KELOMPOK 4
Anggota Kelompok:
1. Aronita
2. Joha
3. Rina Afriani
4. Subhan
5. Sultan
Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan karunia_Nya kami dapat
menyelesaikan tugas makalah Maternitas 2 ini.
Kami mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan keluarga yang membantu
memberikan semangat dan dorongan demi terwujudnya makalah maternitas 2 ini. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada dosen Ns. Hanik Skep, Mkep. yang telah membantu kami,
sehingga kami merasa lebih ringan dan lebih mudah menulis makalah ini. Atas bimbingan yang
telah berikan, kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang juga membantu kami
dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa teknik penyusunan dan materi yang kami sajikan masih kurang
sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang mendukung dengan tujuan untuk
menyempurnakan makalah ini. Dan kami berharap, semoga makalah ini dapat di manfaatkan
sebaik mungkin, baik itu bagi diri sendiri maupun yang membaca makalah ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
2.1. Definisi
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang system
kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS,
sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang muncul secara kompleks dalam
waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
HIV adalah jasad renik yang menyebabkan terjadinya AIDS. HIV melumpuhkan sistem
kekebalan tubuh, terutama sel-sel darah putih yang membantu dalam menghalau penyakit (Dr.
Hutapea Ronald, 2011).
AIDS adalah sindrom dengan gejala penyakit oportunistik atau kanker tertentu akibat
menurunnya system kekabalan tubuh oleh infeksi virus HIV (Brunner,2001).
AIDS adalah tranmisi human imuno defisiensi virus, suatu retrovirus yang terjadi
terutama melalui pertukaran cairan tubuh (Friedland, 1987).
AIDS adalah suatu penyakit infeksi yang di sebabkan virus HTL
2.2 Etiologi
Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus
(HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada
tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap
sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya
disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 tahun atau lebih dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari,
BB menurun, diare, neuropati, lemah, ruam kulit, limadenopati, perlambatan kognitif,
lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh,
dan manifestasi neurologist (NANDA nic-noc).
Cara penularan HIV:
1. Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah terinfeksi.
Kondom adalah satu–satunya cara dimana penularan HIV dapat dicegah.
2. Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah dimana darah
tersebut belum dideteksi virusnya atau pengunaan jarum suntik yang tidak steril.
3. Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang
yang telah terinfeksi.
4. Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa kehamilan
atau persalinan dan juga melalui menyusui.
Penularan secara perinatal
1. Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV pada bayi yang dikandungnya.
2. Penularan dari ibu terjadi terutama pada saat proses melahirkan, karena pada saat itu
terjadi kontak secara lansung antara darah ibu dengan bayi sehingga virus dari ibu
dapat menular pada bayi.
3. Bayi juga dapat tertular virus HIV dari ibu sewaktu berada dalam kandungan atau juga
melalui ASI
4. Ibu dengan HIV dianjurkan untuk PASI
Kelompok resiko tinggi:
1. Lelaki homoseksual atau biseks.
2. Orang yang ketagian obat intravena
3. Partner seks dari penderita AIDS
4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi (purwaningsih,wahyu.2010).
Klasifikasi
CDC adalah menerapkan system klasifikasi pasien yang mengalami infeksi HIV berdasarkan
keadaan klinik yang di jumpai sebagai berikut.
1. Grup 1/ infeksi akut
Penyakit serokonveksi sampai AIDS berlangsung beberapa tahun kemudian infeksi akut
dari awal virus menginfeksi sampai kiara kira 6 minggu.
Penyakit seokonveksi ada 3 yaitu:
a. Penyakit mirip infeksi mononukleus.
Gejala demam, malaise, alergi, mialgia, atralgia, limfadenopati dan nyeri
tenggorokan kadang di jumpai juga enselopati akut reversible di sertai disorientasi,
lupa ingatan, kesadaran menurun dan perubahan kepribadian.
b. Meningitis.
c. Mielopati
2. Grup 2/ infeksi asimtomatik
Tanpa di sertai gejala
3. Grup 3/ infeksi lymphadenopathy peprsisten generalisata
Meliputi: infeksi kronis
Adanya pembesaran kelenjar getah bening
4. Grup 4/ penyakit lain
a. Sub grup a: penyakit constitutional
b. Sub grup b: penyakit neurologic
c. Sub grup c: penyakit infeksi lain contoh: herpes
d. Sub grup d: kanker sukender
e. Sub grup e kondisi lainnya, misalnnya pneumonitis interstitial limfosit
(purwaningsih,wahyu. 2010).
2.3 Patofisiologi
HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel T–helper dengan melekatkan dirinya pada
protein CD4. Sekali ia berada di dalam, materi viral (jumlah virus dalam tubuh penderita) turunan
yang disebut RNA (ribonucleic acid) berubah menjadi viral DNA (deoxyribonucleic acid) dengan
suatu enzim yang disebut reverse transcriptase. Viral DNA tersebut menjadi bagian dari DNA
manusia, yang mana, daripada menghasilkan lebih banyak sel jenisnya, benda tersebut mulai
menghasilkan virus–virus HI. Enzim lainnya, protease, mengatur viral kimia untuk membentuk
virus–virus yang baru. Virus–virus baru tersebut keluar dari sel tubuh dan bergerak bebas dalam
aliran darah, dan berhasil menulari lebih banyak sel. Ini adalah sebuah proses yang sedikit demi
sedikit dimana akhirnya merusak sistem kekebalan tubuh dan meninggalkan tubuh menjadi mudah
diserang oleh infeksi dan penyakit–penyakit yang lain. Dibutuhkan waktu untuk menularkan virus
tersebut dari orang ke orang.
Respons tubuh secara alamiah terhadap suatu infeksi adalah untuk melawan sel–sel yang
terinfeksi dan menggantikan sel–sel yang telah hilang. Respons tersebut mendorong virus untuk
menghasilkan kembali dirinya. Jumlah normal dari sel–sel CD4+T pada seseorang yang sehat
adalah 800–1200 sel/ml kubik darah. Ketika seorang pengidap HIV yang sel–sel CD4+ T–nya
terhitung dibawah 200, dia menjadi semakin mudah diserang oleh infeksi–infeksi oportunistik.
Infeksi–infeksi oportunistik adalah infeksi–infeksi yang timbul ketika system kekebalan tubuh
tertekan. Pada seseorang dengn system kekebalan yang sehat. Infeksi infeksi tersebut tidak
biasanya mengancam hidup mereka tetapi bagi seorang pengindap HIV hal tersebut dapat teradi
fatal (purwaningsih, wahyu.2010)
A. Pengkajian
1. Aktifitas /istirahat :
Mudah lelah, berkurangnya tolerangsi terhdp aktifitas, kelelahan yang progresif
Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi terhdp aktifitas
2. Sirkulasi
Proses penyembuhan lika yang lambat, perdarahan lama bila cedera
takikardia, perubahan tekanan darah postural, volume nadi periver menurun,
pengisian kapiler memanjang
3. Integritas ego
Faktor stress yang berhubungan dgn kehilangan: dukungan keluarga, hubungan dgn
org lain, pengahsilan dan gaya hidup tertentu
Menguatirkan penampilan: alopesia, lesi , cacat, menurunnya berat badan
Merasa tdk berdaya, putus asa, rsa bersalah, kehilangan control diri, dan depresi
Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah, menangis, kontak mata
kurang
4. Eliminasi
Diare, nyeri pinggul, rasa terbakar saat berkemih
Faeces encer disertai mucus atau darah
Nyerio tekan abdominal, lesi pada rectal, perubahan dlm jumlah warna urin.
5. Makanan/cairan
Tidak ada nafsu makan, mual, muntah
Penurunan BB yang cepat
Bising usus yang hiperaktif
Turgor kulit jelek, lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih/perubahan warna
mucosa mulut
Adanya gigi yang tanggal. Edema
6. Hygiene
Tidak dapat menyelesaikan ADL, memepeliahtkan penampilan yang tdk rapi.
7. Neurosensorik
Pusing,sakit kepala.
Perubahan status mental, kerusakan mental, kerusakan sensasi
Kelemahan otot, tremor, penurunan visus.
Bebal,kesemutan pada ekstrimitas.
Gayaberjalan ataksia.
8. Nyeri/kenyamanan
Nyeri umum/local, sakit, rasaterbakar pada kaki.
Sakit kepala, nyeri dada pleuritis.
Pembengkakan pada sendi, nyeri kelenjar, nyeri tekan, penurunan ROM, pincang.
9. Pernapasan
Terjadi ISPA, napas pendek yang progresif, batuk produktif/non, sesak pada dada,
takipneu, bunyi napas tambahan, sputum kuning.
10. Keamanan
Riwayat jatuh, terbakar, pingsan, lauka lambat proses penyembuhan
Demam berulang
11. Seksualitas
Riwayat perilaku seksual resiko tinggi, penurunan libido, penggunaan kondom
yang tdk konsisten, lesi pd genitalia, keputihan.
12. Interaksi social
Isolasi, kesepian,, perubahan interaksi keluarga, aktifitas yang tdk terorganisir
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan depresi system imun, aktifitas yang tidak
terorganisir
2. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan diare berat, status hipermetabolik.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hambatan asupan makanan
(muntah/mual), gangguan intestinal, hipermetabolik.
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, melemahnya otot
pernafasan.
5. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi,
kelelahan.
6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang
dicintai
C. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa 1: Resiko terjadinya infeksi b/d depresi system imun, aktifitas yang tdk
terorganisir
Tujuan : Klien akan menunjukkan tanpa adanya tanda-tanda infeksi (tdk ada
demam, sekresi tdk purulent)
Intervensi:
1) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dgn pasin
R/. Resiko cros infeksi dpt melalui prosedur yang dilakukan
2) Ciptakan lingkungan yang bersih dan ventilasi yang cukup
R/. Lingkungan yang kotor akan mneingkatkan pertumbuhan kuman pathogen
3) Informasikan perlunya tindakan isolasi
R/. Penurunan daya tahan tubuh memudahkan berkembangbiaknya kuman pathogen.
Tindakan isolasi sebagai upaya menjauhkan dari kontak langsung dgn kuman pathogen
4) Kaji tanda-tanda vital termasuk suhu badan.
R/. Peningkatan suhu badan menunjukkan adanya infeksi sekunder.
5) Kaji frekwensi nafas, bunyi nafas, batuk dan karakterostik sputum. Observasi
kulit/membrane mucosa kemungkinan adanya lesi/perubahan warna, bersihkan kuku
setiap hari
R/ Luka akibat garukan memudahkan timbul infeksi luka
6) Perhatikan adanya tanda-tanda adanya inflamasi
R/ Panas kemerahan pembengkakan merupakan tanda adanya infeksi
7) Awasi penggunaan jarum suntik dan mata pisau secara ketat dengan menggunakan
wadah tersendiri.
R/ Tindakan prosuder dapat menyebabkan perlukaan pada permukaan kulit.
2. Diagnosa 2 : Defisit volume cairan tubuh b/d diare berat, status hipermetabolik.
Tujuan : Klien akan mempertahankan tingkat hidrasi yang adekuat
Intervensi:
1) Pantau tanda-tanda vital termasuk CVP bila terpasang.
R/ denyut nadi/HR meningkat, suhu tubuh menurun, TD menurun menunjukkan adanya
dehidrasi.
2) Catat peningkatan suhu dan lamanya, berikan kmpres hangat, pertahankan pakaian
tetap kering, kenyamanan suhu lingkungan.
R/ Suhu badan meningkat menunjukkan adanya hipermetabolisme.
3) Kaji turgor kulit, membrane mukosa dan rasa haus.
4) Timbang BB setiap hari
R/. penurunan BB menunjukkan pengurangan volume cairan tubuh.
5) Catat pemasukan cairan mll oral sedikitnya 2500 ml/hr.
R/ Mempertahankan keseimbangan, mengurangi rasa haus dan melembabkan
membrane mucosa.
6) Berikan maknan yang mudah dicerna dan tdk merangsang
R/ Peningkatan peristaltic menyebabkan penyerapan cairan pada dinding usus akan
kurang.
3. Diagnosa 3: Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hambatan asupan makanan
(muntah/mual), gangguan intestinal, hipermetabolik.
Tujuan: klien akan menunjukkan peningkatan BB ideal.
Intervensi:
1) Kaji kemampuan mengunyah, merasakan dan menelan.
R/ Lesi pada mulut, esophagus dpt menyebabkan disfagia
2) auskultasi bising usus
R/ Hipermetabolisme saluran gastrointestinal akan menurunkan tingkat penyerapan
usus.
3) Timbang BB setiap hari
R/ BB sebagai indicator kebutuhan nutrisi yang adekuat
4) hindari adanya stimulus leingkungan yang berlebihan.
5) berikan perawatan mulut, awasi tindakan pencegahan sekresi. Hindari obat kumur yang
mengandung alcohol.
R/ Pengeringan mucosa, lesi pd mulut dan bau mulut akan menurunkan nafsu makan.
6) Rencanakan makan bersama keluarga/orang terdekat. Berikan makan sesuai
keinginannya (bila tdk ada kontraindidkasi)
7) sajikan makanan yang hangat dan berikan dalam volume sedikit
8) dorong klien untuk duduk saat makan.
4. Diagnosa 4: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru,
melemahnya otot pernafasan.
Tujuan: klien akan mmempertahankan pola nafas yang efektif
Intervensi:
1) Auskultasi bunyi nafas tambahan
R/ bunyi nafas tambahan menunjukkan adanya infeksi jalan nafas/peningkatan sekresi.
2) Catat kemungkinan adanya sianosis, perubahan frekwensi nafas dan penggunaan otot
asesoris.
3) Berikan posisi semi fowler
4) Lakukan suction bila terjadi retensi sekresi jalan nafas
5. Diagnosa 5: Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan
Tujuan: Pasien berpartisipasi dalam kegiatan, dengan kriteria bebas dyspnea dan
takikardi selama aktivitas
Intervensi:
1) Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas
R/ Respon bervariasi dari hari ke hari
2) Berikan bantuan perawatan yang pasien sendiri tidak mampu
R/ Mengurangi kebutuhan energi
3) Jadwalkan perawatan pasien sehingga tidak mengganggu isitirahat.
R/ Ekstra istirahat perlu jika karena meningkatkan kebutuhan metabolik
6. Diagnosa 6: Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan
yang orang dicintai
Tujuan: Keluarga atau orang penting lain mempertahankan suport sistem dan
adaptasi terhadap perubahan akan kebutuhannya dengan kriteria pasien dan
keluarga berinteraksi dengan cara yang konstruktif
Intervensi:
1. Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan perawatannya
R/ Memulai suatu hubungan dalam bekerja secara konstruktif dengan keluarga
2. Biarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal
R/ Mereka tak menyadari bahwa mereka berbicara secara bebas
3. Ajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dan transmisinya.
R/ Menghilangkan kecemasan tentang transmisi melalui kontak sederhana
7. Diagnosa 7: Resiko tinggi penularan infeksi pada bayi berhubungan dengan adanya kontak
darah dengan bayi sekunder terhadap proses melahirkan.
Tujuan: Bayi tidak tertular infeksi terhadap proses melahirkan
Intervensi:
1. Anjurkan pasien atau orang penting lainnya metode mencegah transmisi HIV dan
kuman patogen lainnya.
R/ Pasien dan keluarga mau dan memerlukan informasikan ini
2. Gunakan darah dan cairan tubuh precaution bial merawat pasien. Gunakan masker
bila perlu.
R/ Mencegah transimisi infeksi HIV ke orang lain
D. Implementasi
Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau potensial.
Kemudian dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai berdasarkan NCP.
E. Evaluasi
BAB IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang system
kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS.
Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus (HIV).
Cara penularan HIVmelakukan penetrasi seks, melalui darah yang terinfeksi, dengan mengunakan
bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang yang telah terinfeksi, wanita hamil.
Penularan secara perinatal terjadi terutama pada saat proses melahirkan, karena pada saat itu terjadi
kontak secara lansung antara darah ibu dengan bayi sehingga virus dari ibu dapat menular pada
bayi.
Kelompok resiko tinggi: lelaki homoseksual atau biseks, orang yang ketagian obat intravena,
partner seks dari penderita AIDS, penerima darah atau produk darah (transfusi), bayi dari ibu/bapak
terinfeksi. Gejala mayor infeksi HIV adalah BB menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan, diare
kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan, penurunan kesadaran dan adanya gangguan neurologis,
demensia / HIV ensefalopati. Gejala minor: batuk menetap lebih dari 1 bulan, dermatitis generalist,
adanya herpes zoster yang berulang, kandidiasis orofaringeal, herpes simplex kronik progresif,
limfadenopati generalist, infeksi jamur berulang pada kelamin wanita, retinitis cytomegalovirus.
1.2 SARAN
Dengan dibuatnya makalah HIV pada ibu hamil ini, diharapkan nantinya akan memberikan
manfaat bagi para pembaca terutama pemahaman yang berhubungan dengan bagaimana
melakukan sebuah proses asuhan keperawatan maternitas terutama pada ibu hamil yang juga
menderita HIV. Tak lupa kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan guna untuk
penyempurnaan makalah ini, karena mungkin makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA