KEPERAWATAN JIWA
Disusun Oleh :
NIM : S19206
a. Aktualisasi diri : pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar
belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima
b. Konsep diri positif apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam
beraktualisasi diri dan menyadari hal –hal positif maupun yang negative dari
dirinya
c. Harga diri rendah: individu cenderung untuk menilai dirinya negative dan merasa
lebih rendah dari orang lain
d. Identitas kacau: kegagalan individu mengintegrasikan aspek – aspek identitas
masa kanak – kanak ke dalam kematangan aspek psikososial kepribadian pada
masa dewasa yang harmonis
e. Depersonalisasi: perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri yang
berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan
dirinya dengan orang lain.
(Core problem)
Gangguan citra tubuh
Disusun Oleh :
NIM : S19206
A. Halaman Judul
B. Konsep Penyakit
1. Definisi
Isolasi sosial adalah ketidakmampuan untuk membina hubungan yang erat,
hangat, terbuka, dan interdependen dengan orang lain (SDKI, 2016). Perilaku yang
diperlihatkan oleh klien dengan isolasi sosial disebabkan karena seseorang menilai
dirinya rendah, sehingga muncul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain,
di mana jika tidak diberikan tindakan keperawatan yang berkelanjutan akan dapat
menyebabkan terjadinya perubahan persepsi sensori dan berisiko untuk menciderai
diri sendiri, orang lain, bahkan lingkungan (Fitria dalam Syafrini, 2015). Isolasi
Sosial merupakan kondisi dimana pasien selalu merasa sendiri dengan merasa
kehadiran orang lain sebagai ancaman (Fortinash dalam Kirana, 2018).
2. Etiologi gangguan jiwa
Menurut Carpenito (dalam JatiWaluyo, 2019), penyebab terjadinya isolasi sosial
adalah sebagai berikut :
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahapan individu ada tugas perkembangan yang harus dipenuhi
agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila ada tugas-tugas
dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase
perkembangan sosial yang nantinya akan menimbulkan masalah.
2) Faktor komunikasi dalam kelurga
Gangguan komunikasi dalam keluarga maupun faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang
termasuk dalam masalah berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidak
jelasanya itu suatu keadaan yang mana seseorang anggota keluarga
menerima pesan yang saling bertentangan dalam watu bersamaan atau
ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk
berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.
3) Faktor social budaya
Isolasi social atau mengasingkan diri dari lingkungan social merupakan
suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal
ini disebabkan oleh norma- norma yang salah dianut oleh keluarga,
dimana setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti usia lanjut,
penyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosial.
4) Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi
terjadinya gangguan social adalah otak, misalnya pada pasien skizoprenia
yang mengalami masalah dalam hubungan social memiliki struktur yang
abnormal pada otak seperti atrofi otak, serta perubahan ukuran dalam be
ntuk sel-sel dalam limbik dan daerah kortika.
b. Faktor presipitasi
Terjadinya gangguan hubungan social juga dapat ditimbulkan oleh faktor
internal dan eksternal seseorang, faktor stressor presipitasi dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
1) Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor social budaya, yaitu stress yang ditimbulkan
oleh factor social budaya seperti budaya.
2) Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress yang terjadi akibat ansietas
yang berkepanjangan yang terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan
individu untuk mengatasinya. ansietas ini dapat terjadi akibat tuntunan untuk berpisah
pada orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu
4. Patofisiologi
Salah satu gangguan berhubungan dengan sosial diantaranya isolasi sosial yang
disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bias dialami oleh klien dengan latar
belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan kecemasan.
Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangkan
hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi regresi atau mundur,
mengalami penurunan dalam aktivitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan
dan kebersihan diri. Klien semakin ternggelam perjalinan terhadap penampilan dan
tingkah laku masa lalu serta tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan,
sehingga berakibat lanjut halusinasi (Argianti, 2018).
Tidak mampu beradaptasi terhadap stimulus dari dalam dan luar secara adekuat
Kemauan
Perubahan persepsi terhadap stimulus menurun
Defisit perawatan
diri
Halusinasi
5. Pemeriksaan penunjang
6. Pengobatan
a. ECT (Electro Convulsif Therapie)
Suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan menimbulkan kejang
pada penderita baik tonik maupun klonik.
b. Foto Terapi atau Sinar
Terapi simptomatik pilihan. Terapi ini diberikan dengan memaparkan klien pada
sinar terang (5-20 kali lebih terang dari sinar ruangan. Klien disuruh untuk duduk
dengan mata terbuka 1,5 meter, didepan klien diletakkan lampu flouresen
spectrum luas setinggi mata. Waktu dan dosis terapi ini bervariasi pada taip
individu. Beberapa klien berespon jika terapi diberikan pagi hari.
Terapi sinar berlangsung dalam waktu yang singkat dan menimbulkan efek terapi
yang cepat. Kebanyakan klien merasa sembuh 3-5 hari tetapi klien dapat kembali
kambuh jika terapi dihentikan. Efek samping yang terjadi setelah dilakukan terapi
dapat berupa nyeri kepala, insomnia, kelelahan, mual, mata kering, keluar sekresi
dari hidung dan rasa lelah pada mata.
c. Terapi kognitif yaitu psikoterapi individu yang pelaksanaannya dengan melatih
klien untuk mengubah cara klien menafsirkan dan memandang segala sesuatu
pada saat klien mengalami kekecewaan, sehingga klien merasa lebih baik dan
dapat bertindak lebih produktif. Melalui terapi kognitif individu diajarkan atau
dilatih untuk mengontrol distorsi pikiran dengan benar-benar mempertimbangkan
faktor dalam berkembangnya dan menetapnya gangguan mood (Towsend dalam
Suerni, 2013).
C. Asuhan Keperawatan
1. Masalah keperwatan yang mungkin muncul
a. Isolasi Sosial (D.0121)
b. Harga diri rendah kronis (D.0086)
c. Gangguan persepsi sensori (D.0085)
d. Defisit perawatan diri (D.0109
2. Diagnose keperawatan
Diagnose Definisi Tanda mayor Tanda minor
keperawatan
Isolasi Sosial Ketidakmampuan Subyektif : Subyektif :
(D.0121) untuk membina 1. Merasa ingin 1. Merasa berbeda
hubungan yang sendirian dengan orang
erat, hangat, 2. Merasa tidak lain
terbuka dan aman di tempat 2. Merasa asyik
interdependen umum dengan pikiran
dengan orang lain. Obyektif : sendiri
1. Menarik diri 3. Merasa tidak
Tidak berminat/ mempunyai
menolak tujuan yang
berinteraksi jelas
dengan orang lain Obyektif :
atau lingkungan 1. Afek datar
2. Afek sedih
3. Riwayat ditolak
4. Menunjukkan
permusuhan
5. Tidak mampu
memenuhi
harapan
6. Kondisi difabel
7. Tindakan tidak
berarti
8. Tidak ada
kontak mata
9. Perkembangan
terlambat
10. Tidak
bergairah/lesu
Harga diri rendah Evaluasi atau Subyektif : Subyektif :
kronis perasaan negatif 1. Menilai diri 1. Merasa sulit
(D.0086) terhadap diri negative (mis. berkonsentrasi
sendiri atau Tidak berguna, 2. Sulit tidur
kemampuan klien tidak tertolong) 3. Mengungkapkan
seperti tidak 2. Merasa keputusasaan
berarti, tidak malu/bersalah
berharga, tidak 3. Merasa tidak Obyektif :
berdaya yang mampu 1. Kontak mata
berlangsung dalam melakukan kurang
waktu lama dan apapun 2. Lesu dan tidak
terus menerus 4. Meremehkan bergairah
kemampuan 3. Berbicara pelan
mengatasi dan lirih
masalah 4. Pasif
5. Merasa tidak 5. Perilaku tidak
memiliki asertif
kelebihan atau 6. Mencari
kemampuan penguatan secara
positif berlebihan
6. Melebih- 7. Bergantung pada
lebihkan pendapat orang
penilaian negatif lain
tentang diri 8. Sulit membuat
sendiri keputusan
7. Menolak Sering kali mencari
penegasan
penilaian positif
tentang diri
sendiri
Obyektif :
1. Enggan
mencoba hal
baru
2. Berjalan
menunduk
Postur tubuh
menunduk
Gangguan Perubahan persepsi Subyektif : Subyektif :
persepsi sensori terhadap stimulus 1. Mendengar 1. Menyatakan
(D.0085) baik internal suara bisikan kesal
maupun eksternal atau melihat
yang disertai bayangan Obyektif :
dengan respon 2. Merasakan 1. Menyendiri
yang berkurang, sesuatu melalui 2. Melamun
berlebihan atau indera 3. Konsentrasi
terdistorsi perabaan, buruk
penciuman, 4. Disorientasi
perabaan, atau waktu, tempat,
pengecapan orang atau
curiga
Obyektif : 5. Curiga
1. Distorsi 6. Melihat ke satu
sensosri arah
2. Respons tidak 7. Mondar –
sesuai mandir
Bersikap seolah 8. Bicara sendiri
melihat,
mendengar,
mengecap, meraba,
atau mencium
sesuatu
Defisit Tidak mampu Subyektif : Subyektif :
perawatan diri melakukan atau Menolak Tidak tersedia
(D.0109) menyelesaikan melakukan
aktivitas perawatan perawatan diri. Obyektif :
diri. Tidak tersedia
Obyektif :
Tidak mampu
mandi/mengenaka
n
pakaian/makan/ke
toilet/berhias
secara mandiri
Amelia, D. R., & Anwar, Z. (2013). Relaps pada pasien skizofrenia. Jurnal Ilmiah
Psikologi Terapan, 1(1), 53-65.
Setelah Pemberian Social Skills Therapy di Rumah Sakit Jiwa. Journal of Health
Science, 11(1).
LAPORAN HALUSINASI
KEPERAWATAN JIWA
Disusun Oleh :
NIM : S19206
A. Halaman judul
B. Konsep Penyakit
1. Definisi
Waham adalah keyakinan yang salah yang didasarkan oleh kesimpulan yang salah
tentang realita eksternal dan dipertahankan dengan kuat. Waham merupakan gangguan
dimana penderitanya memiliki rasa realita yang berkurang atau terdistorsi dan tidak dapat
membedakan yang nyata dan yang tidak nyata (Victoryna, 2020)
Gangguan proses pikir waham merupakan suatu keyakinan yang sangat mustahil
dan dipegang teguh walaupun tidak memiliki bukti-bukti yang jelas, dan walaupun semua
orang tidak percaya dengan keyakinannya (Bell, 2019)
2. Etiologi
Menurut World Health Organization (2016) secara medis ada banyak kemungkinan
penyebab waham, termasuk gangguan neurodegeneratif, gangguan sistem saraf pusat,
penyakit pembuluh darah, penyakit menular, penyakit metabolisme, gangguan endokrin,
defisiensi vitamin, pengaruh obat-obatan, racun, dan zat psikoaktif.
a. Faktor Predisposisi
1. Biologis
Pola keterlibatan keluarga relative kuat yang muncul di kaitkan dengan delusi
atau waham. Dimana individu dari anggota keluarga yang di manifestasikan
dengan gangguan ini berada pada resiko lebih tinggi untuk mengalaminya di
bandingkan dengan populasi umum.Studi pada manusia kembar juga menunjukan
bahwa ada keterlibatan factor.
2. Teori Psikososial
- System Keluarga
Perkembangan skizofrenia sebagai suatu perkembangan disfungsi
keluarga.Konflik diantara suami istri mempengaruhi anak. Bayaknya
masalah dalam keluarga akan mempengaruhi perkembangan anak dimana
anak tidak mampu memenuhi tugas perkembangan dimasa dewasanya.
Beberapa ahli teori menyakini bahwa individu paranoid memiliki orang
tua yang dingin, perfeksionis, sering menimbulkan kemarahan,perasaan
mementingkan diri sendiri yang berlebihan dan tidak percaya pada
individu. Klien menjadi orang dewasa yang rentan karena pengalaman
awal ini.
3. Teori Interpersonal
Dikemukakan oleh Priasmoro (2018) di mana orang yang mengalami psikosis
akan menghasilkan suatu hubungan orang tua-anak yang penuh dengan ansietas
tinggi.Hal ini jika di pertahankan maka konsep diri anak akan mengalami
ambivalen.
4. Psikodinamika
Perkembangan emosi terhambat karena kurangnya rangsangan atau perhatian
ibu,dengan ini seorang bayi mengalami penyimpangan rasa aman dan gagal untuk
membangun rasa percayanya sehingga menyebabkan munculnya ego yang rapuh
karena kerusakan harga diri yang parah,perasaan kehilangan kendali,takut dan
ansietas berat.Sikap curiga kepada seseorang di manifestasikan dan dapat
berlanjut di sepanjang kehidupan. Proyeksi merupakan mekanisme koping paling
umum yang di gunakan sebagai pertahanan melawan perasaan.
b. Faktor Presipitasi
1. Biologi
Stress biologi yang berhubungan dengan respon neurologik yang maladaptif
termasuk:
a) Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses
informasi
b) Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi
rangsangan.
2. Stres lingkungan
Stres biologi menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi dengan
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Pemicu gejala
Pemicu merupakan prekursor dan stimulus yang yang sering menunjukkan episode
baru suatu penyakit. Pemicu yang biasa terdapat pada respon neurobiologik yang
maladaptif berhubungan dengan kesehatan. Lingkungan, sikap dan perilaku
individu (Direja, 2011)
3. Manifestasi Klinik
a) Kognitif
1. Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata
2. Individu sangat percaya pada keyakinannya
3. Sulit berpikir realita
4. Tidak mampu mengambil keputusan
b) Afektif
1. Situasi tidak sesuai dengan kenyataan
2. Afek tumpul
c) Perilaku dan hubungan social
1. Hipersensitif
2. Hubungan interpersonal dengan orang lain tumpul
3. Depresi
4. Ragu-ragu
5. Mengancam secara verbal
6. Aktivitas tidak tepat
7. Streotif
8. Impulsive
9. Curiga
d) Fisik
1. Hegyne kurang
2. Muka pucat
3. Sering menguap
4. BB menurun
4. Patofisiologi
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang disarankan untuk dilakukan hanya bila ada kecurigaan penyebab
organo-biologik . Kecurigaan penyebab organo-biologik apabila didapatkan onset yang relative
cepat, Riwayat kejang , demam tinggi , trauma atau pemburukan penyakit fisik sebelum onset
gangguan . Pemeriksaan penunjang disesuaikan dengan kecurigaan penyakit penyebabnya .
6. Pengobatan
a. Psikofarmalogi
1) Litium Karbonat
Jenis litium yang paling sering digunakan untuk mengatasi gangguan bipolar,
menyusul kemudian litium sitial. Litium masih efektif dalam menstabilkan suasana
hati pasien dengan gangguan bipolar. Gejala hilang dalam jangka waktu 1-3 minggu
setelah minum obat juga digunakan untuk mencegah atau mengurangi intensitas
serangan ulang pasien bipolar dengan riwayat mania
2) Haloperidol
Obat antipsikotik (mayor tranquiliner) pertama dari turunan butirofenon. Mekanisme
kerja yang tidak diketahui. Haloperidol efektif untuk pengobatan kelainan tingkah
laku berat pada anak-anak yang sering membangkang dan eksplosif. Haloperidol juga
efektif untuk pengobatan jangka pendek, pada anak yang hiperaktif juga melibatkan
aktivitas motorik berlebih memiliki kelainan tingkah laku seperti: Impulsif, sulit
memusatkan perhatian, agresif, suasana hati yang labil dan tidak tahan frustasi.
3) Karbamazepin
Karbamazepin terbukti efektif, dalam pengobatan kejang psikomotor, dan neuralgia
trigeminal. Karbamazepin secara kimiawi tidak berhubungan dengan obat
antikonvulsan lain atau obat lain yang digunakan untuk mengobati nyeri pada
neuralgia trigeminal
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Masalah Keperawatan
a. Waham (D.0105)
b. Harga diri rendah kronik (D.0086)
c. Gangguan komunikasi verbal (D.0119)
1. Diagnose Keperawatan
Waham : Keyakianan yang keliru tentang isi pikirana yang dipertahankan secara kuat atau
terus menerus namun tidak sesuai dengan kenyataan.
Gajala Dan Tanda Mayor:
Subjektif :
1. Mengungkapkan isi waham
Objektif :
Subjektif :
Objektif :
1. Curiga berlebihan
2. Waspada berlebihan
3. Bicara berlebihan
4. Sikap menentang atau permusuhan
5. Wajah teagang
6. Pola tidur berubah
7. Tidak mau mengambil keputusan
8. Flight of idea
9. Produktifitas kerja menurun
10. Tidak mampu merawat diri
11. Menarik diri
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Bell, V., Raihani, N., & Wilkinson, S. (2019). De-Rationalising Delusions. 1–34.
https://doi.org/10.1177/2167702620951553
Darmiyanti, A. (2012). Analisa Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Sesi Ii Pada Tn. A
Dengan
Gangguan Proses Pikir: Waham Studi Kasus di Ruang 23 Psikiatri RSUD Saiful Anwar
http://eprints.umm.ac.id/id/eprint/29871
Prastika, Y., Mundakir, S. K., & Reliani, S. K. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien
http://repository.um- surabaya.ac.id/361/
Victoryna, F., Wardani, I. Y., & Fauziah, F. (2020). Penerapan Standar Asuhan Keperawatan
Disusun Oleh :
NIM : S19206
A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Perilaku kekerasaan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku seseorang
yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain atau lingkungan. Perilaku kekerasaan
pada diri sendiri dapat berbentuk melukai diri untuk bunuh diri atau membiarkan diri
dalam penelantaran diri. Perilaku kekerasaan pada orang lain adalah Tindakan agresif
yang ditunjukkan untuk melukai atau membunuh orang lain. Perilaku kekerasaan
pada lingkungan dapat berupa perilaku merusak lingkungan, melempar kaca, genting,
dan semua yang ada di lingkungan. Pasien yang dibawa ke rumah sakit jiwa Sebagian
besar akibat melakukan kekerasaan daruma. Perawat harus jeli dalam melakukan
pengkajian untuk menggali penyebab perilaku kekerasaan yang dilakukan selama di
rumah (Ah.Yusuf, Fitryasari, & Nihayati, 2015)
Perilaku kekerasaan merupakan suatu salah satu respons marah diekspresikan
dengan melakukan ancaman, mencederai diri sendiri maupun orang lain dan dapat
merusak lingkungan sekitar. Tanda dan gejala resiko perilaku kekerasaan dapat
terjadi perubahan pada fungsi kognitif, afektif, fisiologis perilaku dan sosial. Pada
aspek fisik tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernafasaan mengkat, medah
tersinggung, marah, amuk serta dapat mencederai diri sendiri maupun orang lain
(Pardede & Hulu, 2020)
3) Faktor Sosiokultural
Teori lingkungan sosial (social environment theory)menyatakan bahwa
lingkungan sosial sangat mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah.Norma budaya dapat mendukung individu untuk
berespon asertif atau agresif.Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara
langsung melalui proses sosialisasi (social learning theory).
b. Faktor Prespitasi
Faktor presipitasi perilaku kekerasan pada setiap individu bersifat unik,
berbeda satu orang dengan yang lain.Stresor tersebut dapat merupakan penyebab
yang brasal dari dari dalam maupun luar individu. Faktor dari dalam individu
meliputi kehilangan relasi atau hubungan dengan orang yang dicintai atau berarti
(putus pacar, perceraian, kematian), kehilangan rasa cinta, kekhawatiran terhadap
penyakit fisik, dll. Sedangkan faktor luar individu meliputi serangan terhadap
fisik, lingkungan yang terlalu ribut, kritikan yang mengarah pada penghinaan,
tindakan kekerasan
4. Patofisiologi
a. Faktor predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi,
artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasaan jika faktor
berikut dialami oleh individu:
1. Psikologis
Menurut Townsend (1996, dalam jurnal penelitian) faktor psikologi perilaku
kekerasaan meliputi:
a) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kepuasan
dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan
membuat konsep sendiri yang rendah. Agresif dan kekerasaan dapat
memberikan kekuatan dan meningkatkan citra diri (Nuraenah,2012:30)
b) Teori pembelajaran, perilaku kekerasaan merupakan yang
dipelajari,individu yang memiliki pengaruh biologic terhadap perilaku
kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi oleh peran eksternal
(Nuraenah,2012:31)
2. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasaan, sering
mengobservasi kekerasaan dirumah atau diluar rumah, semua aspek
Pohon masalah :
Perilaku Kekerasan
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Electroencephalogram (EEG), suatu pemeriksaan yang bertujuan memberi
informasi penting tentang kerja dan fungsi otak.
b. CT scan, untuk mendapatkan gambaran otak tiga dimensi.
c. Single photon emission computed tomography (SPECT), melihat wilayah otak
dan tanda-tanda abnormalitas pada otak dan menggambarkan perubahan-
perubahan aliran darah yang terjadi.
d. Magnetic resonance imaging (MRI), suatu teknik radiologi dengan menggunakan
magnet, gelombang radio dan computer untuk mendapatkan gambaran stuktur
tubuh atau otak dan dapat mendeteksi perubahan yang kecil sekalipun dalam
stuktur tubuh atau otak. Beberapa prosedur menggunakan kontras gadolinium
untuk meningkatkan akurasi gambar. (Damaiyanti,2012)
6. Pengobatan
a) Farmakologi :
1. Obat Anti Psikosis: Penitizin
2. Pbat Anti Depresi: Amitripilin
3. Obat Anti Ansietas: Diazepam, Bromozepam, Clobozam
4. Obat Anti Insomnia: Phenobarbital
b) Non-Farmakologi :
1. Terapi keluarga : Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu
mengatasi masalah klien dengan memberikan perhatian
2. Terapi kelompok : berfokus pada dukungan dan perkembangan,
keterampilan sosial, atau aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain
untuk mengembalikan keadaan klien karena masalah Sebagian orang
merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang lain.
3. Terapi music : dengan music klien terhibur, rileks dan bermain untuk
mengembalikan kesadaran diri.
B. Asuhan Keperawatan
1. Masalah Keperawatan
a) Perilaku kekerasaan (D.0132)
b) Isolasi sosial (D.0121)
c) Harga diri rendah kronis (D.0086)
2. Diagnose Keperawatan
Perilaku kekerasaan: Kemarahan yang diekpresikan secara berlebihan dan tidak
terkendali secara verbal sampai dengan mencederai orang lain dan/atau merusak
lingkungan (D.0132)
Subjektif :
1. Mengancam
2. Mengumpat dengan kata-kata kasar
3. Suara keras
4. Bicara ketus
Objektif :
Obejektif :
Pardede, J. A., Keliat, B. A., & Yulia, I. (2015). Kepatuhan dan Komitmen Klien
Pardede, J. A., Siregar, L. M., & Hulu, E. P. (2020). Efektivitas Behaviour Therapy
Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provsu Medan. Jurnal Mutiara Ners,3(1), 8-
14. http://114.7.97.221/index.php/NERS/article/view/1005
Yusuf, A., Fitryasari, R., & Nihayati,H. (2015). Buku Ajar Keperawtan Kesehatan
Disusun Oleh :
NIM : S19206
Waham adalah keyakinan yang salah yang didasarkan oleh kesimpulan yang salah
tentang realita eksternal dan dipertahankan dengan kuat. Waham merupakan gangguan
dimana penderitanya memiliki rasa realita yang berkurang atau terdistorsi dan tidak dapat
membedakan yang nyata dan yang tidak nyata (Victoryna, 2020)
Gangguan proses pikir waham merupakan suatu keyakinan yang sangat mustahil
dan dipegang teguh walaupun tidak memiliki bukti-bukti yang jelas, dan walaupun semua
orang tidak percaya dengan keyakinannya (Bell, 2019)
4. Etiologi
Menurut World Health Organization (2016) secara medis ada banyak kemungkinan
penyebab waham, termasuk gangguan neurodegeneratif, gangguan sistem saraf pusat,
penyakit pembuluh darah, penyakit menular, penyakit metabolisme, gangguan endokrin,
defisiensi vitamin, pengaruh obat-obatan, racun, dan zat psikoaktif.
c. Faktor Predisposisi
1. Biologis
Pola keterlibatan keluarga relative kuat yang muncul di kaitkan dengan delusi
atau waham. Dimana individu dari anggota keluarga yang di manifestasikan
dengan gangguan ini berada pada resiko lebih tinggi untuk mengalaminya di
bandingkan dengan populasi umum.Studi pada manusia kembar juga menunjukan
bahwa ada keterlibatan factor.
2. Teori Psikososial
- System Keluarga
Perkembangan skizofrenia sebagai suatu perkembangan disfungsi
keluarga.Konflik diantara suami istri mempengaruhi anak. Bayaknya
masalah dalam keluarga akan mempengaruhi perkembangan anak dimana
anak tidak mampu memenuhi tugas perkembangan dimasa dewasanya.
Beberapa ahli teori menyakini bahwa individu paranoid memiliki orang
tua yang dingin, perfeksionis, sering menimbulkan kemarahan,perasaan
mementingkan diri sendiri yang berlebihan dan tidak percaya pada
individu. Klien menjadi orang dewasa yang rentan karena pengalaman
awal ini.
3. Teori Interpersonal
Dikemukakan oleh Priasmoro (2018) di mana orang yang mengalami psikosis
akan menghasilkan suatu hubungan orang tua-anak yang penuh dengan ansietas
tinggi.Hal ini jika di pertahankan maka konsep diri anak akan mengalami
ambivalen.
4. Psikodinamika
Perkembangan emosi terhambat karena kurangnya rangsangan atau perhatian
ibu,dengan ini seorang bayi mengalami penyimpangan rasa aman dan gagal untuk
membangun rasa percayanya sehingga menyebabkan munculnya ego yang rapuh
karena kerusakan harga diri yang parah,perasaan kehilangan kendali,takut dan
ansietas berat.Sikap curiga kepada seseorang di manifestasikan dan dapat
berlanjut di sepanjang kehidupan. Proyeksi merupakan mekanisme koping paling
umum yang di gunakan sebagai pertahanan melawan perasaan.
d. Faktor Presipitasi
4. Biologi
Stress biologi yang berhubungan dengan respon neurologik yang maladaptif
termasuk:
c) Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses
informasi
d) Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi
rangsangan.
5. Stres lingkungan
Stres biologi menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi dengan
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
6. Pemicu gejala
Pemicu merupakan prekursor dan stimulus yang yang sering menunjukkan episode
baru suatu penyakit. Pemicu yang biasa terdapat pada respon neurobiologik yang
maladaptif berhubungan dengan kesehatan. Lingkungan, sikap dan perilaku
individu (Direja, 2011)
3. Manifestasi Klinik
e) Kognitif
1. Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata
2. Individu sangat percaya pada keyakinannya
3. Sulit berpikir realita
4. Tidak mampu mengambil keputusan
f)Afektif
1. Situasi tidak sesuai dengan kenyataan
2. Afek tumpul
g) Perilaku dan hubungan social
1. Hipersensitif
2. Hubungan interpersonal dengan orang lain tumpul
3. Depresi
4. Ragu-ragu
5. Mengancam secara verbal
6. Aktivitas tidak tepat
7. Streotif
8. Impulsive
9. Curiga
h) Fisik
1. Hegyne kurang
2. Muka pucat
3. Sering menguap
4. BB menurun
4. Patofisiologi
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang disarankan untuk dilakukan hanya bila ada kecurigaan penyebab
organo-biologik . Kecurigaan penyebab organo-biologik apabila didapatkan onset yang relative
cepat, Riwayat kejang , demam tinggi , trauma atau pemburukan penyakit fisik sebelum onset
gangguan . Pemeriksaan penunjang disesuaikan dengan kecurigaan penyakit penyebabnya .
6. Pengobatan
b. Psikofarmalogi
4) Litium Karbonat
Jenis litium yang paling sering digunakan untuk mengatasi gangguan bipolar,
menyusul kemudian litium sitial. Litium masih efektif dalam menstabilkan suasana
hati pasien dengan gangguan bipolar. Gejala hilang dalam jangka waktu 1-3 minggu
setelah minum obat juga digunakan untuk mencegah atau mengurangi intensitas
serangan ulang pasien bipolar dengan riwayat mania
5) Haloperidol
Obat antipsikotik (mayor tranquiliner) pertama dari turunan butirofenon. Mekanisme
kerja yang tidak diketahui. Haloperidol efektif untuk pengobatan kelainan tingkah
laku berat pada anak-anak yang sering membangkang dan eksplosif. Haloperidol juga
efektif untuk pengobatan jangka pendek, pada anak yang hiperaktif juga melibatkan
aktivitas motorik berlebih memiliki kelainan tingkah laku seperti: Impulsif, sulit
memusatkan perhatian, agresif, suasana hati yang labil dan tidak tahan frustasi.
6) Karbamazepin
Karbamazepin terbukti efektif, dalam pengobatan kejang psikomotor, dan neuralgia
trigeminal. Karbamazepin secara kimiawi tidak berhubungan dengan obat
antikonvulsan lain atau obat lain yang digunakan untuk mengobati nyeri pada
neuralgia trigeminal
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Masalah Keperawatan
d. Waham (D.0105)
e. Harga diri rendah kronik (D.0086)
f. Gangguan komunikasi verbal (D.0119)
2. Diagnose Keperawatan
Waham : Keyakianan yang keliru tentang isi pikirana yang dipertahankan secara kuat atau
terus menerus namun tidak sesuai dengan kenyataan.
Gajala Dan Tanda Mayor:
Subjektif :
2. Mengungkapkan isi waham
Objektif :
Subjektif :
Objektif :
Bell, V., Raihani, N., & Wilkinson, S. (2019). De-Rationalising Delusions. 1–34.
https://doi.org/10.1177/2167702620951553
Darmiyanti, A. (2012). Analisa Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Sesi Ii Pada Tn. A
Dengan
Gangguan Proses Pikir: Waham Studi Kasus di Ruang 23 Psikiatri RSUD Saiful Anwar
http://eprints.umm.ac.id/id/eprint/29871
Prastika, Y., Mundakir, S. K., & Reliani, S. K. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien
http://repository.um- surabaya.ac.id/361/
Victoryna, F., Wardani, I. Y., & Fauziah, F. (2020). Penerapan Standar Asuhan Keperawatan
Disusun Oleh :
NIM : S19206
4. Patofisiologi
Menurut Yusuf, Rizky & Hanik, 2015 proses terjadinya masalah keperawatan defisit
perawataan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi diakbatkan karena adanya
perubahan proses berfikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan
diri mengalami penurunan. Kurangnya perawatan diri terlihat dari ketidakmampuan
merawat kebersihan diri, makan secara mandiri, berhias diri secara mandiri dan juga
kemampuan toileting (baik itu BAK maupun BAB) secara mandiri.
Isolasi sosial
5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut NANDA ,2015 Pemeriksaan penunjang yang dapat sebagai berikut :
a. CT Scan, MRI, EEG
b. PET (Position Emission Tomography)
Pada penderita hasil PET ditemukan adanya penurunan aliran darah, metabolism
oksigen, glukosa didaerah serebral.
c. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography) kelainan ini berkolerasi
dengan kerusakan fungsional dan deficit kognitif.
d. Uji Skala Depresi dan fungsi kognitif seperti MMSE (mini mental state
examination)
6. Pengobataan
Klien dengan gangguan deficit perawtan diri tidak membutuhkan pearwatan medis,
karena hanya mengalami gangguan jiwa, pasien lebih membutuhkan terapi kejiwaan
melalui komunikasi terapeutik.
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Masalah Keperawatan
a. Deficit perawatan diri (D.0109)
b. Harga diri rendah (D.0086)
c. Isolasi sosial (D.0121)
2. Diagnosa Keperawatan
Deficit perawatan diri : tidak mampu melakukan atau meyelesaikan aktivitas
pearwatan diri (D.0109)
Gejala dan tanda mayor:
Subjektif:
1. Menolak melakukan perawatan
Objektif:
Disusun Oleh :
NIM : S19206
PRODI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
A. Halaman Judul
B. Konsep penyakit
1. Definisi
Risiko bunuh diri adalah kondisi dimana berisiko melakukan upaya menyakiti diri
sendiri untuk mengakhiri kehidupan (SDKI, 2016).
Seorang sosiolog dari Perancis bernama Email Durkheim (Oltmanns, 2013)
memandang bunuh diri sebagai masalah sosial, dan tertarik dengan fakta sosial,
seperti kelompok religius dan partai daripada aspek psikologis atau biologisnya
4. Patofisiologi
Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI 2016) bahwa gangguan
perilaku (misalnya euphoria mendadak setelah depresi, perilaku mencari senjata
berbahaya, membeli obat dalam jumlah banyak, membuat surat warisan), demografi
(misalnya lansia, status perceraian, janda/duda, ekonomi rendah, pengangguran),
gangguan fisik (misalnya nyeri kronis, penyakit terminal), masalah sosial (misalnya
berduka, tidak berdaya, putus asa, kesepian, kehilangan hubungan yang penting,
isolasi sosial), gangguan psikologis (misalnya penganiayaan masa kanak-kanak,
riwayat bunuh diri sebelumnya, remaja homoseksual, gangguan psikiatrik, penyakit
psikiatrik, penyalahgunaan zat). Hal tersebut yang menyebabkan individu mengalami
harga diri rendah. Individu yang tidak memiliki manajemen koping yang baik akan
mengalami keputusasaan sehingga berisiko dalam melakukan percobaan bunuh diri
dan melukai diri sendiri.
Pohon Masalah (SDKI, 2016)
Perilaku Kekerasan
5. Pemeriksaan penunjang
a. Electrochepalogram (EEG), suatu pemeriksaan yang bertujuan memberikan
informasi penting tentang kerja dan fungsi otak
b. CT Scan, untuk mendapatkan gambaran otak tiga dimensi
c. Single Photon Emission ComputedTomography (SPECT), untuk melihat wilayah
otak dan tanda-tanda abnormalitas pada otak dan menggambarkan perubahan-
perubahan aliran darah yang terjadi
d. Minesota Multiphasie Personality Inventory (MMPI) yaitu suatu tes yang
bertujuan untuk mengetahui gambaran.
(Damaiyanti,2012)
6. Pengobatan
a. Terapi Psikofarmaka
1) Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realitas
kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri terganggu,
berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental:waham, halusinasi ).
2) Haloperidol (HPL)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta
dalam fungsi kehidupan sehari-hari
3) Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik
sindrom Parkinson akibat obat misalnya resepina dan fenotiazine
b. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan strategi
penatalaksanakaan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing
penatalaksanaan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi
penyebab isolasi sosial, berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan
kerugian apabila interaksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan
cara berkenalan, dan memasukan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan
orang lain dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien mempraktekan cara
berkenala dengan satu orang, dan membantu pasien memasukkan kegiatan-kegiatan
berbincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga,
perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan untuk
berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan pasien memasukan ke
dalam jadwal kegiatan hariannya
c. Terapi somatoterapi: Farmakologi dan Electro Comfulsif Therapy (ECT)
Electro Comfulsif Therapy (ECT) atau biasa disebut dengan Shock Therapy adalah
pengobatan medis yang modern dengan cara memberikan rangsangan pada otak
dengan pulsa tertentu secara elektrik.
d. Terapi supportif
Terapi supportif dimaksudkan untuk memberikan dukungan, semangat dan
motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan semangat juangnya jenis terapi
supportif diantaranya adalah terapi kognitif yang berorientasi terhadap masalah
sekarang dan pemecahannya.
e. Terapi manipulasi lingkungan
Terapi manipulasi lingkungan adalah suatu tindakan penyembuhan pasien dengan
gangguan jiwa melalui manipulasi unsur yang ada di lingkungan dan berpengaruh
terhadap proses penyembuhan.
f. Tindakan Keperawatan
1) Tindakan mandiri
a) Mengidentifikasi beratnya masalah risiko bunuh diri: isyarat, ancaman,
percobaan (jika percobaan segera rujuk)
b) Mengidentifikasi benda-benda berbahaya dan mengamankannya (lingkungan
aman untuk pasien)
c) Latihan cara mengendalikan diri dari dorongan bunuh diri: buat daftar aspek
positif diri sendiri, latihan afirmasi/berpikir aspek positif yang dimiliki
d) Mendiskusikan harapan dan masa depan
e) Mendiskusikan cara mencapai harapan dan masadepan
f) Melatih cara-cara mencapai harapan dan masa depan secara bertahap
g) Melatih tahap kedua kegiatan mencapai masa depan
2) Edukasi pasien dan keluarga
a) Mendiskusikan masalah yg dirasakan dalam merawatpasien
b) Menjelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terjadinya risiko bunuh
diri (gunakan booklet)
c) Menjelaskan cara merawat risiko bunuhdiri
d) Melatih cara memberikan pujian hal positif pasien, memberi dukungan
pencapaian masa depan
e) Melatih cara memberi penghargaan pada pasien dan menciptakan suasana
positif dalam keluarga: tidak membicarakan keburukan anggota keluarga
f) 9(Bersama keluarga berdiskusi dengan pasien tentang harapan masa depan
serta langkah- langkah mencapainya
g) Bersama keluarga berdiskusi tentang langkah dan kegiatan untuk mencapai
harapan masa depan
h) Menjelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh,rujukan
3) Tindakan kolaborasi
a) Melakukan komunikasi dengan pendekatan ISBAR
b) Memberikan psikofarmaka sesuai advice
c) Kolaborasi pengawasan efek sampingobat
C. Asuhan keperawatan
1. Masalah yang mungkin muncul
a. Risiko Bunuh Diri
b. Perilaku Kekerasan
2. Diagnose keperawatan
No. Intervensi
Dx Keperawatan
Hari/Tgl/jam Tujuan dan Kriteria
Kep (SIKI)
Hasil (SLKI)
- Libatkan dalam
perencanaan
perawatan
mandiri
- Libatkan
keluarga dalam
perencanaan
perawatan
Edukasi
- Latih pencegahan
risiko bunuh diri
(mis. latihan
asertif, relaksasi
otot progresif)
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian obat
anti ansietas atau
antipsikotik,
sesuai indikasi
Edukasi
- Ajarkan strategi
untuk mencegah
ekspresi marah
maladaptif
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian obat,
jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Damaiyanti., Mukhripah., dan Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika
Aditama.
Hidayah, Annisa Dian dkk. 2015. Laporan Pendahuluan Risiko Bunuh Diri. Yogyakarta
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes, RI).2015. Nomor
HK.02.02/Menkes/73/2015 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa