Anda di halaman 1dari 42

RUSLIANUS SEBELAU 14/373

TYAS RAHARJENG P 14/373042/PMU/8376


RANTI RUSTIKA 14/373167/PMU/8392
NUR SUHADI 14/ 373170/PMU/8395
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu industri yang menjanjikan serta

berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Banyak sekali industri yang bergerak di

bidang pariwisata mulai berkembang. Ini dikarenakan salah satu dampak adanya

kegiatan pariwisata. Apalagi di Indonesia ini banyak sekali daya tarik wisata yang bisa

dikembangkan serta diminati oleh wisatawan mulai dari daya tarik alam, budaya,

sejarah, religi bahkan daya tarik buatan manusia. Menurut Ismayati (2010:147), definisi

daya tarik adalah fokus utama penggerak pariwisata dari sebuah destinasi, hal ini berarti

bahwa daya tarik merupakan mesin utama penggerak untuk menarik minat wisatawan

untuk berkunjung ke sebuah lokasi wisata. Sementara itu, menurut UU No. 10 Tahun

2009 yang berisi tentang kepariwisataan dijelaskan bahwa daya tarik merupakan semua

hal yang memiliki keindahan, keunikan, dan nilai yang bisa berupa keanekaragaman

berupa kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia dalam wujud peninggalan

purbakala dan sejarah, museum, seni, dan budaya yang menjadi sasaran utama bagi

wisatawan untuk berkunjung ke sebuah destinasi wisata tertentu. Namun, daya tarik

tersebut harus dikelola dan dilestarikan keberadaanya agar bisa berkembang secara

berkelanjutan.

Kegiatan wisata biasanya berkaitan juga dengan pengusahaan, kegiatan itu sendiri

dan usaha-usaha lainnya yang menjamin keberlangsungan dari kegiatan kepariwisataan

itu sendiri. Salah satunya adalah mengenai daya tarik wisata. Faktor penentu dari

pengembangan sebuah daya tarik wisata bukanlah dari apa yang sudah ada atau bisa

1
dibangun melainkan dari bagaimana pengelolaan daya tarik tersebut, lokasi daya tarik

tersebut, untuk siapa daya tarik tersebut ditujukan, bagaimana mengartikan daya tarik

tersebut dan apa pengaruhnya bagi masyarakat lokal disana dan pengunjung (Gartner,

1996:352). Daya tarik alam merupakan sebuah daya tarik yag terbentuk karena alam dan

bukan merupakan buatan manusia. Itu terbentuk karena alam dan Tuhan. Lokasi ODTW

yang dipilih adalah Curug Banyunibo yang terletak di Kecamatan Pajangan Bantul.

Yogyakarta merupakan sebuah provinsi di pulau Jawa yang terkenal memiliki

keindahan alam yang melimpah dan banyak dimanfaatkan sebagai daerah wisata

sehingga sektor pariwisata menjadi sektor utama dalam pengembangan ekonomi

Yogyakarta. Banyaknya tempat yang menarik membuat banyaknya wisatawan yang

tertarik untuk mengunjungi Yogyakarta baik wisatawan yang berasal dari dalam negeri

maupun luar negeri. Terdapat berbagai macam jenis wisata yang dimiliki oleh

Yogyakarta seperti wisata budaya, pendidikan, minat khusus, kuliner, belanja, alam dan

lain sebagainya. Jenis-jenis wisata ini sudah banyak dikenal oleh wisatawan regional

maupun mancanegara. Namun terdapat wisata yang belum banyak dikenal oleh

wisatawan, yaitu wisata alam. Wisatawan yang berdatangan ke kota Jogja sebagian besar

mengunjungi obyek wisata yang sudah terkenal seperti Malioboro, pantai Parangtritis,

ataupun Keraton. Padahal tidak hanya obyek wisata itu saja yang dimiliki oleh

Yogyakarta. Ditambah lagi saat ini Yogyakarta mengalami pembangunan besar-besaran

dimana disetiap sudut kota terdapat pembangunan pusat perbelanjaan dan juga hotel-

hotel sehingga mengakibatkan masyarakat cenderung menghabiskan hari libur mereka

dengan mendatangi pusat perbelanjaan yang ada sekitar kota. Semakin lama masyarakat

akan mengalami kebosanan dalam berwisata karena hanya mengunjungi atrasi yang

sudah dikenal luas. Melihat kondisi seperti ini perlu adanya pembaruan obyek wisata

2
yang menggunakan konsep kembali ke alam karena masyarakat menginginkan suatu

wisata yang baru dan berbeda. Oleh karena itu, peneliti menginginkan untuk mencari

wisata alternatif lain seperti suatu tempat yang masih alami yang belum terlalu dikenal

banyak orang dan akan membuat masyarakat tidak hanya mengunjungi obyek wisata

yang telah ada.

Yogyakarta memiliki beberapa daerah yang terkenal akan wisata alamnya seperti

Gunungkidul dengan wisata pantai dan gua, Kaliurang dengan wisata gunung merapi,

dan juga kota Bantul. Namun tidak semua obyek wisata telah dikenal luas oleh

wisatawan. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor seperti akses menuju obyek

wisata yang belum memadai, belum adanya promosi yang dilakukan pengelola obyek

wisata ataupun kurangnya semangat masyarakat setempat dalam mengembangkan

potensi wisata yang dimiliki daerahnya. Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan

pada obyek wisata yang indah namun belum terlalu dikenal oleh wisatawan. Obyek

wisata ini merupakan obyek wisata alam yang berada di Bantul, Yogyakarta.

Curug Banyunibo merupakan sebuah curug yang indah yang dimiliki kota Bantul

namun belum banyak dikenal wisatawan. Curug ini sebenarnya memiliki potensi yang

besar sebagai obyek wisata alam karena bentuknya yang unik dan lingkungannya terlihat

masih sangat alami. Namun, akses menuju ke Curug ini belum terlalu indah serta plang

menuju ke obyek wisata ini masih sangat minim sehingga belum banyak wisatawan

yang mengetahui lokasi curug ini. Potensi yang sangat besar inilah yang menarik peneliti

untuk mengetahui secara lebih mendalam tentang obyek wisata Curug Banyunibu

sehingga kedepannya dapat memberikan kontribusi dalam mengenalkan obyek wisata

Curug Banyunibo kepada masyarakat yang lebih luas sehingga wisatawan dari dalam

3
maupun luar negeri tertarik untuk mengunjung obyek wisata yang masih sangat alami

ini.

B. Metode Penelitian

Perencanaan ODTW ini mengambil objek wisata alam di kawasan Pajangan Bantul

yaitu Curug Banyunibo. Menurut Gartner (996:357) dalam pengembangan sebuah

ODTW hal pertama yang harus dilakukan adalah bisa memahami apa yang sudah ada

lalu melakukan penilaian terhadap atraksi yang telah diidentifikasi dalam tahap pertama

dan pada akhirnya mampu melakukan formulasi mix strategy terhadap ODTW tersebut.

Tahapan yang akan dilakukan dalam penyusunan rencana pengembangan ODTW Curug

Banyunibo secara garis besar adalah sebagai berikut:

 Melakukan survei ke lapangan untuk mengumpulkan informasi dan data mengenai

ODTW untuk selanjutnya dianalisis dan dibuat prioritas. Survei lapangan dilakukan

untuk melihat kondisi yang ada di lapangan serta menncari informasi dan data yang

dibutuhkan. Survei ini dilakukan untuk mencari data dan informasi untuk

menentukan arah kerja serta tindakan yang harus kami lakukan pada tahap

selanjutnya serta mencari informasi apa saja yang dibutuhkan untuk melakukan

pembuatan RP4 di sana.

 Menggali potensi daya tarik yang ada dan mendapatkan pengetahuan dan wawasan

yang mendalam mengenai daya tarik tersebut.

 Melakukan perencanaan dan membuat formulasi strategi pengembangan dari

ODTW tersebut.

4
i. Pengumpulan Data dan Informasi

1. Data

Sumber-sumber data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup

berbagai macam yaitu:

a. Data Primer

Data primer merupakan data yag didapat secara langsung dari sumber

yang berasal dari keterangan informan dengan jalan wawancara atau

interview. Data primer yang ada dalam penelitian ini diperoleh dari

beberapa sumber, yaitu:

 Pengelola ODTW Curug Banyunibo

 Pelaku Jasa Usaha Wisata di Curug Banyunibo

 Masyarakat setempat

 Pengunjung Curug Banyunibo

b. Data Sekunder

Data sekunder ini diperoleh secara tidak langsng dari sumbernya. Data

sekunder ini kami peroleh dari sumber internet, tulisan di media massa

yang berkaitan dengan Curug banyunibo serta catatan dari pengelola.

2. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sutopo (2002:144), teknik pengumpulan data sangatlah

bergantung dengan sumber datanya. Berdasarkan sumber data yang dijelaskan

di atas maka diitentukan beberapa teknik pengumpuulan data yang dalam

penelitian ini diantaranya:

5
 Observasi Lapangan

Teknik ini dilakukan untuk mengetahui secara langsung keadaan

obyek wisata curug Banyunibo. Survei pertama dilakukan pada tanggal 24

April 2015 untuk mencari data primer dan sekunder tentang obyek wisata

tersebut. Survei ini juga dilakukan untuk menentukan arah kerja serta

tindakan yang harus dilakukan pada tahap selanjutnya serta mencari

informasi apa saja yang dibutuhkan untuk melakukan pembuatan RP4 di

sana.

Menurut Patton, dalam Nasution, 1988, yang dikutip Sugiyono (2006),

observasi memiliki beberapa manfaat, antara lain:

 Dengan berada di lapangan peneliti lebih mampu memahami konteks

data dalam keseluruhan situasi, jadi ia dapat memperoleh pandangan

yang holistic atau menyeluruh.

 Pengalaman langsung memungkinkan peneliti menggunakan

pendekatan induktif, jadi tidak dipengaruhi oleh konsep-konsep atau

pandangan sebelumnya. Pendekatan induktif membuka memungkinkan

melakukan penemuan atau discovery.

 Peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau yang tidak diamati

orang lain

 Peneliti dapat menemukan hal-hal yang sedianya akan terungkapkan

oleh responden dalam wawancara

 Peneliti dapat menemukan hal-hal di luar persepsi responden, sehingga

peneliti memperoleh gambaran yang lebih komprehensif.

6
 Dalam lapangan penelitian, tidak hanya dapat mengadakan

pengamatan akan tetapi juga memperoleh kesan-kesan pribadi.

(Sugiono,2009:313-314).

 Wawancara

Teknik ini digunakan untuk mendapatkan informasi secara lebih

lengkap dan jelas tentang obyek wisata curug Banyunibo. Dengan

wawancara, peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang

partisipan dalam menginterprestasikan situasi dan fenomena yang terjadi

yang tidak mungkin bisa ditemukan melalui observasi (Sugiono,2009:318).

Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan kepada beberapa orang yang

memiliki peran serta hubungan yang erat terhadap pengembangan serta

pengelolaan curug Banyunibo. Wawancara merupakan suatu proses

memperoleh keterangan utuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab

sambil bertatap muka antara pewawancara dengan orang yang akan

diwawancarai dengan atau tanpa menggunkan pedoman wawancara (

Bunguin,2005:126). Dalam hal ini, ada beberapa orang yang diwawancarai

diantaranya pengelola ODTW, pelaku jasa usaha wisata di sekitar ODTW,

masyarakat setempat dan pengunjung atau wisatawan yang datang. Selain

itu, kami juga melakukan wawancara yang mendalam dengan beberapa

orang yang merupakan orang-orang yang memiliki peran serta hubungan

yang erat terhadap pengembangan serta pengelolaan Curug Banyunibo.

7
 Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan slaah satu metode yang digunkaan

untuk menelusuri data historis. Sebagian besar data yang tersedia dalam

metode ini berbentuk foto. Studi dokumenntasi digunakan sebagai sarana

untuk mengumpulkan data-data pendukung yang relevan untuk mendukung

usaha pengembangan ODTW ini. Dokumen bisa berbentuk tulisan,

gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Studi dokumen

merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara

dalam penelitian kualitatif untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih

kredibel/dapat dipercaya (Sugiono,2009:329). Dalam hal ini peneliti

mendokumentasikan wawancara dengan menggunakan perekam dan

gambar-gambar tentang kondisi curug Banyunibo saat melakukan

penelitian.

 Studi Literatur

Studi literatur digunakan sebagai pelengkap untuk mengetahui

informasi tentang curug Banyunibo dengan cara mempelajari jurnal, buku,

website, dan lain-lain.

ii. Teknik Perencanaan / Analisis

Bogdan (1982) dalam Sugiyono (2008:88) menyatakan bahwa analisis data

adalah proses mencari dan menyusun data secara sistematis data yang diperoleh dari

hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah

dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Peneliti mulai

melakukan analisis data setelah melakukan observasi dan wawancara kemudian

melakukan perencanaan tentang informasi apa saja yang belum ditemukan untuk

8
melakukan observasi dan wawancara tahap kedua sehingga pada tahap ini hanya

fokus kepada mencari informasi yang belum ditemukan.

Dalam proses perencanaan ODTW Curug Banyunibo ini digunakan pola

induktif analisis yakni yang dimulai dari deskripsi, analisis dan penjelasan. Adapun

teknik analisis SWOT akan digunakan untuk dasar identifikasi faktor yang menjadi

kekuatan dan kelemahan dari ODTW yang bersangkutan secara internal maupun

eksternal yang meliputi :

 Profil Objek Daya Tarik Wisata

 Atraksi utama yang ada

 Atraksi pendukung

 Amenitas (tempat makan dan minum, moda transportasi, fasilitas kesehatan,

akomodasi dan lainn-lain)

 Aksesibilitas (akses menuju ke lokasi baik dilihat dari segi akses jalan,

transportasi maupun terminal)

 Pemasaran dan promosi (analisis pasar tradisional, potensial dan strategi

pemasaran)

 Sumber Daya Manusia yang menunjang kegiatan kepariwisataan

 Lain-lain meliputi kepemilikan, peraturan, prosedur dan perijinan

9
BAB II

PEMBAHASAN

A. Karakteristik ODTW

1. Sejarah singkat Curug Banyunibo

Curug Banyunibo merupakan sebuah aliran sungai yang berasal dari sungai

Serut yang terletak di dusun Serut. Air tersebut muncul dari bawah tanah berupa

umbul kemudian mengalir menuju dusun Kabroan Kulon. Jarak sumber air dari

lokasi Curug Banyunibo lebih kurang 1 km. Nama Curug Banyunibo diambil dari

bahasa Jawa yang berarti “air jatuh”. Curug Banyunibo memiliki ketinggian kurang

lebih 35 meter, dengan kemiringan 75 derajat, air mengalir mengikuti kemiringan

batu kapur sampai ke bawah. Dulu tempat ini merupakan perladangan masyarakat

yang ditutupi oleh semak-semak. Warga setempat memanfaatkan air sebagai sumber

irigasi sederhana untuk sawah di sekitar Banyunibo.


Konon kata masyarakat, dulu

sumber mata air di dusun Serut ini

terdapat keanehan yang mereka

alami. Pemuda yang tidur di

mushalla dekat sumber air, pada

malam hari mereka dipindahkan ke

sungai oleh roh halus/jin. Mobil

tanki Masyarakat sekitar pernah

membangun sebuah dam di sekitar

sumber mata air untuk mengalirkan

air ke pemukiman penduduk,

namun dam yang telah dibangun


10
tersebut tidak bertahan lama dan

rusak.
Masyarakat setempat telah mengetahui keberadaan Banyunibo sejak lama,

tetapi tidak pernah dipikirkan untuk dijadikan sebagai sebuah objek wisata. Seiring

dengan perkembangan kemajuan pariwisata daerah, khususnya di Yogyakarta, di

mana beberapa desa yang memiliki potensi, kemudian dikembangkan menjadi desa

wisata yang layak dikunjungi oleh wisatawan. Potensi sumber daya alam yang

dimiliki tersebut dikelola lebih profesional dengan berbagai suguhan atraksi yang

dikembangkan tersebut akan menjadi magnet untuk dikunjungi wisatawan baik

lokal maunpun wisatawan mancanegara.

Namun tidak begitu halnya dengan curug ini, masyarakat menyadari bahwa

potensi yang mereka miliki harus dikembangkan untuk memacu pembangunan yang

ada di dusun dan desa mereka. Dengan semangat serta adanya kesamaan visi dan

misi, pemuda setempat didukung oleh LPMD (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat

Desa) mengembangkan Curug Banyunibo menjadi objek wisata dengan membentuk

Kelompok Sadar Wisata “Pokdarwis Curug Banyunibo”. Kepengurusan kelompok

ini didominasi oleh pemuda karang taruna. Curug Banyunibo ini telah

dibuka/dikelola oleh Pokdarwis dan mulai dikunjungi oleh wisatawan sejak tahun

2012. Dengan semangat swadaya, pengurus dan seluruh anggotanya melaksanakan

gotong royong bersama untuk membersihkan dan menata lokasi sekitar objek

wisata. Curug Banyunibo mulai dikunjungi oleh wisatawan dan menyebarkan

informasi melalui media sosial kepada rekan dan kerabat mereka. Dengan

perkembangan informasi teknologi tersebut, wisatawan mempromosikan lokasi dan

keberadaannya melalui media sosial “blog dan facebook”.

11
Walapun saat ini Curug Banyunibo sudah dikenal oleh masyarakat luas, namun

masih ada permasalahan yang timbul diantaranya adalah kepemilikan lahan belum

terselesaikan, dimana ada salah satu pihak yang belum membebaskan tanahnya

untuk dijadikan sebagai objek wisata, dan ini merupakan salah satu kendala

sehingga izin usaha sampai saat ini belum dikeluarkan oleh pihak pemerintah.

2. Lokasi

Curug Banyunibo berada di dusun Kabroan Kulon, Desa Sendangsari,

Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul. Luas kawasan Curug Banyunibo (2

pershil), sekitar 2 ha termasuk lokasi parkir kendaraan. Jarak dari Kota Yogyakarta

ke lokasi Curug Banyunibo sekitar 20 km dengan jalan yang cukup menantang

karena akses ke lokasi ini masih sangat sederhana (cor jalan rabat beton ) dengan 2

jalur masing-masing lebar 1 meter.

12
3. Struktur Organisasi

STRUKTUR ORGANISASI “POKDARWIS CURUG BANYUNIBO”

PEMBINA & PELINDUNG

LURAH & DUKUH

KETUA

SUNARYONO

WAKIL KETUA

ADI P.
SEKRETARIS

HERMA JOKO

BENDAHARA

JIMAN & ASROFI

SIE. SIE. SIE. ODTW & SIE. SIE.


KEAMANAN & KEBERSIHAN & KENANGAN HUMAS & PENGEMBANGAN
KETERTIBAN KEINDAHAN SDM USAHA
SARWIDI ALI M. ZUDI ANDI JUMADI

BAYUDI
BIRAN WISNU PARNO MENDRO
INDU F.
SIHADI M. UMAR

MASYARAKAT

13
B. Karakteristik Pasar

1. Pasar Tradisional

Sejak berdiri tahun 2012, Curug Banyunibo telah banyak dikunjungi oleh

kalangan pelajar, mahasiswa, masyarakat sekitar Bantul tetapi ada juga wisatawan

dari luar kota seperti Papua, Namun data jumlah pengunjung tidak teradministrasi

dengan baik oleh pengurus. Curug Banyunibo biasanya ramai dipadati oleh

pengunjung pada hari minggu dan hari libur. Kebanyakan pengunjung berasal dari

Bantul seperti rombongan keluarga, mahasiswa dan pelajar.

2. Pasar Potensial

Curug Banyunibo merupakan objek wisata alam yang baru dikembangkan dan

dikelola oleh Kelompok Sadar Wisata sejak tahun 2012, dan memiliki potensi daya

tarik serta keunikan tersendiri, yaitu lokasinya yang masih alami dan jauh dari

polusi udara dan kebisingan. Atraksi yang dapat dinikmati di antaranya pesona alam

yang masih asri yang ditumbuhi oleh pohon yang rindang dan tanaman bambu serta

lereng bukit batu kapur di sekitar kawasan objek wisata serta bunyi air yang jatuh

melalui dinding-dinding batu kapur.

Berdasarkan potensi daya tarik yang dimiliki oleh curug ini, beberapa segmen

wisatawan yang dianggap potensial sebagai target pasar diantaranya:

a. Pelajar dan Mahasiswa

Curug Banyunibo sebagai salah satu wisata alam yang menarik dapat

dijadikan sebagai sumber pembelajaran bagi pelajar dan mahasiswa, di mana

pengunjung dapat belajar banyak hal diantaranya menghargai dan

bertanggungjawab terhadap pemeliharaan alam dengan tidak membuang

14
sampah sembarangan, tidak merusak tanaman atau pohon di sekitar objek

wisata dan belajar tentang kehidupan masyarakat desa yang masih sederhana.

b. Komunitas Fotografer

Dengan pesona alam Curug Banyunibo yang sangat indah, dinding batu

yang dialiri oleh air yang sangat jernih dan ditambah dengan pantulan sinar

matahari, sangat cocok sebagai latar belakang untuk pengambilan foto pre-

wedding, dan foto pribadi.

c. Komunitas Pecinta Alam

Kawasan Curug Banyunibo dapat diselenggarakan Outbound, tracking,

perkemahan dan hunting bagi pelajar dan mahasiswa, karena suasananya masih

alami dengan bukit yang terjal sebagai tantangannya.

d. Wisatawan Asing

Potensi yang dimiliki oleh Curug Banyunibo tidak hanya menyajikan alam,

tetapi wisatawan dapat belajar mengenai keunikan proses pembuatan gula

merah yang banyak digeluti oleh masyarakat setempat.

e. Komunitas Bikers

Lokasi Curug Banyunibo yang melewati jalan yang ekstrim dan berkelok-

kelok sangat disukai oleh para Bikers dan salah satu pihak yang

mempromosikan obyek wisata ini adalah komunitas Bikers yang melakukan

perjalanan ke Curug Banyunibo dengan menggunakan sepeda.

15
C. Kekuatan dan Kelemahan Komponen Eksternal

1. Amenitas dan Infrastruktur

Curug Banyunibo merupakan sebuah air terjun yang terletak di Dusun

Kabrokan Kulon Desa Sendangsari, Kecamatan Pajangan Kabupaten Bantul. Objek

wisata Curug Banyunibo mempunyai lahan kurang lebih seluas 2 ha. Lokasi Curug

Banyunibo terdapat di lahan warga dan lahan tersebut dimiliki oleh tiga orang yaitu

bapak Mudjaini, bapak Ponijan dan ketua RT. Diantaranya, luas lahan diantara sisi

kanan dan kiri Curug dimiliki oleh bapak Mudjaini dan bapak Ponijan, dan dibagian

tempat parkir Curug Banyunibo dimiliki oleh ketua RT.

Amenitas merupakan fasilitas pendukung yang bisa memenuhi kebutuhan dan

keinginan wisatawan selama berada di tempat wisata. Lokasi Curug Banyunibo

sendiri telah memiliki beberapa amenitas guna mendukung kegiatan pariwisata

seperti:

a. Toilet

Curug Banyunibo memiliki toilet dengan jumlah memadai. Akan tetapi,

belum cukup bila Curug Banyunibo akan dikembangkan menjadi objek wisata

yang lebih besar. Kebersihan dan renovasi perlu dilakukan untuk menunjang

kenyamanan wisatawan yang datang saat berkunjung ke Curug Bnayunibo,

seperti perlu adanya perbaikan jembatan kecil menuju toilet yang hanya terbuat

dari balok kayu yang sudah agak rapuh sebagai penopangnya.

16
(Toilet di Curug Banyunibo)

b. Mushola

Terdapat satu mushola yang ada disekitar Curug Banyunibo, jaraknya

sekitar 200 Meter dari objek Curug sendiri. Kondisi interior ruangan mushola

tersebut masih sederhana dengan mengusung konsep rumah jawa, namun

kebersihan mushola ini juga sangat terjaga karena mushola terdapat di

pemukiman warga. Sehingga banyak warga yang selalu bergantian

membersihkan mushola ini setiap harinya.

(Mushola di Sekitar Curug Banyunibo)

17
c. Area Parkir

Lokasi Curug Banyunibo sendiri memiliki dua area parkir, satu tempat

parkir terdapat di halaman rumah warga sekitar Curug yang tidak terlalu luas

dan satu tempat parkir lagi terdapat di lahan warga yang letaknya tidak jauh

dari lokasi objek wisata Curug dengan lahan yang lebih luas, sehingga memadai

untuk menampung sejumlah kendaraan pribadi sampai dengan bus pariwisata

berukuran besar tanpa harus memakan bahu jalan.

(Area Parkir di Curug Banyunibo)

d. Warung Makan

Terdapat beberapa warung makan yang dibangun dengan tenda-tenda kecil

di lingkungan sekitar Curug Banyunibo. Warung-warung makan ini hanya

berjualan saat hari minggu saja atau satu minggu sekali atau ketika pengunjung

sedang ramai. Walaupun belum dikelola dengan baik oleh pengelola Curug,

beberapa warung makan yang ada bisa menjadi fasilitas pendukung bagi

pengunjung yang datang ke Curug Banyunibo.

18
(Warung Makan di Curug Banyunibo)

2. Aksesibilitas

Aksesibilitas merupakan sarana dan infrastruktur untuk mencapai lokasi objek

wisata. Akses jalan raya, ketersediaan transportasi, dan rambu-rambu petunjuk jalan

merupakan aspek penting sebuah objek wisata. Ketersediaan transportasi umum

menjadi sangat penting bagi wisatawan individu karena mereka sendiri yang

mengatur perjalanannya.

Curug Banyunibo memiliki kelemahan dari sisi aksesibilitas karena terletak di

sebuah Dusun maka untuk akses jalan menuju Curug masih belum baik, jalan

menuju Curug masih di dominasi oleh cor blok yang sangat sempit dengan medan

yang menurun disertai tikungan yang cukup tajam di beberapa titik dan rusak di

beberapa bagian sehingga belum ada moda transportasi reguler atau angkutan umum

menuju ke Curug Banyunibo.

Untuk para pengunjung menuju Curug Banyunibo disarankan untuk

menggunakan kendaraan pribadi seperti mobil, sepeda, motor dan kereta mini

mengingat akses jalan menuju objek wisata sangat sempit sehingga sulit kendaraan

besar seperti bus untuk melintasi jalan menuju Curug.

19
Jarak dari kota Yogyakarta menuju Curug Banyunibo sendiri dapat ditempuh

kurang lebih selama satu jam atau sekitar 24 Km dari kota Jogja. Untuk menuju

objek wisata Curug Banyunibo dari arah kota Yongyakarta kemudian mengarah ke

ring road selatan menuju jalan Bantul, kemudian dilanjutkan menuju desa wisata

Krebet, kemudian dari arah patung semar di desa Krebet lihat plank menuju Curug

Banyunibo.

3. Manajemen dan Sumber Daya Manusia

a. Manajemen

Objek wisata Curug Banyunibo ini dikelola oleh warga Dusun Kabrokan

Kulon dan berada didalam kepengelolaan pokdarwis Kabrokan Kulon. Namun,

pengelolaan Curug Banyunibo terkendala oleh izin usaha pariwisata. Sehingga

belum ada biaya retribusi ke Curug Banyunibo, pengunjung yang datang hanya

membayar biaya parkir kendaraan saja ketika menuju objek wisata.

20
Sehubungan dengan belum adanya perizinan usaha pariwisata pada objek

wisata Curug Banyunibo, hal ini berdampak pada berkurangnya wewenang

yang dimiliki dalam menentukan kebijakan dari objek wisata sendiri baik dalam

hal retribusi atau biaya masuk objek wisata dan juga bantuan pendanaan yang

belum memadai yang dibutuhkan dalam membangun kelengkapan objek wisata

seperti amenitas dan juga akses jalan di Curug Banyunibo.

Objek wisata Curug Banyunibo juga dihadapkan pada permasalahan

anggaran yang membatasi gerak Curug Banyunibo, sehingga manajemen atau

pengelola curug menggunakan uang kas desa dalam membangun beberapa

fasilitas pendukung di objek wisata. Keterbatasan yang dihadapi manajemen

Curug Banyunibo tidak menghentikan kigiatan secara keseluruhan dengan

kondisi keuangan dan wewenang yang terbatas curug Banyunibo terus

meningkatkan kualitas dan fasilitas seperti adanya Tracking, Outbond, Hunting

untuk menunjukan bukti bahwa Curug Banyunibo menjadi salah satu objek

wisata yang layak untuk dikunjungi.

Curug Banyunibo sendiri terkendala oleh fungsi manajemen pemasaran

sehingga ini juga menjadi salah satu kendala dalam mengembangkan objek

daya tarik wisata Curug Banyunibo sendiri.

b. Sumber Daya Manusia

Sebuah keberhasilan yang diperoleh objek wisata tidak lepas oleh sumber

daya manusia yang dimilikinya. Masalah tenaga kerja yang terlibat didalamnya

harus diperhatiakan oleh sebuah objek wisata yang tentunya bertujuan agar

objek wisata yang dikelolanya mengalami perkembangan yang baik untuk

wisatawan yang berkelanjutan.

21
Ojek wisata Curug Banyunibo dikelola oleh warga Dusun Kabrokan Kulon

sendiri yang tergabung dalam kepengelolaan pokdarwis . dibawah ini adalah

sistem kepengurusan dari pokdarwis Curug Banyunibo.

Pembina : Bpk. Lurah Desa Sendangsari

Penasehat : Bpk. Dukuh Kabrokan Kulon

Ketua : Bpk. Sunaryono

Wakil : Adi P.

Sekertaris : Herma & Joko

Bendahara : Bpk. Jiman & Bpk. Asrofi

Sie Ketertiban & Keamanan : Sarwidi, Biran, Sihadi

Sie Kebersihan & Keindahan: Ali M. & Wisnu

Sie Daya Tarik Wisata dan Kenangan: Zudi, Parno, & Muh.Umar

Humas SDM: Andi & Hendra

Sie Pengembangan Usaha: Jumadi, Bayudi, Indul

4. Promosi dan Pemasaran

a. Promosi

Promosi merupakan salah satu hal penting yang diperlukan bagi

sebuah ODTW. Promosi berperan untuk memperkenalkan ODTW pada

wisatawan agar banyak yang berkunjung kesana. Ada banyak sarana

promosi yang bisa digunakan oleh pengelola untuk mempromosikan dan

memasarkan keberadaan ODTW yanng mereka kelola salah satunya

melalui internet. Saat ini, internet bisa dikatakan sebagai salah satu sarana

promosi yang paling banyak digunakan pengelola sebuah ODTW untuk

mempromosikan keberadaan ODTW yang dikelolanya.

22
Pengelola ODTW Curug Banyunibo beum memiliki website yang

khusus digunakan untuk mempromosikan keberadaan ODTW tersebut.

Mereka hanya mengandalkan media W-O-M atau Word Of Mouth dan juga

media jejaring sosial yang dimiliki para pengunjung yang pernah

berkunjung ke Curug Banyunibo. Beberapa pengunjung yang datang ke

Curug Banyunibo mengetahui keberadaan curug tersebut dari informasi

yang disampaikan oleh kerbaat maupun teman serta dari media sosial yang

dimiliki teman atau kerabat yang pernah berkunjung. Pengunjung akan

terbius dengan keindahan alam yang dimiliki oleh Curug banyunibo dan

akhirnya memutuskan untuk datang berkunjung sendiri ke ODTW tersebut.

Namun pihak yang berperan besar dalam mempromosikan obyek

wisata ini adalah para wisatawan yang telah berkunjung ke Banyunibo.

Mereka memasukkan curug Banyunibo ke beberapa website, media sosial

dan sebagai bahan penelitian sehingga sebelum pengelola melakukan

promosi, wisatawan telah mengetahui informasi tentang curug Banyunibo

di internet dan media sosial.

b. Pemasaran

Dalam perizinan, Curug Banyunibo belum memiliki izin resmi dalam

pembukaan obyek wisata dari Pemerintah sehingga pemasaran belum

dilakukan pihak pengelola secara maksimal.

5. Sumber Pembiayaan

Sebuah ODTW yang telah dikunjungi banyak wisatawan pastilah

membutuhkan banyak dana yang biasanya digunakan untuk biaya operasional

dan pengelolaan ODTW tersebut. Sumber dana atau pembiayaan tersebut

23
biasanya berasal dari biaya retribusi maupun dana dari donatur atau sponsor

yang menyangga keberlangsungan ODTW tertentu. Curug Banyunibo

merupakan obyek wisata yang baru saja dibuka dan belum memiliki perijinan

dari Pemerintah sehingga sumber pembiayaan masih berasal dari swadaya

masyarakat. Namun menurut pengelola pokdarwis Curug Banyunibo,

Pemerintah berencana memberikan bantuan dana guna membantu

pengembangan obyek wisata pada tahun ini. Akan tetapi bantuan tersebut

belum bisa dipastikan terlaksana apa tidak. Oleh karena itu pengelola masih

mengandalkan dana yang berasal dari masyarakat.

Sumber pembiayaan lain adalah pendapatan dari biaya parkir. Pengunjung

hanya akan dibebani biaya parkir yang nantinya uang hasil parkir akan diambil

oleh pemilik lahan parkir yang ada disana. Pada tahun 2013, ada dana yang

bersifat swadaya dan tahap awal yang dianggarkan sekitar Rp 2.500.000,- yang

digunakan untuk penataan lokasi yang pernah diungkapkan oleh Ketua Karang

taurna yang ada disana.

6. Lain – lain

a. Kepemilikan

Curug banyunibo terletak di lahan milik warga yang ada di dusun

tersebut. Lahan tersebut milik keluarga Bapak Sunaryo dan bapak Punijan.

Hal ini, ternyata memebrikan dampak konflik terhadap pengelolaan wisata

ini. Ada dua pengelola yang mengklaim mengelola wisata ini yang pertama

yaitu kelompok Bapak Punijann dan lainnya yaitu dari Pokdarwis Curug

banyunibo. Kawasan wisata Curug banyunibo pun terbagi wilayah

pengelolaanya menjdai dua yaitu bagian utara dan selatan atau bagian atas

24
dan bawah. Bagian utara dikelola oleh kelompok Bapak Punijan dan bagian

selatan dikelola oleh Pokdarwis Curug banyunibo. Kkonfliik tersebut

seakan-akan tidak berujung dan tidak ada titik temu di dalamnya.

b. Perijinan

Sampai saat ini belum ada perijinan dari pemerintah yang mengstur

aktivitas dan keberdaan wisata di ODTW Curug banyunibo. Namun,

pengelola sedang mempersiapkan pengembangan bagi ODTW tersebut

agar mampu bersaing dengan keberadaan ODTW lainnya yang serupa serta

bisa dikenal masyarakat lebih luas serta diakui secara resmi oleh

pemerintah agar lebih baik pengelolaannya.

c. Peraturan

Belum ada aturan dari pemerintah yang mengatur dan mensahkan

mengenai keberadaan ODTW Curug Banyunibo ini. Ini dikarenakan pihak

Pokdarwis belum mendaftarkan secara resmi keberadaan ODTW ini ke

pihak desa. Curug Banyunibo baru diakui keberadaanya secra resmi oleh

pihak Dukuh atau Dusun. Namun, di dalam ODTW Curug Banyunibo

terpampang peraturan yang harus ditaati oleh pengunjung yang datang

kesana diantaranya mengenai aturan jam kunjung serta norma dan sopan

santun yang harus ditaati selama di dalam area ODTW.

d. Prosedur

ODTW Curug Banyunibo terletak di lahan milik masyarakat Kabrokan

Kulon. Awalnya curug tersebut hanya sebuah fenomena biasa hingga pada

suatu saat masyarakat setempat berniat untuk mengembangkan keberdaan

curug tersebut agar lebih dikenal masyarakat melalui pengembangan

25
wisata. Pengembangan ODTW tersebut melibatkan masyarakat sekitar

ODTW, LKMD Sendangsari serta pemuda-pemudi yang tergabung dalam

Karang Taruna. Maka dari itu terbentuklah Pokdarwis Curug banyunibo

pada tahun 2012 yanng bertugas dan berperan mengelola ODTW tersebut.

Namun, lambat laun terjadi perpecahan di dalamnya sehingga pengelolaan

ODTW saat ini terbagi menjadi dua sehingga terjadi dualisme pengelolaan.

ODTW Curug banyunibo mulai dikenal masyarakat luas sekitar tahun 2012

silam. Sampai saat ini sudah banyak pengunjung yang datang berkunjung

ke sana.

D. Analisis SWOT

1. Kekuatan (Strengh)

a. Memiliki banyak potensi wisata

Curug Banyunibo terletak didusun Kabrokan Kulon dimana daerah ini kaya

akan sumber daya alamnya yang berpotensi menjadi obyek wisata, antara lain

kegiatan membuat gula merah, kuliner Golot yang terbuat dari daun kelor.

Sekitar curug Banyunibo terdapat banyak pohon kelapa yang dimanfaatkan

masyarakat dalam membuat gula merah. Pembuatan gula merah ini menjadi

atraksi yang menarik yang dapat mendatangkan wisatawan. Selain itu, karena

daerah ini memiliki banyak tanaman daun kelor, maka daun ini dijadikan

sebagai bahan makanan yang bisa dijadikan sebagai wisata kuliner khas dari

curug Banyunibo. Kekayaan akan sumber daya alam inilah yang menjadi

kekuatan pendukung obyek wisata curug Banyunibo.

26
b. Memiliki sejarah yang menjadi daya tarik obyek wisata

Menurut salah satu website di Internet, curug Banyunibo memiliki sejarah

yang kuat hubungannya dengan kesultanan Yogyakarta. Hal ini dibenarkan oleh

salah satu pengelola Pokdarwis dimana menurut orang yang dituakan didusun

tersebut, curug Banyunibo merupakan salah satu kerajaan Kidul yang

berhubungan dengan Keraton. Hal ini bisa dijadikan sebagai kekuatan obyek

wisata minat khusus bagi wisatawan yang menyukai cerita-cerita mistis.

c. Memiliki keunikan yang berbeda dari curug lainnya

Curug Banyunibo tidak hanya dimanfaatkan sebagai obyek wisata saja

melainkan juga digunakan sebagai pengairan dusun setempat. Hal yang

membedakan curug ini dibanding dengan curug lainnya adalah aliran air yang

jatuh dapat diatur deras tidaknya. Diatas curug terdapat penampungan air yang

bisa dibuka dan ditutup dan hal ini lah yang digunakan untuk mengatur deras

tidaknya aliran air yang turun kebawah.

2. Kelemahan (Weakness)

a. Belum memiliki izin resmi dari pemerintah

Karena Curug Banyunibo tergolong sebagai obyek wisata yang baru

dikembangkan, pihak pengelola belum memiliki surat izin dari pemerintah yang

membuat pengembangan obyek wisata ini belum bisa maksimal, seperti belum

adanya retribusi yang ditentukan oleh pengelola karena takut dianggap sebagai

pungutan liar oleh karena itu pendapatan dari obyek wisata ini belum begitu

besar.

27
b. Adanya konflik internal antara pengelola

Curug Banyunibo terletak di lokasi yang memiliki dua kepemilikan tanah,

yaitu milik pak Punijan dan Pak Sunaryo. Pak Sunaryo merupakan pemilik

tanah yang setuju untuk membuat tanahnya dimanfaatkan sebagai pendukung

obyek wisata karena beliau merupakan ketua dari Pokdarwis Banyunibo. Disisi

lain, Pak Punijan tidak setuju jika tanahnya bergabung dengan Pokdarwis oleh

karena itu timbul konflik antara Pokdarwis dengan Pak Punijan sehingga

pembangunan fasilitas-fasilitas hanya dilakukan diatas tanah milik Pak Sunaryo

dan akhirnya pengembangan obyek wisata ini tidak bisa dilakukan dengan

mudah.

c. Akses yang masih kurang memadai

Rute menuju obyek wisata ini tergolong ekstrim karena melalui jalan yang

terjal dan berkelok-kelok. Jalanan hanya terbuat dari cor blok dan jika dimusim

hujan akan sangat licin dan juga sangat sempit membuat wisatawan harus

sangat berhati-hati. Kondisi jalanan yang rusak juga menghambat wisatawan

dalam berkunjung. Kendaraan besar seperti mobil dan bis juga sulit untuk

melewati jalanan ini sehingga akses menuju curug hanya bisa dilewati dengan

menggunakan motor dan mobil.

d. Belum adanya kesadaran masyarakat tentang potensi wisata yang ada

Masyarakat disekitar curug Banyunibo belum memiliki kesadaran akan

potensi wisata daerah mereka. Hal ini dibenarkan oleh Mas Joko, sekretaris

pokdarwis Banyunibo, dimana masyarakat masih terlihat individualis.

Pengelola pokdarwis sendiri terlihat tidak sepenuhnya semangat untuk

mengembangkan obyek wisata ini. Hal ini terlihat saat adanya pertemuan rutin

28
yang dilakukan pokdarwis namun tidak semua pengelola bisa hadir. Menurut

mas Joko, rata-rata pengelola pokdarwis terdiri dari remaja-remaja yang

sebagian telah memiliki pekerjaan tetap, selain itu juga terdapat pelajar dan

mahasiswa sehingga mereka memiliki kesibukan sendiri. Oleh karena itu sangat

sulit untuk mengumpulkan semua pengelola dari pokdarwis tersebut.

Masyarakat sekitar curug masih menilai jika pariwisata belum

menghasilkan keuntungan yang besar bagi mereka sehingga semangat untuk

mengembangkan obyek wisata ini masih sangat kurang.

e. Kurangnya SDM dalam mengelola obyek wisata

Sumber daya manusia merupakan hal yang sangat penting dalam

mengelola suatu obyek wisata. Meskipun masyarakat sekitar curug telah

memiliki pendidikan yang tinggi, namun dalam hal kepengelolaan pariwisata,

kemampuan masyarakat belum memadai. Perlu adanya kreativitas dalam

mengembangkan obyek wisata curug Banyunibo yang belum lama dibuka

sebagai tempat wisata.

3. Peluang (Opportunity)

a. Menjadi wisata minat khusus bagi wisatawan yang menyukai alam

Curug Banyunibo memiliki bentuk yang lumayan ekstrim karena memiliki

kemiringan 70 derajat dan hal ini sangat disukai oleh wisatawan yang menyukai

tantangan. Selain itu tren yang disukai masyarakat saat ini kebanyakan wisata

alam karena masyarakat telah jenuh dengan kesibukan perkotaan oleh karena

itu curug Banyunibo bisa menjadi tempat untuk menikmati keaslian alam.

29
b. Menjadi Obyek wisata yang cepat dikenal banyak orang

Lokasi yang sangat strategis yaitu berdekatan dengan pusat kerajinan batik

kayu krebet dan Curug Pulosari yang terlebih dahulu dikenal dan dikunjungi

banyak orang membuat curuk Banyunibo akan mudah dikenal banyak orang.

4. Ancaman (Threat)

a. Kelestarian asli Curug Banyunibo menjadi tercemar

Obyek wisata yang baru saja dibuka ini membuat pengelola hanya

memikirkan agar Banyunibo banyak dikunjungi wisatawan sehingga kelestarian

dari Curug tersebut dikhawatirkan akan rusak. Tidak adanya “carrying

Capacity” akan membuat kunjungan wisatawan tidak terbatas dan

dikhawatirkan masalah yang ada di Gua Pindul juga akan terjadi di curug

Banyunibo.

b. Lokasi yang rawan banjir

Lokasi Curug yang berada di dataran rendah membuat daerah ini rawan

banjir sehingga akan mempengaruhi kondisi obyek wisata dan kunjungan dari

wisatawan.

30
BAB III

KESIMPULAN

Setelah melakukan observasi serta analisis terhadap kondisi yang ada di Curug

banyunibo saat ini maka dapat disimpulkan bahwa Curug Banyunibo memiliki kriteria dan

potensi yang baik untuk bisa dikembangkan menjadi sebuah ODTW agar lebih dikenal oleh

masyarakat luas. Ini dikarenakan Curug Banyunibo memiliki potensi yang bisa

dikembangkan seperti keunikan bentuk dari curug, cerita historis, serta atraksi pendukung

lainnya yang bisa mendukung keberadaan atraksi utama yaitu curug. Namun, aksesibilitas

dan manajemen yang kurang baik serta kurangnya perhatian dari pemerintah membuat

pengembangan ODTW tersebut terhambat serta kurang berkembang. Berdasarkan analisis

tersebut, Curug Banyunibo mampu dikembangkan menjadi sebuah ODTW yang tidak hanya

menawarkan keindahan alam sajja namun juga sisi edukasi kepda wisatawan terutama

edukasi historis serta kearifan lokal.

Setelah mengetahui potensi dari Curug Banyunibo tersebut maka dapat dilakukan

langkah selanjutnya yaitu membuat Rencana Pengembangan, Pendanaan dan Pentahapan

Obyek Wisata Curug Banyunibo.

31
BAB IV

RENCANA PENGEMBANGAN, PENDANAAN, DAN PENATAHAPAN

PELAKSANAAN (R P4)

A. Konsep Besar Pengembangan ODTW

Curug Banyunibo merupakan salah satu obyek wisata yang baru dikembangkan

pada tahun 2012. Pembangunan yang baru saja dilakukan membuat obyek wisata ini

masih terlihat asri sesuai dengan aslinya. Namun dilihat dari beberapa obyek wisata lain

yang telah lama dikembangkan membuat ciri asli dari obyek wisata tersebut semakin

hilang. Melihat kondisi semacam itu, konsep besar pengembangan obyek wisata Curug

Banyunibo diarahkan kepada konsep ekowisata berbasis kearifan lokal yang

berkelanjutan.

Curug Banyunibo adalah salah satu wisata alam sehingga konsep ekowisata sangat

cocok dalam pengembangan keberlanjutannya. Konsep ekowisata keberlanjutan

diharapkan agar kelestarian alam dari curug Banyunibo tetap terjaga meskipun curug

Banyunibo dimanfaatkan sebagai obyek wisata. Pembangunan Curug Banyunibo

memanfaatkan bahan yang telah disediakan alam seperti pembuatan tangga dengan

menggunakan tanaman bambu disekitar obyek wisata tanpa menggunakan tangga

berbahan semen, menggunakan batu-batu kali disekitar obyek sebagai pembatas banjir di

sepanjang aliran sungai, pengelola tetap mempertahankan pepohonan disekitar obyek

sehingga tampak terlihat rindang.

Selain memanfaatkan bahan yang berasal dari alam untuk pembangunan obyek

wisata, kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mendukung obyek wisata juga

didasarkan pada kearifan lokal sekitar masyarakat dengan tetap memegang konsep

ekowisata. Kegiatan-kegiatan tersebut seperti pembuatan gula merah, berternak,

32
membatik, dan pembuatan kuliner. Bahan-bahan yang digunakan dalam kegiatan

pariwisata ini diambil dari alam seperti pohon siwalan yang banyak tumbuh disekitar

desa yang digunakan sebagai pembuatan gula merah, berternak hewan ternak seperti

ayam, kambing, dan sapi dimana mata pencaharian masyarakat sekitar adalah bertani

dan berternak sehingga masyarakat tidak perlu kembali ke awal jika beternak dijadikan

salah satu kegiatan wisata, membatik kayu karena masyarakat disekitar desa dikenal

mahir membatik kayu yang bahan-bahan membatik dapat diambil dari alam, dan

pembuatan kuliner Golot yang berbahan dasar daun kelor dimana daun tersebut sangat

banyak ditemukan disekitar desa.

B. Rencana Pengembangan Atraksi

Dusun Kabrokan Kulon memiliki sumber daya dan keindahan alam yang melimpah,

selain adanya daya tarik utama yaitu curug Banyunibo, terdapat banyak potensi atraksi

yang harus dikembangkan guna mengembangkan pariwisata di dusun tersebut. Atraksi

yang telah dikembangkan yaitu Outbound, tracking, perkemahan, hunting sedangkan

atraksi yang dikembangkan meliputi kegiatan pembuatan gula merah, kuliner Golot,

berternak sapi, kambing dan ayam, pembuatan kerajinan batik kayu.

Pohon siwalan sangat banyak terdapat di sekitar curug Banyunibo sehingga

masyarakat memanfaatkannya menjadi gula merah. Gula merah pada umumnya terbuat

dari aren, tetapi masyarakat Banyunibo membuatnya dengan menggunakan legen.

“Legen kebanyakan dibuat dari bunga pohon siwalan jenis perempuan yang bunganya

berbentuk sulur. Sulur bunga ini dipotong sedikit demi sedikit untuk disadap getahnya

yang ditampung pada sebuah tabung yang biasanya terbuat dari potongan batang bambu

satu ruas. Lama penyadapan ini biasanya semalam, pada sore hari tabung bambu ini

(disebut bumbung) diletakkan sebagai penampung, maka pada pagi harinya sudah

33
memuat penuh satu tabung. Satu manggar bunga biasanya menghasilkan sekitar tiga

hingga enam tabung legen. Untuk mengurangi rasa asam, biasanya pada dasar bumbung

ditaburi sedikit air kapur. Air legen ini dalam bahasa Indonesia disebut nila. Tapi nila

ada juga yang dihasilkan dari manggar bunga kelapa atau dari manggar bunga pohon

aren, tapi secara khusus legen hanya dibuat dari pohon siwalan. Jenis pohon siwalan ada

dua macam, yang satu bunganya manggar seperti kelapa dan menghasilkan buah yang

disebut buah siwalan. Isinya seperti kolang-kaling yang empuk, kenyal dan manis.

Sedang pohon jenis lainnya hanya berbunga berbentuk sulur dan khusus dimanfaatkan

untuk disadap getahnya menjadi legen. Dua pohon jenis ini saling membutuhkan

sehingga dapat berlangsung penyerbukan menghasilkan buah siwalan yang kelak dapat

ditanam menjadi pohon serupa (Wikipedia)”. Pemanfaatan alam disekitar obyek wisata

menjadi salah satu atraksi wisata yaitu pembuatan gula merah dimana tidak semua

wisatawan mengetahui bagaimana cara membuat gula merah karena mereka hanya

menemukan gula merah yang telah jadi. Kegiatan yang belum diketahui ini membuat

wisatawan tertarik untuk mencoba yang kemudian hasil dari kegiatan ini bisa dijadikan

sebagai oleh-oleh bagi wisatawan.

Dusun Kabrokan Kulon terletak dekat dengan desa wisata Krebet yang terkenal

dengan kerajinan batik kayu sehingga masyarakat disekitar Curug Banyunibo juga

memiliki keterampilan membatik. Oleh karena itu kegiatan membatik bisa menjadi salah

satu kegiatan yang menarik sehingga wisatawan tidak harus kembali ke desa Krebet

untuk membeli kerajinan batik kayu. Hasil kegiatan membatik ini bisa dijadikan sebagai

buah tangan bagi wisatawan dan biasanya hasil usaha sendiri lebih memuaskan

dibanding membeli secara jadi. Corak batik dari obyek wisata Curug Banyunibo bisa

34
disesuaikan dengan suasana alam sekitar obyek seperti gambar pohon bambu, pohon

siwalan, daun kelor, dan gambar-gambar lainnya.

Selain membuat gula merah dan membatik, atraksi yang menarik untuk

dikembangkan adalah berternak. Sebagian besar mata pencaharian masyarakat

Banyunibo adalah berternak. Salah satu cara agar semua masyarakat ikut serta dalam

pengembangan obyek wisata Curug Banyunibo adalah kegiatan berternak ini dimana

hewan-hewan dan segala halnya berasal dari milik masyarakat sekitar yang diharapkan

agar kegiatan ini juga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat setempat sehingga

masyarakat curug Banyunibo akan semakin semangat dalam berpartisipasi

mengembangkan obyek wisata Curug Banyunibo. Wisatawan akan diajarkan bagaimana

memerah susu, memberi makan hewan ternak, berburu telur ayam dan memandikan

hewan ternak. Hal yang jarang dilakukan oleh wisatawan ini lah yang membuat

wisatawan tertarik untuk berkunjung.

Setelah lelah melakukan segala kegiatan wisata, wisatawan biasanya mencari

tempat istirahat sambil menikmati masakan-masakan khas obyek wisata tersebut.

Kuliner sangat penting dalam suatu obyek wisata, apalagi jika masakannya berbeda dari

daerah lain dan merupakan khas dari suatu daerah. Masakan Golot, adalah masakan

yang berbahan dasar daun kelor, dimana daun tersebut sangat banyak tumbuh di

lingkungan sekitar. Selain digunakan sebagai pencegah longsor di area curug, tanaman

ini juga memiliki banyak manfaat bagi kesehatan sehingga jika dijadikan sebagai

masakan akan sangat bermanfaat bagi masyarakat. Masakan Golot hampir sama dengan

bubur manado yang terdiri dari sayur-sayuran dan juga labu sehingga bisa dikatakan

bahwa Golot adalah bubur manadonya Curug Banyunibo. Minuman Legen juga bisa

35
disandingkan dengan Golot dimana Legen juga berasal dari pepohonan siwalan yang

banyak ditemukan disekitar area obyek wisata.

Alur Pengunjung Curug Banyunibo

Wisatawan akan diarahkan untuk mengikuti kegiatan membuat gula merah dimana

lokasi pembuatan akan memanfaatkan rumah-rumah warga. Wisatawan tidak hanya

mengikuti kegiatan akan tetapi juga bisa membawa pulang gula merah khas Banyunibo.

Setelah membuat gula merah, wisatawan dapat mengikuti kegiatan membatik kayu.

Wisatawan juga dapat membawa pulang hasil kerajinan yang mereka buat. Sehabis

melakukan kegiatan membuat gula merah dan membatik, wisatawan dapat menikmati

kuliner khas Banyunibo yaitu bubur Golot dan air Legen. Setelah puas menikmati

makanan, wisatawan akan melakukan kegiatan beternak seperti memerah susu, mencari

telur ayam, memberi makan dan memandikan hewan ternak. Kemudian kegiatan terakhir

adalah menikmati keindahan Curug Banyunibo. Namun segala kegiatan ini disesuaikan

dengan keadaan dimana tidak setiap hari ayam bertelur dan memerah susu.

C. Rencana Pengembangan Amenitas dan Infrastruktur

D. Rencana Pengembangan Aksesibilitas

E. Rencana Pengembangan Promosi dan Pemasaran

Curug Banyunibo sebagai salah satu ODTW yang unik dan menarik untuk

dikunjungi wisatawan. Namun, sampai saat ini belum banyak wisatawan yang belum

mengetahui keberadaan curug tersebut. Maka diperlukanlah beberapa strategi

pengembangan, pemsaran dan promosi yang strategis dan tepat untuk bisa

memperkenalkan keberdaan ODTw tersebut lebih luas ke publik sehinngga mampu

menarik minat wisatwan untuk datang berkunjung. Strategi pemasaran yang dilakukan

36
awal adalah melakukann marketing mix dengan desain produk, lokasi dan promosi yang

tepat untuk pemasaran ODTW tersebut.

• Produk

Konsep pengembangan curug Banyunibo sebagai salah satu wisata alam air

terjun yang unik dan dipadukan dengan atraksi pendukung lainnya yang bisa

dijaduikan suatu alternatif pilihan wisata bagi wisatawan. Konsep yang ingin

dikembangkan adalah wisata alam dan edukasi bagi wisatawan. Jadi, wisatawan

selain bisa menikmati keindahan alam yang ada juga bisa menambah wawasan serta

edukasi mengenai sejarah maupun kearifan lokal yang ada di masyarakat sekitar .

• Place

Curug Banyunibo terletak di wilayah administratif Dusun kabrokan Kulon Desa

Sendangsari Pajangan Banntul. ODTW ini terletak di lahan milik warga setempat.

Lokasinya cukup strategis dan terletak di sekitar ODTW lainnya yang bisa juga

dijadikan jujugan wisata lainnya setelah berkunjung ke Curug Banyunibo.

• Price

Curug banyunnibo dikelola oleh dua pengelola yang ada di sana yaitu

Pokdarwis Curug banyunibo dan keluarga Bapak Punijan. Pokdarwis memiliki

tujuan ingin lebih mengembangkan curug tersebut agar lebih dikenal masyarakt luas

serta banyak wisatawan yang berkunjung ke ODTW tersebut. Meskipun begitu,

belum ada retribusi yang dipungut di ODTW tersebut. Pengelola hanya menarik

biaya parkir sebesar Rp. 2000,- yang digunkan untuk baiaya alokasi pengembangan

serta pemeliharaan kawasan wisata tersebut.

• Promosi

37
Promosi dilakukan oleh pengelola untuk lebih memperkenalkan kawasan curug

tersebut agar lebih dikenal masyarakat luas. Selain itu, promosi dilakukan dengan

menggunakan sarana internet yang memang sekarang sedang berkembang namun

pihak pengelola belum memiliki website resmi yang digunakan untuk sarana

promosi. Pengelola hanya mengandalkan media sosial yang dimiliki pengunjung

untuk mempromosikan keberadaan curug ini. Selain itu, pengelola juga

mengandalkan sarana W-O-M atau word of mouth yang biasanya mudah menyebar

dari masyarakat satu ke lainnya sehingga agar lebbih memudahkan sarana promosi

seperti itu. Urug banyunibo akan lebih mengutamakan dan fokus terhadap promosi

viral serta komunitas yang dianggap cocok dengan potensi wisata yang ada.

 Website

Saat ini pasar wisatawan melalui website merupakan salah satu pasar sadar

teknologi yang menjanjikan serta efisien sehingga tujuan utama dalam promosi

tersebut cepat tersampaikan pada calon wisatawan yang akan datang ke Curug

banyunibo. Desain web yang menarik, informatif dan komunikatif akan membantu

mengenalkan dan mempromosikan Curug Banyunibo ke masyarakat lainnya.

 Promosi Viral

Promosi seperti ini merupakan salah satu sarana promosi yang dianggap

paling tepat sasaran dengan memanfaatkan media sosial yang ada dan

berkembang saat ini. Di Indonesia sendiri saat ini terdapat banyak sekali

penggunna sosial media sehingga pemanfaatan promosi viral yang baik dapat

dengan mudah serta efisien dalam mempromosikan keberadaan ODTW

tersebut.

 Event

38
Event yang diadakan di sekitar kawasan ODTW juga bisa dijadikan salah

sattu sarana promosi bagi masyarakat agar lebih tertarik untuk datang

berkunjung. Pengelola bisa mengadakan kerjasama dengan pihak lainnya untuk

mengadakan event dengan curug tersebut sebagai venue acara yang

memungkinkan untuk promosi serta menarik wisatawan datang berkunjung.

 Komunitas

Komunitas adalah salah satu elemen penggerak dan promotor bagi Curug

banyunibo dengan membangun komunitas yang kuat makan akan membuat

keberdaan curug tersebut semakin kuat pula dengan dukungan dari komunitas

dan masyarakat. Selain itu, komunitas juga bisa dijadikan salah satu promosi

untuk mengenalkan ODTW bagi komunitas lainnya.

F. Rencana Pengembangan Manajemen dan Sumber Daya Manusia

Dalam pengembangan pariwisata diperlukan pula SDM yang berkompeten dan

berkualitas untuk bisa mengembangkan ODTW tersebut ke arah yang lebih baik dan

maju. Ini dikarenakan dalam kegiatan kepariwisataan dipandang sebagai suatu bentuk

pengelolaan kawasan atau konservasi yang dilindungi sehingga diperlukan SDM yang

memiliki pengalaman di bidangnya masing-masing terutama dalam hal pariwisata.

Manajemen SDM juga diperlukan terintegrasi secara menyeluruh terutama dalam

pengelolaan Curug Banyunibo dan pengembangan ODTW tersebut. Hal awal yang

diperlukan adalah melalui upaya mengenali dan memanfaatkan individu yang ada di

dalam lingkungan sebuah komunitas dalam pengelolaan dan pengembangan ODTW

Curug Banyunibo.

Pengelolaan ODTW Curug Banyunibo berada di bawah Pokdarwis yang bernama

Pokdarwis Curug Banyunibo. Semua anggota dan pengurus pokdarwis memiliki tugas

39
dan peran masing-masing dalam manajemen pengelolaan wisata di curug tersebut.

Perencanaan dan pengembangan SDM yang baik akan menghasilkan manajemen dan

tim yang handal dalam mengembangkan dan mengelola ODTW tersebut. Oleh sebab itu,

maka diperlukan adanya pelatihan melalui strategi pengembangan SDM sesuai

kualifikasi yang memang dibutuhkan.

Dalam pengembangan manajemen dan SDM Curug Banyunibo sebagai tim yang handal

dalam usaha pengembangan ODTW Curug Banyunibo perlu diperhatikan aspek-aspek

sebagai berikut :

 Peningkatan kualitas dan pendidikan pariwisata

 Pelatihan dan pembinaan bagi pelaku pariwisata

 Pelatihan dan pengembangan

G. Rencana Pengembangan Pendanaan

H. Rencana Pengembangan Pentahapan

40
DAFTAR PUSTAKA

Sugiono.2009.Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D.

Bandung: Alfa Beta .

(Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2005), hlm. 88)

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2005

http://id.wikipedia.org/wiki/Legen diakses tanggal 19 Mei 2015

41

Anda mungkin juga menyukai