Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “ Asuhan
Keperawatan pada pasien dengan Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah
Kronis “.
Makalah ini disusun untuk menjelaskan tentang konsep dasar harga diri,
asuhan keperawatan gangguan konsep diri: harga diri rendah kronis, serta
diajukan demi memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa semester V di
STIKes YARSI Pontianak.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam menyusun makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT. senantiasa meridhoi segala usaha kita. Aaimin.

Pontianak, 20 November 2019

Kelompok IV
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Harga diri rendah kronik adalah salah satu respon maladaptif dan
rentang respon neurobiologi, proses terjadinya harga diri rendah kronik
pada pasien skizoprenia dapat dijelaskan dengan menganalisa stresor
predisposisi dan presipitasi yang bersifat biologis, psikologis, dan sosial
budaya sehingga menghasilkan respon bersifat maladaptif yaitu perilaku
harga diri rendah kronik.respon terhadap stresor dengan pasien harga diri
rendah memunculkan respon secara kognitif, afektif, fisiologis, perilaku
dan sosial, respon-respon tersebut akan dianalisis lebih lanjut, sehingga
memunculkan rentang respon (Stuart, 2009).
Harga diri merupakan perasaan berharga atau menghargai diri
sendiri. Sukar untuk mempertahankan harga diri yang tinggi ketika
seseorang menyadari pencapaiannya yang rendah dibandingkan dengan
ekspektasi budaya. Kurangnya kemampuan untuk mempertahankan
pekerjaan, hidup secara mandiri menikah, dan memiliki anak memberikan
kontribusi kepada harga diri yang rendah. Orang yang mengalami
gangguan jiwa berat seringkali merasa tertipu oleh pengalaman hidup yang
mereka harapakan untuk dinikmati sebelum mereka menjadi sakit (Keliat
& Pasaribu, 2016).
Peran perawat dalam pemberian terapi kognitif adalah untuk
membuat pikiran klien yang terselubung menjadi lebih terbuka dan ini
sangat penting untuk mengatasi harga diri rendah kronik (Gladding, 2009).
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah Keperawatan Jiwa serta
untuk mengetahui asuhan keperawatan gangguan konsep diri: harga
diri rendah kronik.
2. Tujuan khusus
a. Agar mahasiswa mengetahui konsep diri harga diri rendah kronis
b. Agar mahasiswa mengetahui proses terjadinya harga diri rendah
kronis
c. Agar mahasiswa mengathui tentang asuhan keperawatan pada
pasien dengan gangguan konsep diri: harga diri rendah kronis.

C. Sistematika penulisan
BAB I: Pendahuluan meliputi latar belakang, tujuan penulisan, sistematika
penulisan.
BAB II: tinjauan teoritis meliputi konsep dasar harga diri rendah kronis,
penatalasanaan
BAB III: Aplikasi asuhan keperawatan meliputi kasus, strategi
pelaksanaan komunikasi
BAB IV: Penutup meliputi kesimpulan, saran.
Daftar Pustaka
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep dasar harga diri rendah kronik


1. Pengertian
Konsep diri adalah komponen kognitif dan pemikiran dari diri dan
umumnya mengacu pada totalitas, sistem kepercayaan, sikap, dan opini
yang kompleks, terorganisir, dan dinamis yang dipelajari oleh setiap
orang yang dianggapbenar tentang dirinya sendiri, keberadaan
pribadinya (Huitt, 2011 dalam townsend, 2015: 248).
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, perasaan, kepercayaan,serta
pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan memengaruhi
individu dalam berhubungan dengan orang lain (Yusuf, dkk; 2015:
92).
Harga diri rendah kronis adalah adalah evaluasi diri yang sudah
lama negatif atau perasaan tentang diri atau kemampuan diri
(Varcarolis, 2013 hal: 247).
Harga diri rendah kronis adalah evaluasi diri negatif yang
berkepanjangan tentang diri atau kemampuan diri (Townsend, 2015
hal: 254).
Harga diri rendah kronik adalah evaluasi diri atau perasaan negatif
yang berkepanjangan tentang diri atau kemampuan diri (Price, dkk
2012: 448).
Harga diri rendah kronik adalah penyangkalan diri atau perasaan
negatif yang berkepanjangan tentang self capabilitas (Ackley &
Ladwing, 2014: 691).
2. Komponen konsep diri
Komponen konsep diri menurut (Townsend, 2015: 248) yaitu sebagai
berikut:
a. Citra tubuh (Body Image)
Citra tubuh (Body Image) adalah persepsi subjektif dari
penampilan fisik seseorang berdasarkan evaluasi diri dan pada
reaksi dan umpan balik dari orang lain (Gorman dan sultan, 2008).
b. Ideal diri (self ideal)
Ideal diri (self ideal) adalah ppersepsi yang dimiliki seseorang
tentang harapan orang lain.
c. Identitas diri (personal identity)
Identitas diri (personal identity) adalah mengamati, membanding,
menetapkan standar, dan membuat penilaian yang mempengaruhi
evaluasi diri seseorang.
d. Harga diri (self esteem)
Harga diri (self esteem) adalah mengacu pada tingkat penghargaan
yang dimiliki individu untuk diri mereka sendiri yyang merupakan
ukuran nilai yang mereka tempatkan pada kemampuan dan
penilaian mereka.
3. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala harga diri redh kronis menurut (Carpenito, 2013:
560) yaitu sebagai berikut :
a. Mayor
1) Lama atau kronis
2) Verbalisasi diri negatif
3) Melaporkan perasaan malu atau bersalah
4) Mengevaluasi diri tidak mampu menangani peristiwa
5) Merasionalisasi atau menolak umpan balik positif dan umpan
baliknegatif tentang diri sendiri yang berlebihan
6) Ragu untuk mencoba hal atau situasi baru
7) Membesar-besarkan umpan balik negatif tentang diri
b. Minor
1) Sering tidak berhasil dalam pekerjaan atau peristiwa kehidupan
lainnya
2) Terlalu menyesuaikan diri,tergantung pada pendapat orang lain
3) Kurangnya persentasi tubuh yang sesuai secara budaya ( kontak
mata,postur, gerakan)
4) Tidak tegas atau pasif
5) Ragu – ragu
6) Berlebihan menncari jaminan
4. Proses terjadinya masalah
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi menurut (Keliat, 2016) melliputi:
1) Faktor yang mempengaruhi harga diri
a) Ideal diri tidak re
Usia merupakan faktor lain yang dapat menyebabkan
perasaan harga diri rendah.
2) Faktor yang mempengaruhi penampilan peran
a) Peran gender
Sumber lain dari ketegangan peran dapat berasal dari nilai-
nilai, keyakinan, perilaku dan stereotip tentang peran
gender.
b) Peran kerja
3) Faktor yang mempengaruhi identitas personal
Ketidakpercayaan orang tua dapat menyebabkan anak-anak
bertanya-tanya apakah pilihan mereka sendiri benar dan merasa
bersalah jika mereka melawan ide-ide orang tua.
b. Faktor presipitasi
1) Trauma seperti kekerasan fisik, seksual, atau psikologis
2) Ketegangan peran adalah perasaan frustasi ketika seseorang
berada dalam arah berlawanan atau merasa tidak mampu attau
tidak cocok untuk melakukan peran tertentu.
Menurut (Keliat, 2016), ada dua kategori transisi peran yaitu
sebagai berikut:
a) Tranisi perkembangan adalah perubahan normal yang
terkait dengan pertumbuhan.
b) Transisi sehat-sakit adalah pergerakan dari keadaan sehat
ke keadaan sakit.
c. Sumber koping
Sumber koping menurut (Stuart, 2013: 273) yaitu sebagai berikut:
1) Aktivitas olahraga danaktivitas diluar rumah
2) Hobi dan kerajinan tangan
3) Seni dan ekspresif
4) Kesehatan dan perawatan diri
5) Pendidikan atau pelatihan
6) Pekerjaan, vokasi, atau posisi
7) Bakat tertentu
8) Kecerdasan
9) Imajinasi atau kreativitas
10) Hubungan interpersonal
d. Mekanisme koping
1) Pertahanan jangka pendek
Krisis identitas dapat diselesaikkan dengan baik mekanisme
koping jangka pendk atau jangka panjang. Ini digunakan untuk
menangkal kesemasan dan ketidakpastian kebingungan
identitas. Menurut (Stuard, 2013) ada empat kategori
pertahanan jangka pendek adalah aktivitas yang:
a) Memberikan pelarian sementara dari krisis identitas diri
b) Memberikan identitas pengganti sementara
c) Untuk sementara memperkuat atau meningkatkan rasa diri
yang menyebar
d) Mewakili upaya jangka pendek dan untuk membuat
identitas ketidakberartian dan difusi identitas untuk
menegaskan bahwa makna hidup itu sendiri tidak ada
artinya.

B. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Pemeriksaan diagnostic
1) Electroencephalogram (EEG), suatu pemeriksaan yang
bertujuan memberikan informasi penting tentang kerja dan
fungsi otak.
2) CT Scan, untk mendapatkan gambaran otak tiga dimensi.
3) Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT),
melihat wilayah otak dan tanda-tanda abnormalitas pada otak
dan menggambarkan perubahan-perubahan aliran darah yang
terjadi.
4) Magnetic Resonance Imaging (MRI), suatu tehnik radiologi
dengan menggunakan magnet, gelombang radio dan computer
untuk mendapatkan gambaran struktur tubuh atau otak dan
dapat mendeteksi perubahan yang kecil sekalipun dalam
struktur tubuh atau otak. Beberapa prosedur menggunakan
kontras gadolinium untuk meningkatkan akurasi gambar.
b. Terapi psikofarmaka/pengobatan
1) Acetylcholine (ACh), untuk pengaturan atensi dan mood,
mengalami penurunan.
2) Norepinephrine, mengatur fungsi kesiagaan, pusat perhatian
dan orientasi; mengatur fight-flight dan proses pembelajaran
dan memori, mengalami penurunan yang mengakibatkan
kelemahan dan depresi.
3) Serotonin, mengatur status mood, mengalami penurunan yang
mengakibatkan klien lebih dikuasai oleh pikiran-pikiran
negative dan tidak berdaya.
4) Glutamat, mengalami penurunan, terlihat dari kondisi klien
yang kurang energi, selalu terlihat mengantu. Selain itu
berdasarkan diagnosa medis klien yaitu skizofrenia yang sering
mengindikasikan adanya penurunan glutamat.
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Pengkajian
Data yang perlu dikaji menurut (Fitria, 2009: 11) yaitu sebagai
berikut:
1) Data subjektif
a) Mengunggapkan dirinya merasa tidak berguna
b) Mengunggapkan dirinya merasa tidak mampu
c) Mengungkapkan dirinya merasa tidak semangat untuk
beraktivitas atau bekerja
d) Mengungkapka dirinya malas melakukan perawatan diri
(mandi, berhias, makan, atau toiletting).
2) Data objektif
a) Mengkritik diri sendiri
b) Perasaan tidak mampu
c) Pandangan hidup yang pesimistis
d) Tidak menerima pujian
e) Penurunan produktivitas
f) Penolakan terhadap kemampuan diri
g) Kurang memperhatikan perawatan diri
h) Berpakaian tidak rapi
i) Berkurang selera makan
j) Tidak berani menatap lawan bicara
k) Lebih banyak menunduk
l) Bicara lambat dengan nada suara lemah.
b. Pohon diagnosa & diagnosa keperawatan

Isolasi Sosial

Effect

Harga Diri Rendah Kronik

Core Problem

Koping Individu Tidak Efektif

Causa

Diagnosa: Gangguan konsep diri: Harga diri rendah kronis.

c. Rencana keperawatan
1) Tindakan individu
Tindakan keperawatan pada klien harga diri rendah adalah
menurut (Keliat, dkk., 2010: 114) sebagai berikut:
a) Membina saling percaya
b) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
c) Menilai kemampuan yang dapat digunakan
d) Memilih kegiatan sesuai dengan kemampuan
e) Melatih kegiatan yang dipilih sesuai dengan kemampuan
2) Tindakan keluarga
Tindakan keperawatan keluarga pada klien harga diri rendah
bertujuan agar keluarga mampu merawat klien dengan harga
diri rendah. Tindakan keperawatan yang diberikan adalah
mendiskusikan bersama-sama keluarga mengenai masalah yang
dihadapi keluarga dalam merawat klien dengan harga diri
rendah. Selanjutnya mendiskusikan bersama-sama keluarga
faktor-faktor yang menyebabkan harga diri rendah dan
mendemonstrasikan cara merawat klien dengan harga diri
rendah. Keluarga diajarkan juga untuk memfasilitasi
pelaksanaan kemampuan yang masih dimiliki klien,
memotivasi klien untuk melakukan kegiatan yang sudah dilatih
dan memberikan pujian atas keberhasilan klien dan menilai
perkembagan perubahan kemampuan klien. Dalam rangka
perencanan pulang pada klien, keluarga diharapkan dapat
merawat klien dengan harga diri rendah dirumah dan menjadi
sistem pendukunng yang efektif bagi klien (Keliat, dkk., 2010:
114).
3) Tindakan terapi aktivitas/kelompok
Tindakan keperawatan generalis untuk kelompok klien dengan
harga diri rendah adalah terapi aktivitas kelompok (TAK)
stimulasi persepsi untuk harga diri rendah. Terapi aktivitas
kelompok ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi hal positif
yang ada pada diri klien serta melatih hal positif yang dapat
digunakan klien (Keliat, dkk., 2010: 115).
BAB III

APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN

A. Kasus
Seorang wanita yang bernama Ny. M berusia 44 tahun dating ke RSJ
dengan membawa rujukan dari puskesmas dengan keterangan depresi
berat dengan gejala psikotik. Keluarga pasien mengatakan pasien sering
menangis, sulit makan sejak pasien berhenti bekerja sebagai pembantu
rumah tangga karena pasien mengalami sakit typhoid sudah sejak satu
tahun yang lalu pasien sering terlihat sedih, merasa tidak berguna, merasa
tidak bisa berpikir dan bertenaga dan pasien pernah mengalami kejang,
biasanya kejang timbul pada siang hari.

B. Strategi Pelaksanaan Komunikasi


SP 1 Pasien: Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
pasien, membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat
digunakan, membantu pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan
dilatih, melatih kemampuan yang sudah dipilih dan menyusun jadwal
pelaksanaan kemampuan yang telah dilatih dalam rencana harian.
1. Fase Orientasi
“Selamat pagi! Bagaimana keadaan T hai ini? T terlihat segar”
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan
kegiatan yang pernah T lakukan? Setalah itu kita akan nilai kegiatan
mana yang masih dapat T dilakukan di rumah sakit. Setelah kita nilai,
kita akan pilih satu kegiatan untuk kita latih.”
“Di mana kita duduk? Bagaimana kalau d ruang tamu? Betapa
lama? Bagaimana kalau 20 menit?”
2. Fase Kerja
“T, apa saja kemampuan yang T dimilik? Bagus, apa lagi? Saya
buat daftarnya ya! Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa T
lakukan? Bagaimana dengan merapikan kamar? Menyapu? Mencuci
piring dan seterusnya. Wah, bagus sekali ada lima kemampuan dan
kegiatan yang T miliki!”
“T, dari kelima kegiatan/kemampuan ini, yang masih dapat
dikerjakan di rumah sakit? (mis, ada tiga yang masih dapat dilakukan).
Bagus sekali ada tiga kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah
sakit ini!”
“Sekarang, coba T pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerakan di
rumah sakit ini. Baik, yang nomor satu, merapikan tempat tidur? Kalau
begitu, bagaimana kalau sekarang kita latihan merapikan tampat tidur
T. mari kita lihat tempat tidur T! coba lihat, sudah rapikah temapt
tidurnya?”
“nah, kalau kita mau meraikan tempat tidur, mari kita pindahkan
dulu bantal dan selimutnya. Bagus! Sekarang kita angkat spreinya, dan
kasurnya kita balik. Nah, sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai
dari arah atas, ya bagus! Sekarang sebelah kaki, tarik dan masukkan,
lalu sebelah pinggir masukkan. Sekarang ambil bantal, rapikan dan
letakkan disebelah atas kepala. Masri kita lipat selimut! Bagus!”
“T sudah bisa merapikan tempat tidur dengan baik sekali. Coba
perhatikan bedakan dengan sebelum dirapikan! Bagus!”
“Coba T lakukan dan jangan lupa memberi tanda di kertas daftar
kegiatan, tulis M (mandiri) kalau T lakukan tanpa disuruh, tulis B
(bantuan) kalau T melakukan dengan dibantu, dan tulis T (tidak) kalau
T tidak melakukan (perawat memberi kertas berisi daftar kegiatan
harian).
3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan T setelah kita bercakap-cakap dan latihan
merapikan tempat tidur? Ya, T ternyata banyak memiliki kemampuan
yang dapat dilakukan di rumah sakit ini. Salah satunya, merapikan
tempat tidur, yang sudah T praktikkan dengan baik sekali. Nah,
kemampuan ini dapat dilakukan juga dirumah setalah pulang.
Sekarang, mari kita masukkan pada jadwal harian. T mau bereapa kali
sehari merapikan tempat tidur. Bagus, dua kali, yaitu pagi jam berapa?
Lalu sehabis istirahat, jam 4 sorea.”
“Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. T masih
ingat kegiatan apa lagi yang mampu dilakukan di rumah sakit selain
merapikan tempat tidur? Ya bagus, cuci piring. Kalau begitu kita akan
latihan mencuci piring besok jam 8 pagi di dapur ruang ini sehabis
makan pagi. Sampai jumpa ya!”

SP 1 Keluarga: Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam


merawat pasien dirumah, menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala
harga diri rendah, menjelaskan cara merawat pasien dengan harga diri
rendah, mendemonstrasikan cara merawat pasien dengan harga diri
rendah, dan memberi kesempatan kepada keluargauntuk mempraktikkan
cara merawat.
1. Fase orientasi
“Selamat pagi! Bagaimana keadaan Bapak/Ibu pagi ini?”
“Bagaimana kalau pagi ini kita bercakap-cakap tentang cara
merawat T? Berapa lama? Bagaimana kalau tiga puluh menit? Baik,
mari duduk di ruangan wawancara!”
2. Fase kerja
“Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang masalah T?”
“Ya memang, benar sekali Pak/Bu, T itu memang terlihat tidak
percaya diri dan sering menyalahkan dirinya sendiri. T sering
mengatakan dirinya adalah orang paling bodoh sedunia. Dengan kata
lain, anak Bapak/Ibu memiliki masalah harga dii rendah yang ditandai
dengan munculnya pikiran-pikiran yang selalu negative terhadap diri
sendiri. Jika keadaannya terus-menerus seperti itu, T dapat mengalami
masalah yang lebih berat lagi, misalnya T jadi malu bertemu dengan
orang lain dan memilih mengurung diri.”
“Sampai di sini, Bapak/Ibu mengerti apa yang dimaksud harga diri
rendah? Bagus sekali Bapak/Ibu sudah mengerti!”
“Setelah kita mengerti bahwa masalah T dapat menjadi masalah
serius, kita perlu memberikan perawatan yang baik untuk T.”
“Bapak/Ibu, apa saja kemampuan yang dimiliki T? Ya benar, dia
juga mengatakan hal yang sama.” (jika sama dengan kemampuan yang
dikaakan T).
“T telah berlatih dua kegiatan, yaitu merapikan tempat tidur dan
cuci piring. T juga telah dibuatkan jadwla untuk kegiatan tersebut.
Untuk itu, Bapak/Ibu dapat mengingatkan T untuk melakukan
kegiatan tersebut sesua jadwla. Tolong bantu menyiapkan alat-alatnya,
ya Bapk/Bu. Jangan lupa memberikan tanda pujian agar harga dirinya
menigkat. Ajak pula memberi tanda contreng pada jadwal
kegiatannya. Selain itu, jika T sudah tidak lagi dirawat di rumah sakit,
Bapak/Ibu tetap perlu memantau perkembangan T. jika masalah harga
dirinya kembali muncul dan tidak tertangani lagi, Bapak/Ibu dapat
membawa T ke puskesmas”.
“Nah, bagaimana kalau sekarang kita praktikkan cara memberikan
pujian kepada T. temui T dan tanyakan kegiatan yang sudah dia
lakukan lalu berikan pujian seperti, “Bagus seklai T, kamu sudah
semakin terampil mencuci piring!”
“Coba Bapak/Ibu praktikkan sekarang. Bagus!”
3. Fase terminasi
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah percakapan kita ini?”
“Dapatkah Bapak/Ibu jelaskan kembali masalah yang dihadapi T
dan bagaimana cara merawatnya?”
“Bagus sekali Bapak/Ibu dapat menjelaskan dengan baik. Nah,
setiap kali Bapak/Ibu mengunjungi T lakukan seperti itu. Nanti di
rumah juga demikian”.
“Bagaimana kalau kita bertemu lagi dua hari mendatang untuk
latihan cara memberi pujian langsung kepada T?”
“Pukul berapa Bapak/Ibu datang? Baik, akan saya tunggu. Sampai
jumpa!”
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut (Stuart, 2009) Harga diri rendah kronik adalah salah satu respon
maladaptif dan rentang respon neurobiologi, proses terjadinya harga diri
rendah kronik pada pasien skizoprenia dapat dijelaskan dengan
menganalisa stresor predisposisi dan presipitasi yang bersifat biologis,
psikologis, dan sosial budaya sehingga menghasilkan respon bersifat
maladaptif yaitu perilaku harga diri rendah kronik.

B. Saran
1. Perawat
Diharapkan perawat agar meningkatkan ketrampilan dalam
memberikan praktik asuhan keeprawatan pada pasien dengan harga
diri rendah kronis, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan
yang maksimal dan dapat menjadi edukator bagi klien maupun
keluarganya.
2. Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dengan adanya makalah ini dapat membantu
dalam pembuatan asuhan keperawatan dan dapat melaksanakan asuhan
keperawatan dengan kemampuan dan teori teori berdasarkan sumber-
sumber, aktual dan dapat dipertanggungjawabkan sebenarnya.
3. Dunia keperawatan
Diharapkan asuhan keperawatan ini dapat terus ditingkatkan
kekurangannya sehingga dapat menambah pengetahuan yang lebih
baik dan luas bagi dunia keperawatan serta dapat diaplikasikan untuk
mengembangkan kompetensi dalam keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Ackley, Betty J. & Ladwing, Gail B.. 2014. Nursing Diagnosis Handbook. USA:
Mobsy Elsevier.

Carpenito, Lynda Juall. 2013. Handbook of Nursing Diagnosis 14 editoin. Kluwer


Wolters.

Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasat Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
Dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika.

Gladding, S.T. 2009. Family Therapy, History, Theory, and Practice. Jurnal
Keperawatan Jiwa. 1 (2): 161-196.

Keliat, Budi Ana & Pasaribu, Jesika. 2016. Prinsip dan Praktik Keperawatan
Kesehatan Jiwa Stuart, Edisi Indonesia Pertama. Singapore: Elsevier.

Keliat, Budi Ana., dkk. 2010. Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok.
Jakarta: EGC.

Price, Ruth Wittman dkk. 2012. Nursing Concept Care Maps For Safe Patient
Care. USA

Stuart, Gail W. 2009. Principlex and Practice Of Psychiatric Nursing. St. Louis,
Missouri: Mosby Elsevier.

Stuart, G.W. 2013. Principlex and Practice Of Psychiatric Nursing. St. Louis,
Missouri: Mosby Elsevier.

Varcarolis, Elizabeth M. 2013. Essentials of psyhiaric Heaallth Nursing. Elsevier.

Yusuf. AH. Dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai