Insyaallah Fixfix PDF
Insyaallah Fixfix PDF
BAB 1
RESPONSI KASUS
1.1 Anamnesis
1.1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 74 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa / Indonesia
Pekerjaan : Pensiun
Status : Menikah
Tanggal Pemeriksaan : 31 Oktober 2019
No. Register : 879087
1.1.2 Keluhan Utama
Kedua mata ngeres.
1.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli mata RSU Haji Surabaya dengan keluhan
kedua mata terasa ngeres seperti berpasir sejak 2 minggu yang lalu, kering
(+), gatal (+), perih, tidak disertai mata merah dan seperti ada yang
mengganjal. Pasien juga mengeluh terasa silau saat terkena cahaya yang
Pasien juga mengeluh pandangan kabur seperti melihat kaca yang buram
pada kedua mata (+) sejak 2 minggu yang lalu secara perlahan – lahan.
Bayangan ganda (-), gangguan penglihatan warna (-), Nrocoh (-), Mata
kemeng (-), melihat cahaya pelangi (-), seperti melihat bayangan hitam
melayang-layang (-), nyeri kepala (-), nyeri pada mata (-). Pasien juga
mengeluh bila melihat jauh kabur dan melihat dekat masih terlihat jelas
2
saat membaca koran dan tidak perlu bantuan lampu yang terang.
OD OS
Gambar
lensa
(+), gatal (+), perih, seperti ada yang mengganjal, mata merah (-).
- Silau
4
- Pandangan kabur seperti melihat kaca yang buram pada kedua mata (+) 2
- Visus:
VOD : 0.5 cc S – 1.00 C – 0.75 X 70 0.8f PH tetap
VOS : 0.5 cc S – 2.00 C – 1.00 X 70 0.7f PH tetap
ADD : +3,00 PD : 70/68
- Schirmer test ODS : 1mm/2mm
- SA
OD: lensa keruh dan iris shadow (+), pterigium grade II
OS: lensa keruh dan iris shadow (+), pterigium grade II
1.4 Diagnosis kerja :
- ODS Sindroma mata kering
- ODS katarak imatur
- ODS Astigmatisme Miopia Compositus
- ODS Presbiopia
- ODS Pterygium Grade II
1.5 Diagnosis banding : -
1.6 Usulan pemeriksaan : GDA, GD2JPP, Uji Tear Film Break-up Time
1.7 Penatalaksanaan :
a. Terapi :
- Kacamata
- Catarlent eye drops 4 x 1 tetes/hari ODS
- Cendo Lyteers eye drops 2 jam 1 tetes/hari ODS
b. Monitoring :
- Keluhan pasien
- Visus
- Segmen Anterior
- Segmen Posterior
- TIO
- Schirmer test
5
c. Edukasi :
- Menjelaskan pada pasien bahwa pasien mengalami gejala sindroma mata
kering yang merupakan keadaan yang tidak dapat dipulihkan dan
pemakaian obat tetes cendo lyteers harus rutin untuk menghindari
komplikasi SMK dan membuat mata pasien nyaman.
- Menjelaskan kepada pasien bahwa keluhan mata kabur disebabkan oleh
penurunan tajam penglihatan dan katarak imatur yaitu penyakit yang
menyebabkan kekeruhan sebagian pada lensa.
- Menjelaskan kepada pasien tentang pengobatan yang akan dilakukan
bahwa obat tetes (catarlent) hanya berfungsi untuk memperlambat
kekeruhan lensa sehingga terapi katarak hanya 1 yaitu operasi. Namun
pasien masih dapat dikoreksi dengan kacamata meski tidak bisa maksimal,
jadi tidak perlu operasi.
- Menyarankan kepada pasien untuk menggunakan kacamata setiap saat
kecuali saat tidur atau mandi.
- Menjelaskan kepada pasien untuk menghindari atau mengurangi paparan
sinar matahari, polusi dan angin yang merupakan salah satu faktor
lingkungan penyebab pterigium dan menjelaskan bahwa faktor usia
termasuk menyebabkan SMK.
- Menyarankan kepada pasien untuk menggunakan kacamata hitam yang
sangat gelap, menggunakan payung atau topi ketika berada di lingkungan
luar yang terpapar sinar matahari secara langsung.
- Menjelaskan pada pasien untuk kontrol 1-3 bulan lagi.
1.8 Hasil foto
OD OS
6
BAB 2
TINAJUAN PUSTAKA
question dan pengujian tambahan. Pasien yang simtomatik tanpa adanya tanda
klinis yang dapat dibuktikan tidak jatuh ke dalam kelompok SMK, tetapi
dibedakan menjadi mata kering pra-klinis atau nyeri neuropatik (penyakit
permukaan non-ocular). Sebaliknya, tanda-tanda pasien yang tidak bergejala
dibedakan menjadi pasien dengan sensitivitas kornea yang buruk, atau pasien
dengan tanda-tanda prodromal, yang berisiko mengalami SMK yang nyata dengan
waktu atau provokasi, misalnya setelah operasi mata.4
Ada berbagai penyebab ADDE. Hal ini mungkin hasil dari blocking sensorik
ke kelenjar lakrimal yang sangat penting untuk menjaga homeostasis film air
mata. Anestesi topikal bilateral dapat menyebabkan penurunan sekresi air mata
dan tingkat kedipan mata. SMK karena adanya blok pada reflex air mata dapat
disebabkan oleh penyalahgunaan anestesi topikal kronis, kerusakan saraf
trigeminal dan bedah refraktif termasuk operasi LASIK. Pengiriman air mata ke
kantung air mata juga dapat berkurang karena adanya obstruksi ke duktus
lakrimal, yang mungkin terjadi dalam bentuk apapun dari penyakit konjungtiva
sikatrisial, seperti trakoma, pemfigoid sikatrisial okuler, eritema multiforme dan
luka bakar kimia. Sejumlah obat dalam penggunaan sistemik, seperti antihistamin,
β-blocker, antispasmodik, diuretik dan beberapa obat psikotropika, dapat
menyebabkan penurunan sekresi lakrimal dan merupakan faktor risiko untuk
SMK. Juga, tingkat sekresi air mata jatuh di kemudian hari.5
Evaporative dry eye terjadi akibat kehilangan air mata di permukaan mata,
sedangkan kelenjar lakrimasi berfungsi normal. Keadaan ini dapat dipengaruhi
oleh faktor intrinsik (struktur kelopak mata) dan ekstrinsik (penyakit permukaan
mata atau pengaruh obat topikal), keterkaitan kedua faktor masih sulit dibedakan.
Evaporative dry eyedikelompokkan menjadi dua sub-kelas, yaitu mata kering
sindrom Sjogren (MKSS) dan mata kering bukan sindrom Sjogren (MKBSS).
MKSS merupakan penyakit autoimun yang menyerang kelenjar lakrimal, kelenjar
saliva, dan beberapa organ lain. Infiltrasi sel T pada kelenjar saliva dan lakrimal
menyebabkan kematian sel asinar dan duktus serta hiposekresi air mata atau
saliva. Aktivasi mediator inflamasi memicu ekspresi autoantigen di permukaan sel
epitel dan retensi sel T CD-4 dan CD-8. Detail kriteria klasifikasi sindrom Sjogren
berdasarkan American-European Consensus Group. MKBSS merupakan
kelompok MKDA akibat disfungsi kelenjar lakrimal yang bukan bagian dari
autoimun sistemik. Keadaan yang paling sering ditemukan adalah mata kering
berkaitan dengan usia. Defisiensi kelenjar lakrimal juga dapat terjadi akibat
penyakit lain seperti sarkoidosis, AIDS, Graft vs Host Disease (GVHD) atau
keadaan obstruksi duktus kelenjar lakrimal akibat trakoma juga berperan dalam
MKBSS. Pada Beave Damstudy ditemukan angka kejadian mata kering pasien
DM 18,1% dibandingkan dengan pasien non-DM 14,1%.6
12
Cedera epitel dan glikokaliks yang rusak, hilangnya volume air mata, dan sel
punca sel goblet, menyebabkan peningkatan kerusakan gesekan dan gejala terkait
gesekan. Hiperosmolaritas air mata dan cedera epitel yang disebabkan oleh SMK
merangsang ujung saraf kornea, yang menyebabkan gejala ketidaknyamanan,
peningkatan tingkat kedipan dan berpotensi ke kompensasi yaitu peningkatan
refleks sekresi air mata lakrimal. Sekresi kompensatori ini lebih mungkin terjadi
pada EDE, di mana fungsi kelenjar lakrimal berpotensi normal.5
2.1.6 Manifestasi Klinis
1. Gejala Visual
Permukaan depan mata adalah fokus mata yang paling kuat. Dengan demikian,
permukaan okular yang kering akan menghasilkan gejala visual. Gejala-gejala ini
dapat meliputi:
a. Sensitivitas terhadap cahaya: kepekaan terhadap cahaya disebut fotofobia. Ini
terjadi karena permukaan okular yang kering memiliki lebih banyak
penyimpangan daripada permukaan yang sehat. Ketidakteraturan ini
menyebarkan cahaya yang masuk ke mata. Cahaya yang tersebar ini dapat
menyebabkan ketidaknyamanan yang signifikan. Ketidakmampuan untuk
mentoleransi cahaya dapat menyebabkan menyipitkan mata dan sakit kepala.
b. Kesulitan dengan mengemudi di malam hari: Selama kondisi cahaya rendah,
seperti pada malam hari, pupil membesar dan memungkinkan lebih banyak
cahaya masuk ke mata. Ketika permukaan okular kering, cahaya yang masuk
menjadi tidak terfokus dan tersebar. Banyak dari kelainan ini disaring oleh
ukuran kecil pupil pada siang hari. Namun, pada malam hari, ukuran pupil
yang lebih besar memungkinkan lebih banyak kelainan ringan untuk melewati
retina. Hal ini menghasilkan silau di malam hari dan lingkaran cahaya. Cahaya
silau adalah toleransi cahaya terang yang menurun.
2. Gejala Fisik pada Mata
Permukaan depan mata kaya dengan ujung saraf. Dengan demikian, permukaan
okular yang kering dapat menyebabkan gejala ketidaknyamanan yang signifikan.
Selain merasa kering, gejala-gejala ini termasuk:
a. Sensasi benda asing: Pasien mungkin merasa seolah ada sesuatu yang ada di
mata.
13
2.1.8 Diagnosis
Tes yang direkomendasikan untuk diagnosis SMK dan penilaian keparahannya
disajikan pada Gambar. 2.5. Sebelum diagnosis, penting untuk mengecualikan
kondisi yang dapat meniru SMK dengan sejumlah Triaging Question. Setelah itu,
Dry Eye Questionnaire-5 (DEQ-5) atau Indeks Penyakit Permukaan Okuler
(OSDI) harus dikerjakan untuk menunjukkan apakah pasien mungkin memiliki
SMK, dan skor gejala positif pada salah satu dari kuesioner ini kemudian harus
memicu lebih rinci pemeriksaan untuk tanda-tanda klinis SMK. Nilai positif salah
satu dari tiga pemeriksaan; Non-invasive Tear Breakup Time; peningkatan atau
perbedaan interokuler besar dalam osmolaritas; atau pewarnaan permukaan okuler
(dari kornea, konjungtiva atau batas kelopak mata) di kedua mata, dianggap
mewakili homeostasis yang terganggu, yang menegaskan diagnosis SMK. Jika
seorang pasien memiliki gejala SMK dan tenaga kesehatan tidak memiliki akses
ke semua tes ini, diagnosis masih mungkin, berdasarkan hasil positif untuk salah
15
satu dari pemeriksaan, tetapi mungkin memerlukan rujukan untuk konfirmasi jika
pemeriksaaan homeostasis yang tersedia negatif.
satu pilihan terapi penyakit mata kering. Agonis kolinergik, pilokarpin, dan
cevilemine dapat digunakan sebagai secretogogeus oral pasien sindrom Sjogren.
Oklusi punctal menggunakan punctal plug untuk mencegah aliran air mata masuk
ke sistem nasolakrimal. Kontraindikasi penggunaan plug pada pasien dengan
riwayat gangguan anatomi sistem lakrimasi, infeksi atau peradangan kelopak
mata, dan alergi.4,5
Gangguan kelenjar sekresi air mata dapat memicu perubahan komposisi air
mata seperti hiperosmolaritas, sehingga menstimulasi inflamasi permukaan mata.
Berdasarkan patogenesis inflamasi, maka anti-inflamasi dapat menjadi salah satu
pilihan terapi. Pada penelitian fase III, siklosporin 0,05% topikal secara signifikan
meningkatkan skor Schirmer dan densitas sel goblet konjungtiva. Kortikosteroid
topikal dosis rendah dapat menurunkan gejala iritasi, pewarnaan kornea dan
keratitis filamen; penggunaan jangka panjang perlu pemantauan tekanan
intraokuler, keadaan kornea, dan risiko katarak.4,5
Loteprednol 0,5% dan fluorometholone merupakan steroid tetes mata topikal
berisiko rendah meningkatkan tekanan intra-okuler. Pada kasus disfungsi kelenjar
meibom, tujuan pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran sekresi meibom dan
menurunkan paparan terhadap antibiotik. Kompres hangat untuk memperlebar
orifisium kelenjar meibom, sabun dan scrub untuk membersihkan debris serta
koloni bakteri, dan pijatan pada kelopak mata untuk memperlancar sekresi
meibom yang mengental. Lipiflow merupakan terapi termodinamik pada kelenjar
meibomian yang tersumbat, alat sekali pakai ini diletakkan pada kelopak mata dan
menyalurkan panas pada kelenjar sehingga terjadi sekresi meibom. Pemeriksaan
selanjutnya perlu dilakukan untuk menilai respon terapi dan kerusakan struktur
permukaan mata. Frekuensi evaluasi tergantung pada derajat keparahan penyakit
dan pendekatan terapi. Pasien mata kering disertai ulkus kornea membutuhkan
evaluasi setiap hari.5
2.2 Anatomi dan Fisiologi Lensa
Lensa adalah suatu struktur yang pada kondisi normalnya berfungsi
memfokuskan gambar pada retina. Lensa termasuk dalam segmen anterior mata
dan terletak di bagian tengah bola mata dibatasi bagian depan oleh iris dan bagian
belakang oleh vitreus. Lensa dipertahankan posisinya oleh zonula Zinnii, yang
19
terdiri dari serat-serat halus kuat yang melekat pada korpus siliaris .Serat-serat ini
menyisip pada bagian ekuator kapsul lensa.3,7
Lensa mata bersifat transparan dan berbentuk bikonveks, memiliki fungsi
mempertahankan kejernihan, membiaskan cahaya dan berakomodasi. Lensa mata
tersusun dari surface ectoderm yang mempunyai susunan sel teratur sehingga
bersifat jernih transparan. Lensa mata mampu membiaskan cahaya karena
memiliki indeks bias sekitar 1,4 di tengah dan 1,36 di tepi, berbeda dengan indeks
bias akuos humor dan korpus vitreus.Mata memiliki kekuatan refraksi
keseluruhan sebesar 60 dioptri (D), dalam kondisi tanpa akomodasi lensa
berkontribusi 15-20 D sedangkan udara dan kornea memiliki kekuatan refraksi 43
D. Kemampuan akomodasi akan berubah bentuk dikarenakan adanya otot siliaris,
yang akan menurun dengan bertambahnya usia, yaitu 8D pada usia 40 tahun dan
1-2 D pada usia 60 tahun2. Daya akomodasi lensa akan berkurang secara perlahan-
lahan seiring penurunan elastisitasnya.3
Lensa terdiri dari kapsul, epitel, korteks dan nukleus. Lensa terus berkembang
sepanjang hidup. Kapsul lensa adalah suatu membran basalis yang mengelilingi
substansi lensa. Kapsul lensa berupa membrane basal yang transparan dan elastis
terdiri dari kolagen tipe IV, dibentuk oleh sel-sel epitel. Epitel lensa terletak
dibelakang kapsul lensa anterior berupa satu lapisan sel. Sel-sel epitel dekat
ekuator lensa membelah sepanjang hidup dan terus berdiferensiasi menjadi serat-
serat lensa baru sehingga serat-serat lensa yang lebih tua dimampatkan ke nukelus
sentral.Serat-serat muda yang kurang padat di sekeliling nukleus menyusun
korteks lensa. Tidak ada perbedaan morfologi antara korteks lensa dan nukleus
kecuali pada kondisi terdapat kelainan pada lensa mata dimana perbedaan antara
nukleus, epinukleus dan korteks dapat terlihat.3,7
20
Aspek paling penting dari fisiologi lensa adalah mekanisme yang mengontrol
keseimbangan air dan elektrolit yang berperan untuk menjaga transparansi lensa.
Karena transparansi lensa sangat tergantung pada komponen struktural dan
makromolekul lensa, gangguan dari hidrasi seluler dapat dengan mudah
menyebabkan kekeruhan. Gangguan keseimbangan elektrolit dan air dapat
menimbulkan katarak kortikal, dimana kandungan air meningkat secara
signifikan.3
Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan airdan kation (sodium
dan kalium). Kedua kation berasal dariakuos humor dan vitreus. Kadar kalium di
bagian anteriorlensa lebih tinggi di bandingkan posterior dan kadar natrium
dibagian posterior lebih besar. Ion K bergerak ke bagian posteriordan keluar ke
akuos humor, dari luar Ion Na masuk secaradifusi dan bergerak ke bagian anterior
untuk menggantikan ion K dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase,
sedangkankadar kalsium tetap dipertahankan di dalam oleh Ca-ATPase.9
Kombinasi dari transport aktif dan permeabilitas lensa disebut sebagai sistem
pump-leak lensa. Menurut teori tersebut, kalium dan molekul lain seperti asam
amino diangkut secara aktif ke anterior lensa melalui epitelium anterior. Epitel
adalah tempat utama transport aktif dalam lensa.Hal ini menghasilkan gradien
yang berlawanan dari ion kalium dan natrium di lensa dimana kalium lebih tinggi
di anterior lensa dan lebih rendah di posterior lensa, berlawanan dengan natrium.
Homeostasis kalsium juga berperan penting untuk lensa, dimana jika terjadi
peningkatan kalsium, dapat menyebabkan perubahan yang merusak, termasuk
depresi metabolisme glukosa, pembentukan protein dengan berat molekul tinggi
dan aktivasi protease yang merusak. Membran transportasi dan permeabilitas juga
pertimbangan penting dalam nutrisi lensa. Transportasi asam amino aktif terjadi
pada epitel lensa, bergantung pada gradien natrium. Glukosa memasuki lensa
melalui proses difusi. Sisa hasil metabolisme meninggalkan lensa melalui proses
difusi sederhana.3
22
seperti jeruji dan dapat bersifat perifer atau meluas lebih terpusat. Opasitas jeruji
perifer tidak berpengaruh pada penglihatan tapi yang mengganggu sumbu visual
akan mengganggu dan mungkin memerlukan tindakan5. Gejala katarak kortikal
yang paling sering adalah silau, monokuler diplopia dan tampak vakuola dan
celah air pada korteks anterior dan posterior.6
tergantung proliferasi sel anterior dan katarak kapsular putih padat dapat terbentuk
pada area pupil. Dikarenakan lensa menciut, bilik mata depan menjadi dalam dan
iris menjadi iridodonesis.8
2.3.4 Patofisiologi
Seiring dengan bertambahanya usia, lensa mata akan mengalami pertambahan
berat dan ketebalannya dan mengalami penurunan daya akomodasi. Setiap
pembentukkan lapisan baru dari serat kortikal secara konsentris, nukleus lensa
akan mengalami kompresi dan pengerasan. Modifikasi kimia dan pembelahan
proteolitik kristalin (protein lensa) mengakibatkan pembentukkan kumpulan
protein dengan berat molekul yang tinggi. Kumpulan protein ini, dapat menjadi
cukup banyak untuk menyebabkan fluktuasi mendadak indeks bias lokal lensa,
sehingga muncul hamburan cahaya dan mengurangi transparansi lensa. Modifikasi
kimia dari protein nukleus lensa juga dapat meningkatkan pigmentasi, sehingga
lensa tampak berwarna kuning kecoklatan dengan bertambahnya usia. Seiring
pertambahan usia, terjadi penurunan konsentrasi glutation dan kalium, dan
peningkatan konsentrasi natrium dan kalsium dalan sitoplasma sel lensa.7
Pada katarak kortikal, komponen biokimia utama mengalami penurunan pada
lensa kristalin, yaitu total protein, asam amino dan potassium yang berkaitan
dengan peningkatan konsentrasi sodium dan hidrasi dari lensa, diikuti koagulasi
protein lensa. Hal ini mengarah kepada opasifikasi korteks pada katarak senilis
tipe kortikal.Pada katarak nuklear, perubahan degeneratif umum adalah penyebab
sklerosis nuklear yang berkaitan dengan dehidrasi dan pemadatan nukleus yang
menghasilkan hard cataract. Hal ini disertai peningkatan signifikan dari protein
tidak larut air. Akan tetapi, total protein dan distribusi kation tetap normal.8
Kelainan sistemik dapat menyebabkan katarak. Beberapa penyakit sistemik
yang dapat menyebabkan katarak adalah diabetes, penyakit mtabolik lain
(termasuk galaktosemia dan hipokalsemia), obat-obatan sistemik (steroid,
klorpromazin), radiasi sinar X, infeksi (rubella kongenital), atopik, sindroma
(Down syndrome, Lowes yndrome) dan keturunan. Kelainan sistemik yang
tersering menyebabkan katarak adalah diabetes mellitus. Dasar patogenesis yang
melandasi penurunan visus pada diabetes adalah teori akumulasi sorbitol yang
terbentuk dari aktivasi alur polyol pada keadaan hiperglikemia yang mana
28
akumulasi sorbitol dalam lensa akan menarik air ke dalam lensa sehingga terjadi
hidrasi lensa dan terbentuknya katarak. Terori yang kedua adalah teori glikosilasi
protein, dimana adanya AGE akan mengganggu struktur sitoskeletal yang dengan
sendirinya akan berakibat pada turunnya kejernihan lensa.7,3
2.3.5 Gejala Klinis
1. Kabur, keluhan kabur biasanya dirasakan perlahan, penderita merasa
melihat melalui kaca yang buram, penderita pada tahap awal, dapat melihat
bentuk tetapi tidak dapat melihat detil.
2. Penurunan penglihatan, pada katarak nuklear, penurunan lebih besar untuk
penglihatan jarak jauh daripada penglihatan jarak dekat. Pada katarak
subkapsular, penurunan tajam penglihatan jarak dekat cenderung lebih berat
daripada tajam penglihatan jarak jauh.
3. Myopic shift, peningkatan indeks bias lensa dan terjadi second sight, pada
individu presbiopia, dimana pasien dapat membaca tanpa kacamata.
4. Silau, katarak menyebabkan gangguan pembiasan lensa akibat perubahan
bentuk, struktur dan indeks bias lensa. Pada katarak kortikal, biasanya
terjadi silau dari sumber cahaya yang terfokus, seperti lampu depan mobil.
5. Monokuler diplopia, kadang - kadang, perubahan mendadak indeks bias
antara nuklear sklerosis dan korteks lensa menyebabkan monokuler
diplopia.
6. Gangguan penglihatan warna, lensa yang bertambah kuning atau kecoklatan
akan menyebabkan gangguan diskriminasi warna, terutama pada spektrum
cahaya biru.7
7. Halo berwarna, didapatkan pada beberapa pasien disebabkan oleh
pemecahan cahaya menjadi spektrum cahaya karena adanya tetesan air pada
lensa.8
2.3.6 Diagnosis
Pemeriksaan yang harus dilakukan untuk melihat tanda-tanda katarak adalah:
- Tes tajam penglihatan : Tergantung dari lokasi dan maturasi katarak, tajam
penglihatan dapat berkisar antara 6/9 hingga hanya persepsi cahaya / light
perception (LP +).8
29
Teknik tersebut susah untuk dilakukan dan berkaitan dengan komplikasi pasca
operasi, seperti yang paling sering adalah pseudophakic bullous keratopathy
(PBK). Kontraindikasi absolut ICCE adalah katarak pada anak-anak atau dewasa
muda dan kasus traumatik dengan pecahnya kapsul. Kontraindikasi relatif
meliputi miopia tinggi, sindroma marfan, katarak morgagnian dan vitreus yang
sudah berada di bilik mata depan.7,13
2. Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)
Berbeda dengan ICCE, ECCE melibatkan pengangkatan inti lensa melalui
lubang di kapsul anterior dengan mempertahankan integritas kapsul posterior.8
Karena melakukan dengan sayatan yang lebih kecil, sehingga ECCE
menghasilkan:
- Trauma yang lebih sedikit pada endotel kornea
- Lebih sedikit menginduksi astigmatism
- Luka sayatan lebih stabil dan aman
Selain itu, kapsul posterior tetap utuh, akan:
- Mengurangi resiko kehilangan vitreus intraoperative
- Memungkinkan posisi anatomi yang lebih baik untuk fiksasi IOL
- Mengurangi kejadian CME, ablasio retina dan edema kornea, menyediakan
penghalang yang membatasi pertukaran antara beberapa molekul akuos humor
dan korpus vitreus
- Mengurangi akses bakteri ke rongga vitreus, menghilangkan komplikasi jangka
pendek dan panjang dikaitkan perlekatan vitreus dengan iris, kornea dan
sayatan.7
Persyaratan utama untuk keberhasilan ECCE dan implantasi IOL endokapsular
adalah integritas zonular dan kapsul posterior utuh. Dengan demikian, bila
penyokong zonular tidak mencukupi atau tampak kecurigaan untuk melakukan
ekstraksi katarak yang aman melalui ECCE, ICCE atau pars plana lensectomy
perlu dipertimbangkan13. Semua teknik termasuk implantasi IOL primer dan
sekunder, operasi filtrasi, transplantasi kornea dan perbaikan luka lebih mudah
dan aman dikerjakan pada kapsul posterior lensa yang tetap utuh.7
32
3. Fakoemulsifikasi
ECCE standar dan fakoemulsifikasi serupa dalam ekstraksi nukleus lensa
dilakukan melalui lubang di kapsul anterior atau kapsulotomi anterior. Kedua
teknik tersebut juga membutuhkan mekanisme untuk mengirigasi dan menyedot
cairan dan materi korsindromatikal selama operasi. Akhirnya, kedua prosedur
menempatkan IOL (Intraocular Lens) pada kantong kapsul posterior, yang jauh
lebih benar secara anatomisnya daripada IOL yang ditempatkan di anterior.
Perbedaan yang signifikan di antara 2 teknik tersebut adalah pelepasan inti lensa
dilakukan secara manual di ECCE standar sedangkan pada fakoemulsifikasi,
dilakukan dengan jarum ultrasound untuk menghancurkan nukleus katarak dan
kemudian mengaspirasi substrat lensa melalui lubang jarum.
Teknik ini menggunakan ultrasound untuk menghancurkan nukleus lensa dan
mengemulsifikasikan pecahannya. Teknik ini juga menggunakan sistem aspirasi
yang dikendalikan secara otomatis untuk mengeluarkan bahan kortikal melalui
jarum kecil yang dimasukkan ke mata melalui sayatan yang sangat kecil.
Fakoemulsifikasi mengakibatkan kompilasi insiden yang berhubungan dengan
luka sayatan yang lebih rendah, penyembuhan dan rehabilitasi visual lebih cepat
daripada prosedur yang memerlukan sayatan yang lebih besar. Teknik ini juga
menciptakan sistem relatif tertutup selama fakoemulsifikasi dan aspirasi sehingga
mengendalikan kedalaman bilik mata depan dan memberikan perlindungan
terhadap tekanan positif vitreus dan perdarahan koroid2. Sistem tertutup juga
meminimalisir turbulensi cairan di bilik mata depan, menurunkan trauma
endotelial dan trabecular meshwork.13
4. Manual Small Incision Cataract Surgery (M-SICS)
Insisi luas ECCE, walaupun masih dilakukan oleh beberapa dokter, telah secara
luas digantikan olehmanual small incision cataract surgery (M-SICS) dan
fakoemulsifikasi. Kekurangan ECCE dibandingkan M-SICS adalah:
- Insisi panjang (10-12 mm)
- Membutuhkan banyak jahitan
- Resiko tinggi prolapse vitreus dan perdarahan khoroid
- Insidensi tinggi astigmatisme setelah operasi
33
- Komplikasi iritasi, abses pada jahitan, luka yang terbuka, bilik mata depan
yang dangkal dan prolaps iris
- Memerlukan tindakan pelepasan jahitan, yang mana dapat terjadi infeksi pada
tindakan tersebut
Langkah-langkah pembedahan M-SICS adalah:
- Menjahit rektus superior untuk fiksasi mata pada posisi melihat ke bawah
(downward gaze)
- Flap konjungtiva dan eksposur sclera
- Hemostat dengan memberikan kauter Wet-field secara pelan dan adekuat
- Insisi terowongan sklerokorneal dengan urutan:
a. Insisi sklera eksternal (bervariasi 5,5 - 7,5 mm)
b. Terowongan sklerokorneal
c. Insisisklera internal
- Jalan masuk di sisi kiri dari insisi kornea valvular yang sekitar 1,5 mm dibuat
pada posisi jam 9
- Kapsulotomi anterior
- Hidrodiseksi
- Penatalaksanaan nukleus
a. Prolaps nukleus dikeluarkan dari kantong kapsular ke bilik mata depan yang
biasanya dimulai ketika hidroseksi dan diselesaikan dengan memutar
nukleus dengan Sinskey’s hook
b. Pengeluaran nukleus ke terowongan korneoskleral (melalui beberapa cara,
seperti Blumenthal’s technique, Phacosandwitch technique, Phacofracture
technique, danFishhook technique.
- Aspirasi korteks lensa dengan irigasi dua jalur (two way irrigation) dan kanula
aspirasi
- Implantasi IOL (Posterior Chamber IOL)
- Pembuangan material viskoelastik
- Penutupan luka.8
34
2.3.9 Komplikasi
a. Uveitis fakoanafilatik (phacoanaphylactic uveitis).
Protein lensa dapat keluar dari bilik mata depan pada katarak hipermatur.
Protein ini dapat berperan sebagai antigen dan menginduksi reaksi antigen-
antibodi yang menyebabkan uveitis fakoanafilatik.
b. Lens-induced glaukoma.
Ini dapat terjadi melalui beberapa mekanisme:
- Glaukoma fakomorfik, disebabkan lensa intumesen (bengkak dan katarktous)
Ini merupakan glaukoma sekunder sudut tertutup.
- Glaukoma fakolitik. Protein lensa bocor ke bilik mata depan pada katarak
hipermatur tipe Morgagnian. Protein ini dimakan oleh makrofag. Makrofag
yang mengembung menyumbat trabekular meshwork menyebabkan
peningkatan TIO. Fakolitik glaukoma merupakan tipe glaukoma sekunder
sudut terbuka.
- Glaukoma fakotopik. Lensa katarak hipermatur dapat mengalami subluksasi
atau dislokasi dan menyebabkan glaukoma dengan blok pupil atau sudut bilik
mata depan.
c. Subluksasi atau dislokasi lensa
Ini dapat terjadi karena degenerasi zonula pada stadium hipermatur.8
2.3.10 Prognosis
Dengan tidak adanya penyakit mata lain yang menyertai sebelum operasi yang
akan mempengaruhi hasil visual secara signifikan (misalnya degenerasi makula
atau atrofi nervus optikus), ECCE standar atau fakoemulsifikasi yang tidak
berkomplikasi memberikan prognosis visual yang sangat menjanjikan untuk
mendapatkan setidaknya 2 baris pada Snellen chart. Penyebab utama morbiditas
visual pasca operasi adalah CME (Cystoid Macular Edema). Faktor risiko utama
yang mempengaruhi prognosis visual adalah adanya diabetes melitus dan
retinopati diabetes.13
35
Etiologi
Penyebab umum astigmatisme adalah kelainan bentuk kornea, namun
lensa kristalina juga dapat berperan.3 Astigmatisme paling sering
disebabkan oleh terlalu besarnya lengkung kornea pada salah satu
bidangnya. Kelainan bentuk kornea sebagian besar bersifat kongenital,
sedangkan yang tersering adalah kurvatura ventrikal. Pada saat lahir,
bentuk kornea umumnya sferis dan astigmatisme baru timbul 68% pada
saat anak berusia 4 tahun dan 95% pada usia 7 tahun namun dengan
bertambahnya usia, astigmatisme dapat hilang dengan sendirinya. Selain
itu astigmatisme juga dapat muncul akibat kelainan yang didapat seperti
pada ulkus kornea, trauma pada kornea bahkan trauma bedah pada operasi
katarak.7
Klasifikasi
Berdasarkan bentuknya, astigmatisme dibagi menjadi 7:
1. Astigmatisme regular, terdapat dua meridian utama, dengan orientasi dan
kekuatan konstan disepanjang lubang pupil sehingga terbentuk dua garis
fokus. Apabila meridian-meridian terletak dalam 20 derajat horizontal dan
vertikal, astigmatisme dibagi menjadi :
a. Astigmatism with the rule, dengan daya bias lebih besar terletak di
meridian verrikal. Biasanya pada orang muda.
b. Astigmatism against the rule, dengan daya bias yang lebih besar terletak
di meridian horizontal. Biasanya pada orang tua.
2. Astigmatisme iregular, daya atau orientasi meridian-meridian utamanya
berubah di sepanjang pupil.
Berdasarkan tipenya, astigmatisme terbagi atas7 :
1. Astigmatisme hipermetropia simplek, yaitu salah satu meridian utama
emetropia dan meridian utama lainnya hipermetropia.
2. Astigmatisme miopia simplek, yaitu salah satu meridian utama emetropia
dan meridian utama lainnya miopia.
3. Astigmatisme hipermetropia kompositus, yaitu kedua meridian utama
hipermetropia dengan derajat yang berbeda.
38
2.4.3 Presbiopia
a. Definisi
Presbiopia yang berarti “mata tua” berasal dari bahasa Yunani yang
menggambarkan kondisi refraksi yang berhubungan dengan usia tua, yang
kompleks lensa dan muskulus siliaris kehilangan fleksibilitasnya untuk
mempertahankan akomodasi sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan
dekatnya. Jadi presbiopia adalah suatu kondisi normal yang berhubungan
dengan peningkatan usia dan hilangnya akomodasi secara gradual.
2.5 Pterigium
Gambar 2 16. Konjungtiva terdiri dari konjungtiva bulbaris, konjungtiva forniks, dan
konjungtiva palpebralis.
yang membesar. Lesi menutupi kornea sampai 4 mm, dapat primer atau
rekuren setelah operasi, berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan
astigmat. (3) Tipe III yaitu pterigium primer atau rekuren dangan
keterlibatan zona optic. Merupakan bentuk pterigium yang paling berat.
Keterlibatan zona optic membedakan tipe ini dengan tipe yang lain. Lesi
mengenai kornea > 4 mm dan mengganggu aksis visual. Lesi yang
luas khususnya pada kasus rekuren dapat berhubungan dengan fibrosis
subkonjungtiva yang meluas ke forniks dan biasanya menyebabkan gangguan
pergerakan bola mata serta kebutaan.
Berdasar derajatnya, pterygium dibagi menajdi 4, yaitu derajat 1, yaitu
stadium dimana pterygium hanya terbatas pada limbus. Derajat 2, yaitu
pterygium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm
melewati kornea. Derajat 3, jika sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak
melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil
3-4mm). Derajat 4, bila pertumbuhan pterygium melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan.
A B
C D
Pterygium dibagi menjadi tiga bagian yaitu : body, apex (head) dan cap.
Bagian segitiga yang meninggi pada pterygium dengan dasarnya kearah
kantus disebut body, sedangkan bagian vaskuler atasnya disebut apex di
belakang apex yang teridiri dari fibroblast berwarna putih dan merusak
membrane bowman disebut cap .18
47
Gambar 2.18. (A) Cap : biasanya datar, teridiri atas zona abu-
abu pada kornea ayng kebanyakan teridiri atas fibroblast, menginvasi
lapisan bowman kornea. (B) Head: Setelah cap, lapisan vaskuler tipis
yang menginvasi kornea. (C) Body: Bagian yang mobile dan lembut,
area yang vesikuler pada konjungtiva bulbi.
ke kornea nasal, tetapi dapat pula ditemukan pterygium pada daerah temporal,
serta lokasi lainnya.14
Manifestasi klinis pterygium sebenarnya dibagi menjadi 2 kategori
umum, yaitu kategori pertama dengan minimal proliferasi dan relatif atrofi,
sehingga pterygium pada kelompok ini lebih cenderung datar, tumbuhnya
lambat, dan memiliki insiden rekurensi yang relative lebih rendah setelah
eksisi. Kategori kedua menunjukkan adanya pertumbuhan yang cepat, dan
jaringan fibrovaskuler yang tebal. Pterygium dalam kelompok ini memiliki
perjalanan klinis yang lebih agresif dan tingkat kekambuhan lebih tinggi.14
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan adalah topografi kornea
yang dapat sangat berguna dalam menentukan derajat seberapa besar
komplikasi berupa astigmatisme irregular yang disebabkan. 14
2.6.10 Diagnosis Banding
Pterygium harus dibedakan dengan pseudopterygium. Pseudopterygium
adalah suatu reaksi dari konjungtiva dengan kornea yang cacat contohnya
akibat ulkus. Sering terjadi saat proses penyembuhan dari ulkus kornea,
dimana konjungtiva tertarik dan menutupi kornea. Pseudopterygium dapat
ditemukan dimana saja, bukan hanya di fissure palpebral seperti halnya
pterygium. Pada pseudopterygium juga dapat diselipkan sonde dibawahnya,
sedangkan pterygium tidak. Pada pseudopterygium melalui anamnesis
didapatkan riwayat trauma, atau kelainan kornea sebelumnya.
PTERYGIUM PSEUDOPTERYGIUM
Etiologi Proses degenerative Proses inflamasi
Umur Sering terjadi pada Dapat pada segala umur
orang tua
Area Seringnya daerah nasal Dapat pada segala area
Progresivitas Dapat progresif, Selalu tetap
regresif, atau tetap
Probe test Tidak dapat tembus Dapat tembus
49
Gambar 2.20. Tehnik Operasi Pterygium (A) Bare Sclera; (B) Simple
Closure; (C) Sliding Flap; (D) Rotational Flap; (E) Conjungtival Autograft
Terapi adjuvant untuk pterygium adalah mitomycin C (MMC) dan beta
irradiasi. MMC paling sering digunakan sebagai terapi tambahan medis untuk
pencegahan rekurensi pterygium karena kemampuannya dalam menghambat
fibroblast. Beberapa alternatif medis lainnya, seperti 5-fluorouracil dan
daunorubisin, juga telah dicoba.19
Terapi mitomycin C telah terbukti efektif dalam mencegah kekambuhan
pterygium. Tingkat kekambuhan yang berhubungan dengan terapi mitomycin
C secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan eksisi bare sclera. Ada
dua bentuk aplikasi mitomycin C yang saat ini digunakan, yaitu saat
intraoperatif pada spons bedah yang direndam dalam larutan mitomycin C
diterapkan secara langsung ke sclera setelah eksisi pterygium, dan
pengginaan pasca operasi dengan MMC topikal sebagai obat tetes. 19
Irradiasi beta juga telah digunakan untuk menurunkan tingkat rekurensi.
Irradiasi beta dapat menghambat kecepatan mitosis sel pterygium. Tetapi efek
samping dari irradiasi beta adalah nekrosis dan melelehnya sklera,
endoftalmitis, katarak sectorial.19
2.5.12 Komplikasi
Komplikasi pterygium meliputi distorsi atau pengurangan penglihatan
sentral, kemerahan, iritasi, jaringan parut/skar pada konjungtiva dan kornea
52
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Identitas
Laki - laki usia 74 tahun sesuai dengan epidemiologi sindrom mata kering,
katarak, pterigium dan presbiopia dimana sering terjadi pada usia tua.
3.2 Anamnesis
Pasien laki – laki usia 74 tahun dengan keluhan kedua mata terasa ngeres
dan perih pada kedua mata dan mengganjal
a. Penyakit mata kering sering menyerang laki laki dan usia diatas 50
tahun.
b. Perih, terasa ngeres merupakan gejala pada penyakit mata kering.
c. Adapun diagnosis banding untuk penyakit mata kering berupa mata
tenang dengan penurunan visus secara perlahan seperti glaukoma
kronis, katarak, kelainan refraksi, retinopati, retinitis pigmentosa.
Dalam anamnesis dan pemeriksaan selain pasien memiliki mata kering
pasien juga memiliki katarak dan kelainan refraksi.
d. Rasa mengganjal pada mata merupakan salah satu gejala dari
pterygium.
Pasien laki – laki usia 74 tahun dengan keluhan kedua mata kabur.
a. Sesuai dengan epidemiologi terjadinya katarak dan presbiopia dimana
sering terjadi pada usia tua. Seiring bertambahnya usia, lensa mata
akan mengalami pertambahan berat dan ketebalannya dan mengalami
penurunan daya akomodasi.
b. Keluhan mata kabur ini juga sesuai dengan salah satu gejala dari
katarak yakni adanya gangguan fungsi penglihatan dengan derajat
yang bervariasi, tergantung seberapa berat atau stadium dan jenis dari
kekeruhan lensa. Keluhan silau yang dirasakan disebabkan karena
pembiasan lensa akibat perubahan bentuk, struktur dan indeks bias
lensa. Keluhan ini dapat dimasukkan dalam kelompok penglihatan
turun perlahan tanpa disertai mata merah. Kelompok ini juga meliputi
54
tidak dapat dikoreksi dengan kacamata dan pasien menginginkan operasi. Obat ini
diharapkan dapat memperlambat proses kekeruhan lensa pada katarak.
Untuk membantu pasien melihat akibat penurunan tajam penglihatan, pasien
juga dibantu dengan kacamata sesuai ukuran yaitu VOD S – 1.00 C – 0.75 X 70
dan VOS S – 2.00 C – 1.00 X 70. Penurunan visus pada pasien dikarenakan pada
katarak stadium awal terjadi penyerapan cairan oleh lensa yang mengakibatkan
lensa semakin cembung, akibatnya bayangan akan dibiaskan di titik yang berada
di depan retina, sehingga terjadi miopia pada kedua mata. Serta pasien juga
mengalami presbiopi dengan addisi sferis + 3.00 sesuai dengan usia pasien, yaitu
74 tahun. Sehingga pasien dapat dibantu dengan kacamata jauh dekat.
Selain itu untuk meredakan keluhan mata berair pada mata pasien diberikan
artificial tears yaitu cendo lyteers 2 jam 1 tetes/hari ODS karena dari hasil tes
schirmer kedua mata menunjukkan hasil kurang dari 10 mm.
3.5 Penulisan Resep
dr. RS
SIP : QWE/RE34/IDI/2019
JL. Klampis Aji No.22, Surabaya
Surabaya, 12 November 2019
R/ Cendo Lyteers eyedrops No. I
S 6 dd gtt I ODS
R/ Catarlent eyedrops No. I &
S 4 dd gtt I ODS
&
Penderita : Tn. S
Umur : 74 th
56
ADD + 3.00
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophthalmology Staff, 2014-2015, Fundamental and
Principles of Ophthalmology. United State of America: American Academy
of Ophthalmology.
2. Sullivan, John H, MD, 2013, Palpebra, Aparatus Lakrimalis, & Air Mata,
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
3. Eva PR, Whitcher JP. 2010. Vaughan & Asbury: Oftamologi Umum Edisi 17.
Jakarta: EGC.
4. Craig P, Jennifer, et al, 2017, TFOS DEWS II Report Executive Summary,
The Ocular Surface (2017), pp 1-11
5. Bron, Anthony, et al, 2017, TFOS DEWS II Pathophysiology Report, The
Ocular Surface, Vol. 15, pp 438-510.
6. Hoskins, Dunbar H, Jr,. MD. 2013. Dry Eye Syndrome. San Fransisco :
American Academy of Ophthalmology.
7. Budiono S, Saleh TT, Moestidjab, Eddyanto. 2013. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Mata. Surabaya: Airlangga University Press.
8. Khurana AK, Khurana AK, Khurana B. 2015. Comprehensive
Ophthalmology 6th Edition. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher
Ltd.
9. Diah M. Katarak Juvenil. Inspirasi. 2011, 15.
10. James B, Bron A, Parulekar MV. 2017. Ophthalmology Lecture Notes 12th
Edition.Chicester: Wiley Blackwell.
11. Ululil CW, Ratna M, Retna GD, Ilhamiyati. 2013. Buku Ajar Kepaniteraan
Klinik SMF Mata. Surabaya: RSU Haji Surabaya.
12. Pedoman Diagnostik dan Terapi. Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata Edisi III
Tahun 2006. Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo.
13. Ocampo VVD. Senile Cataract. 2017. eMedicine Journal Update.
https://emedicine.medscape.com/article/1210914. Tanggal akses 3 Februari
2019.
14. Eva, Paul Riordian. 2014. Anatomi dan Embriologi Mata dalam Oftalmologi
Umum. Jakarta : EGC.
58