DISUSUN OLEH : 08
2. STRATEGI PEMBARUAN
Organisasi sering mengalami penurunan terhadap kinerja dan tujuan strategi. Jelas
terlihat di sini bahwa manajer tidak melakukan pekerjaannya secara efektif dan tidak
berhasil mengembangkan atau mengeksploitasi keunggulan kompetitif yang
berkesinambungan. Sesuatu harus segera dilakukan untuk mengatasi masalah penurunan
kinerja ini. atau oganisasi tidak akan bertahan. Strategi yang digunakan untuk mengatasi
masalah dalam organiasi seperti ini adalah strategi pembaruan.
Manajer stratejik organisasi bisa saja membuat keputusan dan tujuan stutejik yang
menyebabkan penurunan kinerja organisasi. Hal ini disebabkan karena keputusan stratejik
yag mereka ambil tidak menciptakan kondisi yang bisa mengarahkan organisasi
mengembangkan keunggulan kompetitif. Tanpa keunggulan kompetitif, akan sangat sulit
bagi organisasi unmuk bisa mewujudkan tujuan stratejik dan mendapatkan hasil kinerja
yang memuaskan.
Tidak ada organisasi yang tidak pernah mengalami penurunan kinerja, bahkan
organisasi dengan manajemen yang paling baik pun bisa mangalami kegagalan untuk bisa
menghasillan kinerja seperti yang mereka harapkan. Apabila keseluruhan organisasi
mengalami penurunan yang drastis, saat itulah organisasi perlu mengimplementasikan
strategi pembaharuan.
Kontrol
keuangan yang
Pertumbuhan yang Biaya yang tudak
tidak baik
terlalu cepat/ terkontrol / terlalu
ekspansi yang terlalu besar
besar
Manajemen
Lambat atau tidak Berkinerja
merespons pada Buruk
perubahan ekternal / Pesaing Baru
internal yang signifikan
Perubahan
Permintaan
Konsumen yang tidak
terprediksi
a) Pengurangan
Strategi pengurangan adalah strategi jangka pendek yang didesain untuk
mengatasi kelemahan organisasi yang mengakibatkan penurunan
kinerja.organisasi. Pada situasi pengurangan, keadaan keuangan organisasi
mengalami penurunan, tetapi tidak sampai negatif. Penurunan keadaan keuangan
ini perlu segera ditangani agar tidak menyebabkan permasalahan keuangan yang
baru. Apa yang terjadi apabila keadaan kinerja perusahaan justru semakin lama
semakin memburuk? Atau keuntungan finansial melesat ke angka negatif atau
tidak ada keuntungan sama sekali? Apa vang akan dilakukan perusahaan ketika
keadaan semakin memburuk? Tentu saja menghadapi situasi semacam ini,
perusahaan tidak lagi bisa mengandallkan strategi pengurangan. Strategi baru
yang lebih dramatis diperlukan untuk menangani masalah ini.
b) Putar Haluan
Strategi putar haluan merupakan salah satu strategi dalam strategi
pembaharuan yang didesain untuk situasi ketika kinerja organisasi semakin
memburuk. Beberapa perusahaan besar pernah menerapkan strategi ini, antara lain
Sears, Kmart, Chrysler, Motorola, Mitsubishi, dan Apple. Tidak ada jaminan
ketika organisasi menggunakan strategi putar haluan maka keadaan kinerja
organisasi akan semakin membaik dan akan menjadi pemain bisnis yang kuat
kembali. Tapi hal yang perlu diyakini adalah apabila organisasi tidak
menggunakan strategi putar haluan, mereka dipastikan akan hancur.
b) Restrukturisasi
Restrukturisasi dalam organisasi mengambil beberapa bentuk, yaitu
restrukturisasi untuk kembali fokus pada bisnis intinya (back to the core) dengan
jalan menjual beberapa bisnisnya, spin off, likuidasi, rekayasa ulang atau
penurunan skala usaha.
Penjualan
Strategi pertama yang mungkin digunakan organisasi adalah menjual salah
satu atau lebih unit bisnis. Penjualan salah satu atau beberapa bisnis organisasi
tersebut bisa disebabkan oleh berbagai alasan pihak manajemen organisasi,
seperti misalnya bisnis tersebut dianggap tidak cocok dengan straregi jangka
panjang organisasi, atau tidak memberikan kinerja seperti yang diharapkan
organisasi. Proses menjual bisnis tersebut kepada orang lain disebut sebagai
divestasi.
Spin Off
Strategi yang lain adalah spin off . Spin off yaitu mengatur unit bisnis
sebagai bisnis yang rerpisah dengan jalan pembagian kepemilikan saham.
Perusahaan yang pernah melakukan spin off adalah 3M. Pihak manajemen
pada saat itu harus mengambil keputusan yang sulit mengenai alokasi sumber
daya, karena unit yang akan di-spin off memberikan keuntungan finansial
yang tidak terlalu tinggi dibandingkan unit bisnisnya lain, maka pihak
manajemen memutuakan untuk melakukan spin off
Likuidasi
Apa yang terjadi apabila tidak ada pembeli bagi bisnis yang ingin dijual
organisasi atau tidak ada kemungkinan bagi perusahaan untuk melakukan spin
off . Maka cara lain yang dapar ditempuh perusahaan adalah dengan jalan
likuidasi. Likuidasi adalah strategi yang dilakukan perusahaan dengan cara
menutup bisnis secara keseluruhan. Dengan melakukan likuidasi, perusahaan
masih bisa mendaparkan keuntungan dengan jalan menjual aset-aset dalam
perusahaan. Strategi ini biasanya merupakan pilihan terakhir yang dapat
dilakukan perusahaan.
Reengineering
Masih ada cara lain untuk bisa menyelamatkan organisasi agar bisa
mencapai tujuan stratejik yang diharapkan dan sekaligus kembali menailkkan
kinerja organisasi, yaitu dengan cara mengubah cara pikir organisasi secara
keseluruhan. Proses mengubah cara pikir dan mendesain proses bisnis
organisasi secara radikal ini dinamakan rekayasa ulang (reengineering).
Rekayasa ulang adalah prosedur di mana asumsi dan pendekatan tradisional
dipertanyakan dan kegiatan dalam organisasi diubah dan didesain ulang secara
radikal. Selama rekayasa ulang, sumber daya yang dimiliki organisasi
sekarang, kemampuan, dan kompetensi inti dianggap tidak relevan karena
manajer stratejik sedang mencoba mencari apakah proses kerja dapat didesain
dengan lebih baik. Seperti yang kita lihiat, rekayasa ulang merupakan
perubahan organisasi secara radikal dan dratis, baik dalam strategi
pergurangan ataupun strategi putar haluan. Keputusan perubahan secara
radikal ini kadang kala emang dibutuhkan oleh organisasi untuk bisa
mengembalilan organisasi dan keseluruhan bisnisnya ke keadaan yang
diinginkan.
Hal yang perlu diingat adalah bahwa rekayasa ulang bukan jaminan
perusahaan untuk bisa kembali sukses. Mengapa? Karena reengineer
merupakan strategi yang membutuhkan perubahan secara radikal, dan tidak
setiap organisasi bisa melakukan analisis secara ekatensif seperti yang
diharapkan pada rekayasa ulang atau karena organisasi tidak mau melakukan
perubahan radikal seperti yang diminta strategi rekayasa ulang .
Downsizing
Penurunan skala usaha adalah restrukturisasi yang dilakukan organisasi di
mana sebagian karyawan dalam organisasi diberhentikan dari pekerjaannya.
Walaupun penurunan skala usaha bisa secara cepat memotong biaya
perusahaan, tetapi tanpa alasan yang kuat penurunan skala usaha tidak akan
menjadi efektif.
2.3.Implementasi Strategi Pembaruan pada PT. Caladi Lima Sembilan
Bila cukup akrab dengan rubik FIBR Case Study dalam Harsard Busess Reznew,
tentu tak aneh menghadapi kalimat berikut: Perusahaan berkembang, permintaan
melonjak dan Anda sendiri sedang getol-getolnya membuka pasar baru. Namun alib-
alih gembira, Anda pusing tujuh keliling. Bagian produksi tak mampu mengejar
keinginan bagian pemasaran. Apa yang mesti dilakukan? Haruskah membeli mesin
baru dan mengganti karyawan lama – yang ber- gabung sejak perusahaan berdiri -
karena dianggap tak bisa mengikuti perkembangan?
Sementara di HBR kita disuguhi analisis dua pakar sebagai jawaban atas rentetan
kasus fiktif yang diajukan, Marius Widyarto mesti menghadapinya di alam nyata.
Wiwied, demikian ia akrab disapa, benar-benar mengalami pensoalan itu. Memasuki
akhir 1990-an, perusahaan yang didirikannya. PT Caladi Lima Sembilan (C59),
berada di titik kritis, yang bila salah ditangani akan berakibat buruk . C59 populer
hingga ke tanah Eropa Namun, sementara permintaan meningkat dan bagiam
pemasaran makin aktif menggunakan beragam wahana untuk menarik konsumen
(termasuk pemesanan lewat Internet) karyawan produksi tidak bisa mengimbanginya.
Masalah ini sudah pernah dipecahkan dengan menambah mesin serta buruh hasilnya
tidak menjawab persoalam secara tuntas. Produksi tetap tidak sanggup memenuhi
permintaan 600 gerai yang tersebar hingga Jerman, Ceko, dan Sovakia. Akibatnya
C59 terancam sulit bersaing dalam harga dan dekivery. Padahal justru disiniah daya
saing untuk menundukan medan kompetisi yang kian terjal.
Di penghujung tahun 1990 Wiwied pun makin gundah. Ia Tk ingin nasibnya
mengikuti Toko Aseli dan Christy Collection, para perintis asaha kaos sablon di
Bandung yang semula melejit tapi kemudian menedup. Maka dicarinya proses
produksi yang optimal plus elektif. Akhirnya dipilihlah PT Ttansform Bhakti Persada
ITBP) untuk mengantar mereka mencari letak permasalahan yang terjadi di C59.
Untuk mengatasi persoalan, TBP menetapkan tiga fase Fase pertama, dilakukan
tiga studi (1) statistical study 2) behahivior study dan (3) operational study. Studi
pertama melihat data historis, studi kedua berisi wawancara dengan karyawan,
sementara studi ketiga adalah aktivitas observasi langsung di pabrik yang terlelak di
Cigadung, Bandung. Selama tiga minggu sistem produksi C59 dibedah Bagian demi
bagian di produksi seperti penjahitan, finising serta guality ditelisik secormat
mungkin. Lewat tiga studi yang melibatkan semua pihak di bagian produksi - dari
kepala regu hingga tingkat manajemen - (terlihat bahwa produktivitas karyawan
produksi hanya di kisaran 52 Ini jelas sangat merugikan, karena berarti tingkat
produktiktivitasaya setara dengan 6 bulan dalam kurun setahun bekerja. Lalu tercipta
ketidakseimbangan proses produksi . Contohna pada proses jahit yang harus melalui
tahap A, B C. dan D Pada tahap A dan B, target 50 putong bisa tercapai. Namun, dari
C hingga D, hanya dihasilkan 20 potong . Problem mesin- kah .
Bukan, masalah mesin oke. Ternyata, seperti kebarnyak- an pabrikan Indonesia,
problem capacity idle di C59 muncul akibat lemahnya kontrol para firstline supervisor
(biasa disebut kepala regu) alias persoalan leadership . Contoh kelemahan kepala regu
adalah membiarkan bawahan bekenja sambil mengoobrol, melakukan kegiatan di luar
tugasnya, higgo berlama-lama di WC atau saat mengambil minum. Ujungnya
otomatis target tak terkejar, kecuali dengan lembur. Maka setelah penyakit ditemukan,
dijabarkanlah tentang metodologi sistem produksi modern yang selayaknya ditempuh,
mulai dari apa sasaran yang ingin dicapai pemilik hingga yang mesti dilakukan
pelaksanaan paling bawah.
Kembali ke fase pertama. Selain penjabaran, juga diberikan rekomendasi yang
diharapkan bisa mengatasi per soalan. Di sini, setidaknya ada dua rekomendasi
berhawa radikal yang diembuskan; (1) dari sistem kerja harian menjadi per jam; dan
(2) di bagian finishing, diubah cara kerjanya, dari kerja duduk jadi berdiri.
Rekomendasi pertama muncul karena ternyata, dengan menggunakan pola target
harian, hasilnya kurang memuaskan. Hal ini terjadi karena kontrol kerap dilakukan
hanya di sore hari. Dengan target per jam, diharapkan kondisi membaik karena
pengawasan dilakukan setiap jam untuk melihat sejauh mana pencapaian target
terealisasi. Khusus usulan kedua, mirip dengan yang terjadi pada PT Sony Electronics
Indonesia. Dengan alasan yang sama, cara kerja karyawan diubah dari duduk menjadi
berdiri. Dari pihak manajemen sendiri terdapat ketakutan bahwa karyawan lamanya
yang sering disebut sebagai "pejuang kemerdekaan" tidak bisa mengikuti alur
perubahan yang terjadi di C59.
Agar dapat berjalan mulus dan mempertimbangkan adanya faktor kelemahan
kepemimpinan, pada fase kedua dibuat juga pelatihan seputar supervisi yang baik di
samping pemberitahuan tentang paradigma produksi modern.
Bahkan TBP juga mendidik dua orang menjadi coordinator yang fungsinya seperti
seperti change agent. Keduanya dilatih mengawal proses perubahan agar mampu
menggantikan TBP begitu proyek konsultasi usai.
Pertama kali memang terjadi gejolak yang berusaha mengubah paradigma baru,
namun tidak berlangsung lama dan bisa ditanggulangi dengan sistem pembayaran
borongan. Perlahan tapi pasti, C59 mulai memperlihatkan keberhasilan usahanya.
Terbukti dengan produksi yang makin meningkat. dari yang semula hanya 4
potong/jam menjadi 7 potong/ jam. Terdapat peningkatan produktivitas sebesar 30%,
baik machine utility maupun people utility. Dan juga mereka berhasil membuktikan
bahwa setiap orang dapat berubah. Tidak salah keputusan manajemen untuk tidak
memecat karyawan lama- nya, karena sekarang banyak karyawan lama bisa meng-
hadapi perubahan, dan bahkan manajer terbaik dipegang oleh salah seorang "pejuang
kemerdekaan".
Sampailah pada tahap ketiga yaitu tahap perpetuation, yaitu berupa tahap
mengekalkan apa-apa yang sebelumnya sudah dijalankan. Di sini TBP bekerja
bersama dua change agent untuk mengaudit transformasi yang telah dijalankan.
Sebagai pemain lokal C59, boleh berpuas diri. Namun apabila ingin terus
berkompetisi di pasar global maka C59 harus DIsa terus mengikuti perlembangan dan
terus menambah ke- cepatannya memperbaiki diri dibandingkan dengan pemain kelas
dunia. Sumber: SWA (2003:56-58)