Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN GANGGUAN HIV/ AIDS

Guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Maternitas II

Dosen Pembimbing: Ns. Hanik, S.Kep, M. Kep

KELOMPOK 4

Anggota Kelompok:

1. Aronita
2. Joha
3. Rina Afriani
4. Subhan
5. Sultan

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA


JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan karunia_Nya kami dapat
menyelesaikan tugas makalah Maternitas 2 ini.

Kami mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan keluarga yang membantu
memberikan semangat dan dorongan demi terwujudnya makalah maternitas 2 ini. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada dosen Ns. Hanik Skep, Mkep. yang telah membantu kami,
sehingga kami merasa lebih ringan dan lebih mudah menulis makalah ini. Atas bimbingan yang
telah berikan, kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang juga membantu kami
dalam penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari bahwa teknik penyusunan dan materi yang kami sajikan masih kurang
sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang mendukung dengan tujuan untuk
menyempurnakan makalah ini. Dan kami berharap, semoga makalah ini dapat di manfaatkan
sebaik mungkin, baik itu bagi diri sendiri maupun yang membaca makalah ini.

Jakarta, 1 Oktober 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kehamilan merupakan peristiwa alami yang terjadi pada wanita namun kehamilan dapat
mempengaruhi kondisi kesehatan ibu dan janin terutama pada kehamilan trimester pertama .
wanita hamil trimester pertama pada umumnya mengalami mua, muntah, nafsu makan
berkurang dan kelebihan. Menurunnya kondisi wanita hamil cenderung memperberat kondisi
kliniks wanita dengan penyakit infeksi antara lain infeksi HIV – AIDS .
HIV berarti virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Ini adalah
retrovirus, yang berarti virus yang mengunakan sel tubuhnya sendiri untuk memproduksi
kembali dirinya. Asal dari HIV tidak jelas, penemuan kasus awal adalah dari sampel darah
yang dikumpulkan tahun 1959 dari seorang laki–laki dari Kinshasa di Republik Demokrat
Congo. Tidak diketahui bagaimana ia terinfeksi.
Sejumlah infeksi virus HIV terdiagnosis baru di tahun 2000 merupakan yang tertinggi
sejak pelaporan di mulai dan jumlah infeksi yang di dapat baru adalah melalui hubungan
seksual heteroseksual. Kira- kira 30.000orang hidp dengan HIV di inggris, sepertiganya tidak
terdiagnosis.
Bagi ibu positif HIV, kehamilan dan kelahiran bayi bias merupakan kejadian yang
sangat emosional. Ibu akan merasa sangat waspada terhdapa penyakitnya yang serius dan
kemungkinan bayinya akan di lahirkan postif HIV. Penularan intrauterine dapat terjadi selama
kehamilan, kelahiran, atau menyusui. Di perkirakan bahwa ibu yang baru saja terinfeksi, atau
ibu yang menderita sindrom imnunodefisiensi didapat (AIDS) lebih besar kemungkinnya
mendapat bayi yang terinfeksi (AVERT,2003). Ibu positif HIV memerlukan asuhan sensitive
dari semua staf, bimbingan, dan waktu khusus untuk bicara. Ibu mungkin meminta kamar
samping tetapi banyak ibu lain ingin bersama orang tua lainnya dan tidak di pisahkan.
Kerahasiaan adalah vital.
Saat ini terdapat dua jenis HIV: HIV–1 dan HIV–2. HIV–1 mendominasi seluruh dunia
dan bermutasi dengan sangat mudah. Keturunan yang berbeda–beda dari HIV–1 juga ada,
mereka dapat dikategorikan dalam kelompok dan sub–jenis (clades). Terdapat dua kelompok,
yaitu kelompok M dan O. Dalam kelompok M terdapat sekurang–kurangnya 10 sub–jenis
yang dibedakan secara turun temurun. Ini adalah sub–jenis A–J. Sub–jenis B kebanyakan
ditemukan di America, Japan, Australia, Karibia dan Eropa. Sub–jenis C ditemukan di Afrika
Selatan dan India. HIV–2 teridentifikasi pada tahun 1986 dan semula merata di Afrika Barat.
Terdapat banyak kemiripan diantara HIV–1 dan HIV–2, contohnya adalah bahwa keduanya
menular dengan cara yang sama, keduanya dihubungkan dengan infeksi–infeksi oportunistik
dan AIDS yang serupa. Pada orang yang terinfeksi dengan HIV–2, ketidakmampuan
menghasilkan kekebalan tubuh terlihat berkembang lebih lambat dan lebih halus.
Dibandingkan dengan orang yang terinfeksi dengan HIV–1, maka mereka yang terinfeksi
dengan HIV–2 ditulari lebih awal dalam proses penularannya.
HIV dapat menular melalui kontak darah, namun disini kami akan mencoba membahas
bagaiamana HIV AIDS yang dialami ibu hamil dan bagaimana melakukan sebuah proses
keperawatan pada ibu hamil dengan HIV AIDS.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan umum


Dengan disusunnya makalah ini, Mahasiswa dan semua pihak yang bersangkutan dengan
dunia kesehatan semoga bisa menjadikan makalah ini sebagai salah satu sumber refrensi
untuk mengembembangkan dan memberikan asuhan keperawatan di klinik dengan baik
khususnya pada ibu hamil dengan penderita HIV/ AIDS

1.2.2 Tujuan khusus


1. Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan memahami pengertian dari HIV/ AIDS
2. Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan memahami etiologi dari HIV/ AIDS
3. Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan memahami klasifikasi dari HIV/ AIDS
4. Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari HIV/
AIDS
5. Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan memahami pathofisiologi dari HIV/
AIDS
6. Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang dari
HIV/ AIDS.
7. Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari HIV/
AIDS
8. Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan memahami komplikasi dari HIV/ AIDS.
9. Mahasiswa diharapkan dapat memberikan asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan
penyakit HIV/ AIDS
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Definisi
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang system
kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS,
sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang muncul secara kompleks dalam
waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
HIV adalah jasad renik yang menyebabkan terjadinya AIDS. HIV melumpuhkan sistem
kekebalan tubuh, terutama sel-sel darah putih yang membantu dalam menghalau penyakit (Dr.
Hutapea Ronald, 2011).
 AIDS adalah sindrom dengan gejala penyakit oportunistik atau kanker tertentu akibat
menurunnya system kekabalan tubuh oleh infeksi virus HIV (Brunner,2001).
 AIDS adalah tranmisi human imuno defisiensi virus, suatu retrovirus yang terjadi
terutama melalui pertukaran cairan tubuh (Friedland, 1987).
 AIDS adalah suatu penyakit infeksi yang di sebabkan virus HTL

2.2 Etiologi
Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus
(HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada
tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap
sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya
disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 tahun atau lebih dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari,
BB menurun, diare, neuropati, lemah, ruam kulit, limadenopati, perlambatan kognitif,
lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh,
dan manifestasi neurologist (NANDA nic-noc).
Cara penularan HIV:
1. Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah terinfeksi.
Kondom adalah satu–satunya cara dimana penularan HIV dapat dicegah.
2. Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah dimana darah
tersebut belum dideteksi virusnya atau pengunaan jarum suntik yang tidak steril.
3. Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang
yang telah terinfeksi.
4. Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa kehamilan
atau persalinan dan juga melalui menyusui.
Penularan secara perinatal
1. Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV pada bayi yang dikandungnya.
2. Penularan dari ibu terjadi terutama pada saat proses melahirkan, karena pada saat itu
terjadi kontak secara lansung antara darah ibu dengan bayi sehingga virus dari ibu
dapat menular pada bayi.
3. Bayi juga dapat tertular virus HIV dari ibu sewaktu berada dalam kandungan atau juga
melalui ASI
4. Ibu dengan HIV dianjurkan untuk PASI
Kelompok resiko tinggi:
1. Lelaki homoseksual atau biseks.
2. Orang yang ketagian obat intravena
3. Partner seks dari penderita AIDS
4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi (purwaningsih,wahyu.2010).

Klasifikasi
CDC adalah menerapkan system klasifikasi pasien yang mengalami infeksi HIV berdasarkan
keadaan klinik yang di jumpai sebagai berikut.
1. Grup 1/ infeksi akut
Penyakit serokonveksi sampai AIDS berlangsung beberapa tahun kemudian infeksi akut
dari awal virus menginfeksi sampai kiara kira 6 minggu.
Penyakit seokonveksi ada 3 yaitu:
a. Penyakit mirip infeksi mononukleus.
Gejala demam, malaise, alergi, mialgia, atralgia, limfadenopati dan nyeri
tenggorokan kadang di jumpai juga enselopati akut reversible di sertai disorientasi,
lupa ingatan, kesadaran menurun dan perubahan kepribadian.
b. Meningitis.
c. Mielopati
2. Grup 2/ infeksi asimtomatik
Tanpa di sertai gejala
3. Grup 3/ infeksi lymphadenopathy peprsisten generalisata
Meliputi: infeksi kronis
Adanya pembesaran kelenjar getah bening
4. Grup 4/ penyakit lain
a. Sub grup a: penyakit constitutional
b. Sub grup b: penyakit neurologic
c. Sub grup c: penyakit infeksi lain contoh: herpes
d. Sub grup d: kanker sukender
e. Sub grup e kondisi lainnya, misalnnya pneumonitis interstitial limfosit
(purwaningsih,wahyu. 2010).

2.3 Patofisiologi
HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel T–helper dengan melekatkan dirinya pada
protein CD4. Sekali ia berada di dalam, materi viral (jumlah virus dalam tubuh penderita) turunan
yang disebut RNA (ribonucleic acid) berubah menjadi viral DNA (deoxyribonucleic acid) dengan
suatu enzim yang disebut reverse transcriptase. Viral DNA tersebut menjadi bagian dari DNA
manusia, yang mana, daripada menghasilkan lebih banyak sel jenisnya, benda tersebut mulai
menghasilkan virus–virus HI. Enzim lainnya, protease, mengatur viral kimia untuk membentuk
virus–virus yang baru. Virus–virus baru tersebut keluar dari sel tubuh dan bergerak bebas dalam
aliran darah, dan berhasil menulari lebih banyak sel. Ini adalah sebuah proses yang sedikit demi
sedikit dimana akhirnya merusak sistem kekebalan tubuh dan meninggalkan tubuh menjadi mudah
diserang oleh infeksi dan penyakit–penyakit yang lain. Dibutuhkan waktu untuk menularkan virus
tersebut dari orang ke orang.
Respons tubuh secara alamiah terhadap suatu infeksi adalah untuk melawan sel–sel yang
terinfeksi dan menggantikan sel–sel yang telah hilang. Respons tersebut mendorong virus untuk
menghasilkan kembali dirinya. Jumlah normal dari sel–sel CD4+T pada seseorang yang sehat
adalah 800–1200 sel/ml kubik darah. Ketika seorang pengidap HIV yang sel–sel CD4+ T–nya
terhitung dibawah 200, dia menjadi semakin mudah diserang oleh infeksi–infeksi oportunistik.
Infeksi–infeksi oportunistik adalah infeksi–infeksi yang timbul ketika system kekebalan tubuh
tertekan. Pada seseorang dengn system kekebalan yang sehat. Infeksi infeksi tersebut tidak
biasanya mengancam hidup mereka tetapi bagi seorang pengindap HIV hal tersebut dapat teradi
fatal (purwaningsih, wahyu.2010)

Periode Penularan HIV/ AIDS Pada Ibu Hamil


Penyebab penularan AIDS pada ibu dan bayi adalah cairan serviks vagian, cairan amnion,
jaringan plasenta dan air susu yang berasal dari ibu yang darah darahnya terdapat virus HIV.
Cara penularannya secara:
1. Transmisi vertical
Melalui inutera, lewat plasenta
Dimana antigen HIV dapat di deteksi dalam cairan amnion dan jarinanvetus yang terlihat
dari terminasi kehamilan yang berusia 15 minggu.
2. Transmisi horizontal
Transmisinya melalui air susu (purwaningsih,wahyu.2010).

2.4 Manifestasi klinik HIV/ AIDS


HIV memasuki tubuh jika serum HIV menjafi positif dalam 10 minggu suatu pemaparan
yang menunjukkan gejala awal yang tidak spesifik yaitu:
1. Respon tipe influenza.
2. Demam.
3. Malaise.
4. Mialgia.
5. Mual
6. Diare
7. Nyeri tenggorokan
8. Ruam dapat menetap 2-3 minggu
9. Berat badan menurun
10. Fatique.
11. Anoreksia.
12. Mungkin menderita kandidiasis otot faring atau vagina
 Pada masa perinatal
1. Keletihan
2. Anoreksi.
3. Diare kronik selama 1 bulan.
Kemataian ibu hamil dengan HIV positif kebanyakan di sebabkan oleh penyakit
oportunistik yang menyertai terutama pneumonitis carinif pneumonia.

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat
penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya
terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
 Serologis
- Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
- Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
- Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>
- T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke
T4 ) mengindikasikan supresi imun.
- P24 ( Protein pembungkus HIV)
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
- Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
- Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
- Tes PHS
- Kapsul hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif
 Neurologis
- EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
- Tes Lainnya
- Sinar X dada
- Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau adanya
komplikasi lain
- Tes Fungsi Pulmonal
- Deteksi awal pneumonia interstisial
- Skan Gallium Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia
lainnya.
- Biopsis
- Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
- Bronkoskopi / pencucian trakeobronkial Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP
ataupun dugaan kerusakan paru-paru
 Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka system
imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody
terbentuk dalam 3 – 12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan. Hal ini
menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil tes
positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human
Immunodeficiency Virus(HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah
dan memudahkan evaluasi diagnostic. Pada tahun 1985 Food and Drug Administration
(FDA) memberi lisensi tentang uji kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) bagi
semua pendonor darah atau plasma. Tes tersebut, yaitu:
- Tes Enzym – Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada virus Human
Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS tapi
hanya menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi (HIV).
Orang yang dalam darahnya terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus
(HIV) disebut seropositif.
- Western Blot Assay
Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memastikan
seropositifitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)
- Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositifitas.
- Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )
Mendeteksi protein dari pada antibody.

2.6 Intervensi/ manajemen keperawatan

A. Pengkajian

1. Aktifitas /istirahat :
 Mudah lelah, berkurangnya tolerangsi terhdp aktifitas, kelelahan yang progresif
 Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi terhdp aktifitas
2. Sirkulasi
 Proses penyembuhan lika yang lambat, perdarahan lama bila cedera
 takikardia, perubahan tekanan darah postural, volume nadi periver menurun,
pengisian kapiler memanjang
3. Integritas ego
 Faktor stress yang berhubungan dgn kehilangan: dukungan keluarga, hubungan dgn
org lain, pengahsilan dan gaya hidup tertentu
 Menguatirkan penampilan: alopesia, lesi , cacat, menurunnya berat badan
 Merasa tdk berdaya, putus asa, rsa bersalah, kehilangan control diri, dan depresi
 Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah, menangis, kontak mata
kurang
4. Eliminasi
 Diare, nyeri pinggul, rasa terbakar saat berkemih
 Faeces encer disertai mucus atau darah
 Nyerio tekan abdominal, lesi pada rectal, perubahan dlm jumlah warna urin.
5. Makanan/cairan
 Tidak ada nafsu makan, mual, muntah
 Penurunan BB yang cepat
 Bising usus yang hiperaktif
 Turgor kulit jelek, lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih/perubahan warna
mucosa mulut
 Adanya gigi yang tanggal. Edema
6. Hygiene
 Tidak dapat menyelesaikan ADL, memepeliahtkan penampilan yang tdk rapi.
7. Neurosensorik
 Pusing,sakit kepala.
 Perubahan status mental, kerusakan mental, kerusakan sensasi
 Kelemahan otot, tremor, penurunan visus.
 Bebal,kesemutan pada ekstrimitas.
 Gayaberjalan ataksia.
8. Nyeri/kenyamanan
 Nyeri umum/local, sakit, rasaterbakar pada kaki.
 Sakit kepala, nyeri dada pleuritis.
 Pembengkakan pada sendi, nyeri kelenjar, nyeri tekan, penurunan ROM, pincang.
9. Pernapasan
 Terjadi ISPA, napas pendek yang progresif, batuk produktif/non, sesak pada dada,
takipneu, bunyi napas tambahan, sputum kuning.
10. Keamanan
 Riwayat jatuh, terbakar, pingsan, lauka lambat proses penyembuhan
 Demam berulang
11. Seksualitas
 Riwayat perilaku seksual resiko tinggi, penurunan libido, penggunaan kondom
yang tdk konsisten, lesi pd genitalia, keputihan.
12. Interaksi social
 Isolasi, kesepian,, perubahan interaksi keluarga, aktifitas yang tdk terorganisir

B. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan depresi system imun, aktifitas yang tidak
terorganisir
2. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan diare berat, status hipermetabolik.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hambatan asupan makanan
(muntah/mual), gangguan intestinal, hipermetabolik.
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, melemahnya otot
pernafasan.
5. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi,
kelelahan.
6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang
dicintai

C. Intervensi Keperawatan

1. Diagnosa 1: Resiko terjadinya infeksi b/d depresi system imun, aktifitas yang tdk
terorganisir
 Tujuan : Klien akan menunjukkan tanpa adanya tanda-tanda infeksi (tdk ada
demam, sekresi tdk purulent)
Intervensi:
1) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dgn pasin
R/. Resiko cros infeksi dpt melalui prosedur yang dilakukan
2) Ciptakan lingkungan yang bersih dan ventilasi yang cukup
R/. Lingkungan yang kotor akan mneingkatkan pertumbuhan kuman pathogen
3) Informasikan perlunya tindakan isolasi
R/. Penurunan daya tahan tubuh memudahkan berkembangbiaknya kuman pathogen.
Tindakan isolasi sebagai upaya menjauhkan dari kontak langsung dgn kuman pathogen
4) Kaji tanda-tanda vital termasuk suhu badan.
R/. Peningkatan suhu badan menunjukkan adanya infeksi sekunder.
5) Kaji frekwensi nafas, bunyi nafas, batuk dan karakterostik sputum. Observasi
kulit/membrane mucosa kemungkinan adanya lesi/perubahan warna, bersihkan kuku
setiap hari
R/ Luka akibat garukan memudahkan timbul infeksi luka
6) Perhatikan adanya tanda-tanda adanya inflamasi
R/ Panas kemerahan pembengkakan merupakan tanda adanya infeksi
7) Awasi penggunaan jarum suntik dan mata pisau secara ketat dengan menggunakan
wadah tersendiri.
R/ Tindakan prosuder dapat menyebabkan perlukaan pada permukaan kulit.
2. Diagnosa 2 : Defisit volume cairan tubuh b/d diare berat, status hipermetabolik.
 Tujuan : Klien akan mempertahankan tingkat hidrasi yang adekuat
Intervensi:
1) Pantau tanda-tanda vital termasuk CVP bila terpasang.
R/ denyut nadi/HR meningkat, suhu tubuh menurun, TD menurun menunjukkan adanya
dehidrasi.
2) Catat peningkatan suhu dan lamanya, berikan kmpres hangat, pertahankan pakaian
tetap kering, kenyamanan suhu lingkungan.
R/ Suhu badan meningkat menunjukkan adanya hipermetabolisme.
3) Kaji turgor kulit, membrane mukosa dan rasa haus.
4) Timbang BB setiap hari
R/. penurunan BB menunjukkan pengurangan volume cairan tubuh.
5) Catat pemasukan cairan mll oral sedikitnya 2500 ml/hr.
R/ Mempertahankan keseimbangan, mengurangi rasa haus dan melembabkan
membrane mucosa.
6) Berikan maknan yang mudah dicerna dan tdk merangsang
R/ Peningkatan peristaltic menyebabkan penyerapan cairan pada dinding usus akan
kurang.
3. Diagnosa 3: Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hambatan asupan makanan
(muntah/mual), gangguan intestinal, hipermetabolik.
 Tujuan: klien akan menunjukkan peningkatan BB ideal.
Intervensi:
1) Kaji kemampuan mengunyah, merasakan dan menelan.
R/ Lesi pada mulut, esophagus dpt menyebabkan disfagia
2) auskultasi bising usus
R/ Hipermetabolisme saluran gastrointestinal akan menurunkan tingkat penyerapan
usus.
3) Timbang BB setiap hari
R/ BB sebagai indicator kebutuhan nutrisi yang adekuat
4) hindari adanya stimulus leingkungan yang berlebihan.
5) berikan perawatan mulut, awasi tindakan pencegahan sekresi. Hindari obat kumur yang
mengandung alcohol.
R/ Pengeringan mucosa, lesi pd mulut dan bau mulut akan menurunkan nafsu makan.
6) Rencanakan makan bersama keluarga/orang terdekat. Berikan makan sesuai
keinginannya (bila tdk ada kontraindidkasi)
7) sajikan makanan yang hangat dan berikan dalam volume sedikit
8) dorong klien untuk duduk saat makan.
4. Diagnosa 4: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru,
melemahnya otot pernafasan.
 Tujuan: klien akan mmempertahankan pola nafas yang efektif
Intervensi:
1) Auskultasi bunyi nafas tambahan
R/ bunyi nafas tambahan menunjukkan adanya infeksi jalan nafas/peningkatan sekresi.
2) Catat kemungkinan adanya sianosis, perubahan frekwensi nafas dan penggunaan otot
asesoris.
3) Berikan posisi semi fowler
4) Lakukan suction bila terjadi retensi sekresi jalan nafas
5. Diagnosa 5: Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan
 Tujuan: Pasien berpartisipasi dalam kegiatan, dengan kriteria bebas dyspnea dan
takikardi selama aktivitas
Intervensi:
1) Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas
R/ Respon bervariasi dari hari ke hari
2) Berikan bantuan perawatan yang pasien sendiri tidak mampu
R/ Mengurangi kebutuhan energi
3) Jadwalkan perawatan pasien sehingga tidak mengganggu isitirahat.
R/ Ekstra istirahat perlu jika karena meningkatkan kebutuhan metabolik
6. Diagnosa 6: Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan
yang orang dicintai
 Tujuan: Keluarga atau orang penting lain mempertahankan suport sistem dan
adaptasi terhadap perubahan akan kebutuhannya dengan kriteria pasien dan
keluarga berinteraksi dengan cara yang konstruktif
Intervensi:
1. Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan perawatannya
R/ Memulai suatu hubungan dalam bekerja secara konstruktif dengan keluarga
2. Biarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal
R/ Mereka tak menyadari bahwa mereka berbicara secara bebas
3. Ajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dan transmisinya.
R/ Menghilangkan kecemasan tentang transmisi melalui kontak sederhana
7. Diagnosa 7: Resiko tinggi penularan infeksi pada bayi berhubungan dengan adanya kontak
darah dengan bayi sekunder terhadap proses melahirkan.
 Tujuan: Bayi tidak tertular infeksi terhadap proses melahirkan
Intervensi:
1. Anjurkan pasien atau orang penting lainnya metode mencegah transmisi HIV dan
kuman patogen lainnya.
R/ Pasien dan keluarga mau dan memerlukan informasikan ini
2. Gunakan darah dan cairan tubuh precaution bial merawat pasien. Gunakan masker
bila perlu.
R/ Mencegah transimisi infeksi HIV ke orang lain

D. Implementasi

Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau potensial.
Kemudian dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai berdasarkan NCP.

E. Evaluasi

Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria hasil,


sehingga dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau diganti jika
tindakan yang sebelumnya tidak berhasil
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Gambaran kasus


Ny. H, berusia 36 tahun, dating ke poliklinik sebuah rumah sakit untuk
memeriksakan kehamilan. Saat ini Ny. H sedang menjalani kehamilannya yang ketiga.
Anaknya yang pertama perempuan, kini berusia 12 tahun. Kehamilan kedua berlangsung 9
tahun lalu, namun mengalami keguguran. Saat itu, Ny. H tidak berniat untuk hamil lagi.
Akan tetapi, 8 tahun yang lalu, suaminya meninggalkan rumah dan menikah lagi. Ny. H
tidak mengetahui kabar suaminya lebih lanjut, namun beberapa orang mengatakan
suaminya telah meninggal. Karena itu, empat tahun lalu, Ny. H menikah lagi dan ingin
punya anak dari suami keduanya. Ny. H mengatakan suaminya yang kedua ini belum
pernah cek HIV namun pernah menikah dengan wanita pengguna NAPZA jenis suntik.
Hari pertama haid terakhir adalah 15 minggu yang lalu. Tidak ada keluhan yang
dirasakan pada kehamilan saat ini, serta tidak ada temuan signifikan pada riwayat dan
pemeriksaan fisik. Klien menanyakan apakah penyakitnya bisa menyebabkan keguguran,
apakah bayinya kelak akan lahir dengan HIV juga, apakah klien akan diberi pengobatan
segera dan apakah ada efek sampingnya buat janinnya.
Berikut adalah hasil pemeriksaan penunjang Ny. H pada control 1 bulan yang lalu
di RS. Hemoglobin 11,9 g/dL; MCV 82 fL; Leukosit 4,1 x 10⁹/L; Trombosit 129 x 10⁹/L;
Golongan darah B(+); HIV positif.
Namun klien belum melakukan tindakan/ pengobatan apapun karena masih menyangkal
hasil pemeriksaan HIV tersebut.

3.2 Analisa data

NO DATA ETILOGI MASALAH


1. Data subjektif: Depresi system imun, Resiko terjadinya
-Ny. H mengatakan suaminya aktifitas yang tidak infeksi
yang kedua ini belum pernah terorganisir
cek HIV namun pernah
menikah dengan wanita
pengguna NAPZA jenis suntik.
Data objektif: - Hemoglobin
11,9 g/dL; MCV 82 fL;
Leukosit 4,1 x 10⁹/L;
Trombosit 129 x 10⁹/L;
Golongan darah B(+); HIV
positif.

2. Data subjektif: Kurangnya informasi Kurang pengetahuan


-klien menanyakan apakah tentang penyakit
prnyakitnya bisa menyebabkan
keguguran
-klien menanyakan apakah
kelak bayinya akan lahir
dengan HIV juga
-klien menanyakan apakah
klien akan diberi pengobatan
segera dan apakah ada efek
sampingnya buat janinnya.
Data objektif: -

3. Data subjektif: Cemas tentang keadaan Koping tidak efektif


- Klien menanyakan apakah yang orang dicintai diri sendiri dan
penyakitnya bisa menyebabkan keluarga
keguguran, apakah bayinya
kelak akan lahir dengan HIV
juga, apakah klien akan diberi
pengobatan segera dan apakah
ada efek sampingnya buat
janinnya
- Klien menyangkal akan
diagnose HIV yang dialaminya
Data objektif:
- Klien belum melakukan
tindakan atau pengobatan
apapun
4. Data subjektif: Hari pertama Kelemahan, pertukaran Intoleransi aktivitas
haid terakhir klien adalah 15 oksigen, malnutrisi,
minggu yang lalu kelelahan
Data objektif:
- G3A1P1
- Hemoglobin 11,9 g/dL;
MCV 82 fL; Leukosit 4,1 x
10⁹/L; Trombosit 129 x
10⁹/L; Golongan darah
B(+); HIV positif.

Data subjektif: Adanya kontak darah Resiko tinggi


5. - Hari pertama haid terakhir dengan bayi sekunder penularan infeksi
klien adalah 15 minggu terhadap proses pada bayi
yang lalu melahirkan.
- Ny. H mengatakan
suaminya yang kedua ini
belum pernah cek HIV
namun pernah menikah
dengan wanita pengguna
NAPZA jenis suntik.
Data objektif:
- G3A1P1
- Hemoglobin 11,9 g/dL;
MCV 82 fL; Leukosit 4,1 x
10⁹/L; Trombosit 129 x
10⁹/L; Golongan darah
B(+); HIV positif.

3.3 Diagnosa keperawatan


1. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan depresi system imun, aktifitas yang
tidak terorganisir
2. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi
3. Koping tidak efektif diri sendiri dan keluarga berhubungan dengan cemas tentang
keadaan yang orang dicintai
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan
5. Resiko tinggi penularan infeksi pada bayi berhubungan dengan adanya kontak
darah dengan bayi sekunder terhadap proses melahirkan.
3.4 Intervensi keperawatan dan implementasi keperawatan
1. Diagnosa 1: Resiko terjadinya infeksi b/d depresi system imun, aktifitas yang tdk
terorganisir
Tujuan: Klien akan menunjukkan tanpa adanya tanda-tanda infeksi (tdk ada
demam, sekresi tdk purulent)
Intervensi:
1) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dgn pasin
R/. Resiko cros infeksi dpt melalui prosedur yang dilakukan
2) Ciptakan lingkungan yang bersih dan ventilasi yang cukup
R/. Lingkungan yang kotor akan mneingkatkan pertumbuhan kuman pathogen
3) Informasikan perlunya tindakan isolasi
R/. Penurunan daya tahan tubuh memudahkan berkembangbiaknya kuman pathogen.
Tindakan isolasi sebagai upaya menjauhkan dari kontak langsung dgn kuman pathogen
4) Kaji tanda-tanda vital termasuk suhu badan.
R/. Peningkatan suhu badan menunjukkan adanya infeksi sekunder.
5) Kaji frekwensi nafas, bunyi nafas, batuk dan karakterostik sputum. Observasi
kulit/membrane mucosa kemungkinan adanya lesi/perubahan warna, bersihkan kuku setiap
hari
R/ Luka akibat garukan memudahkan timbul infeksi luka
6) Perhatikan adanya tanda-tanda adanya inflamasi
R/ Panas kemerahan pembengkakan merupakan tanda adanya infeksi
7) Awasi penggunaan jarum suntik dan mata pisau secara ketat dengan menggunakan
wadah tersendiri.
R/ Tindakan prosuder dapat menyebabkan perlukaan pada permukaan kulit.

2. Diagnosa 2: Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan


kurangnya informasi
Tujuan : Pasien mengetahui informasi tentang penyakit
Kriteria hasil:
1. Pasien dan keluarga menyatakan telah memahami tentang penyakit yang
diderita pasien, bagaimana kondisi pasien saat ini, prognosis dan
prorampengobatan
2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur penatalaksanaan yang
telah dijelaskan oleh tenaga kesehatan secara benar
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang telah
dijelaskan oleh tenaga kesehatan.
Rencana tindakan:
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal tersebut
berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan
cara yang tepat
4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
7. Sediakan informasi bagi keluarga tentang kemajuan kondisi pasien,
dengan cara yang tepat
8. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
9. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau diindikasikan
10. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat

3. Diagnosa 3: Koping tidak efektif keluarga berhubungan dengan cemas tentang


keadaan yang orang dicintai
• Tujuan: Keluarga atau orang penting lain mempertahankan suport sistem dan
adaptasi terhadap perubahan akan kebutuhannya dengan kriteria pasien dan
keluarga berinteraksi dengan cara yang konstruktif
Intervensi:
1. Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan perawatannya
R/ Memulai suatu hubungan dalam bekerja secara konstruktif dengan keluarga
2. Biarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal
R/ Mereka tak menyadari bahwa mereka berbicara secara bebas
3. Ajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dan transmisinya.
R/ Menghilangkan kecemasan tentang transmisi melalui kontak sederhana

4. Diagnosa 4: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran


oksigen, malnutrisi, kelelahan
• Tujuan: Pasien berpartisipasi dalam kegiatan, dengan kriteria bebas
dyspnea dan takikardi selama aktivitas
Intervensi:
1) Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas
R/ Respon bervariasi dari hari ke hari
2) Berikan bantuan perawatan yang pasien sendiri tidak mampu
R/ Mengurangi kebutuhan energi
3) Jadwalkan perawatan pasien sehingga tidak mengganggu isitirahat.
R/ Ekstra istirahat perlu jika karena meningkatkan kebutuhan metabolic

5. Diagnosa 5: Resiko tinggi penularan infeksi pada bayi berhubungan dengan


adanya kontak darah dengan bayi sekunder terhadap proses melahirkan.
Tujuan: Bayi tidak tertular infeksi terhadap proses melahirkan
Intervensi:
1. Anjurkan pasien atau orang penting lainnya metode mencegah transmisi
HIV dan kuman patogen lainnya.
R/ Pasien dan keluarga mau dan memerlukan informasikan ini
2. Gunakan darah dan cairan tubuh precaution bial merawat pasien. Gunakan
masker bila perlu.
R/ Mencegah transimisi infeksi HIV ke orang lain

3.5 Implementasi keperawatan


Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau potensial.
Kemudian dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai berdasarkan NCP.
3.6 Evaluasi keperawatan
Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria hasil, sehingga
dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau diganti jika tindakan
yang sebelumnya tidak berhasil.

BAB IV
PENUTUP

1.1 Kesimpulan

HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang system
kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS.
Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus (HIV).
Cara penularan HIVmelakukan penetrasi seks, melalui darah yang terinfeksi, dengan mengunakan
bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang yang telah terinfeksi, wanita hamil.
Penularan secara perinatal terjadi terutama pada saat proses melahirkan, karena pada saat itu terjadi
kontak secara lansung antara darah ibu dengan bayi sehingga virus dari ibu dapat menular pada
bayi.
Kelompok resiko tinggi: lelaki homoseksual atau biseks, orang yang ketagian obat intravena,
partner seks dari penderita AIDS, penerima darah atau produk darah (transfusi), bayi dari ibu/bapak
terinfeksi. Gejala mayor infeksi HIV adalah BB menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan, diare
kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan, penurunan kesadaran dan adanya gangguan neurologis,
demensia / HIV ensefalopati. Gejala minor: batuk menetap lebih dari 1 bulan, dermatitis generalist,
adanya herpes zoster yang berulang, kandidiasis orofaringeal, herpes simplex kronik progresif,
limfadenopati generalist, infeksi jamur berulang pada kelamin wanita, retinitis cytomegalovirus.

1.2 SARAN
Dengan dibuatnya makalah HIV pada ibu hamil ini, diharapkan nantinya akan memberikan
manfaat bagi para pembaca terutama pemahaman yang berhubungan dengan bagaimana
melakukan sebuah proses asuhan keperawatan maternitas terutama pada ibu hamil yang juga
menderita HIV. Tak lupa kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan guna untuk
penyempurnaan makalah ini, karena mungkin makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.

DAFTAR PUSTAKA

Purwaningsih,wahyu, Dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogykarta.


Nuraif, Amin huda.2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda.
Jilid 1-3 Yogyakarta : Media Action.

Anda mungkin juga menyukai