Anda di halaman 1dari 81

LAPORAN HARGA DIRI RENDAH

KEPERAWATAN JIWA

Dosen Pengampu : Ns.Wahyu Rima Agustin M.Kep

Disusun Oleh :

NAMA : SWASTIKA HERA MAHARANI

NIM : S19206

PRODI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
A. Konsep Dasar Harga Diri Rendah Kronis
1. Pengertian Harga Diri Rendah Kronis
Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berharga, tidak berarti,
rendah diri, yang menjadikan evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan
diri (Keliat, 2011). Harga diri rendah merupakan evaluasi diri dan perasaan tentang
diri atau kemampuan diri yang negatif terhadap diri sendiri, hilangnya percaya diri
dan harga diri, merasa gagal dalam mencapai keinginan (Direja, 2011)
Harga diri rendah merupakan keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri
negatif tentang kemampuan dirinya (Fitria, 2012).
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa harga diri rendah yaitu dimana individu
mengalami gangguan dalam penilaian terhadap dirinya sendiri dan kemampuan yang
dimiliki, yang menjadikan hilangnya rasa kepercayaan diri akibat evaluasi negatif
yang berlangsung dalam waktu yang lama karena merasa gagal dalam mencapai
keinginan.
2. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala harga diri rendah dapat dinilai dari ungkapan pasien yang
menunjukkan penilaian tentang dirinya dan didukung dengan data hasil wawancara
dan observasi (Kemenkes, RI)
a. Data subjektif Pasien mengungkapkan tentang:
1) Hal negatif diri sendiri atau orang lain
2) Perasaan tidak mampu
3) Pandangan hidup yang pesimis
4) Penolakan terhadap kemampuan diri
b. Data objektif
1) Penurunan produktifitas
2) Tidak berani menatap lawan bicara
3) Lebih banyak menundukkan kepala saat berinteraksi
4) Bicara lambat dengan nada suara rendah

3. Penyebab Terjadinya Masalah


a. Faktor Predisposisi Harga Diri Rendah Kronis
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri seseorang.
Menurut Kemenkes RI (2012) faktor predisposisi ini dapat dibagi sebagai berikut:
1) Faktor Biologis
Pengaruh faktor biologis meliputi adanya faktor herediter anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa, riwayat penyaakit atau trauma kepala.
2) Faktor psikologis
Pada pasien yang mengalami harga diri rendah, dapat ditemukan adanya
pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, seperti penolakan dan
harapan orang tua yang tidak realisitis, kegagalan berulang, kurang mempunyai
tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, penilaian negatif
pasien terhadap gambaran diri, krisis identitas, peran yang terganggu, ideal diri
yang tidak realisitis, dan pengaruh penilaian internal individu.
3) Faktor sosial budaya
Pengaruh sosial budaya meliputi penilaian negatif dari lingkungan terhadap
pasien yang mempengaruhi penilaian pasien, sosial ekonomi rendah, riwayat
penolakan lingkungan pada tahap tumbuh kembang anak, dan tingkat
pendidikan rendah.
b. Faktor Presipitasi Harga Diri Rendah Kronis
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehilangan bagian
tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan atau produktifitas yang
menurun. Secara umum gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat terjadi
secara situasional atau kronik. Secara situsional misalnya karena trauma yang
muncul tiba-tiba, sedangkan yang kronik biasanya dirasakan klien sebelum sakit
atau sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negatif dan memingkat saat
dirawat (yosep, 2009)
Menurut Kemenkes RI (2012) faktor presipitasi harga diri rendah antara lain:
1) Trauma: penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan peristiwa yang
mengancam kehidupan
2) Ketegangan peran: berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dan
individu mengalaminya sebagai frustasi
a) Transisi peran perkembangan: perubahan normatif yang berkaitan dengan
pertumbuhan
b) Transisi peran situasi: terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota
keluarga melalui kelahiran atau kematian
c) Transisi peran sehat-sakit: sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat dan
keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh;
perubahan ukuran, bentuk, penampilan atau fungsi tubuh; perubahan fisik
yang berhubungan dengan tumbuh kembang normal; prosedur medis dan
keperawatan.
4. Rentang Respon Konsep Diri

a. Aktualisasi diri : pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar
belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima
b. Konsep diri positif apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam
beraktualisasi diri dan menyadari hal –hal positif maupun yang negative dari
dirinya
c. Harga diri rendah: individu cenderung untuk menilai dirinya negative dan merasa
lebih rendah dari orang lain
d. Identitas kacau: kegagalan individu mengintegrasikan aspek – aspek identitas
masa kanak – kanak ke dalam kematangan aspek psikososial kepribadian pada
masa dewasa yang harmonis
e. Depersonalisasi: perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri yang
berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan
dirinya dengan orang lain.

5. Proses Terjadinya Harga Diri Rendah Kronis


Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari harga diri rendah
situasional yang tidak terselesaikan. Atau dapat juga terjadi karena individu tidak
pernah mendapat feed back dari lingkungan tentang prilaku klien sebelumnya bahkan
kecendrungan lingkungan yang selalu memberi respon negatif mendorong individu
menjadi harga diri rendah. Harga diri rendah kronis terjadi disebabkan banyak faktor.
Awalnya individu berada pada suatu situasi yang penuh dengan stressor (krisis),
individu berusaha menyelesaikan krisis tetapi tidak mampu atau merasa gagal
menjalankan fungsi dan peran. Penilaian individu terhadap diri sendiri karena
kegagalan menjalankan fungsi dan peran adalah kondisi harga diri rendah situasional,
jika lingkungan tidak memberi dukungan positif atau justru menyalahkan individu
dan terjadi secara terus menerus akan mengakibatkan individu mengalami harga diri
rendah kronis.
6. Pohon Masalah
Isolasi sosial: menarik diri

Gangguan konsep diri: harga diri rendah

(Core problem)
Gangguan citra tubuh

7. Mekanisme Koping Harga Diri Rendah Kronis


Mekanisme koping pasien harga diri rendah menurut Ridhyalla Afnuhazi (2015)
adalah:
a. Jangka pendek
1) Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis: pemakaian
obat-obatan, kerja keras, nonton TV terus menerus.
2) Kegiatan mengganti identitas sementara (ikut kelompok sosial,
keagaman, politik).
3) Kegiatan yang memberi dukungan sementara (kompetisi olahraga
kontes popularitas). 4) Kegiatan mencoba menghilangkan identitas
sementara (penyalahgunaan obat).
b. Jangka panjang
1) Menutup identitas
2) Identitas negatif: asumsi yang bertentangan dengan nilai dan harapan
masyarakat.
8. Penatalaksanaan Keperawatan Harga Diri Rendah Kronis
Strategi pelaksanaan tindakan dan komunikasi (SP/SK) merupakan suatu metoda
bimbingan dalam melaksanakan tindakan keperawatan yang berdasarkan kebutuhan
pasien dan mengacu pada standar dengan mengimplementasikan komunikasi yang
efektif. Penatalaksanaan harga diri rendah tindakan keperawatan pada pasien menurut
Suhron (2017) diantaranya:
1. Tujuan keperawatan: pasien mampu:
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
c. Menilai kemampuan yang dapat digunakan
d. Menetapkan atau memilih kegiatan yang telah dipilih sesuai kemampuan
e. Merencanakan kegiatan yang telah dilatih
2. Tindakan keperawatan
a. Membina hubungan saling percaya dengan cara:
1) Ucapkan setiap kali berinteraksi dengan pasien
2) Perkenalkan diri dengan pasien
3) Tanyakan perasaan dan keluhan saat ini
4) Buat kontrak asuhan
5) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh
untuk kepentingan terapi
6) Tunjukkan sikap empati terhadap klien
7) Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan
b. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki pasien:
1) Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif pasien
(buat daftar kegiatan)
2) Beri pujian yang realistik dan hindarkan memberikan penilaian yang
negatif setiap kali bertemu dengan pasien
c. Membantu pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
1) Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini (pilih dari
daftar kegiatan) : buat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat ini
2) Bantu pasien menyebutkan dan memberi penguatan terhadap kemampuan
diri yang diungkapkan pasien
d. Membantu pasien dapat memilih/menetapkan kegiatan berdasarkan kegiatan
yang dilakukan
1) Diskusikan kegiatan yang dipilih untuk dilatih saat pertemuan.
2) Bantu pasien memberikan alasan terhadap pilihan yang ia tetapkan.
e. Melatih kegiatan yang telah dipilih sesuai kemampuan
1) Latih kegiatan yang dipilih (alat atau cara melakukannnya).
2) Bantu pasien memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan dua kali
perhari.
3) Berikan dukungan dan pujian yang nyata setiap kemajuan yang
diperlihatkan pasien.
4) Bantu pasien dapat merencanakan kegiatan sesuai kemampuannya
menyusun rencana kegiatan.
5) Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah dilatihkan.
6) Beri pujian atas kegiatan yang dapat dilakukan pasien setiap hari
7) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan setiap
aktivitas.
8) Susun daftar aktivitas yang sudah dilatihkan bersama pasien dan keluarga.
9) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya setelah
pelaksanaan kegiatan
B. Asuhan Keperawatan
Pengkajian keperawatan Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan
status kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan
klien, serta merumuskan diagnosa keperawatan. Pengkajian adalah pemikiran dasar dari
proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang
klien agar dapat mengidentifikasi, mengenal masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan klien baik mental, sosial, dan lingkungan (Keliat, 2011)
Menurut Prabowo (2014) isi dari pengkajian tersebut adalah:
1) Identitas pasien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, status
marital, suku/bangsa, alamat, nomor rekam medis, ruang rawat, tanggal masuk rumah
sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis, dan identitas penanggung jawab.
2) Keluhan utama/alasan masuk
Biasanya pasien datang ke rumah sakit jiwa atau puskesmas dengan alasan masuk pasien
sering menyendiri, tidak berani menatap lawan bicara, sering menunduk dan nada suara
rendah.
3) Tipe Keluarga
Menjelaskan mengenai tipe keluarga beserta kendala mengenai jenis tipe keluarga atau
masalah yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tradisional dan nontradisional.
4) Suku Bangsa
Membahas tentang suku bangsa keluarga serta mengidentifikasi budaya suku bangsa
tersebut kaitannya dengan kesehatan.
5) Agama
Menjelaskan tentang agama yang dianut oleh masing-masing keluarga, perbedaan
kepercayaan yang dianut serta kepercayaan yang dapat memengaruhi kesehatan
6) Status Sosial dan Ekonomi
Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan baik dari kepala keluarga
maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu status sosial ekonomi keluarga ditentukan
pula oleh kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga serta barang-barang yang
dimiliki oleh keluarga.
7) Aktivitas Rekreasi Keluarga
Rekreasi keluarga tidak hanya dilihat dari kapan saja keluarga pergi bersama-sama untuk
mengunjungi tempat rekreasi tertentu, namun dengan menonton televisi dan
mendengarkan radio juga merupakan aktivitas rekreasi
8) Riwayat keluarga dan Tahap Perkembangan
a) Tahap perkembangan keluarga saat ini Dari beberapa tahap perkembangan
keluarga, identifikasi tahap perkembangan keluarga saat ini. Tahap perkembangan
keluarga ditentukan oleh anak tertua dari keluarga inti.
b) Tahap Perkembangan keluarga yang belum tercapai Identifikasi tahap
perkembangan keluarga yang sudah terpenuhi dan yang belum terpenuhi.
Pengkajian ini juga menjelaskan kendala – kendala yang membuat tugas
perkembangan keluarga tersebut belum terpenuhi.
c) Riwayat keluarga inti Pengkajian dilakukan mengenai riwayat kesehatan keluarga
inti, meliputi riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing – masing
anggota keluarga meliputi penyakit yang pernah diderita oleh keluarga, terutama
gangguan jiwa.
d) Riwayat keluarga sebelumnya Pengkajian mengenai riwayat kesehatan orang tua
dari suami dan istri, serta penyakit keturunan dari nenek dan kakek mereka. Berisi
tentang penyakit yang pernah diderita oleh keluarga klien, baik berhubungan
dengan panyakit yang diderita oleh klien, maupun penyakit keturunan dan
menular lainnya
9) Data Lingkungan
a) Karakteristik rumaah Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat luas
rumah, tipe rumah, jumlah ruangan, jumlah jendela, jarak septic tank dengan
sumber air, sumber air minum yang digunakan serta dilengkapi dengan denah
rumah.
b) Karakteristik tetangga dan komunitas RW Identifikasi mengenai karakteristik dari
tetangga dan komunitas setempat meliputi kebiasaan, lingkungan fisik, aturan atau
kesepakatan penduduk setempat serta budaya setempat yang memengaruhi
kesehatan.
c) Mobilitas geografis keluarga Mobilitas geografis keluarga dapat diketahui melalui
kebiasaan keluarga berpindah tempat.
d) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat Identifikasi mengenai
waktu yang digunakan keluarga untuk berkumpul serta perkumpulan keluarga
yang ada dan sejauh mana interaksi keluarga dengan masyarakat
10) Struktur Keluarga
a) Sistem pendukung keluarga
Hal yang perlu dalam identifikasi sistem pendukung keluarga adalah jumlah
anggota keluarga yang sehat, fasilitas – fasilitas yang dimiliki keluarga untuk
menunjang kesehatan mencangkup fasilitas fisik, fasilitas psikologis atau
dukungan dari anggota keluarga dan fasilitas sosial atau dukungan dari
masyarakat setempat.
b) Pola komunikasi keluarga
Identifikasi cara berkomunikasi antar anggota keluarga, respon anggota keluarga
dalam komunikasi, peran anggota keluarga, pola komunikasi yang digunakan, dan
kemungkinan terjadinya komunikasi disfungsional.
c) Struktur kekuatan keluarga
Mengenai kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan mempengaruhi orang
lain untuk mengubah prilaku.
d) Struktur peran
Mengetahui peran masing – masing anggota keluarga baik secara formal maupun
informal
e) Nilai dan norma keluarga
Mengetahui nilai dan norma yang dianut oleh keluarga yang berkaitan dengan
kesehatannya
11) Fungsi Keluarga
a) Fungsi afektif
Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga, perasaan memiliki
dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota keluarga
lainnya, bagaiman kehangatan tercipta pada anggota keluarga dan bagaimana
keluarga mengembangkan sikap saling menghargai.
b) Fungsi sosialisasi
Kaji mengenai interaksi atau hubungan dalam keluarga, sejauh mana anggota
keluarga belajar disiplin, norma, budaya, serta prilaku
c) Fungsi perawatan kesehatan
Mengetahui sejauh mana keluarga menyediakan makanan, pakaian,
perlingdungan, serta perawatan anggota keluarga yang sakit. Kesanggupan
anggota keluarga dalam melaksanakan perawatan kesehatan dilihat dari
kemampuan keluarga dalam melaksanakan lima tugas kesehatan keluarga, yaitu
(a) Mengenal masalah kesehatan; (b) Mengambil keputusan untuk melakukan
tindakan; (c) melakukan perawatan terhadap anggota yang sakit; (d) Menciptakan
lingkungan yang dapat meningkatkan kesehatan; (e) Mampu memanfaatkan
fasilitas kesehatan yang terdapat di lingkungan tempat tinggal.
d) Fungsi reproduksi
Fungsi Reproduksi perlu dikaji mengenai jumlah anak, rencana mengenai jumlah
anggota keluarga, dan upaya mengendalikan jumah anggota keluarga.
e) Fungsi ekonomi
Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi ekonomi keluarga adalah sejauh mana
keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan, sejauh mana keluarga
memanfaatkan sumberdaya dimasyarakat untuk meningkatkan status
kesehatannya
12) Faktor predisposisi
a) Riwayat gangguan jiwa
Biasanya pasien dengan harga diri rendah memiliki riwayat gangguan jiwa dan
pernah dirawat sebelumnya.
b) Pengobatan
Biasanya pasien dengan harga diri rendah pernah memiliki riwayat gangguan jiwa
sebelumnya, namun pengobatan klien belum berhasil.
c) Aniaya
Biasanya pasiendengan harga diri rendah pernah melakukan, mengalami,
menyaksikan penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan
dalam keluarga, dan tindakan criminal
d) Anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa Biasanya ada keluarga yang mengalami
gangguan jiwa yang sama dengan pasien.
e) Pengalaman masa lalu yang kurang menyenangkan
Biasanya pasien dengan harga diri rendah mempunyai pengalaman yang kurang
menyenangkan pada masa lalu seperti kehilangan orang yang dicintai, kehilangan
pekerjaan serta tidak tercapainya ideal diri merupakan stressor psikologik bagi
klien yang dapat menyebabkan gangguan jiwa.
13) Pengkajian fisik
Tanda tanda vital: Biasanya tekanan darah dan nadi pasien dengan harga diri rendah
meningkat.
14) Pengkajian psikososial
a) Genogram
Biasanya menggambarkan garis keturunan keluarga pasien, apakah ada keluarga
pasien yang mengalami gangguan jiwa seperti yang dialami pasien.
b) Konsep diri
1) Gambaran diri
Biasanya pasien dengan harga diri rendah akan mengatakan tidak ada keluhan
apapun
2) Identitas diri
Biasanya pasien dengan harga diri rendah merasa tidak berdaya dan rendah
diri sehingga tidak mempunyai status yang di banggakan atau diharapkan di
keluarga maupun di masyarakat.
3) Peran
Biasanya pasien mengalami penurunan produktifitas, ketegangan peran dan
merasa tidak mampu dalam melaksanakan tugas
4) Ideal diri
Biasanya pasien dengan harga diri rendah ingin diperlakukan dengan baik oleh
keluarga maupun masyarakat, sehingga pasien merasa dapat menjalankan
perannya di keluarga maupun di masyarakat.
5) Harga diri
Biasanya pasien dengan harga diri rendah kronis selalu mengungkapkan hal
negatif tentang dirinya dan orang lain, perasaan tidak mampu, pandangan
hidup yang pesimis serta penolakan terhadap kemampuan diri. Hal ini
menyebabkan pasien dengan harga diri rendah memiliki hubungan yang
kurang baik dengan orang lain sehingga pasien merasa dikucilkan di
lingkungan sekitarnya.
c) Hubungan sosial
1) Pasien tidak mempunyai orang yang berarti untuk mengadu atau meminta
dukungan
2) Pasien merasa berada di lingkungan yang mengancam
3) Keluarga kurang memberikan penghargaan kepada klien
4) Pasien sulit berinteraksi karena berprilaku kejam dan mengeksploitasi orang lain.
d) Spiritual
1) Falsafah hidup Biasanya pasien merasa perjalanan hidupnya penuh dengan
ancaman, tujuan hidup biasanya jelas, kepercayaannya terhadap sakit serta
dengan penyembuhannya
2) Konsep kebutuhan dan praktek keagamaan Pasien mengakui adanya tuhan, putus
asa karena tuhan tidak memberikan sesuatu yang diharapkan dan tidak mau
menjalankan kegiatan keagamaan.
15) Status mental
a) Penampilan
Biasanya pasien dengan harga diri rendah penampilannya tidak rapi, tidak sesuai
karena klien kurang minta untuk melakukan perawatan diri. Kemuduran dalam
tingkat kebersihan dan kerapian dapat merupakan tanda adanya depresi atau
skizoprenia.
b) Pembicaraan
Biasanya pasien berbicara dengan frekuensi lambat, tertahan, volume suara rendah,
sedikit bicara, inkoheren, dan bloking.
c) Aktivitas motorik
Biasanya aktivitas motorik pasien tegang, lambat, gelisah, dan terjadi penurunan
aktivitas interaksi.
d) Alam perasaan
Pasien biasanya merasa tidak mampu dan pandangan hidup yang pesimis.
e) Afek
Afek pasien biasanya tumpul yaitu klien tidak mampu berespon bila ada stimulus
emosi yang bereaksi.
f) Interakasi selama wawancara
Biasanya pasien dengan harga diri rendah kurang kooperatif dan mudah tersinggung.
g) Persepsi
Biasanya pasien mengalami halusinasi dengar/lihat yang mengancam atau memberi
perintah.
h) Proses piker
Biasanya pasien dengan harga diri rendah terjadi pengulangan pembicaraan
(perseverasi) disebabkan karena pasien kurang kooperatif dan bicara lambat sehingga
sulit dipahami.
i) Isi pikir
Biasanya pasien merasa bersalah dan khawatir, menghukum atau menolak diri
sendiri, mengejek dan mengkritik diri sendiri.
j) Tingkat kesadaran
Biasanya tingkat kesadaran pasien stupor (gangguan motorik seperti ketakutan,
gerakan yang diulang-ulang, anggota tubuh klien dalam sikap canggung yang
dipertahankan dalam waktu lama tetapi klien menyadari semua yang terjadi di
lingkungannya).
k) Memori
Biasanya pasien dengan harga diri rendah umumnya tidak terdapat gangguan pada
memorinya, baik memori jangka pendek ataupun memori jangka panjang.
l) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Biasanya tingkat konsentrasi terganggu dan mudah beralih atau tidak mampu
mempertahankan konsentrasi dalam waktu lama, karena merasa cemas. Dan biasanya
tidak mengalami gangguan dalam berhitung.
m) Kemampuan menilai
Biasanya gangguan kemampuan penilaian ringan (dapat mengambil keputusan yang
sederhana dengan bantuan orang lain, contohnya: berikan kesempatan pada pasien
untuk memilih mandi dahulu sebelum makan atau makan dahulu sebelum mandi,
setelah diberikan penjelasan pasien masih tidak mampu mengambil keputusan)
jelaskan sesuai data yang terkait. Masalah keperawatan sesuai dengan data.
n) Daya tilik diri
Biasanya pasien tidak menyadari gejala penyakit (perubahan fisik dan emosi) pada
dirinya dan merasa tidak perlu meminta pertolongan/pasien menyangkal keadaan
penyakitnya, pasien tidak mau bercerita penyakitnya.
16) Kebutuhan persiapan pulang
a) Makan
Biasanya pasien makan 3 kali sehari dengan lauk pauk dan sayuran
b) Buang air besar dan buang air kecil
Biasanya pasien BAB dan Bak secara mandiri dengan menggunakan toilet. Klien
jarang membersihkannya kembali
c) Mandi
Biasanya pasien mandi 2 kali sehari, memakai sabun, menyikat gigi dan pasien
selalu mencuci rambutnya setiap 2 hari 1 kali. Klien menggunting kuku setiap
kuku pasien dirasakan panjang.
d) Berpakaian
Biasanya pasien dapat mengenakan pakaian yang telah disediakan, klien
mengambil, memilih dan mengenakan secara mandiri.
e) Istirahat dan tidur
Biasanya pasien tidur siang setelah makan siang lebih kurang 2 jam, dan pada
malam hari pasien tidur lebih kurang 7-8 jam. Terkadang pasien terbangun
dimalam hari karena halusinasinya muncul.
f) Penggunaan obat
Biasanya pasien minum obat 3 kali dalam sehari, cara pasien meminum obatnya
dimasukkan kemudian pasienmeminum air. Biasanya pasien belum paham prinsip
5 benar dalam meminum obat.
g) Pemeliharaan kesehatan
Biasanya pasien akan melanjutkan obat untuk terapi dengan dukungan dari
keluarga serta petugas kesehatan dan orang disekitarnya.
h) Aktivitas di dalam rumah
Biasanya pasien jarang membantu di rumah, pasien jarang menyiapkan makanan
sendiri dan membantu membersihkan
i) Aktivitas di luar rumah.
Biasanya pasien jarang bersosialisasi dengan keluarga maupun dengan
lingkungannya
17) Mekanisme koping
Pasien dengan harga diri rendah biasanya menggunakan mekanisme koping
maladaptif yaitu dengan minum alkohol, reaksi lambat, menghindar dan mencederai
diri.
18) Masalah psikososial dan lingkungan
Biasanya pasien mempunyai masalah dengan dukungan dari keluarganya. Pasien
merasa kurang mendapat perhatian dari keluarga. Pasien juga merasa tidak diterima di
lingkungan karena penilaian negatif dari diri sendiri dan orang lain.
19) Kurang pengetahuan
Biasanya pasien dengan harga diri rendah tidak mengetahui penyakit jiwa yang ia
alami dan penatalaksanaan program pengobatan.
20) Aspek medik
Biasanya pasien dengan harga rendah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat.
Pasien dengan diagnosa medis Skizofrenia biasanya klien mendapatkan
Clorpromazine 1x100 mg, Halloperidol 3x5 mg, Trihexy penidil 3x2 mg, dan
Risporidon 2x2 mg
2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Harga diri rendah kronik
2. Koping Individu tidak efektif
3. Isolasi sosial
3. Perencanaan Keperawatan
1. Untuk klien
Tujuan umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip komunikasi terapeutik:
1) Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
3) Utamakan memberi pujian yang realistik.
c. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
1) Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan.
2) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
d. Klien dapat merencanakn kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari.
2) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
3) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan.
e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
1) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
2) Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah.
2. Untuk kelurga
Tujuan umum : Keluarga mampu mendorong klien untuk meningkatkan kepercayaan
diri.
Tujuan khusus : Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara mearwat klien dengan
harag diri rendah.
b. Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien dirawat.
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah
DAFTAR PUSTAKA
Febrina, Riska. 2018. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Keluarga Dengan Harga Diri Rendah
Kronis Di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang. Poltekkes Kemenkes Padang
Keliat, B.A. 2019. Asuhan keprawatan jiwa.Jakarta : EGC
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi
1 Cetakan III. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan Keperawatan
Edisi 1 Cetakan II. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat PPNI.
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan
Edisi 1 Cetakan II. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Stuart,G.W. 2016. Prinsip Dan Praktek Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart,1 st Indonesia
Educaton, By Budi Anna Kliet And Jesika Pasaribu. Singapure: Elsevier
LAPORAN ISOLASI SOSIAL
KEPERAWATAN JIWA

Dosen Pengampu : Ns.Wahyu Rima Agustin M.Kep

Disusun Oleh :

NAMA : SWASTIKA HERA MAHARANI

NIM : S19206

PRODI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2021/2022

A. Halaman Judul
B. Konsep Penyakit
1. Definisi
Isolasi sosial adalah ketidakmampuan untuk membina hubungan yang erat,
hangat, terbuka, dan interdependen dengan orang lain (SDKI, 2016). Perilaku yang
diperlihatkan oleh klien dengan isolasi sosial disebabkan karena seseorang menilai
dirinya rendah, sehingga muncul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain,
di mana jika tidak diberikan tindakan keperawatan yang berkelanjutan akan dapat
menyebabkan terjadinya perubahan persepsi sensori dan berisiko untuk menciderai
diri sendiri, orang lain, bahkan lingkungan (Fitria dalam Syafrini, 2015). Isolasi
Sosial merupakan kondisi dimana pasien selalu merasa sendiri dengan merasa
kehadiran orang lain sebagai ancaman (Fortinash dalam Kirana, 2018).
2. Etiologi gangguan jiwa
Menurut Carpenito (dalam JatiWaluyo, 2019), penyebab terjadinya isolasi sosial
adalah sebagai berikut :
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahapan individu ada tugas perkembangan yang harus dipenuhi
agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila ada tugas-tugas
dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase
perkembangan sosial yang nantinya akan menimbulkan masalah.
2) Faktor komunikasi dalam kelurga
Gangguan komunikasi dalam keluarga maupun faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang
termasuk dalam masalah berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidak
jelasanya itu suatu keadaan yang mana seseorang anggota keluarga
menerima pesan yang saling bertentangan dalam watu bersamaan atau
ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk
berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.
3) Faktor social budaya
Isolasi social atau mengasingkan diri dari lingkungan social merupakan
suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal
ini disebabkan oleh norma- norma yang salah dianut oleh keluarga,
dimana setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti usia lanjut,
penyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosial.
4) Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi
terjadinya gangguan social adalah otak, misalnya pada pasien skizoprenia
yang mengalami masalah dalam hubungan social memiliki struktur yang
abnormal pada otak seperti atrofi otak, serta perubahan ukuran dalam be
ntuk sel-sel dalam limbik dan daerah kortika.
b. Faktor presipitasi
Terjadinya gangguan hubungan social juga dapat ditimbulkan oleh faktor
internal dan eksternal seseorang, faktor stressor presipitasi dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
1) Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor social budaya, yaitu stress yang ditimbulkan
oleh factor social budaya seperti budaya.
2) Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress yang terjadi akibat ansietas
yang berkepanjangan yang terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan
individu untuk mengatasinya. ansietas ini dapat terjadi akibat tuntunan untuk berpisah
pada orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu

3. Manifestasi klinis gangguan jiwa


Tanda dan gejala yang muncul pada klien isolasi sosial menurut Fortinash (dalam
kirana, 2018), meliputi gejala kognitif antara lain, perasaan kesepian, merasa ditolak
orang lain atau limgkungan, merasa tidak dimengerti oleh orang lain, merasa tidak
berguna, putus asa, tidak memiliki tujuan hidup, merasa tidak aman berada diantara
orang lain, menghindar, tidak mampu konsentrasi dan membuat keputusan. Gejala
afektif yang muncul adalah lebih banyak memiliki gejala negatif seperti sedih,
tertekan, depresi, marah, kesepian, ditolak orang lain, apatis, malu. Perilaku yang
sering ditunjukkan oleh klien isolasi sosial lebih banyak menarik diri, menjauh dari
orang lain, jarang berkomunikasi, tidak ada kontak mata, malas, tidak beraktifitas,
menolak hubungan dengan orang lain (Townsend dalam Kirana, 2018).

4. Patofisiologi
Salah satu gangguan berhubungan dengan sosial diantaranya isolasi sosial yang
disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bias dialami oleh klien dengan latar
belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan kecemasan.
Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangkan
hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi regresi atau mundur,
mengalami penurunan dalam aktivitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan
dan kebersihan diri. Klien semakin ternggelam perjalinan terhadap penampilan dan
tingkah laku masa lalu serta tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan,
sehingga berakibat lanjut halusinasi (Argianti, 2018).

Faktor Tumbang Bilogis Stressor Sosbud Psikologis Lingkungan


Sosial
Individu Kelebihan Perceraian, Kecemasan yang
memiliki tugas dopamin, perpisahan dengan tinggi Diasingkan
pada setiap tahap MAO orang yang menurunkan lingkungan
tumbangnya menurun, LH dicintai,kehilangan kemampuan social budaya
yang harus rendah, pasangan, kesepian individu karena individu
dilalui dengan Hipotiroidis karena ditinggal berhubungan mengalami
baik, jika tidak me. jauh, dirawat di RS dengan orang kegagalan.
akan atau dipenjara. lain,
menghambat ketergantunganb
masa erlebihan pada
perkembangan orang lain.
selanjutnya.
Merasa diri tidak berharga

Tidak nyaman berhubungan dengan orang lain Isolasi sosial

Tidak mampu beradaptasi terhadap stimulus dari dalam dan luar secara adekuat
Kemauan
Perubahan persepsi terhadap stimulus menurun

Defisit perawatan
diri
Halusinasi

5. Pemeriksaan penunjang

a. Electroencephalogram (EEG), suatu pemeriksaan yang bertujuan memberikan


informasi pentimg tentang kerja dan fungsi otak.
b. CT Scan, Untuk mendapatkan gambaran otak tiga dimensi.
c. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT), melihat wilayah otak
dan tanda-tanda abnormalitas pada otak dan menggambarkan perubahan-
perubahan aliran darah yang terjadi.
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI), suatu teknik radiologi dengan menggunakan
magnet, gelombang radio dan computer untuk mendapatkan gambaran struktur
tubuh atau otak dan dapat mendeteksi perubahan yang kecil sekalipun dalam
struktur tubuh atau otak. Beberapa prosedur menggunakan kontras gadolinium
untuk meningkatkan akurasi gambar (Amelia, 2013).

6. Pengobatan
a. ECT (Electro Convulsif Therapie)
Suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan menimbulkan kejang
pada penderita baik tonik maupun klonik.
b. Foto Terapi atau Sinar
Terapi simptomatik pilihan. Terapi ini diberikan dengan memaparkan klien pada
sinar terang (5-20 kali lebih terang dari sinar ruangan. Klien disuruh untuk duduk
dengan mata terbuka 1,5 meter, didepan klien diletakkan lampu flouresen
spectrum luas setinggi mata. Waktu dan dosis terapi ini bervariasi pada taip
individu. Beberapa klien berespon jika terapi diberikan pagi hari.
Terapi sinar berlangsung dalam waktu yang singkat dan menimbulkan efek terapi
yang cepat. Kebanyakan klien merasa sembuh 3-5 hari tetapi klien dapat kembali
kambuh jika terapi dihentikan. Efek samping yang terjadi setelah dilakukan terapi
dapat berupa nyeri kepala, insomnia, kelelahan, mual, mata kering, keluar sekresi
dari hidung dan rasa lelah pada mata.
c. Terapi kognitif yaitu psikoterapi individu yang pelaksanaannya dengan melatih
klien untuk mengubah cara klien menafsirkan dan memandang segala sesuatu
pada saat klien mengalami kekecewaan, sehingga klien merasa lebih baik dan
dapat bertindak lebih produktif. Melalui terapi kognitif individu diajarkan atau
dilatih untuk mengontrol distorsi pikiran dengan benar-benar mempertimbangkan
faktor dalam berkembangnya dan menetapnya gangguan mood (Towsend dalam
Suerni, 2013).

C. Asuhan Keperawatan
1. Masalah keperwatan yang mungkin muncul
a. Isolasi Sosial (D.0121)
b. Harga diri rendah kronis (D.0086)
c. Gangguan persepsi sensori (D.0085)
d. Defisit perawatan diri (D.0109
2. Diagnose keperawatan
Diagnose Definisi Tanda mayor Tanda minor
keperawatan
Isolasi Sosial Ketidakmampuan Subyektif : Subyektif :
(D.0121) untuk membina 1. Merasa ingin 1. Merasa berbeda
hubungan yang sendirian dengan orang
erat, hangat, 2. Merasa tidak lain
terbuka dan aman di tempat 2. Merasa asyik
interdependen umum dengan pikiran
dengan orang lain. Obyektif : sendiri
1. Menarik diri 3. Merasa tidak
Tidak berminat/ mempunyai
menolak tujuan yang
berinteraksi jelas
dengan orang lain Obyektif :
atau lingkungan 1. Afek datar
2. Afek sedih
3. Riwayat ditolak
4. Menunjukkan
permusuhan
5. Tidak mampu
memenuhi
harapan
6. Kondisi difabel
7. Tindakan tidak
berarti
8. Tidak ada
kontak mata
9. Perkembangan
terlambat
10. Tidak
bergairah/lesu
Harga diri rendah Evaluasi atau Subyektif : Subyektif :
kronis perasaan negatif 1. Menilai diri 1. Merasa sulit
(D.0086) terhadap diri negative (mis. berkonsentrasi
sendiri atau Tidak berguna, 2. Sulit tidur
kemampuan klien tidak tertolong) 3. Mengungkapkan
seperti tidak 2. Merasa keputusasaan
berarti, tidak malu/bersalah
berharga, tidak 3. Merasa tidak Obyektif :
berdaya yang mampu 1. Kontak mata
berlangsung dalam melakukan kurang
waktu lama dan apapun 2. Lesu dan tidak
terus menerus 4. Meremehkan bergairah
kemampuan 3. Berbicara pelan
mengatasi dan lirih
masalah 4. Pasif
5. Merasa tidak 5. Perilaku tidak
memiliki asertif
kelebihan atau 6. Mencari
kemampuan penguatan secara
positif berlebihan
6. Melebih- 7. Bergantung pada
lebihkan pendapat orang
penilaian negatif lain
tentang diri 8. Sulit membuat
sendiri keputusan
7. Menolak Sering kali mencari
penegasan
penilaian positif
tentang diri
sendiri
Obyektif :
1. Enggan
mencoba hal
baru
2. Berjalan
menunduk
Postur tubuh
menunduk
Gangguan Perubahan persepsi Subyektif : Subyektif :
persepsi sensori terhadap stimulus 1. Mendengar 1. Menyatakan
(D.0085) baik internal suara bisikan kesal
maupun eksternal atau melihat
yang disertai bayangan Obyektif :
dengan respon 2. Merasakan 1. Menyendiri
yang berkurang, sesuatu melalui 2. Melamun
berlebihan atau indera 3. Konsentrasi
terdistorsi perabaan, buruk
penciuman, 4. Disorientasi
perabaan, atau waktu, tempat,
pengecapan orang atau
curiga
Obyektif : 5. Curiga
1. Distorsi 6. Melihat ke satu
sensosri arah
2. Respons tidak 7. Mondar –
sesuai mandir
Bersikap seolah 8. Bicara sendiri
melihat,
mendengar,
mengecap, meraba,
atau mencium
sesuatu
Defisit Tidak mampu Subyektif : Subyektif :
perawatan diri melakukan atau Menolak Tidak tersedia
(D.0109) menyelesaikan melakukan
aktivitas perawatan perawatan diri. Obyektif :
diri. Tidak tersedia
Obyektif :
Tidak mampu
mandi/mengenaka
n
pakaian/makan/ke
toilet/berhias
secara mandiri

3. Rencana asuhan keperawatan

Tgl No Diagnose Rencana / intervensi keperawatan Rasional


/ Keperawata
Tujuan Intervensi
jam n
1 Isolasi sosial Setelah dilakukan Promosi 1. Agar
tindakan asuhan Sosialisasi mengetahui
keperawatan selama (I.13498) sejauh mana
3x24 jam Observasi : klien dapat
diharapkan 1. Identifikasi berinteraksi
Keterlibatan Sosial kemampuan dengan
(L.13116) melakukan orang lain
meningkat dengan interaksi 2. Agar
kriteria hasil : dengan orang mengetahui
1. Minat interaksi lain apa saja
meningkat dari 2. Identifikasi yang
skala 1 ke skala 3 hambatan membuat
2. Verbalisasi melakukan klien
ketidaknyamanan interaksi kesulitan
di tempat umum dengan orang dalam
meningkat dari lain berinteraksi
skala 1 ke skala 3 Terapeutik : 3. Agar klien
3. Perilaku menarik 3. Motivasi bersemangat
diri meningkat meningkatka dalam
dari skala 1 ke n keterlibatan berinteraksi
skala 3 dalam suatu dengan
4. Afek hubungan orang lain
murung/sedih 4. Berikan 4. Agar pasien
meningkat dari umpan balik termotivasi
skala 1 ke skala 3 positif pada untuk selalu
5. Kontak mata setiap semangat
meningkat dari peningkatan dalam
skala 1 ke skala 3 kemampuan melakukan
Edukasi : interaksi
5. Anjurkan social
berinteraksi 5. Agar pasien
dengan orang dapat secara
lain secara teratur
bertahap melatih diri
6. Anjurkan ikut untuk
serta kegiatan berinteraksi
sosial dan 6. Agar pasien
kemsyarakata merasa
n nyaman
7. Latih dengan
mengekspresi lingkungann
kan marah ya
dengan tepat 7. Agar pasien
dapat
mengatur
emosionalny
a
2 Harga diri Setelah dilakukan Promosi harga 1.Agar
rendah tindakan asuhan diri (I.09308) mengetahui
kronis
keperawatan selama Observasi : sejauh mana
3x24 jam 1. Monitor tingkat HDR
diharapkan Harga verbalisasi klien
Diri (L.09069) yang 2. Agar pasien
meningkat dengan merendahkan lebih
kriteria hasil : diri sendiri bersemangat
1. Penilaian diri Terapeutik : untuk
positif 2. Motivasi meningkatkan
meningkat dari terlibat dalam sikap positif
skala 1 ke skala verbalisasi terhadap dirinya
3 positif untuk 3. Agar klien
2. Perasaan diri sendiri dapat
memiliki 3. Diskusikan mengidentifikasi
kelebihan atau kepercayaan hal-hal yang
kemampuan terhadap membuat dirinya
positif penilaian diri menjadi percaya
meningkat dari 4. Diskusikan diri
skala 1 ke skala persepsi 4. Agar klien
3 negatif diri dapat
3. Postur tubuh 5. Berikan mengidentifikasi
menampakkan umpan balik hal negatif
wajah meningkat positif atas terhadap dirinya
dari skala 1 ke peningkatan 5. Agar klien
skala 3 mencapai lebih
4. Perasaan malu tujuan bersemangat
dari skala 1 6. Fasilitasi untuk
(meningkat) ke lingkungan meningkatkan
skala 3 (sedang) dan aktivitas harga dirinya
5. Perasaan mampu yang 6. Agar klien
melakukan meningkatka dapat nyaman
apapun dari skala n harga diri saat pemulihan
1 (meningkat) ke Edukasi : terhadap harga
skala 3 (sedang) 7. Jelaskan dirinya
kepada 7. Agar keluarga
keluarga klien dapat
pentingnya mengetahui
dukungan bagaimana
dalam perkembangan
perkembanga kesehatan klien
n konsep 8. Agar klien
positif dari dapat stabil
pasien dalam
8. Anjurkan menjalankan
mempertahan aktivitas yang
kan kontak meningkatkan
mata saat harga dirinya.
berkomunika 9. Agar klien
si dengan dapat terus
orang lain meningkatkan
9. Latih cara harga diri nya
berfikir dan dengan selalu
berperilaku berlatih berfikir
positif positif
10. Latih 10. Agar klien
meningkatka dapat sembuh
n dari harga diri
kepercayaan rendah
pada
kemampuan
dalam
menangani
situasi.
3 Gangguan Setelah dilakukan Manajemen
presepsi tindakan asuhan halusinasi 1. Agar
sensori
keperawatan selama (I.09288) perawat
3x24 jam Observasi mengetahui
diharapkan Persepsi 1. Monitor bagaimana
Sensori (L.09083) perilaku yang halusinasi
membaik dengan mengindikasi yang terjadi
kriteria hasil : halusinasi pada klien
1. Verbalisasi 2. Monitor isi 2. Agar
mendengar halusinasi perawat
bisikan membaik (mis.kekerasa mengetahui
dari skala 1 ke n atau halusinasi
skala 3 membahayak pada klien
2. Verbalisasi an diri) 3. Agar
melihat Terapeutik perawat
bayangan 3. Diskusikan mengetahui
membaik dari perasaan dan perasaan
skala 1 ke skala respons serta respon
3 terhadap klien setelah
3. Verbalisasi halusinasi terjadi
merasakan Edukasi halusinasi
sesuatu melalui 4. Anjurkan 4. Agar klien
indra perabaan memonitor dapat secara
membaik dari sendiri situasi mandiri
skala 1 ke skala terjadinya dalam
3 halusinasi memonitor
4. Verbalisasi 5. Ajarkan halusinasiny
merasakan pasien dan a
sesuatu melalui keluarga cara 5. Agar klien
indra penciuman mengontrol dan
membaik dari halusinasi keluarga
skala 1 ke skala Kolaborasi : dapat secara
3 1.Kolaborasi mandiri saat
5. Verbalisasi pemberian obat halusinasi
merasakan antipsikotik dan muncul
sesuatu melalui antiansietas, jika setiap saat
indra perlu 6. Untuk
pengecapan diberikan
membaik dari kepada
skala 1 ke skala klien
3 dengan
6. Distorsi sensori gangguan
membaik dari yang sudah
skala 1 ke skala bera
3
7. Perilaku
halusinasi dari
skala 1
(menurun) ke
skala 3 (sedang)

4 Defisit Setelah dilakukan Dukungan 1. Agar


perawatan tindakan asuhan perawatan diri mengetahui
diri
keperawatan selama (I.11348) sejauh
3x24 jam Observasi : mana
diharapkan 1. Monitor pasien
Perawatan Diri tingkat dapat
(L.11103) kemandirian melakukan
meningkat dengan 2. Identifikasi kemandiria
kriteria hasil : kebutuhan n
1. Kemampuan alat bantu 2. Agar
mandi meningkat kebersihan mengetahui
dari skala 1 ke diri, kebutuhan
skala 3 berpakaian, untuk
2. Kemampuan berhias dan melakukan
mengenakan makan perawatan
pakaian Terapeutik : diri
meningkat dari 3. Siapkan 3. Agar
skala 1 ke skala 3 keperluan dalam
3. Kemampuan pribadi melakukan
makan (mis.parfum, perawatan
meningkat dari sikat gigi, dan diri
skala 1 ke skala 3 sabun mandi) berjalan
4. Kemampuan ke 4. Dampingi dengan
toilet dalam baik
(BAB/BAK) melakukan 4. Agar klien
meningkat dari perawatan dapat
skala 1 ke skala 3 diri sampai belajar cara
mandiri perawatan
5. Fasilitasi dirinya
kemandirian, sendiri
bantu jika 5. Agar klien
tidak mampu dapat
melakukan mandiri
perawatan dalam
diri perawatan
6. Jadwalkan diri
rutinitas 6. Agar klien
perawatan dapat
diri secara
Edukasi : teratur
1.Anjurkan dalam
melakukan melakukan
perawatan diri perawatan
secara konsisten diri
sesuai 7. Agar
kemampuan dalam
pelaksanaa
n
perawatan
diri dapat
bermanfaat
bagi klien
DAFTAR PUSTAKA

Amelia, D. R., & Anwar, Z. (2013). Relaps pada pasien skizofrenia. Jurnal Ilmiah
Psikologi Terapan, 1(1), 53-65.

ARGIANTI, Y. D. (2018). PENERAPAN LATIHAN SOSIALISASI TERHADAP

KEMAMPUAN KOMUNIKASI PADA PASIEN ISOLASI SOSIAL DI RUANG


SADEWA DI INSTALASI KESEHATAN JIWA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
BANYUMAS (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PURWOKERTO).

Jatiwaluyo, S. (2019). PENGELOLAAN KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL PADA

TN. P DENGAN SKIZOFRENIA DI RUANG WISMA PUNTADEWA RUMAH


SAKIT JIWA PROF. Dr SOEROJO MAGELANG (Doctoral dissertation,
Universitas Ngudi Waluyo).

Kirana, S. A. C. (2018). Gambaran Kemampuan Interaksi Sosial Pasien Isolasi Sosial

Setelah Pemberian Social Skills Therapy di Rumah Sakit Jiwa. Journal of Health
Science, 11(1).
LAPORAN HALUSINASI
KEPERAWATAN JIWA

Dosen Pengampu : Ns.Wahyu Rima Agustin M.Kep

Disusun Oleh :

NAMA : SWASTIKA HERA MAHARANI

NIM : S19206

PRODI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2021/2022

A. Halaman judul
B. Konsep Penyakit
1. Definisi

Waham adalah keyakinan yang salah yang didasarkan oleh kesimpulan yang salah
tentang realita eksternal dan dipertahankan dengan kuat. Waham merupakan gangguan
dimana penderitanya memiliki rasa realita yang berkurang atau terdistorsi dan tidak dapat
membedakan yang nyata dan yang tidak nyata (Victoryna, 2020)

Gangguan proses pikir waham merupakan suatu keyakinan yang sangat mustahil
dan dipegang teguh walaupun tidak memiliki bukti-bukti yang jelas, dan walaupun semua
orang tidak percaya dengan keyakinannya (Bell, 2019)

2. Etiologi
Menurut World Health Organization (2016) secara medis ada banyak kemungkinan
penyebab waham, termasuk gangguan neurodegeneratif, gangguan sistem saraf pusat,
penyakit pembuluh darah, penyakit menular, penyakit metabolisme, gangguan endokrin,
defisiensi vitamin, pengaruh obat-obatan, racun, dan zat psikoaktif.
a. Faktor Predisposisi
1. Biologis
Pola keterlibatan keluarga relative kuat yang muncul di kaitkan dengan delusi
atau waham. Dimana individu dari anggota keluarga yang di manifestasikan
dengan gangguan ini berada pada resiko lebih tinggi untuk mengalaminya di
bandingkan dengan populasi umum.Studi pada manusia kembar juga menunjukan
bahwa ada keterlibatan factor.
2. Teori Psikososial
- System Keluarga
Perkembangan skizofrenia sebagai suatu perkembangan disfungsi
keluarga.Konflik diantara suami istri mempengaruhi anak. Bayaknya
masalah dalam keluarga akan mempengaruhi perkembangan anak dimana
anak tidak mampu memenuhi tugas perkembangan dimasa dewasanya.
Beberapa ahli teori menyakini bahwa individu paranoid memiliki orang
tua yang dingin, perfeksionis, sering menimbulkan kemarahan,perasaan
mementingkan diri sendiri yang berlebihan dan tidak percaya pada
individu. Klien menjadi orang dewasa yang rentan karena pengalaman
awal ini.
3. Teori Interpersonal
Dikemukakan oleh Priasmoro (2018) di mana orang yang mengalami psikosis
akan menghasilkan suatu hubungan orang tua-anak yang penuh dengan ansietas
tinggi.Hal ini jika di pertahankan maka konsep diri anak akan mengalami
ambivalen.

4. Psikodinamika
Perkembangan emosi terhambat karena kurangnya rangsangan atau perhatian
ibu,dengan ini seorang bayi mengalami penyimpangan rasa aman dan gagal untuk
membangun rasa percayanya sehingga menyebabkan munculnya ego yang rapuh
karena kerusakan harga diri yang parah,perasaan kehilangan kendali,takut dan
ansietas berat.Sikap curiga kepada seseorang di manifestasikan dan dapat
berlanjut di sepanjang kehidupan. Proyeksi merupakan mekanisme koping paling
umum yang di gunakan sebagai pertahanan melawan perasaan.

b. Faktor Presipitasi
1. Biologi
Stress biologi yang berhubungan dengan respon neurologik yang maladaptif
termasuk:
a) Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses
informasi
b) Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi
rangsangan.
2. Stres lingkungan
Stres biologi menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi dengan
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Pemicu gejala
Pemicu merupakan prekursor dan stimulus yang yang sering menunjukkan episode
baru suatu penyakit. Pemicu yang biasa terdapat pada respon neurobiologik yang
maladaptif berhubungan dengan kesehatan. Lingkungan, sikap dan perilaku
individu (Direja, 2011)

3. Manifestasi Klinik

a) Kognitif
1. Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata
2. Individu sangat percaya pada keyakinannya
3. Sulit berpikir realita
4. Tidak mampu mengambil keputusan
b) Afektif
1. Situasi tidak sesuai dengan kenyataan
2. Afek tumpul
c) Perilaku dan hubungan social
1. Hipersensitif
2. Hubungan interpersonal dengan orang lain tumpul
3. Depresi
4. Ragu-ragu
5. Mengancam secara verbal
6. Aktivitas tidak tepat
7. Streotif
8. Impulsive
9. Curiga
d) Fisik
1. Hegyne kurang
2. Muka pucat
3. Sering menguap
4. BB menurun

4. Patofisiologi

5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang disarankan untuk dilakukan hanya bila ada kecurigaan penyebab
organo-biologik . Kecurigaan penyebab organo-biologik apabila didapatkan onset yang relative
cepat, Riwayat kejang , demam tinggi , trauma atau pemburukan penyakit fisik sebelum onset
gangguan . Pemeriksaan penunjang disesuaikan dengan kecurigaan penyakit penyebabnya .
6. Pengobatan

Menurut Prastika (2014) penatalaksanaan medis waham antara lain :

a. Psikofarmalogi
1) Litium Karbonat
Jenis litium yang paling sering digunakan untuk mengatasi gangguan bipolar,
menyusul kemudian litium sitial. Litium masih efektif dalam menstabilkan suasana
hati pasien dengan gangguan bipolar. Gejala hilang dalam jangka waktu 1-3 minggu
setelah minum obat juga digunakan untuk mencegah atau mengurangi intensitas
serangan ulang pasien bipolar dengan riwayat mania
2) Haloperidol
Obat antipsikotik (mayor tranquiliner) pertama dari turunan butirofenon. Mekanisme
kerja yang tidak diketahui. Haloperidol efektif untuk pengobatan kelainan tingkah
laku berat pada anak-anak yang sering membangkang dan eksplosif. Haloperidol juga
efektif untuk pengobatan jangka pendek, pada anak yang hiperaktif juga melibatkan
aktivitas motorik berlebih memiliki kelainan tingkah laku seperti: Impulsif, sulit
memusatkan perhatian, agresif, suasana hati yang labil dan tidak tahan frustasi.

3) Karbamazepin
Karbamazepin terbukti efektif, dalam pengobatan kejang psikomotor, dan neuralgia
trigeminal. Karbamazepin secara kimiawi tidak berhubungan dengan obat
antikonvulsan lain atau obat lain yang digunakan untuk mengobati nyeri pada
neuralgia trigeminal

C. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Masalah Keperawatan

a. Waham (D.0105)
b. Harga diri rendah kronik (D.0086)
c. Gangguan komunikasi verbal (D.0119)
1. Diagnose Keperawatan
Waham : Keyakianan yang keliru tentang isi pikirana yang dipertahankan secara kuat atau
terus menerus namun tidak sesuai dengan kenyataan.
Gajala Dan Tanda Mayor:
Subjektif :
1. Mengungkapkan isi waham

Objektif :

1. Menunjukkan perilaku sesuai isi waham


2. Isi piker tidak sesuai realitas
3. Isi pembicaraan sulit dimengerti

Gejala Dan Tanda Minor:

Subjektif :

1. Merasa sulit berkonsentrasi


2. Merasa khawatir

Objektif :

1. Curiga berlebihan
2. Waspada berlebihan
3. Bicara berlebihan
4. Sikap menentang atau permusuhan
5. Wajah teagang
6. Pola tidur berubah
7. Tidak mau mengambil keputusan
8. Flight of idea
9. Produktifitas kerja menurun
10. Tidak mampu merawat diri
11. Menarik diri
3. Rencana Asuhan Keperawatan

Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi


Setelah dilakukan Tindakan keperawatan Manajemen waham (I.09296)
3x24 jam diharapkan status orientasi O:
(L.09090) membaik - Monitor waham yang isinya
1. Verbalisasi waham cukup meningkat membahayakan diri sendiri, orang lain
2. Perilaku waham meningkat dan ,Lingkungan
3. Curiga menurun - Monitor efek terapeutik dan efek
4. Khawatir menurun samping obat
5. Pola tidur membaik T:
6. Konsentrasi membaik - Bina hubungan interpersonal saling
percaya
- Tunjukkan sikap tidak menghakimi
secara konsisten
- Diskusikan waham dengan berfokus
pada pearasaan yang mendasar waham
(“anda terlihat seperti sedang
merasakan ketakuatan”)
- Hindari perdebatan tentang keyakinan
yang keliru, nyatakan keraguan sesuai
fakta
- Hindari memperkuat gagasan waham
E:
- Anjurkan mengungkapkan dan
memfalidasi waham (uji realitas)
dengan orang yang dipercaya
(pemberian asuhan/keluarga)
- Anjurkan melakukan rutinitas harian
secara konsisten
- Latih manajemen stress
- Jelakan tentang waham serta penyakit
terkait (mis.delirium, skizofrenia, atau
depresi)
- Cara mengatasi dan obat yang
diberikan
K:
- Kolaborasi pemberian obat sesuai
indikasi
DAFTAR PUSTAKA

Bell, V., Raihani, N., & Wilkinson, S. (2019). De-Rationalising Delusions. 1–34.

https://doi.org/10.1177/2167702620951553

Darmiyanti, A. (2012). Analisa Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Sesi Ii Pada Tn. A
Dengan

Gangguan Proses Pikir: Waham Studi Kasus di Ruang 23 Psikiatri RSUD Saiful Anwar

Malang (Doctoral dissertation, University of Muhammadiyah Malang).

http://eprints.umm.ac.id/id/eprint/29871

Direja, A. H. (2011). Buku ajar asuhan keperawatan jiwa.

Prastika, Y., Mundakir, S. K., & Reliani, S. K. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien

Waham Kebesaran Dengan Diagnosa Medis Skizofrenia Hebefrenik Di Ruang Flamboyan

Rs Jiwa Menur Surabaya (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surabaya).

http://repository.um- surabaya.ac.id/361/

Victoryna, F., Wardani, I. Y., & Fauziah, F. (2020). Penerapan Standar Asuhan Keperawatan

Jiwa Ners untuk Menurunkan Intensitas Waham Pasien Skizofrenia. Jurnal


Keperawatan Jiwa, 8(1),45-52. https://doi.org/10.26714/jkj.8.1.2020.45-52

World Health Organization. (2016). Scizofrenia. : https://www.who.int/news-room/fact-


sheets/detail/schizophrenia
LAPORAN PERILAKU KEKERASAN
KEPERAWATAN JIWA

Dosen Pengampu : Ns.Wahyu Rima Agustin M.Kep

Disusun Oleh :

NAMA : SWASTIKA HERA MAHARANI

NIM : S19206

PRODI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2021/2022

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Perilaku kekerasaan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku seseorang
yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain atau lingkungan. Perilaku kekerasaan
pada diri sendiri dapat berbentuk melukai diri untuk bunuh diri atau membiarkan diri
dalam penelantaran diri. Perilaku kekerasaan pada orang lain adalah Tindakan agresif
yang ditunjukkan untuk melukai atau membunuh orang lain. Perilaku kekerasaan
pada lingkungan dapat berupa perilaku merusak lingkungan, melempar kaca, genting,
dan semua yang ada di lingkungan. Pasien yang dibawa ke rumah sakit jiwa Sebagian
besar akibat melakukan kekerasaan daruma. Perawat harus jeli dalam melakukan
pengkajian untuk menggali penyebab perilaku kekerasaan yang dilakukan selama di
rumah (Ah.Yusuf, Fitryasari, & Nihayati, 2015)
Perilaku kekerasaan merupakan suatu salah satu respons marah diekspresikan
dengan melakukan ancaman, mencederai diri sendiri maupun orang lain dan dapat
merusak lingkungan sekitar. Tanda dan gejala resiko perilaku kekerasaan dapat
terjadi perubahan pada fungsi kognitif, afektif, fisiologis perilaku dan sosial. Pada
aspek fisik tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernafasaan mengkat, medah
tersinggung, marah, amuk serta dapat mencederai diri sendiri maupun orang lain
(Pardede & Hulu, 2020)

2. Etiologi Gangguan Jiwa


Menurut Nurhalimah (2016) proses terjadinya perilaku kekerasaan pada pasien akan
dijelakan dengan menggunkan konsep stress adaptasi stuart yang meliputi faktor
predisposisi dan presipitasi.
a. Faktor predisposisi
1) Faktor biologis
Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor herediter yaitu
adanya anggotakeluarga yang sering memperlihatkan atau melakukan perilaku
kekerasan, adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, adanyan
riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan NAPZA
(narkoti, psikotropika dan zat aditif lainnya).
2) Faktor Psikologis
Pengalaman marah merupakan respon psikologis terhadap stimulus eksternal,
internal maupun lingkungan.Perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil dari
akumulasi frustrasi.Frustrasi terjadi apabila keinginan individu untuk
mencapai sesuatu menemui kegagalan atau terhambat.Salah satu kebutuhan
manusia adalah “berperilaku”, apabila kebutuhan tersebut tidak dapat
dipenuhi melalui berperilaku konstruktif, maka yang akan muncul adalah
individu tersebut berperilaku destruktif.

3) Faktor Sosiokultural
Teori lingkungan sosial (social environment theory)menyatakan bahwa
lingkungan sosial sangat mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah.Norma budaya dapat mendukung individu untuk
berespon asertif atau agresif.Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara
langsung melalui proses sosialisasi (social learning theory).

b. Faktor Prespitasi
Faktor presipitasi perilaku kekerasan pada setiap individu bersifat unik,
berbeda satu orang dengan yang lain.Stresor tersebut dapat merupakan penyebab
yang brasal dari dari dalam maupun luar individu. Faktor dari dalam individu
meliputi kehilangan relasi atau hubungan dengan orang yang dicintai atau berarti
(putus pacar, perceraian, kematian), kehilangan rasa cinta, kekhawatiran terhadap
penyakit fisik, dll. Sedangkan faktor luar individu meliputi serangan terhadap
fisik, lingkungan yang terlalu ribut, kritikan yang mengarah pada penghinaan,
tindakan kekerasan

3. Manifestasi Klinis Gangguan Jiwa


a. Muka marah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Mengatupkan rahang dengan kuat
d. Mengepalkan tangan
e. Jalan mondar-mandir
f. Biacara kasar
g. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
h. Mengancam secara verbal atau fisik
i. Melempar atau memukul benda atau orang lain
j. Merusak barang atau benda
k. Tidak memiliki kemampuan mencegah atau mengendalikan perilaku kekerasaan

4. Patofisiologi
a. Faktor predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi,
artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasaan jika faktor
berikut dialami oleh individu:
1. Psikologis
Menurut Townsend (1996, dalam jurnal penelitian) faktor psikologi perilaku
kekerasaan meliputi:
a) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kepuasan
dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan
membuat konsep sendiri yang rendah. Agresif dan kekerasaan dapat
memberikan kekuatan dan meningkatkan citra diri (Nuraenah,2012:30)
b) Teori pembelajaran, perilaku kekerasaan merupakan yang
dipelajari,individu yang memiliki pengaruh biologic terhadap perilaku
kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi oleh peran eksternal
(Nuraenah,2012:31)
2. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasaan, sering
mengobservasi kekerasaan dirumah atau diluar rumah, semua aspek

Pohon masalah :
Perilaku Kekerasan

Risiko Perilaku Kekerasan

Stress, cemas, harga diri rendah, bermasalah

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Electroencephalogram (EEG), suatu pemeriksaan yang bertujuan memberi
informasi penting tentang kerja dan fungsi otak.
b. CT scan, untuk mendapatkan gambaran otak tiga dimensi.
c. Single photon emission computed tomography (SPECT), melihat wilayah otak
dan tanda-tanda abnormalitas pada otak dan menggambarkan perubahan-
perubahan aliran darah yang terjadi.
d. Magnetic resonance imaging (MRI), suatu teknik radiologi dengan menggunakan
magnet, gelombang radio dan computer untuk mendapatkan gambaran stuktur
tubuh atau otak dan dapat mendeteksi perubahan yang kecil sekalipun dalam
stuktur tubuh atau otak. Beberapa prosedur menggunakan kontras gadolinium
untuk meningkatkan akurasi gambar. (Damaiyanti,2012)
6. Pengobatan
a) Farmakologi :
1. Obat Anti Psikosis: Penitizin
2. Pbat Anti Depresi: Amitripilin
3. Obat Anti Ansietas: Diazepam, Bromozepam, Clobozam
4. Obat Anti Insomnia: Phenobarbital

b) Non-Farmakologi :
1. Terapi keluarga : Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu
mengatasi masalah klien dengan memberikan perhatian
2. Terapi kelompok : berfokus pada dukungan dan perkembangan,
keterampilan sosial, atau aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain
untuk mengembalikan keadaan klien karena masalah Sebagian orang
merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang lain.
3. Terapi music : dengan music klien terhibur, rileks dan bermain untuk
mengembalikan kesadaran diri.

B. Asuhan Keperawatan
1. Masalah Keperawatan
a) Perilaku kekerasaan (D.0132)
b) Isolasi sosial (D.0121)
c) Harga diri rendah kronis (D.0086)

2. Diagnose Keperawatan
Perilaku kekerasaan: Kemarahan yang diekpresikan secara berlebihan dan tidak
terkendali secara verbal sampai dengan mencederai orang lain dan/atau merusak
lingkungan (D.0132)

Gejala Dan Tanda Mayor:

Subjektif :

1. Mengancam
2. Mengumpat dengan kata-kata kasar
3. Suara keras
4. Bicara ketus

Objektif :

1. Menyerang orang lain


2. Melukai diri sendiri/orang lain
3. Merusak lingkungan
4. Perilaku agresif atau amuk

Gejala Dan Tanda Minor :

Subjektif : (tidak tersedia)

Obejektif :

1. Mata melotot atau pandangan tajam


2. Tangan mengepal
3. Rahang mengatup
4. Wajah memerah
5. Postur tubuh kaku

3. Rencana Asuhan Keperawatan

Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi


Setelah dilakukan Tindakan keperawtan Manajemen perilaku (I.12463)
3x24 jam diharapkan control diri O :
(L.09076) meningkat - Identifikasi harapan untuk
1. Perilaku melukai diri mengdalikan perilaku
sendiri/orang lain menurun T:
2. Perilaku merusak lingkungan - Diskusikan tanggung jawab
sekitar menurun terhadap perilaku
3. Perilaku agresif/amuk menurun - Jadwalkan kegiatan terstruktur
- Ciptakan dan pertahankan
lingkungan dan kegiatan
perawatan konsisten setiap
dinas
- Tingkatkan aktivitas fisik
sesuai kemampuan
- Batasi jumlah pengunjung
- Bicara dengan nada rendah
dan tenang
- Lakukan kegiatan pengalihan
terhadap sumber agitasi
- Cegah perilaku pasif dan
agresif
- Beri penguatan positif
terhadap keberhasilan
mengendalikan perilaku
- Lakukan pengengkangan fisik
sesuai indikasi
- Hindari siafat menyudutkan
dan menghentikan
pembicaraan
- Hindari sikap mengancam dan
berdebat
- Hindari berdebat atau
menawar batas perilaku yang
telah ditetapkan
E:
- Informasikan keluarga
bahawa keluarga sebagai
dasar pembentukan kognitif
Daftar Pustaka
Nurhalimah. (2016). Bahan Ajar Keperawatan Jiwa

Pardede, J. A., Keliat, B. A., & Yulia, I. (2015). Kepatuhan dan Komitmen Klien

Skizofrenia Meningkat Setelah Diberikan Acceptance And Commitment

Therapy dan Pendidikan Kesehatan Kepatuhan Minum Obat. Jurnal

Keperawatan Indonesia, 18(3), 157-166. 10.7454/jki.v18i3.419

Pardede, J. A., Siregar, L. M., & Hulu, E. P. (2020). Efektivitas Behaviour Therapy

Terhadap Risiko Perilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit

Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provsu Medan. Jurnal Mutiara Ners,3(1), 8-

14. http://114.7.97.221/index.php/NERS/article/view/1005

Yusuf, A., Fitryasari, R., & Nihayati,H. (2015). Buku Ajar Keperawtan Kesehatan

Jiwa. (A. Suslia,&F.Ganiajri, Penyunt.) Jakarta: Salemba Medika


LAPORAN PENDAHULUAN
WAHAM
KEPERAWATAN JIWA

Dosen Pengampu : Ns.Wahyu Rima Agustin M.Kep

Disusun Oleh :

NAMA : SWASTIKA HERA MAHARANI

NIM : S19206

PRODI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2021/202
C. Halaman judul
D. Konsep Penyakit
3. Definisi

Waham adalah keyakinan yang salah yang didasarkan oleh kesimpulan yang salah
tentang realita eksternal dan dipertahankan dengan kuat. Waham merupakan gangguan
dimana penderitanya memiliki rasa realita yang berkurang atau terdistorsi dan tidak dapat
membedakan yang nyata dan yang tidak nyata (Victoryna, 2020)

Gangguan proses pikir waham merupakan suatu keyakinan yang sangat mustahil
dan dipegang teguh walaupun tidak memiliki bukti-bukti yang jelas, dan walaupun semua
orang tidak percaya dengan keyakinannya (Bell, 2019)

4. Etiologi
Menurut World Health Organization (2016) secara medis ada banyak kemungkinan
penyebab waham, termasuk gangguan neurodegeneratif, gangguan sistem saraf pusat,
penyakit pembuluh darah, penyakit menular, penyakit metabolisme, gangguan endokrin,
defisiensi vitamin, pengaruh obat-obatan, racun, dan zat psikoaktif.
c. Faktor Predisposisi
1. Biologis
Pola keterlibatan keluarga relative kuat yang muncul di kaitkan dengan delusi
atau waham. Dimana individu dari anggota keluarga yang di manifestasikan
dengan gangguan ini berada pada resiko lebih tinggi untuk mengalaminya di
bandingkan dengan populasi umum.Studi pada manusia kembar juga menunjukan
bahwa ada keterlibatan factor.
2. Teori Psikososial
- System Keluarga
Perkembangan skizofrenia sebagai suatu perkembangan disfungsi
keluarga.Konflik diantara suami istri mempengaruhi anak. Bayaknya
masalah dalam keluarga akan mempengaruhi perkembangan anak dimana
anak tidak mampu memenuhi tugas perkembangan dimasa dewasanya.
Beberapa ahli teori menyakini bahwa individu paranoid memiliki orang
tua yang dingin, perfeksionis, sering menimbulkan kemarahan,perasaan
mementingkan diri sendiri yang berlebihan dan tidak percaya pada
individu. Klien menjadi orang dewasa yang rentan karena pengalaman
awal ini.
3. Teori Interpersonal
Dikemukakan oleh Priasmoro (2018) di mana orang yang mengalami psikosis
akan menghasilkan suatu hubungan orang tua-anak yang penuh dengan ansietas
tinggi.Hal ini jika di pertahankan maka konsep diri anak akan mengalami
ambivalen.

4. Psikodinamika
Perkembangan emosi terhambat karena kurangnya rangsangan atau perhatian
ibu,dengan ini seorang bayi mengalami penyimpangan rasa aman dan gagal untuk
membangun rasa percayanya sehingga menyebabkan munculnya ego yang rapuh
karena kerusakan harga diri yang parah,perasaan kehilangan kendali,takut dan
ansietas berat.Sikap curiga kepada seseorang di manifestasikan dan dapat
berlanjut di sepanjang kehidupan. Proyeksi merupakan mekanisme koping paling
umum yang di gunakan sebagai pertahanan melawan perasaan.

d. Faktor Presipitasi
4. Biologi
Stress biologi yang berhubungan dengan respon neurologik yang maladaptif
termasuk:
c) Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses
informasi
d) Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi
rangsangan.
5. Stres lingkungan
Stres biologi menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi dengan
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
6. Pemicu gejala
Pemicu merupakan prekursor dan stimulus yang yang sering menunjukkan episode
baru suatu penyakit. Pemicu yang biasa terdapat pada respon neurobiologik yang
maladaptif berhubungan dengan kesehatan. Lingkungan, sikap dan perilaku
individu (Direja, 2011)

3. Manifestasi Klinik

e) Kognitif
1. Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata
2. Individu sangat percaya pada keyakinannya
3. Sulit berpikir realita
4. Tidak mampu mengambil keputusan
f)Afektif
1. Situasi tidak sesuai dengan kenyataan
2. Afek tumpul
g) Perilaku dan hubungan social
1. Hipersensitif
2. Hubungan interpersonal dengan orang lain tumpul
3. Depresi
4. Ragu-ragu
5. Mengancam secara verbal
6. Aktivitas tidak tepat
7. Streotif
8. Impulsive
9. Curiga
h) Fisik
1. Hegyne kurang
2. Muka pucat
3. Sering menguap
4. BB menurun

4. Patofisiologi

5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang disarankan untuk dilakukan hanya bila ada kecurigaan penyebab
organo-biologik . Kecurigaan penyebab organo-biologik apabila didapatkan onset yang relative
cepat, Riwayat kejang , demam tinggi , trauma atau pemburukan penyakit fisik sebelum onset
gangguan . Pemeriksaan penunjang disesuaikan dengan kecurigaan penyakit penyebabnya .

6. Pengobatan

Menurut Prastika (2014) penatalaksanaan medis waham antara lain :

b. Psikofarmalogi
4) Litium Karbonat
Jenis litium yang paling sering digunakan untuk mengatasi gangguan bipolar,
menyusul kemudian litium sitial. Litium masih efektif dalam menstabilkan suasana
hati pasien dengan gangguan bipolar. Gejala hilang dalam jangka waktu 1-3 minggu
setelah minum obat juga digunakan untuk mencegah atau mengurangi intensitas
serangan ulang pasien bipolar dengan riwayat mania
5) Haloperidol
Obat antipsikotik (mayor tranquiliner) pertama dari turunan butirofenon. Mekanisme
kerja yang tidak diketahui. Haloperidol efektif untuk pengobatan kelainan tingkah
laku berat pada anak-anak yang sering membangkang dan eksplosif. Haloperidol juga
efektif untuk pengobatan jangka pendek, pada anak yang hiperaktif juga melibatkan
aktivitas motorik berlebih memiliki kelainan tingkah laku seperti: Impulsif, sulit
memusatkan perhatian, agresif, suasana hati yang labil dan tidak tahan frustasi.

6) Karbamazepin
Karbamazepin terbukti efektif, dalam pengobatan kejang psikomotor, dan neuralgia
trigeminal. Karbamazepin secara kimiawi tidak berhubungan dengan obat
antikonvulsan lain atau obat lain yang digunakan untuk mengobati nyeri pada
neuralgia trigeminal

C. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Masalah Keperawatan

d. Waham (D.0105)
e. Harga diri rendah kronik (D.0086)
f. Gangguan komunikasi verbal (D.0119)

2. Diagnose Keperawatan
Waham : Keyakianan yang keliru tentang isi pikirana yang dipertahankan secara kuat atau
terus menerus namun tidak sesuai dengan kenyataan.
Gajala Dan Tanda Mayor:
Subjektif :
2. Mengungkapkan isi waham

Objektif :

4. Menunjukkan perilaku sesuai isi waham


5. Isi piker tidak sesuai realitas
6. Isi pembicaraan sulit dimengerti

Gejala Dan Tanda Minor:

Subjektif :

3. Merasa sulit berkonsentrasi


4. Merasa khawatir

Objektif :

12. Curiga berlebihan


13. Waspada berlebihan
14. Bicara berlebihan
15. Sikap menentang atau permusuhan
16. Wajah teagang
17. Pola tidur berubah
18. Tidak mau mengambil keputusan
19. Flight of idea
20. Produktifitas kerja menurun
21. Tidak mampu merawat diri
22. Menarik diri

3. Rencana Asuhan Keperawatan

Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi

Setelah dilakukan Tindakan keperawatan Manajemen waham (I.09296)


3x24 jam diharapkan status orientasi
O:
(L.09090) membaik
- Monitor waham yang isinya
7. Verbalisasi waham cukup meningkat
membahayakan diri sendiri, orang lain
8. Perilaku waham meningkat
dan ,Lingkungan
9. Curiga menurun
- Monitor efek terapeutik dan efek
10. Khawatir menurun
samping obat
11. Pola tidur membaik
T:
12. Konsentrasi membaik
- Bina hubungan interpersonal saling
percaya
- Tunjukkan sikap tidak menghakimi
secara konsisten
- Diskusikan waham dengan berfokus
pada pearasaan yang mendasar waham
(“anda terlihat seperti sedang
merasakan ketakuatan”)
- Hindari perdebatan tentang keyakinan
yang keliru, nyatakan keraguan sesuai
fakta
- Hindari memperkuat gagasan waham
E:

- Anjurkan mengungkapkan dan


memfalidasi waham (uji realitas)
dengan orang yang dipercaya
(pemberian asuhan/keluarga)
- Anjurkan melakukan rutinitas harian
secara konsisten
- Latih manajemen stress
- Jelakan tentang waham serta penyakit
terkait (mis.delirium, skizofrenia, atau
depresi)
- Cara mengatasi dan obat yang
diberikan
K:

- Kolaborasi pemberian obat sesuai


indikasi
DAFTAR PUSTAKA

Bell, V., Raihani, N., & Wilkinson, S. (2019). De-Rationalising Delusions. 1–34.

https://doi.org/10.1177/2167702620951553

Darmiyanti, A. (2012). Analisa Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Sesi Ii Pada Tn. A
Dengan

Gangguan Proses Pikir: Waham Studi Kasus di Ruang 23 Psikiatri RSUD Saiful Anwar

Malang (Doctoral dissertation, University of Muhammadiyah Malang).

http://eprints.umm.ac.id/id/eprint/29871

Direja, A. H. (2011). Buku ajar asuhan keperawatan jiwa.

Prastika, Y., Mundakir, S. K., & Reliani, S. K. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien

Waham Kebesaran Dengan Diagnosa Medis Skizofrenia Hebefrenik Di Ruang Flamboyan

Rs Jiwa Menur Surabaya (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surabaya).

http://repository.um- surabaya.ac.id/361/

Victoryna, F., Wardani, I. Y., & Fauziah, F. (2020). Penerapan Standar Asuhan Keperawatan

Jiwa Ners untuk Menurunkan Intensitas Waham Pasien Skizofrenia. Jurnal


Keperawatan Jiwa, 8(1),45-52. https://doi.org/10.26714/jkj.8.1.2020.45-52

World Health Organization. (2016). Scizofrenia. : https://www.who.int/news-room/fact-


sheets/detail/schizophrenia
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI
KEPERAWATAN JIWA

Dosen Pengampu : Ns.Wahyu Rima Agustin M.Kep

Disusun Oleh :

NAMA : SWASTIKA HERA MAHARANI

NIM : S19206

PRODI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
A. Halaman judul
B. Konsep Penyakit
1. Definisi
Herdman (2012) mengatakan bahwa deficit perawatan diri sebagai suatu
gangguan didalam melakukan perawatan diri (kebersihan diri, berhias, makan,
toileting). Sedangkan perawatan diri adalah kemampuan dasar manusia untuk
memenuhi kebutuhannya untuk mempertahankan kehidupan, kesehatan, dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya (Nurhalimah, 2016).
Deficit perawatan diri merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami
hambatan ataupun gangguan dalam kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan aktivitas perawatan diri, seperti mandi, berpakaian, makan, dan
eliminasi untuk dirinya sendiri (Tumanduk, Messakh, & Sukardi, 2018).

2. Etiologi gangguan jiwa


a. Factor predisposisi (Nurhalimah, 2016).
1. Biologis
dimana deficit perawatan diri disebabkan oleh adanya penyakit fisik dan
mental yang disebabkan klien tidak mampu melakukan kperawatan diri dan
dikarenakan adanya factor herediter dimana terdapat anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa.
2. Psikologis,
adanya factor perkembangan yang memegang peranan yang tidak kalah
penting, hal ini dikarenakan keluarga terlalu melindungi dan memanjakan
individu tersebut sehingga perkembangan inisiatif menjadi terganggu. Klien
yang mengalami deficit perawatan diri dikarenakan kemampuan realitas yang
kurang yang menyebabkan klien tidak peduli terhadao dir dan lingkungannya
termasuk perawatan diri.
3. Social
kurangnya dukungan social dan situasi lingkungan yang mengakibatkan
penurunan kemampuan dalam merawat diri.
b. Factor presipitasi
Faktor presipitasi yang menyebabkan deficit perawatan diri yaitu penurunan
motivasi, kerusakan kognitif/persepsi, cemas, lelah, lemah yang menyebabkan
individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
3. Manifestasi klinis gangguan jiwa
Menurut (Putra, 2019) tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah :
1. Subyektif
a) Menyatakan tidak ada keingin mandi secara teratur
b) Perawatan diri harus dimotivasi
c) Menyatakan Bab/bak disembarangan tempat
d) Menyatakan tidak mampu menggunakan alat bantu makan
2. Obyektif
a) Tidak mampu membersihkan badan
b) Berpakaian secara benar
c) Tidak mampu melaksanakan kebersihan yang sesuai
d) Setelah melakukan toileting
e) Makan hanya beberapa suap darri piring/porsi tidak habis

4. Patofisiologi
Menurut Yusuf, Rizky & Hanik, 2015 proses terjadinya masalah keperawatan defisit
perawataan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi diakbatkan karena adanya
perubahan proses berfikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan
diri mengalami penurunan. Kurangnya perawatan diri terlihat dari ketidakmampuan
merawat kebersihan diri, makan secara mandiri, berhias diri secara mandiri dan juga
kemampuan toileting (baik itu BAK maupun BAB) secara mandiri.

Kebersihan diri tidak adekuat (BAB/BAK, Makan minum dan


berdandan)

Defisit perawatan diri

Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri

Isolasi sosial

5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut NANDA ,2015 Pemeriksaan penunjang yang dapat sebagai berikut :
a. CT Scan, MRI, EEG
b. PET (Position Emission Tomography)
Pada penderita hasil PET ditemukan adanya penurunan aliran darah, metabolism
oksigen, glukosa didaerah serebral.
c. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography) kelainan ini berkolerasi
dengan kerusakan fungsional dan deficit kognitif.
d. Uji Skala Depresi dan fungsi kognitif seperti MMSE (mini mental state
examination)

6. Pengobataan
Klien dengan gangguan deficit perawtan diri tidak membutuhkan pearwatan medis,
karena hanya mengalami gangguan jiwa, pasien lebih membutuhkan terapi kejiwaan
melalui komunikasi terapeutik.

C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Masalah Keperawatan
a. Deficit perawatan diri (D.0109)
b. Harga diri rendah (D.0086)
c. Isolasi sosial (D.0121)
2. Diagnosa Keperawatan
Deficit perawatan diri : tidak mampu melakukan atau meyelesaikan aktivitas
pearwatan diri (D.0109)
Gejala dan tanda mayor:
Subjektif:
1. Menolak melakukan perawatan

Objektif:

1. Tidak mampu mandi/mengenakan pakain/makan/ke toilet/berhias secara


mandiri
2. Minat melakukan perawatan diri kurang

Gejala dan tanda minor:

Subjektif: (tidak tersedia)

Objektif: (tidak tersedia)


3. Rencana Asuhan Keperawatan

Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi

Setelah dilakukan tindakan keperawtan Dukungan perawatan diri (I.11348)


3x24 jam diharapkan perawatan diri O:
(L.11103) meningkat - Identifikasi kebiasaan aktivitas
1. Kemampuan mandi meningkat perawatan diri sesuai usia
2. Kemampuan mengenakan - Monitor tingjat kemandirian
pakaian meningkat - Identifikasi kebutuhan alat bantu
3. Kemampuan makan meningkat kebersihan diri, berpakain,
4. Kemampuan ke toilet berhias, dan makan
(BAB/BAK) meningkat T:
5. Verbalisasi keinginan
melakukan perawatan diri - Sediakan lingkungan yang
meningkat terapeutik (mis.suasana hangat,
rileks, privasi)
- Sediakan keperluan pribadi (mis.
Parfum, sikat gigi, dan sabun
mandi)
- Damping dalam melakukan
perawatan diri sampai mandiri
- Falitasi untuk menerima keadaan
ketergantungan
- Fasititasi kemandirian, bantu jika
tidak mampu melakukan
perawatan diri
- Jadwalkan rutinitas perawatan
diri
E:

- Anjurkan melakukan pearwatan


diri secara konsisten sesuai
kemampuan
DAFTAR PUSTAKA
Herdman, T. H. (2012). Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi 2012-2014.
Nurhalimah. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan, 162-170.
Putra, R. S., & Hardiana, S. (2019). Komunikasi Terapeutik Perawat Pada Pasien Dengan
Masalah Defisit Perawatan Diri. In Prosiding Seminar Nasional (pp.152-156).
http://prosiding.stikesmitraadiguna.ac.id/index.php/PSNMA/article/view/21
Tumanduk, F. M. E., Messakh, S. T., & Sukardi, H. (2018). Hubungan Tingkat
Kemampuan Perawatan Diri Dengan Tingat Depresi Pada Pasien Depresi Di
Bangsal Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Jurnal Ilmu Keperawatan dan
Kebidanan, 9(1), 10-20.
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI
KEPERAWATAN JIWA

Dosen Pengampu : Ns.Wahyu Rima Agustin M.Kep

Disusun Oleh :

NAMA : SWASTIKA HERA MAHARANI

NIM : S19206
PRODI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2021/2022

A. Halaman Judul

B. Konsep penyakit
1. Definisi
Risiko bunuh diri adalah kondisi dimana berisiko melakukan upaya menyakiti diri
sendiri untuk mengakhiri kehidupan (SDKI, 2016).
Seorang sosiolog dari Perancis bernama Email Durkheim (Oltmanns, 2013)
memandang bunuh diri sebagai masalah sosial, dan tertarik dengan fakta sosial,
seperti kelompok religius dan partai daripada aspek psikologis atau biologisnya

2. Etiologi gangguan jiwa


Faktor yang berisiko menyebabkan risiko bunuh diri menurut Standar Diagnosa
Keperawatan Indonesia (SDKI, 2016) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan perilaku (misalnya euphoria mendadak setelah depresi, perilaku mencari
senjata berbahaya, membeli obat dalam jumlah banyak, membuat surat warisan)
b. Demografi (misalnya lansia, status perceraian, janda/duda, ekonomi rendah,
pengangguran)
c. Gangguan fisik (misalnya nyeri kronis, penyakit terminal)
d. Masalah sosial (misalnya berduka, tidak berdaya, putus asa, kesepian, kehilangan
hubungan yang penting, isolasi sosial)
Gangguan psikologis (misalnya penganiayaan masa kanak-kanak, riwayat bunuh diri
sebelumnya, remaja homoseksual, gangguan psikiatrik, penyakit psikiatrik,
penyalahgunaan zat)
3. Manifestasi klinis gangguan jiwa
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI, 2016) tanda dan gejala
terjadinya isolasi sosial adalah sebagai berikut:
a. Tanda dan gejala mayor
1) Subjektif
a) Merasa ingin bunuh diri
b) Merasa ingin mati saja/merasa tidak berguna
2) Objektif
a) Ada isyarat bunuh diri
b) Ada ide untuk bunuh diri
c) Pernah melakukan percobaan bunuh diri

4. Patofisiologi
Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI 2016) bahwa gangguan
perilaku (misalnya euphoria mendadak setelah depresi, perilaku mencari senjata
berbahaya, membeli obat dalam jumlah banyak, membuat surat warisan), demografi
(misalnya lansia, status perceraian, janda/duda, ekonomi rendah, pengangguran),
gangguan fisik (misalnya nyeri kronis, penyakit terminal), masalah sosial (misalnya
berduka, tidak berdaya, putus asa, kesepian, kehilangan hubungan yang penting,
isolasi sosial), gangguan psikologis (misalnya penganiayaan masa kanak-kanak,
riwayat bunuh diri sebelumnya, remaja homoseksual, gangguan psikiatrik, penyakit
psikiatrik, penyalahgunaan zat). Hal tersebut yang menyebabkan individu mengalami
harga diri rendah. Individu yang tidak memiliki manajemen koping yang baik akan
mengalami keputusasaan sehingga berisiko dalam melakukan percobaan bunuh diri
dan melukai diri sendiri.
Pohon Masalah (SDKI, 2016)
Perilaku Kekerasan

Risiko Perilaku Kekerasan


Risiko Bunuh Diri

Harga Diri Rendah

5. Pemeriksaan penunjang
a. Electrochepalogram (EEG), suatu pemeriksaan yang bertujuan memberikan
informasi penting tentang kerja dan fungsi otak
b. CT Scan, untuk mendapatkan gambaran otak tiga dimensi
c. Single Photon Emission ComputedTomography (SPECT), untuk melihat wilayah
otak dan tanda-tanda abnormalitas pada otak dan menggambarkan perubahan-
perubahan aliran darah yang terjadi
d. Minesota Multiphasie Personality Inventory (MMPI) yaitu suatu tes yang
bertujuan untuk mengetahui gambaran.
(Damaiyanti,2012)

6. Pengobatan
a. Terapi Psikofarmaka
1) Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realitas
kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri terganggu,
berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental:waham, halusinasi ).
2) Haloperidol (HPL)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta
dalam fungsi kehidupan sehari-hari
3) Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik
sindrom Parkinson akibat obat misalnya resepina dan fenotiazine
b. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan strategi
penatalaksanakaan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing
penatalaksanaan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi
penyebab isolasi sosial, berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan
kerugian apabila interaksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan
cara berkenalan, dan memasukan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan
orang lain dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien mempraktekan cara
berkenala dengan satu orang, dan membantu pasien memasukkan kegiatan-kegiatan
berbincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga,
perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan untuk
berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan pasien memasukan ke
dalam jadwal kegiatan hariannya
c. Terapi somatoterapi: Farmakologi dan Electro Comfulsif Therapy (ECT)
Electro Comfulsif Therapy (ECT) atau biasa disebut dengan Shock Therapy adalah
pengobatan medis yang modern dengan cara memberikan rangsangan pada otak
dengan pulsa tertentu secara elektrik.
d. Terapi supportif
Terapi supportif dimaksudkan untuk memberikan dukungan, semangat dan
motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan semangat juangnya jenis terapi
supportif diantaranya adalah terapi kognitif yang berorientasi terhadap masalah
sekarang dan pemecahannya.
e. Terapi manipulasi lingkungan
Terapi manipulasi lingkungan adalah suatu tindakan penyembuhan pasien dengan
gangguan jiwa melalui manipulasi unsur yang ada di lingkungan dan berpengaruh
terhadap proses penyembuhan.
f. Tindakan Keperawatan
1) Tindakan mandiri
a) Mengidentifikasi beratnya masalah risiko bunuh diri: isyarat, ancaman,
percobaan (jika percobaan segera rujuk)
b) Mengidentifikasi benda-benda berbahaya dan mengamankannya (lingkungan
aman untuk pasien)
c) Latihan cara mengendalikan diri dari dorongan bunuh diri: buat daftar aspek
positif diri sendiri, latihan afirmasi/berpikir aspek positif yang dimiliki
d) Mendiskusikan harapan dan masa depan
e) Mendiskusikan cara mencapai harapan dan masadepan
f) Melatih cara-cara mencapai harapan dan masa depan secara bertahap
g) Melatih tahap kedua kegiatan mencapai masa depan
2) Edukasi pasien dan keluarga
a) Mendiskusikan masalah yg dirasakan dalam merawatpasien
b) Menjelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terjadinya risiko bunuh
diri (gunakan booklet)
c) Menjelaskan cara merawat risiko bunuhdiri
d) Melatih cara memberikan pujian hal positif pasien, memberi dukungan
pencapaian masa depan
e) Melatih cara memberi penghargaan pada pasien dan menciptakan suasana
positif dalam keluarga: tidak membicarakan keburukan anggota keluarga
f) 9(Bersama keluarga berdiskusi dengan pasien tentang harapan masa depan
serta langkah- langkah mencapainya
g) Bersama keluarga berdiskusi tentang langkah dan kegiatan untuk mencapai
harapan masa depan
h) Menjelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh,rujukan
3) Tindakan kolaborasi
a) Melakukan komunikasi dengan pendekatan ISBAR
b) Memberikan psikofarmaka sesuai advice
c) Kolaborasi pengawasan efek sampingobat

C. Asuhan keperawatan
1. Masalah yang mungkin muncul
a. Risiko Bunuh Diri
b. Perilaku Kekerasan
2. Diagnose keperawatan

3. Rencana asuhan keperawatan

No. Intervensi
Dx Keperawatan
Hari/Tgl/jam Tujuan dan Kriteria
Kep (SIKI)
Hasil (SLKI)

1 Setelah dilakukan Pencegahan Bunuh


intervensi keperawatan Diri (I.14538)
selama 3x24 jam maka Observasi
Kontrol Diri (L.09076) - Identifikasi
meningkat dengan gejala risiko
kriteria hasil : bunuh diri (mis.
a. Verbalisasi umpatan gangguan mood,
dengan skor 4 (cukup halusinasi, delusi,
menurun) panic,
b. Perilaku merusak penyalaahgunaan
lingkungan sekitar zat, kesedihan,
dengan skor 4 (cukup gangguan
menurun) pribadi)
c. Perilaku melukai diri - Identifikasi
sendiri dengan skor 4 keinginan dan
(cukup menurun) pikiran rencana
bunuh diri
- Monitor
lingkungan bebas
bahaya secara
rutin (mis. barang
pribadi, pisau
cukur, jendela)
Terapeutik

- Libatkan dalam
perencanaan
perawatan
mandiri
- Libatkan
keluarga dalam
perencanaan
perawatan
Edukasi

- Latih pencegahan
risiko bunuh diri
(mis. latihan
asertif, relaksasi
otot progresif)
Kolaborasi

- Kolaborasi
pemberian obat
anti ansietas atau
antipsikotik,
sesuai indikasi

3 Menyesuaikan Setelah dilakukan Manajemen


Kasus intervensi keperawatan Pengendalian
selama 3x24 jam maka Marah (I.09290)
Kontrol Diri (L.09076) Observasi
meningkat dengan - Identifikasi
kriteria hasil : penyebab/pemicu
a. Verbalisasi umpatan kemarahan
dengan skor 4 (cukup Terapeutik
menurun)
- Gunakan
b. Perilaku merusak
pendekatan yag
lingkungan sekitar
tenang dan
dengan skor 4 (cukup
meyakinkan
menurun)
- fasilitasi
c. Perilaku melukai diri
mengekspresikan
sendiri dengan skor 4
mengekspresikan
(cukup menurun)
marah secara
adaptif

Edukasi

- Ajarkan strategi
untuk mencegah
ekspresi marah
maladaptif
Kolaborasi

- Kolaborasi
pemberian obat,
jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Damaiyanti., Mukhripah., dan Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika
Aditama.
Hidayah, Annisa Dian dkk. 2015. Laporan Pendahuluan Risiko Bunuh Diri. Yogyakarta
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes, RI).2015. Nomor
HK.02.02/Menkes/73/2015 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa

Anda mungkin juga menyukai