Anda di halaman 1dari 17

DIFUSI INOVASI DALAM KOMUNIKASI PEMBANGUNAN

A. Pengertian Difusi Inovasi Dalam Komunikasi Pembangunan


Banyak sekali pengertian difusi inovasi yang dikemukakan oleh para ahli komunikasi
pembangunan. Di antaranya adalah sebagai berikut:
· Difusi adalah proses tersebarnya suatu inovasi ke dalam sistem sosial melalui saluran
komunikasi selama periode waktu tertentu. Dalam kaitannya dengan sistem sosial, difusi
juga merupakan suatu jenis perubahan sosial, yaitu proses terjadinya perubahan struktur
dan fungsi dalam suatu sistem sosial. Ketika novasi baru diciptakan, disebarkan, dan
diadopsi atau ditolak anggota sistem perubaha sosial, maka konsekuensinya yang uatam
adalah terjadinya perubahan sosial (Everett M. Rogers dan F. Floyd Shoemaker.)
· Difusi teknologi adalah kegiatan adopsi dan penerapan hasil inovasi secara lebih ekstensif
oleh penemunya dan/atau pihak-pihak lain dengan tujuan untuk meningkatkan daya guna
potensinya. Sedangkan inovasi adalah kegiatan penelitian, pengembangan, dan/ atau
perekayasaan yang bertujuan mengem-bangkan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu
pengetahuan yang baru, atau cara baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang telah ada ke dalam produk atau proses produksi (Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi)
· Difusi inovasi diartikan sebagai suatu proses penyebaran inovasi dari satu individu kepada
individu lainnya dalam suatu sistem sosial yang sama (Leta Rafael Levis).
· Seringkali difusi dipandang sebagai suatu proses otonom yang datang dari langit, yang pasti
akan menyebarkan ide-ide tentang peningkatan pendapatan dan kemakmuran, yang oleh
karena itu menjamin pemerataannya di antara anggota masyarakat (Niels G. Rolling
dalam Rogers).
· Difusi inovasi termasuk ke dalam pengertian peran komunikasi secara luas dalam mengubah
masyarakat melalui penyebarserapan ide-ide dan hal-hal yang baru. Berlangsungnya suatu
perubahan sosial, di antaranya disebabkan diperkenalkannya ataupun dimasukkannya hal-
hal, gagasan-gagasan, dan ide-ide yang baru. Hal-hal baru tersebut dikenal sebagai
inovasi (Zulkarimen Nasution).
B. Latar Belakang Teori Difusi Inovasi
Munculnya Teori Difusi Inovasi dimulai pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1903,
ketika seorang sosiolog Perancis, Gabriel Tarde, memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk S
(S-shaped Diffusion Curve). Kurva ini pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu
inovasi diadopsi seseorang atau sekolompok orang dilihat dari dimensi waktu. Pada kurva ini
ada dua sumbu dimana sumbu yang satu menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu yang
lainnya menggambarkan dimensi waktu.
Pemikiran Tarde menjadi penting karena secara sederhana bisa menggambarkan
kecenderungan yang terkait dengan proses difusi inovasi. Rogers (1983) mengatakan, Tarde’s
S-shaped diffusion curve is of current importance because “most innovations have an S-
shaped rate of adoption”. Dan sejak saat itu tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi fokus
kajian penting dalam penelitian-penelitian sosiologi.
Pada tahun 1940, dua orang sosiolog, Bryce Ryan dan Neal Gross, mempublikasikan
hasil penelitian difusi tentang jagung hibrida pada para petani di Iowa, Amerika Serikat.
Hasil penelitian ini memperbarui sekaligus menegaskan tentang difusi inovasimodel kurva S.
Salah satu kesimpulan penelitian Ryan dan Gross menyatakan bahwa “The rate of adoption
of the agricultural innovation followed an S-shaped normal curve when plotted on a
cumulative basis over time.”
Perkembangan berikutnya dari teori Difusi Inovasi terjadi pada tahun 1960, di mana
studi atau penelitian difusi mulai dikaitkan dengan berbagai topik yang lebih kontemporer,
seperti dengan bidang pemasaran, budaya, dan sebagainya. Di sinilah muncul tokoh-tokoh
teori Difusi Inovasi seperti Everett M. Rogers dengan karya besarnya Diffusion of Innovation
(1961); F. Floyd Shoemaker yang bersama Rogers menulis Communication of Innovation: A
Cross Cultural Approach (1971) sampai Lawrence A. Brown yang menulis Innovation
Diffusion: A New Perpective (1981).
Pada tahun 1962 Everett Rogers menulis sebuah buku yang berjudul “ Diffusion of
Innovations “ yang selanjutnya buku ini menjadi landasan pemahaman tentang inovasi,
mengapa orang mengadopsi inovasi, faktor-faktor sosial apa yang mendukung adopsi inovasi,
dan bagaimana inovasi tersebut berproses di antara masyarakat.
C. Esensi Teori
Teori Difusi Inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi
disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada
sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari
Rogers (1961), yaitu “as the process by which an innovation is communicated through certain
channels over time among the members of a social system.” Lebih jauh dijelaskan bahwa
difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaranan
pesan-pesan yang berupa gagasan baru, atau dalam istilah Rogers (1961) difusi menyangkut
“which is the spread of a new idea from its source of invention or creation to its ultimate
users or adopters.”
Difusi adalah suatu jenis khusus komunikasi yang berkaitan dengan penyebaran
pesan-pesan sebagai ide baru. Sedangkan Komunikasi didefinisikan sebagai proses di mana
para pelakunya menciptakan informasi dan saling pertukaran informasi tersebut untuk
mencapai pengertian bersama. Di dalam isi pesan itu terdapat ketermasaan (Newness) yang
memberikan kepada difusi ciri khusus yang menyangkut ketidakpastian (Uncertainty).
Ketidakpastian adalah suatu derajat di mana sejumlah alternatif dirasakannya berkaitan
dengan suatu peristiwa beserta kemungkinan-kemungkinan pada alternatif tersebut. Derajat
ketidakpastian oleh seseorang akan dapat dikurangi dengan jalan memperoleh informasi.
Rogers menyatakan bahwa inovasi adalah ““an idea, practice, or object perceived as
new by the individual.” (suatu gagasan, praktek, atau benda yang dianggap/dirasa baru oleh
individu). Dengan definisi ini maka kata perceived menjadi kata yang penting karena pada
mungkin suatu ide, praktek atau benda akan dianggap sebagai inovasi bagi sebagian orang
tetapi bagi sebagian lainnya tidak, tergantung apa yang dirasakan oleh individu terhadap ide,
praktek atau benda tersebut.
Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat)
elemen pokok, yaitu:
Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal
ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang
menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi
untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali.
Saluran komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber
kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu
memperhatikan (a) tujuan diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima.
Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak
yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan
efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah
sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling
tepat adalah saluran interpersonal.
Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai
memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan
itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam
(a) proses pengambilan keputusan inovasi
(b) keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalammenerima
inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama
untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama
Sementara itu tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi mencakup:
1. Tahap Munculnya Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau unit pengambil
keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat dan
bagaimana suatu inovasi berfungsi
2. Tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan
lainnya) membentuk sikap baik atau tidak baik
3. Tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau unit pengambil
keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi atau
penolakan sebuah inovasi.
4. Tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit pengambil
keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi.
5. Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit pengambil
keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau penolakan
inovasi yang sudah dibuat sebelumnya.
D. Kategori Adopter
Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki relevansi dan argumen yang
cukup signifikan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Teori tersebut antara lain
menggambarkan tentang variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu inovasi
serta tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi. Anggota sistem sosial dapat dibagi
ke dalam kelompok-kelompok adopter (penerima inovasi) sesuai dengan tingkat
keinovatifannya (kecepatan dalam menerima inovasi). Salah satu pengelompokan yang bisa
dijadikan rujuakan adalah pengelompokan berdasarkan kurva adopsi, yang telah duji oleh
Rogers (1961). Gambaran tentang pengelompokan adopter dapat dilihat sebagai berikut:
1. Innovators: Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Cirinya:
petualang, berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi.
2. Early Adopters (Perintis/Pelopor): 13,5% yang menjadi para perintis dalam penerimaan
inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati, akses di
dalam tinggi
3. Early Majority (Pengadopsi awal): 34% yang menjadi pera pengikut awal. Cirinya:
penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi.
4. Late Majority (Pengadopsi Akhir): 34% yang menjadi pengikut akhir dalam
penerimaan inovasi. Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau
tekanan social, terlalu hati-hati.
5. Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional): 16% terakhir adalah kaum kolot/tradisional.
Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion leaders,sumberdaya
terbatas.

Inovator merupakan individu-individu yang selalu ingin mencoba sesuatu yang baru.
Kemampuan finansialnya harus cukup mendukung keinginan tersebut, karena belum tentu
inovasi yang dicobanya menghasilkan sesuatu yang menguntungkan secara finansial. Mereka
juga berhadapan dengan resiko ketidakpastian dalam mengadopsi inovasi. Tidak jarang
inovator harus kembali kepada praktek atau metode lama karena inovasi yang dicobanya
ternyata tidak sesuai dengan kondisi lingkungannya. kategori inovator ini, yang memiliki
akses yang lebih baik terhadap informasi, serta memiliki kemampuan finansial yang lebih
baik pula. Hal ini dalam prosesnya dapat berakibat pada makin besarnya skala usaha petani
besar, dengan kemampuannya untuk melakukan konsolidasi terhadap usahatani-usahatani
yang lebih kecil. Apabila inovator cenderung bersifat kosmopolit, maka pengadopsi awal
lebih bersifat lokalit. Banyak diantara mereka termasuk kedalam kelompok pembentuk opini.
Mereka dapat menjadi panutan bagi anggota sistem sosial lainnya dalam menentukan
keputusan untuk mencoba sesuatu yang baru. Hal ini berhubungan dengan jarak sosial
mereka relatif dekat dengan sistem sosial yang lain. Mereka mengetahui dengan pasti bahwa
untuk memelihara kepercayaan yang telah diberikan kepada mereka harus membuat
keputusan-keputusan inovasi yang tepat, baik dari segi materinya maupun dari segi
waktunya.

Pengadopsi awal dengan demikian harus mampu menerima resiko ketidakpastian, dan
sekaligus evaluasi subyektifnya mengenai suatu inovasi kepada mereka di lingkungannya.
Mayoritas awal mengadopsi suatu ide baru lebih awal dari pada kebanyakan anggota suatu
sistem sosial. Mereka sering berhubungan dengan lingkungannya, tetapi jarang dipandang
sebagai pembentuk opini. Kehati-hatian merupakan kata kunci bagi mereka sehingga jarang
diangkat sebagai pemimpin.

Di pihak lain, mayoritas akhir memandang inovasi dengan skeptisme yang berlebihan,
mereka baru mengadopsi suatu inovasi setelah sebagian besar anggota sistem sosial
mengadopsi. Mereka memang memerlukan dukungan lingkungannya untuk melakukan
adopsi. Hal ini berhubungan dengan ciri-ciri dasarnya yang cenderung kurang akses terhadap
sumberdaya. Untuk itu mereka harus yakin bahwa ketidakpastian tidak harus menjadi resiko
mereka.

Kelompok akhir adalah kelompok yang paling bersifat lokalit di dalam memandang suatu
inovasi. Kebanyakan mereka terisolasi dari lingkungannya, sementara orientasi mereka
kebanyakan adalah pada masa lalu. Keputusan-keputusan diwarnai dengan pertimbangan apa
yang telah dilakukan pada masa lampau, sedangkan interaksi mereka kebanyakan hanya
dengan sesamanya yang mempercayainya tradisi lebih dari yang lain. Mereka memiliki
kecurigaan yang tinggi terhadap inovasi, kelompok terdahulu telah berpikir untuk
mengadopsi inovasi yang lain lagi.

Semuanya bermula dari keterbatasan sumberdaya yang ada pada mereka, sehingga mereka
benar-benar harus yakin bahwa mereka terbatas dari resiko yang dapat membahayakan
ketersediaan sumberdaya yang terbatas tersebut. Dengan pengetahuan tentang kategorisasi
adopter ini dapatlah kemudian disusun strategi difusi inovasi yang mengacu pada kelima
kategori adopter, sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal, sesuai dengan kondisi dan
keadaan masing-masing kelompok adopter. Hal ini penting untuk menghindari pemborosan
sumberdaya hanya karena strategi difusi yang tidak tepat. Strategi untuk menghadapi adopter
awal misalnya, haruslah berbeda dengan strategi bagi mayoritas akhir, mengingat gambaran
ciri-ciri mereka masing-masing (Rogers, 1983).
E. Penerapan Dan Keterkaitan Teori
Pada awalnya, bahkan dalam beberapa perkembangan berikutnya, teori Difusi Inovasi
senantiasa dikaitkan dengan proses pembangunan masyarakat. Inovasi merupakan awal untuk
terjadinya perubahan sosial, dan perubahan sosial pada dasarnya merupakan inti dari
pembangunan masyarakat. Rogers dan Shoemaker (1971) menjelaskan bahwa proses difusi
merupakan bagian dari proses perubahan sosial. Perubahan sosial adalah proses dimana
perubahan terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial. Perubahan sosial terjadi dalam 3
(tiga) tahapan, yaitu: (1) Penemuan (invention), (2) difusi (diffusion), dan (3) konsekuensi
(consequences). Penemuan adalah proses dimana ide/gagasan baru diciptakan atau
dikembangkan. Difusi adalah proses dimana ide/gagasan baru dikomunikasikan kepada
anggota sistem sosial, sedangkan konsekuensi adalah suatu perubahan dalam sistem sosial
sebagai hasil dari adopsi atau penolakan inovasi.
Sejak tahun 1960-an, teori difusi inovasi berkembang lebih jauh di mana fokus kajian
tidak hanya dikaitkan dengan proses perubahan sosial dalam pengertian sempit. Topik studi
atau penelitian difusi inovasi mulai dikaitkan dengan berbagai fenomena kontemporer yang
berkembang di masyarakat. Berbagai perpektif pun menjadi dasar dalam pengkajian proses
difusi inovasi,seperti perspektif ekonomi, perspektif ’market and infrastructure’ (Brown,
1981). Salah satu definisi difusi inovasi dalam taraf perkembangan ini antara lain
dikemukakan Parker (1974), yang mendefinisikan difusi sebagai suatu proses yang berperan
memberi nilai tambah pada fungsi produksi atau proses ekonomi. Dia juga menyebutkan
bahwa difusi merupakan suatu tahapan dalam proses perubahan teknik (technical change).
Menurutnya difusi merupakan suatu tahapan dimana keuntungan dari suatu inovasi berlaku
umum. Dari inovator, inovasi diteruskan melalui pengguna lain hingga akhirnya menjadi hal
yang biasa dan diterima sebagai bagian dari kegiatan produktif.
Berkaitan dengan proses difusi inovasi tersebut National Center for the Dissemination
of Disability Research (NCDDR), 1996, menyebutkan ada 4 (empat) dimensi pemanfaatan
pengetahuan (knowledge utilization), yaitu
1. Dimensi Sumber (SOURCE) diseminasi, yaitu insitusi, organisasi, atau individu yang
bertanggunggung jawab dalam menciptakan pengetahuan dan produk baru.
2. Dimensi Isi (CONTENT) yang didiseminasikan, yaitu pengetahuan dan produk baru
dimaksud yang juga termasuk bahan dan informasi pendukung lainnya.
3. Dimensi Media (MEDIUM) Diseminasi, yaitu cara-cara bagaimana pengetahuan atau
produk tersebut dikemas dan disalurkan.
4. Dimensi Pengguna (USER), yaitu pengguna dari pengetahuan dan produk dimaksud.
Mengenai saluran komunikasi sebagai sarana untuk menyebarkan inovasi, Rogers
menyatakan bahwa media massa lebih efektif untuk menciptakan pengetahuan tentang
inovasi, sedangkan saluran antarpribadi lebih efektif dalam pembentukan dan percobaan
sikap terhadap ide baru, jadi dalam upaya mempengaruhi keputusan untuk melakukan adopsi
atau menolak ide baru.
Contoh yang lebih fenomenal adalah keberhasilan Pemerintah Orde Baru dalam
melaksanakan program Keluarga Berencana (KB). Dalam program tersebut, suatu inovasi
yang bernama Keluarga Berencana, dikomunikasikan melalui berbagai saluran komunikasi
baik saluran interpersonal maupun saluran komunikasi yang berupa media massa, kepada
suatu sistem sosial yaitu seluruh masyarakat Indonesia. Dan itu terjadi dalam kurun waktu
tertentu agar inovasi yang bernama Keluarga Berencana Tersebut dapat dimengerti,
dipahami, diterima, dan diimplementasikan (diadopsi) oleh masyarakat Indonesia. Program
Keluarga Berencana di Indonesia dilaksanakan dengan menerapkan prinsip difusi inovasi. Ini
adalah contoh difusi inovasi, dimana inovasinya adalah suatu ide atau program kegiatan,
bukan produk.Sementara itu tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi mencakup:
1. Tahap Munculnya Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau unit pengambil
keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat dan
bagaimana suatu inovasi berfungsi
2. Tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan
lainnya) membentuk sikap baik atau tidak baik
3. Tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau unit pengambil
keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi atau
penolakan sebuah inovasi.
4. Tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit pengambil
keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi.
5. Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit pengambil
keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau penolakan
inovasi yang sudah dibuat sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA
Dilla, S. 2007. Komunikasi Pembangunan: Pendekatan Terpadu. Simbiosa. Bandung.
Levis, L. R. 1996. Komunikasi Penyuluhan Pedesaan. Citra Aditya Bakti. Bandung.
Nasution, Z. 2004. Komunikasi Pembangunan. Pengenalan Teori dan Penerapannya. Rajawali
Pers. Jakarta.
Nurudin. 2005. Sistem Komunikasi Indonesia. Rajawali Pers. Jakarta.
Rogers, E. M (Ed). 1989, Komunikasi dan Pembangunan: Perspektif Kritis. LP3S. Jakarta.
Rogers, Everett M. dan F. Floyd Shoemaker. Communication of Innovations. Terjemahan Abdillah
Hanafi Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Usaha Nasional. Surabaya.
Rogers, E. M. 2003, Diffusion of Innovations: Fifth Edition. Free Press. New York
PESPEKTIF KOMUNIKASI PEMBANGUNAN DI ERA REFORMASI
Mei 7, 2010 Choir Amri 1 comment

A. PENGERTIAN PEMBANGUNAN

1. Salah satu definisi pembangunan:

Perubahan menuju pola-pola masyarakat yang memungkinkan realisasi yang lebih baik dari
nilai-nilai kemanusiaan, yang memungkinkan suatu masyarakat mempunyai kontrol yang
lebih besar terhadap lingkungannya dan terhadap tujuan politiknya, dan yang memungkinkan
warganya memperoleh kontrol yang lebih terhadap diri mereka sendiri (Inayatullah, 1967).

1. Kemajuan konsep pembangunan:

Rencana Marshall (Marshall Plan) Dalam ucapannya di Universitas Harvard, ia berpidato


dengan gagasan pemerintah AS untuk membantu membangun negara-negara di Eropa yang
hancur akibat Perang Dunia II. Tujuan gagasan bantuan adalah turut membangkitkan
ekonomi mereka. Dengan gagasan ini, kemudian dikenal dengan sebutan Marshal Plan atau
yang sangat terkenal sebagai suatu program berencana untuk membantu pembangunan
ekonomi negara lain.

Pendapat dan analisis para ahli Barat, pembangunan seperti sekarang, bermula dan
dipengaruhi oleh program pemerintah Amerika Serikat yang dicetuskan presiden Harry S.
Truman dalam pidato pelantikannya 20 Januari 1949 yang dikenal sebagai Poin IV. Riwayat
itu menyebabkan Lerner (1977) bahkan menyebut ”pembangunan” sebagai suatu ideologi
internasional yang bermula dari suatu komunikasi: yakni pidato Presiden Truman kepada
Kongres AS tersebut. Poin IV dianggap merupakan awal dari paradigma pembangunan: yaitu
bantuan negara yang lebih kaya kepada negara yang miskin.

1. Pembangunan sebagai Pertumbuhan

Prioritas masalah utama, dalam pandangan para ahli ekonomi adalah perbedaan yang
mencolok dalam tingkat pendapatan masyarakat di negara-negara maju dengan negara-negara
miskin, Inilah sebabnya timbul perhatian para perencana pembangunan waktu itu terpusat
keinginan meningkatkan pendapatan perkapita bagi negara-negara baru. Hal tersebut
diasumsikan, jika pendapatan perkapita berhasil ditingkatkan, maka masyarakat ataupun
bangsa yang bersangkutan dengan sendirinya berhasil pindah dari tahap lessdeveloped ke
tahap developed.

Berdasarkan asumsi ini, gambaran anak panah pembangunan meliputi unsur-unsur berikut
ini: Produksi –> Pendapatan perkapita –> Tabungan –> Investasi

Rostow mengemukakan tahap-tahap pertumbuhan yang dilalui negara modern, hingga


mencapai keadaan yang sekarang, yaitu:

1. Masyarakat Tradisional

2. Prakondisi tinggal landas

3. Tinggal landas (take off)


4. Masa menjelang kedewasaan

5. Abad konsumsi massa yang tinggi

d. Pembangunan sebagai Poses Modernisasi

Pendapat Rogers dan Svenning (1969), modernisasi pada tingkat individual berkaitan dengan
pembangunan pada tingkat masyarakat. Modernisasi merupakan proses perubahan individual
dari gaya hidup tradisional ke suatu cara hidup yang lebih kompleks, secara teknologis lebih
maju dan berubah cepat.

1. Konsep Pembangunan

Pembangunan meniru model Barat, sebenarnya belum tentu cocok bagi konsep untuk negara-
negara berkembang. Yang mencolok dirasakan adalah terciptanya keadaan ketergantungan
negara-negara berkembang kepada negara maju, terutama dalam bidang ekonomi.

1. Teori Ketergantungan dan Keterbelakangan

Teori Depedensi Secara garis besar, maksud depedensi adalah, suatu keadaan di mana
keputusan-keputusan utama yang mempengaruhi kemajuan ekonomi di negara berkembang
seperti keputusan harga komoditi, pola investasi, hubungan moneter, dibuat oleh individu
atau institusi di luar negara yang bersangkutan. Proses keterbelakangan yang melanda negara-
negara baru, menurut Furtado (1972), meliputi tiga tahapan historis yang terdiri atas:

1. Tahap keuntungan komperatif

2. Tahap substitusi impor.

3. Tahap berkembangnya perusahaan multi nasional (PMN).

g. Kritik Terhadap Teori Depedensi

Menurut Serves (1968), hal-hal yang dikritik pada teori depedensi dan keterbelakangan itu
pada pokoknya adalah :

1. Tidak berhasil memperhitungkan struktur- struktur kelas yang bersifat internal dan kelas
produksi di ngera-negara Pinggiran yang mendambakan terbentuknya tenaga produktif.

2. Cenderung berfokus pada masalah Pusat dan modal internasional, daripada masalah
pembentukan kelas-kelas lokal.

3. Telah gagal dalam membedakan kapitalis dengan feodalis.

4. Mengabaikan produktivitas tenaga kerja sebagai titik sentral dalam pembangunan ekonomi
nasional, dan meletakkan tenaga penggerak pembangunan kapitalis dan masalah
keterbelakangan pada transfer surplus ekonomi Pusat dan Periferi.
5. Dinilai menggalakkan suatu ideologi berorientasi ke Dunia Ketiga yang meruntuhkan
potensi solidaritas kelas Internasional dengan menyatukan semuanya sebagai ”musuh”, baik
elit maupun massa yang berada di bangsa-bangsa pusat.

6. Dinilai statis, karena ia tidak mampu untuk menjelaskan dan memperhitungkan perubahan-
perubahan ekonomi di negara-negara terbelakang menurut waktunya.

B. PENGERTIAN KOMUNIKASI

Kata atau istilah komunikasi (dari bahasa Inggris “communication”),secara etimologis atau
menurut asal katanya adalah dari bahasa Latin communicatus, dan perkataan ini bersumber
pada kata communis Dalam kata communis ini memiliki makna ‘berbagi’ atau ‘menjadi milik
bersama’ yaitu suatu usaha yang memiliki tujuan untuk kebersamaan atau kesamaan makna.

Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan
oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat dalam komunikasi
adalah manusia. Karena itu merujuk pada pengertian Ruben dan Steward(1998:16) mengenai
komunikasi manusia yaitu :

Human communication is the process through which individuals –in relationships, group,
organizations and societies—respond to and create messages to adapt to the environment
and one another. Bahwa komunikasi manusia adalah proses yang melibatkan individu-
individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan
menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain.

Untuk memahami pengertian komunikasi tersebut sehingga dapat dilancarkan secara efektif
dalam Effendy(1994:10) bahwa para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma
yang dikemukakan oleh Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of
Communication in Society. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk untuk
menjelaskan komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What
In Which Channel To Whom With What Effect?

Paradigma Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai
jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu,yaitu:

1. Komunikator (siapa yang mengatakan?)


2. Pesan (mengatakan apa?)
3. Media (melalui saluran/ channel/media apa?)
4. Komunikan (kepada siapa?)
5. Efek (dengan dampak/efek apa?).

Jadi berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, secara sederhana proses komunikasi adalah
pihak komunikator membentuk (encode) pesan dan menyampaikannya melalui suatu saluran
tertentu kepada pihak penerima yang menimbulkan efek tertentu.

C. PENGERTIAN KOMUNIKASI PEMBANGUNAN

Dalam penyelenggaraan pembangunan, diperlukan suatu sistem komunikasi agar terjalin


komunikasi efektif dan memiliki makna yang mampu mengarahkan pencapaian tujuan
pembangunan. Hal itu perlu sekali dilakukan karena proses pembangunan melibatkan
berbagai elemen masyarakat. Komunikasi pembangunan ini harus mengedepankan sikap
aspiratif, konsultatif dan relationship. Karena pembangunan tidak akan berjalan dengan
optimal tanpa adanya hubungan sinergis antara pelaku dan obyek pembangunan. Apalagi
proses pembangunan ke depan cenderung akan semakin mengurangi peran pemerintah,
seiring semakin besarnya peran masyarakat.

Konsep komunikasi pembangunan sangat membuka peluang untuk mendorong komunikasi


intensif melalui dialog dengan kelompok-kelompok strategis dalam rangka membangun
kemitraan untuk mempengaruhi kebijakan publik sebelum diputuskan. Berbagai kelompok
yang perlu dilibatkan dalam kemitraan antara lain Perguruan Tinggi, LSM, pers dan berbagai
elemen pendukung pembangunan lainnya. Agar komunikasi pembangunan berjalan dengan
efektif, maka diperlukan suatu pusat komunikasi yang menjadi rujukan dari pelaku-pelaku
pembangunan maupun pihak-pihak yang berkompeten dalam penyelenggaraan pembangunan
untuk memperoleh informasi dan koordinasi pembangunan secara terpadu.

Uraian di atas sesuai dengan pengertian komunikasi pembangunan yang dikemukakan oleh
beberapa sumber, antara lain:

 Aplikasi komunikasi dalam program pembangunan (Andi Faisal Bakti. Communication and
Family Planning Islam in Indonesia, South Sulawesi Muslim Perseptions of Global
Development Program. Jakarta: Seri INIS XLV, 2004).
 Strategi yang menekankan pada perlunya sosialisasi pembangunan kepada para pelaku
pembangunan daerah dan masyarakat secara umum melalui berbagai media strategis.
Penggunaan media-media strategis tersebut sangat disesuaikan dengan karakteristik
khalayak sasaran yang berkepentingan dengan informasi pembangunan daerah (Rosalita
Bekti dalam Pranata Pusat Komunikasi Pembangunan Daerah, Bangda Depdagri).
 Suatu cabang teori atau praktek komunikasi yang mempunyai kaitan dengan penerapan
pengertian yang mendalam dari teori komunikasi untuk menunjuk permasalahan
pengembangan dan modernisasi. Tujuannya yaitu menemukan strategi untuk mengerahkan
orang-orang dan sebagai konsekwensi sumber daya, untuk tujuan pengembangan (The Free
Encyclopedia. Development communication.
http://en.wikipedia.org/wiki/Development_communication).
 Proses penyebaran pesan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada khalayak guna
mengubah sikap, pendapat, dan perilakunya dalam rangka meningkatkan kemajuan lahiriah
dan kepuasan batiniah, yang dalam keselarasannya dirasakan secara merata oleh seluruh
rakyat (Onong Uchjana Effendy)
 Suatu wilayah yang luas untuk menemukan pendekatan dari seseorang kepada khalayak dari
berbagai ideologi dengan pendekatan metodologis, dengan menggarisbawahi pentingnya
penekanan interaktif dan proses partisipasi untuk perluasan informasi dari masyarakat yang
sedang berproses (Guy Bassette dalam Development communication. http://web.idrc.ca)
 Komunikasi yang berdampak langsung pada hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan
untuk mencapai tujuan-tujuan dalam pembangunan itu
(http://www.commit.com/interac.html)
 Usaha-usaha terorganisir menggunakan proses komunikasi dan media untuk membawa
kemajuan sosial dan ekonomi, umumnya di negara-negara berkembang
(http//:www.museum.tv/archives).
 Usaha yang terorganisir untuk menngunakan proses komunikasi dan media dalam
meningkatkan taraf sosial dan ekonomi, yang secara umum berlangsung dalam negara
sedang berkembang (Peterson dalam Dila).
Berdasarkan pandangan dan kenyataan yang berkembang, dapat dirangkum dalam dua
perspektif pengertian:

a. Dalam arti luas

Melibatkan masalah yang luas: komunikasi politik, komunikasi sosial-budaya, dan kebijakan
komunikasi. Komunikasi pembangunan dalam arti luas meliputi peran dan fungsi komunikasi
sebagai suatu aktivitas pertukaran pesan secara timbal balik di antara masyarakat dan
pemerintah, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembangunan.

b. Dalam arti sempit

Dalam arti sempit pengertian komunikasi pembangunan adalah segala upaya, cara dan teknik
penyampaian gagasan dan keterampilan pembangunan yang berasal dari pihak yang
memprakarsai pembangunan kepada masyarakat yang menjadi sasaran, agar dapat
memahami, menerima dan berpartisipasi dalam pembangunan.

Dalam konteks ini kompem dilihat sebagai rangkaian usaha mengomunikasikan


pembangunan kepada masyarakat, agar mereka ikut serta dalam memperoleh manfaat dari
kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu bangsa. Usaha tersebut mencakup studi,
analisis, promosi, evaluasi, dan teknologi komunikasi untuk seluruh sektor pembangunan.
Pengertian ini tercermin dalam sejumlah kegiatan sistematis yang dilakukan oleh berbagai
badan, dan lembaga yang bersifat lokal, nasional maupun internasional dalam menyebarkan
gagasan pembangunan kepada khalayak ramai.

Menurut Academy Educational Development, komunikasi pembangunan selama ini selalu


bersifat elektrik atau merupakan kumpulan dari berbagai disiplin ilmu: desain instruksional,
jurnalisme, periklanan, pemasaran, teknik, psikologi bahavioral, antropologi, teater dan seni
visual untuk memproduksi program komunikasi.

D. PERMASALAHAN KOMUNIKASI PEMBANGUNAN DI ERA REFORMASI

a. Strategi Komunikasi Pembangunan

Berdasarkan berbagai pemikiran yang dikemukakan para ahli komunikasi, Dila (2007)
menyimpulkan bahwa komunikasi pembangunan merupakan proses penyebaran informasi,
penerangan, pendidikan dan keterampilan, rekayasa sosial dan perubahan perilaku.

 Sebagai proses penyebaran informasi dan penerangan kepada masyarakat, titik pandang
komunikasi pembangunan difokuskan pada usaha penyampaian dan pembagian (sharing)
ide, gagasan, dan inovasi pembangunan antara pemerintah dan masyarakat. Pada proses
tersebut, informasi dibagi dan dimanfaatkan bersama-sama dan seluas-luasnya sebagai
sesuai yang berguna untuk kehidupan.

 Sebagai proses pendidikan dan keterampilan bagi masyarakat, titik pandang komunikasi
pembangunan difokuskan pada penyediaan model pembelajaran publik yang murah dan
mudah dalam mendidik, dan mengajarkan keterampilan yang bermanfaat. Dengan bekal
pendidikan dan keterampilan yang dimiliki, masyarakat dapat lebih kritis dan mandiri
memahami posisinya serta lingkungannya. Melalui interaksi, informasi, komunikasi, dan
sosialisasi dalam berbagai saluran, proses komunikasi pembangunan kemudian dianggap
sebagai bentuk pencerahan, penguatan dan pembebasan dari ketergantungan dan
keterbelakangan sehingga mempermudah menerima suatu inovasi yang ditujukan kepada
mereka.

 Sebagai proses rekayasa sosial, komunikasi pembangunan dipandang sebagai bentuk


pengembangan tindakan komunikasi yang sistematis, terencana dan terarah, dalam
melakukan transformasi ide, gagasan atau inovasi melalui informasi yang disebarluaskan dan
diterima sehingga menimbulkan partisipasi masyarakat dalam melakukan perubahan. Pada
tingkat ini, intervensi komunikasi dalam mengarahkan bentuk rekayasa sosial yang
diinginkan dapat berwujud interaksi, partisipasi, dan dukungan atas informasi yang mereka
terima.

 Sebagai proses perubahan perilaku, komunikasi pembangunan dipandang sebagai proses


psikologis, proses sebagai tindakan komunikasi yang berkesinambungan, terarah, dan
bertujuan. Proses ini berhubungan dengan aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap
mental, dalam melakukan perubahan. Kredibilitas sumber, isi pesan dan saluran komunikasi
sangat berpengaruh dan menentukan perubahan perilaku.

E. PEMECAHAN MASALAH KOMUNIKASI PEMBANGUNAN DI ERA


REFORMASI

Menurut Academy Educational Development (1985:Beyond the flipchart: Three decades of


development communication. Washington DC) ada empat strategi komunikasi pembangunan
yang telah digunakan saat ini:

1. Strategi-strategi yang didasarkan pada pada media yang dipakai

Para komunikator biasanya mengelompokkan kegiatan mereka di sekitar medium tertentu


yang mereka sukai. Strategi ini paling mudah, paling populer, tapi kurang efektif. Secara
tipikal strategi ini memulai rencananya dengan mempertanyakan:

§ Apa yang dapat saya lakukan dengan menggunakan radio?

§ Bagaimana caranya agar saya dapat menggunakan televisi untuk menyampaikan pesan
saya?

Sejumlah penelitian yang diarahkan pada strategi media tertentu telah dilakukan terutama
untuk mengetahui:

§ Media manakah yang terbaik?

§ Media apakah yang termurah biayanya?

§ Media apakah yang terbaik untuk mempopulerkan, mengajarkan, memantapkan, atau


mengingatkan sesuatu hal?

2. Strategi-strategi desain instruksional

Umumnya yang menggunakan pendidik. Mereka memfokuskan strateginya pada


pembelajaran individu-individu yang dituju sebagai suatu sasaran yang fundamental. Strategi
kelompok ini, mendasarkan diri pada teori-teori belajar formal, dan berfokus pada
pendekatan sistem untuk mengembangkan bahan-bahan belajar.

Para desainer intruksional merupakan orang-orang yang berorientasi rencana dan sistem (plan
and system oriented). Mereka pertama-tama melakukan identifikasi mengenai:

a. Tujuan yang hendak dicapai

b. Kriteria keberhasilan

c. Partisipan

d. Sumber-sumber

e. Pendekatan yang digunakan

f. Waktu

Secara tipikal kegiatan mereka digolongkan ke dalam tiga tahapan yang luas dan saling
berkaitan:

- Perencanaan

Menekankan pengumpulan informasi yang dibutuhkan untuk menyiapkan suatu desain


program yang efektif. Informasi diperlukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penting
seperti:

a. Siapakah yang dipilih sebagai khalayak utama dari keseluruhan populasi?

b. Saluran komunikasi apakah yang paling tepat untuk khalayak ini?

c. Perilaku apa yang akan ditegakkan dengan program ini?

d. Sumber-sumber apa yang diperlukan untuk melaksanakan program?

- Implementasi

Terbagi atas siklus yang jelas. Setiap putaran meliputi informasi dasar yang sama dengan
suatu pendekatan yang sedikit berbeda.

- Evaluasi

Melalui monitoring dikaji:

1. Bagaimana suatu mikrokosmik dari khalayak yang dituju merasakan petunjuk yang mereka
terima melalui program komunikasi pembangunan tertentu?
2. Apakah khalayak menerima petunjuk tersebut?
3. Hambatan apa yang mereka hadapi?

3. Strategi-strategi partisipasi
Dalam strategi ini, prinsip-prinsip penting dalam mengorganisir kegiatan adalah kerjasama
komunitas dan pertumbuhan pribadi. Yang dipentingkan dalam strategi ini bukan berapa
banyak informasi yang dipelajari seseorang melalui program komunikasi pembangunan, tapi
lebih pada pengalaman keikutsertaan sebagai seorang yang sederajat dalam proses berbagi
pengetahuan atau keterampilan.

4. Strategi-strategi pemasaran

Strategi ini tumbuh sebagai suatu strategi komunikasi yang sifatnya paling langsung dan
terasa biasa. “Kalau anda bisa menjual produk, kenapa tidak dapat menjual kesehatan,
pertanian, dan keluarga berencana?”.

b. Difusi Inovasi Dalam Komunikasi Pembangunan

Banyak sekali pengertian difusi inovasi yang dikemukakan oleh para ahli komunikasi
pembangunan. Di antaranya adalah sebagai berikut:

 Difusi adalah proses tersebarnya suatu inovasi ke dalam sistem sosial melalui saluran
komunikasi selama periode waktu tertentu. Dalam kaitannya dengan sistem sosial, difusi
juga merupakan suatu jenis perubahan sosial, yaitu proses terjadinya perubahan struktur
dan fungsi dalam suatu sistem sosial. Ketika novasi baru diciptakan, disebarkan, dan diadopsi
atau ditolak anggota sistem perubaha sosial, maka konsekuensinya yang uatam adalah
terjadinya perubahan sosial (Everett M. Rogers dan F. Floyd Shoemaker.)
 Difusi teknologi adalah kegiatan adopsi dan penerapan hasil inovasi secara lebih ekstensif
oleh penemunya dan/atau pihak-pihak lain dengan tujuan untuk meningkatkan daya guna
potensinya. Sedangkan inovasi adalah kegiatan penelitian, pengembangan, dan/ atau
perekayasaan yang bertujuan mengem-bangkan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu
pengetahuan yang baru, atau cara baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang telah ada ke dalam produk atau proses produksi (Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi)
 Difusi inovasi diartikan sebagai suatu proses penyebaran inovasi dari satu individu kepada
individu lainnya dalam suatu sistem sosial yang sama (Leta Rafael Levis).
 Seringkali difusi dipandang sebagai suatu proses otonom yang datang dari langit, yang pasti
akan menyebarkan ide-ide tentang peningkatan pendapatan dan kemakmuran, yang oleh
karena itu menjamin pemerataannya di antara anggota masyarakat (Niels G. Rolling dalam
Rogers).
 Difusi inovasi termasuk ke dalam pengertian peran komunikasi secara luas dalam mengubah
masyarakat melalui penyebarserapan ide-ide dan hal-hal yang baru. Berlangsungnya suatu
perubahan sosial, di antaranya disebabkan diperkenalkannya ataupun dimasukkannya hal-
hal, gagasan-gagasan, dan ide-ide yang baru. Hal-hal baru tersebut dikenal sebagai inovasi
(Zulkarimen Nasution).

DAFTAR PUSTAKA

 Berger, Charles R, dkk, 1987, Handbook of Communication Science, The Publisher of

Professional Social Science.

 Depari, Eduard dan Mc Andrew, Collin, 1991. Peranan Komunikasi Massa Dalam
Pembangunan, Gadjah Mada University : Yogyakarta.

 Dilla, S. 2007. Komunikasi Pembangunan: Pendekatan Terpadu. Simbiosa. Bandung.


 Harmoko, 1985. Komunikasi Sambung Rasa, Pustaka Sinar Harapan : Jakarta.
 Levis, L. R. 1996. Komunikasi Penyuluhan Pedesaan. Citra Aditya Bakti. Bandung.Nasution, Z.
2004. Komunikasi Pembangunan. Pengenalan Teori dan Penerapannya. Rajawali Pers.
Jakarta.
 Nurudin. 2005. Sistem Komunikasi Indonesia. Rajawali Pers. Jakarta.
 Rogers, E. M (Ed). 1989, Komunikasi dan Pembangunan: Perspektif Kritis. LP3S. Jakarta.
 Rogers, Everett M. dan F. Floyd Shoemaker. Communication of Innovations. Terjemahan
Abdillah Hanafi Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Usaha Nasional. Surabaya.
 Rogers, E. M. 2003, Diffusion of Innovations: Fifth Edition. Free Press. New York.
 Effendy, Onong Uchjana, Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Pengantar Ilmu
Komunikasi, Jakarta:Grasindo.Rosdakarya
 Cangara, Hafidz,2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta:PT RajaGrafindo Persada
 Littlejohn, Stephen W. 2001. Theories of Human Communication. USA: Wadsworth
Publishing.
 Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Rosda.
 Ruben, Brent D,Stewart, Lea P, 2005, Communication and Human Behaviour,USA:Alyn and
Bacon
 Sendjaja,Sasa Djuarsa,1994,Pengantar Komunikasi,Jakarta:Universitas Terbuka.
 Wiryanto, 2005,
 Beberapa buku, jurnal, dan internet yang relevan
MAKALAH PANCASILA

KEDUDUKAN PANCASILA DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesetiaaan , nasionalisme, dan patriotisme warga Negara kepada bangsa dan negaranya dapat
diukur dalam bentuk kesetiaan mereka terhadap filsafat negaranya secara formal diwujudkan dalam
bentuk peraturan perundang-undangan (Undang-undang Dasar 1945, dan peraturan perundang-
undangan lainnya). Kesetiaan warga Negara tersebut tampak dalam sikap dan tindakan, menghayati,
mengamalkan dan mengamankan peraturan Perundangan-Undangan itu.
Pancasila adalah sendi, asas, dasar atau peraturan tingkah laku yang penting dan baik. Secara singkat
dapat diuraikan bahwa kedudukan pancasila adalah sebagai dasar Negara RI. Untuk mengatur
pemerintahan dan penyelenggaraan Negara, sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia dan
sebagai ligature bangsa Indonesia.
Kesetiaan ini akan semakin kokoh apabila mengakui dan menyakini kebenaran, kebaikan dan
keunggulan pancasila sepanjang masa. Pancasila dalam kedudukannya sebagai ideology Negara, di
harapkan mampu filter untuk menyerap pengaruh perubahan zaman di era globalisasi ini.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun yang dibahas dalam masalah ini
1. Pengertian Pancasila ?
2. Apa saja kedudukan Pancasila bagi bangsa Indonesia ?
3. Bagaimana proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara ?

Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pancasila memiliki arti lima asas dasar digunakan oleh presiden
Soekarno untuk memberi nama pada lima prinsip dasar Negara Indonesia yang di usulkannya.
Pada tanggal 17 agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya dan keesokan
harinya (18 agustus 1945) mengesahkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia yang di dalamnya
memuat isi rumusan lima prinsip dasar Negara yang diberi nama pancasila.

B. Proses Perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara


Secara ringkas proses perumusan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Budianto, 2006, “Pendidikan Kewarganegaraan”, Erlangga, Jakarta. Mr. Muhammad Yamin, pada
sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945 menyampaikan rumusan asas dasar Negara sebagai berikut :
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Setelah menyampaikan pidatonya, Mr Muhammad Yamin Menyampaikan usul tertulis naskah
Rancangan Undang-undang Dasar. Di dalam pembukaan Rancangan UUD itu tercantum lima asas
dasar Negara yang berbunyai sebagai berikut :

1. Ketuhanan yang Maha Esa


2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab
4. kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah dan Kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
b. Budianto, 2006, “Pendidikan Kewarganegaraan”, Erlangga, Jakarta. Mr Soepomo, pada tanggal 31
Mei 1945 antara lain pidatonya menyampaikan usulan lima dasar Negara, yaitu sebagai berikut :
1. Paham Negara Kesatuan
2. Perhubungan Negara dengan Agama
3. Sistem Badan Permusyawaratan
4. Sosialisasi Negara
5. Hubungan antar bangsa
c. Ir. Soekarno, dalam sidang BPUPKI pada tanggal 1 juni 1945 mengusulkan rumusan dasar Negara
adalah sebagai berikut :
1. Kebangsaan atau Perikemanusiaan
2. Internasional atau Perikemanusiaan
3. Mufakat dan Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan Yang berkebudayaan

Daftar Pustaka

Budiyanto, 2006, Pendidikan Kewarganegaraan, Erlangga, Jakarta.


Winarno, S.Pd. M.Si. 2008, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, PT. Bumi Aksara, Jakarta
Muhammad Yamin Notonegoro, Ir. Seokarno Berdasarkan Termilogi
Prof. Dr. Roland Peanak, dalam bukunya “ Demokratic political Theory”. Memberi makna ligature
sebaga i Ikatan Budaya” atau Cultural bond

Anda mungkin juga menyukai