Anda di halaman 1dari 10

Paraf Asisten Nilai

JURNAL PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK


KELARUTAN
Tujuan Percobaan :
Mempelajari kelarutan suatu zat dan memprediksi kepolarannya

Pendahuluan
Kelarutan menyatakan jumlah maksimum zat terlarut yang dapat larut dalam sejumlah pelarut
tertentu. Pelarutan zat melibatkan dua jenis zat, yaitu zat terlarut (solute) dan zat pelarut (solvent).
Kelarutan zat juga melibatkan dua jenis senyawa, yaitu senyawa polar dan senyawa non polar. Zat yang
akan dilarutkan tidak sepenuhnya larut. Zat pelarut memiliki kapasitas tertentu untuk melarutkan zat
terlarut. Zat terlarut (solute) merupakan zat yang jumlahnya lebih sedikit daripada zat lain dalam suatu
larutan. Zat pelarut (solvent) merupakan zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat lain dalam suatu
larutan. Kelarutan sangat penting dalam bidang farmasi, karena dapat mengetahui dan membantu
dalam memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat, membantu
mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul pada waktu pembuatan larutan farmasetis dan
lebih jauh lagi dapat bertindak sebagai standar atau uji kelarutan (Sukardjo, 1997).
Zat yang tidak larut nantinya akan membentuk kristal-kristal yang akan mengendap
dipermukaan wadah. Kelarutan suatu zat ditentukan oleh gaya antar molekul yang dimiliki oleh setiap
zat, jika gaya yang dimiliki setiap zat sama maka zat akan lebih mudah untuk larut. Gaya antar molekul
ini berhubungan dengan kepolaran yang dimiliki oleh setiap senyawa. Percobaan mengenai kelarutan
dilakukan untuk menentukan kelarutan zat dan memprediksi kepolaran yang dimiliki oleh suatu zat
(Sukardjo, 1997).
Kelarutan dari suatu zat dalam suatu pelarut dapat diartikan sebagai banyaknya suatu zat yang
dapat larut secara maksimum dalam suatu pelarut pada kondisi tertentu serta dinyatakan dalam satuan
mol/liter. Kelarutan yang telah mencapai batas standart dapat diartikan zat yang dilarutkan tersebut
terdapat pada kesetimbangan. Kesetimbangan kelarutan juga dapat diartikan sebagai penambahan zat
terlarut akan menghasilkan larutan jenuh, apabila zat yang dilarutkan dikurangi maka akan
menghasilkan larutan yang belum jenuh. Kesetimbangan kelarutan suatu zat tergantung pada suhu
pelarutan (Sukardjo, 1997).
Materi atau zat memiliki tiga fase yaitu padat, cair dan gas. Fase ini sangat dimungkinkan untuk
memiliki sembilan tipe larutan yang berbeda yaitu padat dalam padat, padat dalam cairan, padat dalam
gas, cair dalam cairan, dan sebagainya. Larutan yang paling sering diketahui diantaranya padatan dalam
cairan, cairan dalam cairan, gas dalam cairan serta gas dalam gas. Larutan akan mengandung dua
komponen yaitu zat terlarut (solute) dan zat pelarut (solvent). Solute adalah substansi yang dapat
dilarutkan dan solvent adalah substansi yang dapat melarutkan. Proses kelarutan suatu zat dapat
diaplikasikan menggunakan bahan NaCl dan air, dimana NaCl akan bertindak solute dan air bertindak
sebagai solvent (Sukardjo, 1997).
Larutan adalah campuran yang homogen dari dua atau lebih zat. Larutan memiliki komposisi dan
ukuran partikel yang sama. Larutan tidak mempunyai bidang batas antara zat pelarut dan zat terlarut.
Larutan dibedakan menjadi tiga macam diantaranya larutan tak jenuh, larutan jenuh dan larutan lewat
jenuh. Larutan tak jenuh yaitu larutan yang mengandung zat terlarut lebih sedikit didalam pelarut.
Larutan tak jenuh terjadi apabila hasil kali konsentrasi ion kurang dari Ksp. Larutan jenuh merupakan
larutan yang mengandung jumlah maksimum zat terlarut didalam suatu pelarut. Larutan jenuh terjadi
pada saat tercapai kesetimbangan antar solute dan solvent, dengan kata lain larutan jenuh terjadi jika
hasil konsentrasi ion sama dengan hasil kali kelarutan (Sukardjo, 1997). Larutan lewat jenuh
merupakan larutan yang mengandung lebih banyak solute daripada yang diperlukan untuk larutan jenuh
atau dengan kata lain larutan yang tidak dapat lagi melarutkan zat terlarut sehingga terjadi endapan
didalam larutan. Larutan jenuh merupakan larutan yang terjadi pada kesetimbangan dinamis.
Kesetimbangan tersebut akan bergeser bila suhu dinaikan. Kelarutan zat padat dalam larutan umumnya
akan bertambah bila suhu dinaikan. Kelarutan suatu zat menerapkan prinsip like dissolves like, dimana
senyawa yang sejenis akan saling melarutkan, sedangkan senyawa yang tidak sejenis sulit untuk
melarutkan. Proses kelarutan lainnya adalah kelarutan dari senyawa polar atau non polar, dimana zat
terlarut yang bersifat polar akan larut dalam pelarut polar, sedangkan zat terlarut yang bersifat non
polar akan larut dalam pelarut non polar (Syukri,1999).
Kelarutan sebagian besar disebabkan oleh polaritas suatu senyawa. Kelarutan dari senyawa
kovalen dalam air merupakan sifat yang dipengaruhi oleh ikatan hidrogen. Senyawa yang dapat
membentuk ikatan hidrogen dengan air cenderung lebih mudah larut dalam air. Senyawa seperti
glukosa banyak mengandung gugus OH- dan dapat larut dalam air. Air juga dapat melarutkan fenol,
alkohol, aldehida dan keton yang mengandung oksigen serta nitrogen yang dapat membentuk ikatan
hidrogen dalam air. Senyawa sikloheksena tidak dapat membentuk ikatan hidrogen dan tidak dapat
memecah ikatan hidrogen yang terdapat didalam air, sehingga sikloheksena sukar larut dalam air
(Fessenden, 1995).
Sukardjo (1997) menyatakan bahwa, faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan diantaranya
sifat dari solute dan solvent, derajat keasamaan (pH), solution aditif dan temperatur. Faktor-faktor
tersebut dapat diketahui dalam penjelasan sebagai berikut :
a. Sifat dari solute dan solvent
Substansi polar cenderung lebih bercampur (miscible) dan larut (soluble) dengan substansi polar
lainnya. Substansi nonpolar cenderung untuk bercampur (miscible) dengan substansi nonpolar lainnya,
dan tidak bercampur (miscible) dengan substansi polar.
b. Derajat Keasaman (pH)
Zat yang bersifat sebagai asam lemah atau basa lemah akan sukar terlarut, karena tidak mudah
terionisasi. Harga pKa yang semakin kecil mengakibatkan suatu zat semakin sukar larut, sedangkan
semakin besar pKa menyebabkan suatu zat akan mudah larut.
c. Temperatur
Temperatur yang semakin meningkat akan menyebabkan peningkatan kelarutan zat yang proses
pelarutannya melalui penyerapan panas/kalor (reaksi endotermik). Kelarutan suatu zat akan menurun
apabila proses pelarutannya melibatkan pengeluaran panas/kalor (reaksi eksotermik).
d. Solution aditif
Aditif baik dapat meningkatkan atau mengurangi kelarutan zat terlarut dalam pelarut tertentu.
Kelarutan suatu zat sebagian besar disebabkan oleh polaritas yang dimiliki oleh suatu zat atau
momen dipolnya. Kemampuan zat terlarut membentuk suatu ikatan hidrogen lebih, merupakan faktor
yang lebih berpengaruh dibandingkan dengan polaritas. Pelarut non polar tidak dapat mengurangi gaya
tarik-menarik antara ion-ion elektrolit kuat dan lemah, karena tetapan dielektrik pelarut yang rendah.
Pelarut non polar juga tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan elektrolit yang berionisasi lemah
karena pelarut non polar termasuk dalam golongan pelarut aprotik dan tidak dapat membentuk
jembatan hidrogen dengan non elektrolit. Zat terlarut ionik dan polar tidak larut atau hanya dapat larut
sedikit dalam pelarut nonpolar. Minyak dan lemak larut dalam benzena, tetraklorida dan minyak
mineral. Alkaloida basa dan asam lemak larut dalam pelarut nonpolar (Martin, 1993).
Interaksi yang terjadi dalam suatu molekul dapat berupa gaya antarmolekul dan intramolekul.
Gaya antarmolekul adalah gaya tarik-menarik yang terjadi antar molekul, sedangkan gaya intramolekul
adalah gaya yang terjadi pada atom-atom dalam molekul. Gaya intramolekul dapat menstabilkan
molekul sedangkan gaya antarmolekul dapat menentukan sifat-sifat yang dimiliki oleh setiap molekul
seperti titik didih, titik leleh dan kelarutan. Gaya antarmoleku bersifat sangat lemah dibandingakan
dengan gaya intramolekul sehingga dibutuhkan energi yang lebih kecil untuk menguapkan cairan
daripada untuk memutuskan ikatan dalam molekul (Chang, 2005). Gaya antarmolekul dapat dibagi
menjadi gaya london, gaya van der waals, interaksi dipol-dipol, ikatan hidrogen, dan interaksi ion-ion.
Interaksi-interaksi tersebut dapat diketahui melalui penjelasan sebagai berikut :
1. Gaya London
Gaya London merupakan gaya yang terjadi pada molekul non polar yang ditarik oleh interaksi
dipol-dipol yang rendah. Gaya ini timbul dari dipol yang diinduksi dalam satu molekul oleh molekul
lain. Elektron dari suatu molekul ditarik pada inti dari molekul lain dengan tarikan yang lemah.
2. Gaya Van Der Waals
Gaya Van Der Waals merupakan interaksi antar dipol-dipol (molekul polar). Atom-atom yang
saling mendekat akan menimbulkan tolakan antara kedua inti dan kedua perangkat elektron. Jarak
antara kedua molekul menjadi lebih besar sehingga menyebabkan gaya tarik antar kedua molekul
berkurang.
3. Ikatan Hidrogen
Ikatan hidrogen merupakan ikatan yang mengandung hidrogen serta berikatan dengan oksigen,
nitrogen dan fluor. Interaksi tersebut merupakan interaksi yang paling kuat. Ikatan hidrogen dapat
terjadi pada molekul H2O, NH3, dan HF. Molekul yang mengandung ikatan hidrogen dalam keadaan
cair memiliki tarikan yang sangat kuat, sedangkan senyawa yang hanya mengandung karbon dan
hidrogen tidak memiliki ikatan hidrogen (Fessenden, 1995).
Peristiwa bercampurnya dua zat juga menunjukkan adanya interaksi fisik diantara kedua zat
tersebut. Interaksi fisik yang terjadi pada proses kelarutan diantaranya interaksi pelarut-pelarut,
interaksi zat terlarut-zat terlarut dan interaksi zat terlarut-pelarut. Interaksi-interaksi tersebut
menerapkan prinsip like dissolves like (Chang, 2005). Jenis-jenis zat yang terlibat dalam interaksi
kelarutan, dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :
Tabel 1. Jenis-jenis Zat yang Terlibat pada Interaksi Kelarutan (Chang, 2005)
Zat Terlarut Pelarut Wujud Larutan yang Dihasilkan
Gas Gas Gas
Gas Cairan Cairan
Gas Padatan Padatan
Cairan Cairan Cairan
Padatan Cairan Cairan
Padatan Padatan Padatan
Material Safety Data Sheet (MSDS)
1. Aquadest (H2O)
Aquadest merupakan bahan kimia yang berbentuk cair, tidak berbau, dan tidak berwarna. Aquadest
memiliki pH 7 (netral). Titik didihnya yaitu 100℃ atau 212℉. Tekanan uap yang dimiliki aquadest
sebesar 2,3 kPa dan massa jenis sebesar 0,998 g/cm3. Aquadest memiliki berat molekul sebesar 18,02
g/mol. Aquadest tergolong sebagai bahan kimia yang tidak beracun dan berbahaya. Aquadest tidak
menyebabkan iritasi pada mata dan kulit, tidak korosif pada kulit, dan tidak berbahaya jika tertelan dan
terhirup, sehingga tidak ada penanganan secara khusus jika terkena akuades (ScienceLab, 2018).
2. Metanol (CH3OH)
Metanol merupakan bahan kimia yang berbentuk cair, berbau menyengat (alkohol) dan tidak
berwarna. Metanol memiliki titik didih 64,5°C dan titik leleh sebesar -97,8°C. Berat molekul methanol
yaitu 32,04 g/mol. Kelarutan metanol yaitu mudah larut dalam air dingin dan air panas. Senyawa ini
dapat menyebabkan iritasi pada mata yang ditandai dengan warna kemerahan pada mata). Tindakan
yang harus dilakukan apabila terjadi kontak pada mata yaitu siram mata dengan banyak air selama
kurang lebih 15 menit (ScienceLab, 2018).
3. Heksana (C6H14)
Heksana merupakan bahan kimia yang berbentuk cair, memiliki bau seperti bensin dan tidak
berwarna. Berat molekul heksana yaitu 86,18 g/mol. Heksana memiliki titik didih 68°C dan titik leleh
sebesar -95°C. Senyawa tersebut mudah larut dalam dietil eter dan aseton tetapi tidak larut dalam air
dingin dan air panas. Heksana dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan yang ditandai dengan
batuk dan bersin. Tindakan yang perlu dilakukan jika terhirup bahan ini yaitu dengan memberikan
pernafasan buatan serta memberikan bantuan oksigen dan yang paling terpenting yaitu mendapatkan
bantuan medis (ScienceLab, 2018).
4. Etanol (CH3CH2OH)
Etanol merupakan senyawa kimia yang berbentuk cair, berbau alkohol, rasa pedas dan tidak
berwarna. Etanol memiliki berat molekul sebesar 46,07 g/mol, titik didih 78,5°C dan titik leleh sebesar
-114,1°C. Senyawa etanol larut dalam air dingin, air panas, metanol, eter dietil dan aseton. Etanol dapat
menyebabkan iritasi pada kulit yang ditandai dengan rasa gatal dan warna kemerahan. Tindakan yang
harus dilakukan apabila terjadi kontak pada kulit yaitu siram mata dengan banyak air selama kurang
lebih 15 menit (ScienceLab, 2018).
5. 1- butanol (CH3(CH2)2CH2OH)
Senyawa 1-butanol merupakan senyawa kimia yang berbentuk cair, berbau alkohol dan tidak
berwarna. Berat molekul heksana yaitu 74,12 g/mol. 1-butanol memiliki titik didih 177,7°C dan titik
leleh sebesar -89,5°C. 1-butanol mudah larut dalam metanol dan dietil eter. Senyawa tersebut dapat
menyebabkan iritasi pada mata yang ditandai dengan rasa perih dan warna kemerahan pada mata.
Iritasi ini dapat menyebabkan kerusakan pada kornea mata. Tindakan yang harus dilakukan jika 1-
butanol terkena mata yaitu basuh mata dengan air yang mengalir selama 15 menit (ScienceLab, 2018).
6. Asam benzoat(C6H5COOH)
Asam benzoat merupakan senyawa kimia yang berbentuk padat. Senyawa ini memiliki berat
molekul 122,12 g/mol, titik didih 249,2°C dan titik leleh sebesar 122,4°C. Senyawa ini sedikit larut
dalam air dingin. Asam benzoat dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan yang ditandai
dengan batuk dan bersin. Tindakan yang perlu dilakukan jika terhirup bahan ini yaitu dengan
memberikan pernafasan buatan serta memberikan bantuan oksigen dan yang paling terpenting yaitu
mendapatkan bantuan medis (ScienceLab, 2018).
7. Anilin (C6H5NH2)
Anilin merupakan senyawa kimia yang berbentuk cair, berbau harum (aromatik) dan tidak
berwarna. Anilin memiliki berat molekul 93,13 g/mol, titik didih 184,1°C dan titik cair sebesar -6°C.
Senyawa ini dapat larut dalam air dingin, air panas, metanol dan dietil eter. Anilin dapat menyebabkan
iritasi pada kulit. Tindakan pertolongan pertama yang harus dilakukan ketika anilin terkena kulit yaitu
membasuh kulit dengan menggunakan air selama 15 menit (ScienceLab, 2018).
8. Fenol (C6H5OH)
Fenol merupakan senyawa kimia yang berbentuk padat, berbau tajam dan tidak berwarna ke merah
muda. Fenol memiliki berat molekul 94,11 g/mol, titik didih 182°C dan titik cair sebesar 42°C.
Senyawa ini mudah larut dalam metanol, dietil eter, air dingin dan aseton. Fenol dapat menyebabkan
iritasi pada mata yang dapat merusak bagian kornea mata. Tindakan pertolongan pertama yang harus
dilakukan jika fenol terkena mata yaitu dicuci dengan menggunakan air yang mengalir selama 15 menit
(ScienceLab, 2018).
9. Natrium hidroksida (NaOH)
Natrium hidroksida merupakan bahan kimia yang berbentuk padat, tidak memiliki bau dan
berwarna putih. Natrium hidroksida memiliki berat molekul 40 g/mol, pH 13,5 (basa), titik didih
1388°C dan titik leleh sebesar 323°C. Bahan ini larut dalam air dingin. Natrium hidroksida dapat
menyebabkan iritasi padamata yang ditandai dengan rasa gatal dan panas pada mata. Iritasi pada mata
dapat menyebabkan kerusakan pada kornea mata dan kebutaaan. Tindakan yang harus dilakukan jika
bahan ini terkena mate yaitu mencuci mata dengan air yang mengalir selama kurang lebih 15 menit
(ScienceLab, 2018).
10. Asam klorida (HCl)
Asam klorida merupakan bahan kimia yang berbentuk cair, berbau menyengat dan tidak berwarna.
Asam klorida mempunyai berat molekul sebesar 36,46094 g/mol, titik didih 108,58oC dan titik lebur
sebesar -62,25°C. Asam klorida dapat larut dalam air dingin, air panas dan dietil eter. Bahan ini dapat
menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan yang ditandai dengan sulitnya untuk bernafas.
Pertolongan yang harus dilakukan ketika HCl terhirup yaitu membawa korban ke tempat yang terdapat
udara segar serta mengendurkan pakaian korban (ScienceLab, 2018).
11. Aseton (C3H6O)
Aseton merupakan senyawa kimia yang berbentuk cair, berbau harum, berasa pedas dan tidak
berwarna. Aseton merupakan senyawa yang mudah terbakar. Bahan ini memiliki berat molekul 58,08
g/mol, titik didih 56,2°C, titik leleh -95,35°C dan tekanan uap sebesar 24 kPa. Aseton dapat dengan
mudah larut dalam air dingin dan air panas. Aseton berbahaya jika terkena kulit, mata dan saluran
pernafasan karena dapat menimbulkan iritasi. Tindakan yang harus dilakukan jika aseton terkena mata
yaitu cuci mata dengan air mengalir selama 15 menit (ScienceLab, 2018).
12. 2-naftol (C10H7OH)
Senyawa 2-naftol merupakan bahan kimia yang berbentuk padat. 2-naftol memiliki berat molekul
144,17g/mol, titik didih 285,5°C dan titik didih sebesar 122°C. Senyawa ini sangat sedikit larut dalam
air dingin. Senyawa 2-naftol dapat menyebabkan iritasi pada mata yang ditandai dengan warna
kemerahan. Tindakan yang harus dilakukan jika 2-naftol terkena mata yaitu cuci mata dengan banyak
air selama 15 menit (ScienceLab, 2018).
13. Kolestrol (C27H46O)
Kolestrol merupakan bahan kimia yang berbentuk padat, tidak berbau dan berwarna putih.
Senyawa ini memiliki berat molekul 386,67 g/mol, titik didih 360°C dan titik lebur sebesar 148°C.
Kolestrol dapat larutdalam dietil eter dan aseton. Kolestrol sangat sedikit larut dalam air dingin.
Senyawa ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan yang ditandai dengan batuk dan bersin.
Tindakan yang harus dilakukan jika senyawa ini terhirup yaitu pindahkan korban ke tempat yang
terdapatudara segar (ScienceLab,2018).
14. Ter-Butanol ((CH3)3COH)
Ter-butanol merupakan senyawa kimia yang berbentuk cair, memiliki bau seperti kamper dan tidak
berwarna. Senyawa ini memiliki berat molekul 74,12 g/mol, titik didih 82,41°C dan titik leleh sebesar
25,7°C. Ter-butanol dapat larut dalam air dingin, air panas, ester , alifatik, alkohol, eter dan
hidrokarbon aromatik. senyawa ini dapat menyebabkan kerusakan pada kornea mata. Tindakan yang
harus dilakukan jika tert butanol terkena mata yaitu basuh dengan banyak air selama 15 menit
(ScienceLab, 2018).
15. Kloroform (CHCl3)
Kloroform merupakan bahan kimia yang berbentuk cair, memiliki aroma agak manis, berasa manis
dan tidak berwarna. Senyawa ini memiliki berat molekul 119,38 g/mol, titik didih 61°C, titik leleh
sebesar -63,5 °C dan tekanan uap sebesar 21.1 kPa. Kloroform sedikit larut dalam air dingin. Bahan ini
dapat menyebabkan iritasi ringan pada kulit, mata dan saluran pernafasan. Kloroform berkonsentrasi
tinggi dapat digunakan sebagai obat bius dan menimbulkan ketidaksadaran bahkan kematian. Tindakan
yang harus dilakukan jika kloroform terkena kulit yaitu cuci tangan atau bagian kulit yang terkena
kloroform dengan banyak air selama 15 menit. Klorofom harus diletakkan menjauhi oksidan kuat, basa
kuat, logam dan aseton (ScienceLab, 2018).
16. Etil Asetat (C4H8O2)
Etil asetat merupakan bahan kimia yang berbentuk cair, memiliki bau seperti buah, pahit dan tidak
berwarna. Senyawa ini memiliki berat molekul sebesar 88,11 g/mol, titik didih 77°C dan titik cair
sebesar -83°C. Etil asetat dapat larut dalam air dingin, air panas, dietil eter, aseton, alkohol dan
benzena. Senyawa ini dapat menyebabkan iritasi pada kulit yang ditandai dengan rasa gatal dan
kemerahan pada kulit. Tindakan yang harus dilakukan jika senyawa ini terkena kulit yaitu dibasuh
dengan banyak air selama 15 menit (ScienceLab, 2018).
17. Sikloheksena (C6H12)
Sikloheksena merupakan bahan kimia yang berbentuk cair dan tidak berwarna. Sikloheksena
memiliki berat molekul 96,24 g/mol, titik didih 80.7°C dan titk leleh sebesar 6.5°C. Sikloheksana
mudah larut dalam aseton, tetapi sangat sedikit larut dalam air dingin. Senyawa ini dapat menyebabkan
iritasi pada mata yang ditandai dengan rasa perih. Tindakan yangharus dilakukan jika sikloheksena
terkena mata yaitu cuci mata dengan menggunakan air selama 15 menit (ScienceLab, 2018).

Prinsip Kerja
A. Kelarutan suatu padatan
Padatan dapat dikatakan larut jika tidak ada atau hanya sedikit padatan yang tersisa dalam tabung
reaksi, begitu juga sebaliknya jika ada padatan yang tersisa maka dikatakan tidak larut. Larut tidaknya
suatu zat dipengaruhi oleh kepolaran dimana suatu senyawa yang bersifat non polar tidak dapat larut
dalam senyawa polar. Senyawa polar dapat larut dalam pelarut polar dan sebaliknya.
B. Kelarutan alkohol
Kelarutan alkohol dapat dipengaruhi oleh ikatan hidrogen yang dimiliki oleh alkohol. Alkohol
dapat larut dalam molekul air karena air mengandung ikatan hidrogen.
C. Kelarutan asam-basa organik
Larutan asam dapat larut dalam pelarut basa karena terjadi reaksi netralisasi yang akan terurai
membentuk ionnya menjadi garam dan H2O, begitu juga sebaliknya. Sampel dapat larut dalam air
karena sifat kepolarannya. Senyawa polar dapat larut dalam pelarut yang bersifat polar.
D. Bercampur atau tidak bercampur
Larutan sampel yang dicampur dengan air dalam tabung reaksi dikatakan tidak bercampur jika
terbentuk 2 fase yaitu fase air dan fase organik, sedangkan larutan dikatakan bercampur apabila
terbentuk 1 fase (tidak ada fase air ataupun fase organik).

Alat
Gelas arloji, pipet pasteur, tabung reaksi.

Bahan
Kolesterol, 2-naftol, air, metanol, heksana, etanol, 1-butanol, ter-butanol, asam benzoat, anilin,
fenol, NaOH 1,0 M, HCl 1,0 M, aseton, sikloheksana, etil asetat, kloroform.

Prosedur Kerja
A. Kelarutan suatu padatan
Dimasukan masing-masing sekitar 40 mg (0,040 g) asam benzoat kedalam 4 tabung reaksi. Diberi
label pada setiap tabung reaksi, ditambahkan 1 mL air pada tabung reaksi pertama, 1 mL metanol
tabung reaksi kedua, dan 1 mL heksana tabung ketiga. Dibuat suatu larutan kontrol pada tabung reaksi
keempat. Diaduk campuran pada tabung reaksi 1-3 selama 1 menit, diamkan selama 30 detik, lalu
amati apakah sampelnya larut, tidak larut, atau larut sebagian dengan membandingkan banyaknya sisa
padatan dalam tabung 1-3 terhadap tabung 4. Dicatat hasil pengamatan dalam lembar pengamatan.
Dipipet larutan (bagian cairan) pada tabung reaksi 1-3 masing-masing pada 3 tabung reaksi yang
lain menggunakan pipet Pasteur. Dilakukan dengan hati-hati supaya sisa padatan tidak ikut dipipet.
Diuapkan cairan yang telah dipindahkan dari tabung reaksi 1-3 dengan penangas air hingga seluruh
cairan menguap. Diamati, apakah ada padatan yang tersisa.
B. Kelarutan alkohol
Dimasukkan masing-masing sebanyak 1 mL pelarut (air) kedalam 3 tabung reaksi. Ditambah tetes
demi tetes etanol sampai total 10 tetes pada tabung reaksi pertama. Diamati kemudian dikocok setiap
penambahan satu tetes etanol. Diamati fase yang berbeda atau bola cair yang terbentuk untuk
mengindikasikan kedua cairan tidak bercampur atau tidak larut. Diulangi percobaan ini dengan
mengganti etanol dengan 1-butanol, kemudian ter-butanol. Diulangi percobaan ini kembali dengan
mengganti pelarut air dengan heksana.
C. Kelarutan asam-basa organik
Dimasukkan masing-masing sekitar 30 mg (0,030 g) asam benzoat kedalam tiga tabung. Diberi
label pada setiap tabung reaksi. Ditambahkan 1 mL air pada tabung reaksi pertama, 1 mL NaOH 1,0 M
tabung kedua dan 1 mL HCl 1,0 M tabung ketiga. Diaduk setiap tabung reaksi selama 10-20 detik.
Diamkan dan diamati perubahan yang terjadi. Diulangi percobaan ini dengan mengganti asam benzoat
dengan 1 mL anilin dan 1 mL fenol.
D. Bercampur atau tidak bercampur
Ditambahkan masing-masing 1 mL cairan sampel dalam satu tabung reaksi yang sama. Digunakan
tabung reaksi yang berbeda untuk setiap pasangan. Dikocok tabung reaksi selama 10-20 detik untuk
menentukan apakah kedua cairan bercampur atau tidak bercampur. Dicatat hasil pengamatan.

Waktu yang dibutuhkan

No Pukul Kegiatan Waktu


1. 07.00-07.10 Persiapan praktikum 10 menit
2. 07.10-07.25 Kelarutan suatu padatan 1 jam
3. 07.25-07.40 Kelarutan alkohol 30 menit
4. 07.40-08.40 Kelarutan asam-basa organik 35 menit
5. 08.40-09.40 Bercampur atau tidak bercampur 25 menit
Total 2 jam 40 menit

Nama Praktikan
Ainun Nihayah (171810301058)

Anda mungkin juga menyukai