi
monomer ke dalam polimer induk.
2. Dosis radiasi yang diterapkan akan berpengaruh terhadap banyaknya pembentukan
radikal-radikal yang akan menginisiasi rantai polimer.
3. Semakin lama waktu pencangkokan, monomer akan lebih leluasa untuk berdifusi ke
dalam rantai polimer induk.
4. Suhu akan berpengaruh terhadap pergerakan dari monomer untuk berdifusi ke dalam
rantai induk yang ada.
5. Banyaknya monomer yang tercangkok ditentuk oleh nilai DOG (Derajat
Pencangkokan). DOG pada praktikum ini didapat sebesar 0,4228% untuk dosis 10 kGy
dan 0% untuk dosis 30 kGy
6. Peningkatan baik dosis, suhu, waktu, maupun konsentrasi monomer untuk setiap bahan
memiliki titik peningkatan tertentu dimana apabila titik tersebut dilewati efisiensi dari
polimerisasi akan menurun kembali karena peristiwa homopolimerisasi, rekombinasi
radikal, dan larutan yang viskos.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Christina, P, Maria., dan Megasari, K. 2009. Buku Ajar Kimia Radiasi dan Percobaan-
Percobaannya. Yogyakarta: Teknokimia Nuklir, STTN-BATAN
Christina, P, Maria., dkk. 2008. Studi Pendahuluan Preparasi Membran untuk Sel Bahan
Bakar Membran Elektrolit Polimer. Jurnal Forum Nuklir. Vol 2. No 2. 157-177.
Djojosubroto, H. 1978. Polimerisasi dengan Radiasi: Kimia Radiasi Zat Organik.
Pengantar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir. BATAN. Hal 176-178.

Yogyakarta, 23 Juni 2019


Pembimbing, Praktikan,

MARIA CHRISTINA P., S.ST., M. Eng DEWA GEMAREFA

Anda mungkin juga menyukai