Anda di halaman 1dari 53

Referat

KANKER PAYUDARA

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)

di Departemen Ilmu Bedah RSMH Palembang

Oleh:

Zaimah Shalsabilla, S. Ked 04084821921036

Pembimbing:

Dr. H. Benny Kusuma, SpB (K) Onk, MARS

DEPARTEMEN ILMU BEDAH

RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2019
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

Judul

Kanker Payudara

Oleh

Zaimah Shalsabilla, S. Ked 04084821921036

Pembimbing

Dr. H. Benny Kusuma, SpB (K) Onk, MARS

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian/ Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya / Rumah Sakit Dr. Mohammad
Hoesin Palembang periode 16 Desember 2019 - 24 Februari 2020

Palembang, Januari 2020

Pembimbing

Dr. H. Benny Kusuma, SpB (K) Onk, MARS

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkah,
rahmat, dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Kanker
Payudara”. Referat ini disusun sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Senior Departemen
Ilmu Bedah RSMH Palembang. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada Dr. H. Benny Kusuma, SpB (K) Onk MARS selaku pembimbing yang telah memberikan
bimbingan selama penulisan dan penyusunan referat ini, serta semua pihak yang telah membantu
hingga selesainya referat ini.

Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan referat ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari seluruh pihak
agar referat ini menjadi lebih baik. Semoga referat ini dapat memberikan manfaat dan tambahan
pengetahuan bagi penulis dan pembaca.

Palembang, Januari 2020

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………… 1
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………………… 2
KATA PENGANTAR………………………………………………………………. 3
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………... 4
BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………………… 5
BAB II.TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………….. 6
2.1 Anatomi Payudara ………………………………………………………… 6
2.2 Fisiologi Payudara ………………………………………………………… 12
2.3 Histologi Payudara………………………………………………………… 13
2.4 Kanker Payudara
2.4.1 Definisi……………………………………………………………… 14
2.4.2. Epidemiologi…………………………………………………….. 14
2.4.3 Etiologi dan Faktor risiko………………………………………… 14
2.4.4 Klasifikasi………………………………………………………… 18
2.4.5 Patogenesis……………………………………………………….. 21
2.4.6 Stadium…………………………………………………………… 23
2.4.7 Diagnosis…………………………………………………………. 27
2.4.8 Tatalaksana……………………………………………………….. 37
2.4.9 Komplikasi……………………………………………………….. 45
2.4.10 Prognosis………………………………………………………… 47
BAB III. KESIMPULAN……………………………………………………………. 49
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….. 50

4
BAB I
PENDAHULUAN

Kanker payudara (KPD) merupakan keganasan pada jaringan payudara yang dapat berasal
dari epitel duktus maupun lobulusnya. Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker
terbanyak di Indonesia. Kanker payudara adalah kelompok penyakit dimana terjadi perubahan
pada sel-sel di diikuti dengan proses pembelahaan sel yang tidak terkontrol, biasanya
menyebabkan terjadinya suatu benjolan atau massa. Kebanyakan kanker payudara berawal dari
lobulus (kelenjar penghasil susu) atau di duktus (saluran yang menghubungkan antara lobulus
dengan nipple. Kanker payudara adalah penyebab kanker tersering dan penyebab kedua dari
cancer-related mortalitas pada wanita di Amerika Serikat. Kanker payudara merupakan jenis
kanker yang paling sering ditemui dikalangan wanita di dunia, sekitar 2,1 juta perempuan terkena
kanker payudara tiap tahunnya. Data WHO pada tahun 2018 menyebutkan bahwa kanker payudara
sebagai penyebab kematian terbanyak. Diperkirakan sekitar 627.000 perempuan meninggal akibat
kanker payudara.1
Pada tahun 2019, diperkirakan akan muncul 268.600 kasus baru kanker payudara invasif yang
terdiagnosa pada wanita dan sekitar 2.670 kasus akan terdiagnosa pada laki-laki. Angka mortalitas
terkait kanker payudara pada tahun 2019 yaitu kurang lebih 41.760 kasus pada wanita dan 500
kasus pada laki-laki mengalami kematian.2 Kanker payudara memiliki kontribusi sebesar 24,2%
dari total kasus baru kanker secara keseluruhan yang terdiagnosis pada tahun 2018. Kanker
payudara juga merupakan penyabab kematian nomor 5 terbanyak baik pria dan wanita dengan
angka 6,6% dan merupakan penyebab kematian akibat kanker nomor 1 terbanyak dengan 15%
bagi wanita. Jumlah kasus kanker payudara di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan
dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004, kasus kanker rawat inap di seluruh RS di Indonesia tercatat
5.207 kasus, kemudian tahun 2005 menjadi 7.850 kasus, tahun 2006 menjadi 8.328 kasus, tahun
2007 menjadi 8.277 kasus, tahun 2008 menjadi 8.082 kasus, dan tahun 2009 menjadi 12.014
kasus.3,4,5

Kanker payudara terdiri dari 4 stadium, yaitu stadium I,II,III, dan IV yang diklasifikasikan
oleh Union Internationale Contra Le Cancer (UICC) dan The American Joint Committee on
Cancer (AJCC) tahun 2006. Stadium I dan II disebut dengan stadium dini. Sedangkan stadium III
dan IV disebut stadium lanjut. Prognosis ketahanan hidup (survival rate) penderita kanker

5
payudara pada tiap stadium berbeda. Dibagi menjadi localized, regional, dan distant dengan
survival rate dalam 5 tahun sebagai berikut 99%, 85%, dan 27%. Klasifikasi histologik
berdasarkan WHO Histological Classification of Tumours of the Breast tahun 2012 yaitu
karsinoma payudara invasive dan karsinoma payudara non invansive. Selain itu terdapat pula TNM
staging dimana kalsifikasi berdasarkan dari ukuran, kelenjar getah bening regional dan
metastasis.6,7
Gejala permulaan kanker payudara sering tidak disadari oleh penderita sehingga banyak
penderita yang berobat dalam keadaan lanjut. Hal ini yang menyebabkan tingginya angka kematian
kanker tersebut. Padahal, pada stadium dini kematian akibat kanker masih dapat dicegah. Bila
penyakit kanker payudara ditemukan dalam stadium dini, angka harapan hidupnya (life
expectancy) tinggi, berkisar antara 85 s.d. 95%. Namun, dikatakannya pula bahwa 70-90%
penderita datang ke rumah sakit setelah penyakit parah, yaitu setelah masuk dalam stadium lanjut.
Berdasarkan SKDI, dokter umum di Indonesia harus mampu membuat diagnosis klinis,
mendeteksi dan melakukan rujukan ke dokter spesialis terhadap kasus kanker payudara. Karena
itu, tinjauan pustaka ini diharapkan dapat membantu dokter umum dalam mencapai
kompetensinya.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi
Payudara merupakan kelenjar aksesoris kulit khusus, berfungsi menghasilkan susu dan organ
seks sekunder yang merupakan symbol feminitas perempuan. Payudara terdapat pada pria dan
wanita, berbentuk sama pada pria dan wanita yang belum dewasa. Papilla mammaria kecil dan
dikelilingi oleh daerah kulit yang berwarna lebih gelap disebut areola mammae. Jaringan mamma
tersusun oleh sekelompok kecil sistem saluran yang terdapat di dalam jaringan ikat dan bermuara
di daerah areola. 8
Payudara terletak pada hemithoraks kanan dan kiri dengan batas superior costa II, batas inferior
costa VI, batas medial tepi sternum, batas lateral garis aksilaris anterior. Ada tiga bagian utama
payudara, yaitu : Korpus bagian yang membesar, areola bagian yang kehitaman di tengah, papilla
atau puting, yaitu bagian yang menonjol di puncak payudara. Papila mamae bentuknya silinder
dan letaknya di tengah payudara. Papila mamae dikelilingi oleh areola mamae, suatu daerah
berpigmen yang ukurannya bervariasi, yang bertambah gelap saat hamil serta kaya akan pasokan
pembuluh darah dan serat saraf sensorik. Warna kulit areola mammae berkerut dan lebih
berpigmen tergantung dari jenis warna kulit individu. Bentuk puting ada empat, yaitu bentuk yang
normal, pendek atau datar, panjang dan terbenam. Sekitar puting payudara terdapat tuberkel
Montgomeri, kelenjar sebasea yang mengalami hipertrofi dan menjadi menonjol saat hamil,
menghasilkan pelumas dan memberi perlindungan.8

Gambar 1. Anatomi Payudara (Sumber: Atlas of Human Anatomy:Sobotta)9


Payudara terdiri dari kulit, jaringan subkutan, dan jaringan payudara, dengan
jaringan payudara termasuk elemen epitel dan stroma. Elemen epitel membentuk 10% hingga
15% dari massa payudara, dengan yang lainnya adalah stroma. Pada wanita, mammae
berkembang menjadi susunan yang kompleks. Pada wanita dewasa, mammae terletak di
anterior dinding thorax setinggi costa 2 atau 3 sampai dengan costa ke 6 atau ke 7, dan
terbentang antara linea sternalis sampai dengan linea axillaris anterior atau media.
Setiap payudara terdiri dari 15 hingga 20 lobus yang didukung oleh jaringan ikat
fibrosa dan masing-masing mempunyai saluran tersendiri untuk mengalirkan produknya yang
bernama duktus laktiferus dan bermuara pada papilla mammae. Tiap lobus dibentuk oleh
lobulus-lobulus yang masing-masing terdiri dari 10-100 asini grup. Lobulus-lobulus ini
merupakan struktur dasar dari mammae. Ruang diantara lobus diisi dengan jaringan adiposa,
dan perbedaan dalam jumlah jaringan adiposa menentukan variasi dalam ukuran payudara. 8
Jaringan ikat subkutis yang membungkus kelenjar mammae membentuk septa diantara
kelenjar dan berfungsi sebagai struktur penunjang dari kelenjar mammae. Mammae dibungkus
oleh fascia pectoralis superficialis dimana permukaan anterior dan posterior dihubungkan oleh
ligamentum Cooper yang berfungsi sebagai penyangga. Ligamentum suspensori Cooper
membentuk jalinan yang kuat, pita jaringan ikat berbentuk ireguler menghubungkan dermis
dengan lapisan dalam dari fascia superfisial, melewati lobus-lobus parenkim dan menempel ke
elemen parenkim dan duktus. 8

Gambar 2. Anatomi payudara (Sumber:The Breast 5th Edition, 2018)8

8
Diameter rata-rata mammae sekitar 10-12 cm dan tebalnya antara 5-7 cm. Berat mammae
bervariasi yaitu antara 150-225 gram pada mammae nonlaktasi, namun dapat mecapai 500
gram pada mammae laktasi.9

Gambar 3. Anatomi payudara – potongan sagital (Sumber:Netter Atlas of Human Anatomy, 2014)10

Payudara dapat dibedakan menjadi 5 kuadran yang dibentuk berdasarkan dua garis
khayalan yang saling tegak lurus ditarik melalui papilla mammaria dengan pembagian kuadran
lateral atas, kuadran lateral bawah, kuadran medial atas, kuadran medial bawah, dan sentral.
Kuadran lateral atas terdiri dari jaringan yang lebih banyak dari kuadran lainnya.9

9
Gambar 4. Kuadran payudara (Sumber: Atlas of Breast Surgery, 2006)11

1. Vaskularisasi
a. Arteri (8,9,10)
Pasokan darah payudara berasal arteri mammaria interna dan arteri torakal lateral.
Payudara mendapat pendarahan dari:
● Cabang-cabang perforantes a.mamaria interna. Cabang-cabang I,II,III dan IV dari
a.mamaria interna menembus dinding dada dekat pingir sternum pada interkostal
yang sesuai, menembus m.pektoralis mayoor dan memberi pendarahan tepi medial
glandula mammae.
● Rami pektoralis a. thorako-akromialis. Arteri ini berjalan turun diantara
m.pektoralis minor dan m.pektoralis mayor. Pembuluh ini merupakan pembuluh
utama m.pektoralis mayor. Setelah menembus m.pektoralis mayor, arteri ini akan
mempendarahi glandula mammae bagian dalam (deep surface).
● A. Thorakalis lateralis. (a.mamaria eksterna). Pembuluh darah ini berjalan turun
menyusuri tepi lateral dari m.pektoralis mayor untuk mempendarahi bagian lateral
payudara.
● A. Thorako-dorsalis. Pembuluh darah ini merupakan cabang dari a.subskapularis.
Arteri ini mempendarahi m.latissimus dorsi dan m. serratus magnus. Walaupun
arteri ini tidak memberi pendarahan pada glandula mammae, tetapi sangat penting

10
artinya. Karena tindakan radikal mastektomi, perdarahan yang terjadi akibat
terputusnya arteri ini sulit dikontrol, sehingga daerah ini dinamakan “bloody
angle”.

Gambar 5: Vaskularisasi mammae (Sumber: The Breast 5th Edition, 2018)8

b. Vena 8
Pada daerah payudara, terdapat tiga grup vena:
● Cabang-cabang perfrantes v. mamaria interna. Vena ini merupakan vena terbesar
yang mengalirkandarah dari payudara. Vena ini bermuara pada v.mamaria interna
yang kemudian bermuara pada v.innominata.
● Cabang-cabang v.aksilaris yang terdiri dari v.thorako-akromialis, v.thorakalis dan
v.thorako-dorsalis.
● Vena-vena kecil yang bermuara pada v.interkostalis. V.interkostalis bermuara pada
v.vertebralis, kemudian bermuara v.azygos.

2. Sistem Limfatik (8,10,12)

Terdapat enam kelompok kelenjar limfe yang harus dikenali oleh ahli bedah, yaitu
kelompok vena aksila, mamaria interna, skapula, sentral, subklavikula, dan interpektoral
(Rotter's group). Pada aksila, terdapat rata-rata 50 (berkisar antara 10 sampai 90) buah
kelenjar getah bening yang berada di sepanjang arteri dan vena brakialis. Saluran limfe dari
seluruh payudara mengalir ke kelompok anterior aksila, kelompok sentral aksila, dan

11
kelenjar aksila bagian dalam, yang berjalan sepanjang vena aksilaris dan berlanjut langsung
ke kelenjar servikalis bagian kaudal dalam di fossa supraklavikular. Jalur limfe lainnya
berasal dari daerah sentral dan medial, yang selain menuju ke kelenjar sepanjang pembuluh
mamaria interna juga menuju ke aksila kontralateral, ke otot rektus abdominis melalui
ligamentum falsiformis hepatis ke hati, pleura, dan payudara kontralateral.
Untuk membakukan luasnya diseksi aksila, kelenjar aksila dibagi menjadi tiga level
Berg. Level Berg I terletak di sebelah lateral otot pektoralis minor. Level Berg II terletak
di balik otot pektoralis minor. Level Berg III mencakup kelenjar limfatik subklavikula di
sebelah medial otot pektoralis minor.
Drainase limfatik payudara terjadi melalui pleksus limfatik superfisial dan profunda,
dan >95% drainase limfatik payudara adalah melalui limfonodus aksila, dengan sisanya
melalui nodus mammaria interna. Nodus aksilaris bervariasi dalam jumlah dan secara
umum dibagi menjadi tiga level berdasarkan hubungannya dengan otot pektoralis minor.8

Gambar 6. Level pembuluh limfatik (Sumber: The Breast 5th Edition:2008)8

Kuadran lateral glandula mammaria mengalirkan limfenya ke nodi lymphoidei axillares anterior
atau kelompok pectorals (terletak tepat posterior terhadap pinggir bawah musculus pectoralis
major). Kuadran median mengalirkan limfenya melalui pembuluh-pembuluh yang menembus

12
ruangan intercostal dan masuk ke dalam nodi lymphoidei thoracales internae (terletak di dalam
rongga thorax sepanjang arteria thoracica interna). Beberapa pembuluh limfe mengikuti arteriae
intercostales posterior dan mengalirkan limfenya ke posterior ke dalam nodi lympoidei
intercostales posterior (terletak sepangang arteri intercostalis posterior). Beberapa pembuluh
berhubungan dengan pembuluh limfe payudara sisi yang lain dan dengan kelenjar di dinding
anterior abdomen. 7

Gambar 7. Aliran limfe (Sumber: Snell, 2011)12

3. Persarafan
Sisi superior payudara dipersarafi oleh nervus supraklavikular yang berasal dari cabang
ke-3 dan ke-4 pleksus servikalis. Sisi medial payudara dipersarafi oleh cabang kutaneus
anterior dari nervus interkostalis 2-7. Papilla mammae terutama dipersarafi oleh cabang
kutaneus lateral dari nervus interkostalis 4, sedangkan areola dan mammae sisi lateral
dipersarafi cabang kutaneus lateral dari nervus interkostalis lainnya. Kulit daerah payudara
dipersarafi oleh cabang pleksus servikalis dan nervus interkostalis. Jaringan kelenjar
payudara sendiri dipersarafi oleh saraf simpatis. Ada beberapa saraf lagi yang perlu diingat
sehubungan dengan timbulnya penyulit berupa paralisis dan mati rasa pasca-bedah, yakni
nervus interkostobrakialis dan nervus kutaneus brakius medialis, yang mengurus
sensibilitas daerah aksila dan bagian medial lengan atas. Pada diseksi aksila, saraf ini
sedapat mungkin dipertahankan sehingga tidak terjadi mati rasa di daerah tersebut. Nervus
pektoralis yang mengurus otot pektoralis mayor dan minor, nervus torakodorsalis yang
mengurus otot latissimus dorsi, dan nervus torakalis longus yang mengurus otot serratus
anterior sedapat mungkin dipertahankan pada mastektomi dengan diseksi aksila.

13
2.2. Fisiologi
Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi hormon. Perubahan pertama
dimulai dari masa hidup anak, kemudian masa pubertas, masa fertilitas, sampai klimakterium
lalu menopause. Sejak pubertas, pengaruh estrogen dan progesteron yang di produksi ovarium,
serta hormon hipofisis menyebabkan berkembangnya duktus dan timbulnya asinus. Perubahan
selanjutnya terjadi sesuai dengan siklus haid. Sekitar hari ke-8 siklus haid, payudara membesar,
dan pada beberapa hari sebelum haid berikutnya terjadi pembesaran maksimal. Kadang, timbul
benjolan yang nyeri dan tidak rata. Selama beberapa hari menjelang haid, payudara menegang
dan nyeri sehingga pemeriksaan fisik terutama palpasi, sulit dilakukan. Pada waktu itu,
mamografi menjadi rancu karena kontras kelenjar terlalu besar. Begitu haid mulai, semua hal
tersebut berkurang.
Perubahan terakhir terjadi pada masa hamil dan menyusui. Pada kehamilan, payudara
membesar karena epitel duktus lobul dan duktus alveolus berproliferasi, dan tumbuh duktus
baru. Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu laktasi. Air susu diproduksi oleh
sel-sel alveolus, mengisi asinus, kemudian dikeluarkan melalui duktus puting susu dipicu oleh
oksitosin. 10

2.3. Histologi
Masing-masing payudara terdiri atas 15-25 lobus kelenjar tubuloalveolar yang tersusun
radier dan dipisahkan oleh jaringan ikat padat interlobaris. Setiap lobus akan bermuara ke
papila mammae melalui duktus laktiferus. Dalam lobus payudara terdapat lobulus–lobulus
yang terdiri dari duktus intralobularis yang dilapisi oleh epitel kuboid atau kolumnar rendah
dan pada bagian dasar terdapat mioepitel kontraktil. Pada duktus intralobularis mengandung
banyak pembuluh darah, venula, dan arteriol.13

Gambar 8. Histologi payudara13

14
2.4. Kanker Payudara
2.4.1. Definisi
Kanker payudara adalah suatu penyakit heterogen yang pada dasarnya disebabkan
oleh akumulasi progresif dari penyimpangan genetik, termasuk mutasi poin, amplifikasi
kromosom, delesi, penyusunan ulang, translokasi, dan duplikasi. Selain itu, kanker payudara
didefinisikan sebagai suatu penyakit neoplasma ganas yang berasal dari parenkim, paling
banyak berasal dari epitel duktus laktiferus (70 %), epitel lobulus (10%) sisanya sebagian kecil
mengenai jaringan otot dan kulit payudara.14

2.4.2. Epidemiologi
Kanker merupakan penyebab kedua kasus kematian di dunia, dengan angka kematian
sekitar 9.6 juta di tahun 2018. Secara global, sekitar 1 dari 6 kematian disebabkan oleh kanker.
Kanker payudara adalah kanker yang paling sering pada wanita dan merupakan kanker nomor
dua terbanyak di dunia setelah kanker paru. Jika dilihat dari distribusi angka kematian karena
kanker berdasarkan gender. Kanker payudara menempati posisi pertama dengan insidens
24,2% dibandingkan kanker lain pada wanita. Kanker payudara juga merupakan penyabab
kematian nomor 5 terbanyak baik pria dan wanita dengan angka 6,6% dan merupakan
penyebab kematian akibat kanker nomor 1 terbanyak dengan 15% bagi wanita. 15
Berdasarkan data WHO tahun 2017, kematian karena kanker payudara di Indonesia
mencapai 21,187 atau 1.27% dari total kematian. Indonesia menempati posisi ke-68 dunia
mengenai angka kanker payudara. Kanker payudara memiliki kontribusi sebesar 30% dan
merupakan jenis kanker yang paling mendominasi di Indonesia, mengalahkan kanker leher
rahim atau kanker serviks yang berkontribusi sebesar 24%. Di Indonesia, angka kejadian
kanker payudara 42,1 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 17 per 100.000
penduduk.16

2.4.3. Etiologi dan Faktor Resiko


Penyebab kanker payudara belum dapat ditentukan, namun terdapat beberapa faktor
risiko yang telah ditetapkan dengan peningkatan risiko berkembangnya kanker
payudara.Berbagai faktor dikaitkan dengan peningkatan risiko berkembangnya kanker
payudara, tetapi sebagian besar faktor-faktor ini membawa peningkatan risiko yang ringan-
sedang untuk setiap wanita. Diperkirakan sekitar 50% wanita yang menyandang kanker

15
payudara tidak memiliki faktor risiko yang dapat diidentifikasi selain bertambahnya usia dan
jenis kelamin wanita. Berikut adalah faktor risiko tersebut:14

a. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga dengan kanker payudara telah lama dikenal sebagai risiko faktor
penyakitnya, tetapi hanya 5% hingga 10% wanita yang mengidap kanker payudara
memiliki true-hereditary predisposition. Banyak wanita yang memiliki riwayat keluarga
mengabaikan risiko untuk terjadinya kanker payudara. Secara keseluruhan, risiko terkena
kanker payudara meningkat dari 1,5 kali lipat menjadi 3 kali lipat jika wanita memiliki ibu
atau saudara perempuan dengan kanker payudara. Riwayat keluarga, merupakan faktor
risiko dengan implikasi berbeda tergantung jumlah kerabat yang terkena kanker payudara,
usia saat diagnosis, dan jumlah kerabat yang tidak terkena kanker payudara. Bahkan tanpa
adanya kecenderungan bawaan yang diketahui, wanita dengan riwayat keluarga terkena
kanker payudara akan menghadapi peningkatan risiko.
b. Kecendrungaan Bawaan Kanker Payudara
Mutasi gen BRCA1 dan BRCA2 berhubungan dengan peningkatan signifikan
untuk risiko terjadinya kanker payudara dan ovarium. Mutasi ini diturunkan secara
autosomal dominan dan memiliki penetrasi yang beragam. Hasilnya, perkiraan risiko
terjadinya kanker payudara untuk pembawa sifat mutasi gen berkisar 26-85%, dan
terjadinya risiko karsinoma ovarium berkisar 16-63% dan 10-27%. Namun, risiko terkena
kanker ini dapat dimodifikasi melalui lingkungan dan faktor gaya hidup. Wanita dengan
riwayat keluarga terkena kanker payudara tetapi mendapat hasil tes negatif mutasi BRCA
memiliki risiko sekitar empat kali lipat terkena kanker payudara. Disisi lain, wanita dari
keluarga dengan adanya mutasi BRCA tetapi ketika di tes hasil mutasinya negatif, tidak
meningkatkan risiko terkena kanker payudara.
Wanita dengan mutase gen BRCA1 memiliki insidens yang lebih tinggi timbulnya
basal-like cancer/tripel negatif kanker payudara dan cenderung untuk menjadi tumor grade
3 dengan kurangnya ekspresi estrogen reseptor (ER), progesterone reseptor (PR), dan
overekspresi HER2. Adanya mutasi BRCA1 dan BRCA2 mungkin disebabkan oleh
riwayat keluarga dari ibu dan ayah. Mutasi genetik lain yang berhubungan dengan risiko
kanker payudara meskipun dengan prevalensi pengaruh yang lebih rendah dari BRCA1
dan BRCA2 adalah TP53 dan PTEN. Wanita muda dengan mutasi TP53 cenderung
mengakibatkan kanker payudara dengan HER2+.

16
Secara biologi molekuler, gen BRCA1 dan BRCA2 menyandi protein yang
bertugas untuk memperbaiki kerusakan DNA. Mutasi yang terjadi pada gen BRCA
menyebabkan hilangnya fungsi perbaikan sehingga bisa menyebabkan akumulasi mutasi
pada DNA atau instabilitas genom. Gen perbaikan DNA menjadi penting karena setiap hari
sel-sel manusia diserang oleh berbagai macam radikal bebas akibat metabolisme tubuh,
radiasi, polusi, asap rokok, dan mutagen lainnya. Maka tanpa gen BRCA (yang juga
dikenal sebagai gen penekan tumor/tumor suppressor gene) yang sehat, tubuh menjadi
rentan untuk terkena kanker.Wanita atau pria yang lahir kehilangan atau mutasi 1 dari 2
alel (genetic copy) dari gen BRCA akan mendapati dirinya lebih mudah beresiko terkena
kanker payudara atau ovarium pada usia lebih muda.

Hormonal
Perkembangan penyakit kanker payudara pada wanita dikaitkan dengan hormon
reproduksi wanita, khususnya estrogen endogen. Menarche di usia muda (di bawah 12
tahun), nulipara atau usia terlambat saat hamil, menopause usia lanjut meningkatkan risiko
timbulnya kanker payudara. pada wanita postmenopause, obesitas dan postmenopause
hormonal replacement therapy (HRT), keduanya memiliki korelasi positif dengan tingkat
estrogen plasma dan tingkat estradiol level meningkatkan risiko kanker payudara.
Kebanyakan faktor risiko hormonal memiliki nilai RR < 3 untuk terjadinya kanker payudara.
Insidens usia spesifik untuk terkena kanker payudara meningkat curam seriring
bertambahnya usia sampai menopause, dan kemudian stabil/datar. Usia saat menarche dan
tetapnya siklus ovulasi regular memiliki hubungan yang kuat untuk beresiko terkena kanker
payudara. Total durasi paparan dari estrogen endogen terkesan penting. Terdapat penurunan
risiko kanker payudara sebesar 20% pertahunnya apabila menarche tertunda. Perlu diketahui,
tingkat hormone di usia reproduktif wanita yang mengalami menarche dini dapat saja lebih
tinggi dari wanita yang menarche terlambat. Hal ini, mengakibatkan tetapnya siklus ovulasi
akan terganggu karena menarche yang terlambat, dampaknya menimbulkan efek protektif
terhadap risiko kanker payudara.
Hubungan antara hamil dan risiko kanker payudara tampak rumit. Wanita dengan
kehamilan pertama yang terjadi setelah usia 30 tahun memikiki 2-5 kali lipat peningkatan
risiko terjadinya kanker payudara jika dibandingkan dengan wanita dengan kehamilan
pertamanya terjadi sebelum usia 18 tahun. Nullipara memiliki risiko lebih besar lagi terhadap
munculnya kanker payudara dengan RR sekitar 1.4. Aborsi tidak mempengaruhi penurunan

17
risiko kanker payudara. Masa menyusui untuk waktu yang lama mampu menurunkan risiko
kanker payudara. Pemakaian kombinasi estrogen dan progestin HRT juga meningkatkan
risiko kanker payudara dengan peningkatan risiko rebesar 1.3 kali lipat. Selain itu,
pengguunaan kontrasepsi hormonal eksogen juga turut meningkatkan risiko kanker
payudara. Dimana penggunaan kontrasepsi oral meningkatkan risiko sebesar 1,2 kali terkena
kanker payudara. Semua faktor diatas muncul dikarenakan adanya pengaruh paparan
estrogen yang lama dalam tubuh wanita. Hal ini lah yang meningkatkan risiko terjadinya
kanker payudara.

c. Diet dan Faktor Gaya Hidup


Studi observasional mengatakan bahwa diet tinggi lemak berhubungan dengan
meningkatnya risiko kanker payudara dibandingkan rendah lemak. Meskipun pada studi
meta analisis hal ini gagal diidentifikasi berhubungan antara intake lemak dan risiko kanker
payudara. Namun, beberapa penelitian mengatakan adanya peningkatan risiko yang linear
antara kanker payudara dengan jumlah alkohol yang dikonsumsi.
Obesitas berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya kanker payudara pada
wanita yang telah menopause serta meningkatkan mortalitas kanker payudara. Wanita
dengan BMI >31.1 memiliki 2.5 kali lebih berisiko terkena kanker payudara dibandingkan
dengan BMI<22.6. Sebaliknya, wanita obesitas pramenopause justru menurunkan risiko.
Hal ini disebabkan oleh efek tiap obesitas yang berbeda terhadap kadar hormone endogen.
Walaupun menurunkan kadar hormone seks terikat-globulin dan menurunkan pajanan
payudara terhadap estrogen, obesitas pramenopause meningkatkan kejadian anovulasi
sehingga menurunkan pajanan payudara terhadap progesteron.

d. Penyakit Payudara Jinak


Lesi payudara jinak terbagi atas proliferative atau non-proliperatif. Kelainan non-
proliferatif tidak tidak berhubungan dengan kejadian kanker payudara, namun kelainan
proliferatif tanpa tanda atipik meningkatkan sedikit risiko kanker payudara (RR=1.5-2.0).
Kelainan proliferatif dengan hyperplasia atipikal berhubungan dengan peningkatan risiko
yang lebih besar (RR=4.0-5.0). Kanker payudara proliferatif tampak lebih sering terjadi
pada wanita dengan riwayat keluarga yang signifikan terjadi kanker payudara.
e. Kepadatan Payudara

18
Densitas payudara dengan mengunakan mamografi telah menjadi prediktor yang
penting terjadinya kanker payudara. Wanita dengan >75% densitas payudara memiliki
peningkatan risiko terjadinya kanker payudara sebesar 4.7 kali dibandingkan dengan
wanita >10% densitas payudaranya.
f. Faktor Lingkungan
Paparan terhadap radiasi meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara dan
peningkatan ini berhubungan pula apabila terjadi saat usia muda. Hal ini terjadi pada
wanita yang selamat dari bomb atom, mreka yang menjalani banyaknya pemeriksaan
diagnostik dengan X-Ray, wanita sedang menjalani terapi radiasi terutama hodgkin
limfoma akan meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara.
Tabel 1. Tingkatan Risiko Kanker Payudara Berdasarkan Faktor Risiko (Sumber: Devita 2015)

RR <2 RR 2-4 RR >4

Menstruasi lebih awal Derajat 1 relatif dengan kanker Mutasi BRCA1 atau BRCA2 LCIS
payudara

Menopause yang terlambat Mutasi CHEK2 Hiperplasia atipikal

Nullipara Melahirkan pertama kali pada usia Paparan radiasi sebelum usia 30
>35 tahun

Estrogen dan progesterone Penyakit payudara proliferatif

Pengkonsumsi alkohol Densitas payudara dengan


mamografi

Obesitas postmenopause

2.4.4. Klasifikasi 17
2.4.4.1. Histopatologi
Berdasarkan histopatologinya, kanker payudara diklasifikasikan sebagai berikut:
● Karsinoma Payudara Invasif
Invasif karsinoma adalah kanker yang telah menyebar dan merusak jaringan
lainnya, bisa terlokalisir (terbatas pada payudara) maupun metastatik (menyebar ke bagian
tubuh lainnya). Sekitar 80% kanker payudara invasif adalah kanker duktal dan 10% adalah
kanker lobuler. Invasif karsinoma terdapat beberapa jenis, antara lain :
a. Invasive ductal carcinoma
- Papillobular carcinoma
19
- Solid tubular carcinoma
- Scirrhous carcinoma
b. Special types
- Mucinous carcinoma
- Medullary carcinoma
- Invasive lobular carcinoma
- Adenoid cystic carcinoma
- Squamous cell carcinoma
- Spindel cell carcinoma
- Apocrine carcinoma
- Carcinoma with cartilaginous and osseous metaplasia
- Tubular carcinoma
- Secretory carcinoma
- Others
● Karsinoma Payudara Non Invasif
Non-invasif karsinoma adalah kanker yang masih berada pada tempatnya, merupakan
kanker dini yang belum menyebar atau menyusup keluar dari tempat asalnya. Non-invasif
karsinoma dibedakan menjadi menjadi dua, yaitu:
a. Ductal carcinomain situ (DCIS)
b. Lobular carcinomain situ (LCIS)

2.4.4.2. Subtipe Molekuler


Banyak penelitian yang mempelajari subtipe molecular kanker payudara yang bermanfaat pada
penentuan rencana dan pengembangan pengobatan pada kanker payudara. Ada 4 subtipe
molecular kanker payudara yaitu, luminal A, luminal B, triple negative basal-like, dan tipe
HER2. Secara singkat, klasifikasi dapat dilihat pada tabel berikut.18

20
Tabel 2. Subtipe Kanker Payudara (Sumber: De Jong, 2012)

Subtip subtype Kecenderungan tumor Prevalensi

Luminal A ER (+) dan/atau PR(+), HER2 (-), 40%


Ki67 rendah

Lu Luminal B ER(+) dan/atau PR(+), HER2 (+). 20%


Ki67 tinggi

Trip Triple negative/basal-like E ER(-) , PR (-), HER2(-) 15-20%

Tipe HER2 ER(-), PR(-), HER2 (+) 10-15%

◦ = Gambaran umum untuk tiap subtipe. Namun, tidak semua tumor pada subtipe tersebut
selalu memiliki sifat atau kecenderungan seperti yang disebutkan pada tabel.

⮚ Luminal A
Kebanyakan kanker payudara adalah tumor luminal. Sel tumor luminal merupakan sel yang
paling mirip dengan sel payudara. Kanker tumbuh dari dalam (inner/luminal), yaitu dari
lapisan sel yang melapisi duktus. Tumor luminal A memiliki kecenderungan ER (+) dan/ atau
PR (+), HER2(-), dan tumor grade 1 atau 2. Tumor luminal mempunyai prognosis terbaik,
survival rate yang cukup tinggi dan angka kekambuhan yang cukup rendah. Kurang dari 15%
tumor luminal mempunyai mutasi p53, yang mempunyai prognosis lebih jelek. Karena tumor
luminal A mempunyai kecendrungan ER (+), pilihan terapinya adalah terapi hormonal.
⮚ Luminal B
Tumor luminal B memiliki kecenderungan ER(+) dan/ atau PR(+), Ki67 positif kuat (sel
kanker memiliki aktivitas mitosis yang tinggi) dan/atau HER2/neu-positif (HER2+). Tumor
luminal B biasanya ditemukan pada wanita berusia lebih muda dibanding tumor luminal A.
bila dibandingkan dengan tumor luminal A, tumor luminal B mempunyai beberapa faktor
yang dapat memperburuk prognosis, yaitu grade tumor yang lebih jelek, ukuran tumor yang
lebih besar, kelenjar limfe positif, adanya mutase gen p53 (±30%).
⮚ Triple negative/basal-like
Pada kanker payudara triple negative [ER(-), PR(-), HER2(-)], sel tumor memiliki kemiripan
dengan sel yang melapisi bagian luar (outer/basal) duktus kelenjar payudara. Pada
kebanyakan tumor basal-like terjadi mutase p53. Sebagian besar tumor triple negative adalah
basal like, namun tidak semua tumor triple negative adalah berupa basal like.

21
Sekitar 15-20% kanker payudara berupa triple negative atau basal-like, kebanyakan kanker
payudara BRCA1 adalah triple negative dan juga basal-like. Tumor triple negative/basal-like
sering kali agresif dan mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan subtype tumor luminal
A dan luminal B. pilihan terapi tumor triple negative/basal-like merupakan kombinasi antara
pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi. Tumor ini tidak dapat diterapi secara hormonal atau
dengan trastuzumab karena tumor ini bersifat ER(-) dan HER2(-).
⮚ Tipe HER2
Subtipe tumor HER2 tidak sama dengan HER2 (+) dan tidak digunakan sebagai pedoman
terapi. Walaupun sebagian besar tumor tipe HER2 mempunyai HER2 (+) sekitar 30% subtype
ini bersifat HER2 (-). Tumor tipe HER2 mempunyai kecenderungan ER (-), PR (-), kelenjar
limfe positif, dan grading tumornya lebih buruk. Sekitar 10-15% kanker payudara termasuk
ke dalam subtipe ini. Sekitar 75% tumor tipe HER2 mengalami mutase p53. Tumor tipe HER2
prognosisnya sangat buruk dan memperlihatkan kecenderungan kekambuhan dan metastasis
dini. Tumor HER2/neu-positif dapat diobati dengan trastuzumab.

2.4.5. Patogenesis
2.4.5.1. Karsinogenesis
Terdapat beberapa prinsip yang perlu diketahui mengenai dasar terbentuknya kanker. Prinsip-
prinsip tersebut adalah sebagai berikut:14
● Karsinogenesis bermula dari kerusakan genetik yang nonletal. Kerusakan ini dapat
disebabkan oleh agen yang terdapat di lingkungan, seperti zat kimia, radiasi, atau virus.
Selain itu, agen ini bisa juga diturunkan melalui germ line. Akan tetapi, mutasi juga
dapat terjadi secara acak dan tidak terduga.
● Sebuah tumor berasal dari satu sel prekursor yang rusak dan mengalami ekspansi klonal.
● Gen yang menjadi target kerusakan adalah empat kelas gen regulator normal:
protoonkogen yang mempromosikan pertumbuhan, gen supresor tumor yang
menginhibisi pertumbuhan, gen pengatur apoptosis, dan gen yang terlibat dalam
reparasi DNA.
● Karsinogenesis terdiri dari banyak langkah pada tingkat genetik maupun fenotipe akibat
banyak mutasi. Hasilnya, neoplasma dapat berprogresi menjadi ganas, dengan
karakteristik neoplasma ganas seperti pertumbuhan berlebihan, invasi lokal, dan
kemampuan metastasis yang jauh.

22
Jadi, jika disimpulkan, sel yang normal mula-mula terpajan agen yang dapat merusak
DNA. Apabila reparasi DNA gagal terjadi karena gen-gen pengatur pertumbuhan sel rusak,
maka sel akan mengalami pertumbuhan klonal yang tak terkontrol. Lama-lama, terjadi
progresi tumor yang dapat berujung pada neoplasma yang malignan. Neoplasma malignan
memiliki karakteristik berupa invasi dan metastasis.
Pada metastasis, sel tumor terlepas dari massa primer, memasuki aliran darah atau
sistem limfatik, lalu tumbuh di tempat yang jauh dari situs awalnya. Proses metastasis terdiri
dari invasi sel tumor ke matriks ekstraseluler, diseminasi vaskular, penempatan sel tumor,
dan kolonisasi. Melalui studi pada manusia dan tikus, ditemukan bahwa metastasis tidak
selalu timbul, meski jutaan sel terlepas dalam sirkulasi setiap harinya dari suatu tumor. Hal
ini disebabkan oleh berbagai mekanisme kontrol (misalnya sistem imun adaptif dan induksi
apoptosis) yang mengatur setiap langkah dari proses metastasis sehingga tidak semua sel
dapat bertahan hidup.

2.4.5.2. Genetika Kanker Payudara


Salah satu faktor risiko yang paling penting terjadinya kanker payudara adalah riwayat
keluarga. Sejauh ini, gen yang dicurigai menjadi penyebab terjadinya kanker payudara sudah
mulai teridentifikasi. BRCA1 dan BRCA2 mutasi terjadi sekitar setengah dari semua kejadian
kanker payudara yang disertai riwayat keturunan dan memberikan dampak hampir 85% risiko
terkena kanker payudara. Kanker payudara dengan BRCA1-related memiliki perbedaan
dengan BRCA2-related dan kanker payudara sporadik. BRCA1-related biasanya terjadi pada
wanita usia muda dan tidak memiliki fitur agresif, histologik grade dan proliferasi tinggi, dan
tidak ditemukannya esterogen, progesterone reseptor serta HER2 (-). Hal ini disebut fenotif
triple negatif dan dikatakan juga dengan basalike. Pada dasarnya BRCA1 dan BRCA2
merupakan gen yang mengkode sejumlah protein dan berfungsi sebagai tumor supresor gen.
Apabila terjadi mutase, silencing dari BRCA1 atau BRCA2 dapat mengganggu proses replikasi
DNA dan berisiko untuk mengarah ke perkembangan kanker.14

2.4.6. Stadium 17
Stadium penyakit kanker adalah suatu keadaan dari hasil penilaian saat mendiagnosis suatu
penyakit kanker yang diderita pasiennya, sudah sejauh manakah tingkat penyebaran kanker
tersebut baik ke organ atau jaringan sekitar maupun penyebaran ketempat jauh. Stadium hanya
dikenal pada tumor ganas atau kanker dan tidak pada tumor jinak. Stadium kanker berdasarkan

23
klasifikasi sistem TNM yang direkomendasikan oleh UICC (International Union Against
Cancer) atau AJCC (American Joint Committee On Cancer). Pada sistem TNM ini dinilai tiga
faktor utama, yaitu:

1. Tumor itu sendiri. Seberapa besar ukuran tumornya dan dimana lokasinya (T, Tumor)
2. Kelenjar getah bening di sekitar tumor. Apakah tumor telah menyebar kekelenjar getah
bening disekitarnya (N, Node)
3. Kemungkinan tumor telah menjalar ke organ lain (M, Metastasis)
Terdapat varian dalam kriteria tersebut, inklusi terhadap pasien dengan kondisi setelah
neoadjuvan terapi (M0i+)
Tabel 4. Staging TNM Kanker Payudara

Tumor premier (T) Varian Keterangan

Tx Tumor primer tidak dapat di nilai

T0 Tidak ada bukti tumor primer

Tis Karsinoma insitu

Tis (DCIS) Karsinoma duktal insitu

Tis (LCIS) Karsinoma lobuler insitu

Tis (Paget) Penyakit Paget pada puting payudara tidak berkaitan


dengan ca invasif dan/atau karsinoma in situ. Karsinoma
parenkim payudara yang berkaitan dengan penyakit Paget
dikategorikan berdasarkan ukuran dan karakteristik
penyakit parenkimnya

T1 Diameter terbesar tumor ≤2 cm

T1 mic Diameter terbesar mikroinvasi ≤1 mm

T1a Diameter terbesar tumor >1 mm tetapi ≤5 mm

T1b Diameter terbesar tumor >5 mm tetapi ≤10 mm

T1c Diameter terbesar tumor >10 mm tetapi ≤20 mm

T2 Diameter terbesar tumor >2 cm tetapi ≤5 cm

T3 Diameter terbesar tumor >5 cm

24
T4 Tumor berukuran berapapun dengan ekstensi langsung ke (a)
dinding dada atau (b) kulit (ulkus atau nodul kulit):

T4a Ekstensi ke dinding dada, tidak termasuk m.pektoralis

T4b Edema (termasuk peau d’orange) atau ulserasi kulit payudara,


atau nodul satelit di payudara ipsilateral

T4c Gabungan T4a dan T4b

T4d Karsinoma inflamatorik

KGB regional (N) Varian Metastasis ke KGB

Nx KGB regional tidak dapat dinilai (mis. sudah diangkat)

N0 Tidak ada metastasis ke KGB regional

pN0(i-) Tidak ada metastasis ke KGB secara histologi, IHC (-)

pN0(i+) Sel ganas di KGB regional tidak lebih dari 0,2 mm


(terdeteksi dengan H&E atau IHC)

pN0(mol-) Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis,


temua molekular (RT-PCR) negative

pN0(mol+) Temuan molekular (RT-PCD) positif, tapi tanpa


metastasis ke KGB regional yang di deteksi secara
histologi maupun IHC

N1 KGB aksila level I, II ipsilateral yang masih dapat


digerakkan

pN1mi Mikrometastasis >0,2 mm tapi tidak >2mm

pN1a 1-3 KGB aksila

pN1b Mikrometastasi ke KGB mamaria interna (berdasarkan


sentinel node biopsy yang tidak terdeteksi secara klinis)

pN1c Mikrometasatasis ke-1 sampai ke-3 KGB aksila dan KGB


mamaria interna (berdasarkan sentinel node biopsy yang
tidak terdeteksi secara klinis)

25
N2 KGB aksila level I, II ipsilateral yang terfiksir atau
bergerombol; atau

Jika KGB mamaria interna yang terdeteksi secara klinis*


dan tidak terdapat metastasis KGB aksila secara klinis

N2a KGB aksila ipsilateral yang terfiksasi satu sama lain atau
terfiksasi ke struktur lain

pN2a 4-9 KGB aksila

N2b KGB mamaria interna yang hanya terdeteksi secara klinis*


dan tidak terdapat metastasis KGB aksila secara klinis

pN2b KGB mamaria interna yang terdeteksi secara klinis dan


tidak terdapat metastasis KGB aksila

N3 KGB infraklavikula ipsilateral (level III) dengan/tanpa


keterlibatan KGB aksila level I, II; atau

KGB mamaria interna yang terdeteksi secara klinis* dan


terdapat metastasis KGB aksila secara klinis; atau

KGB supraklavikula ipsilateral dengan/tanpa keterlibatan


KGB aksila atau mamaria interna

N3a KGB infraklavikula ipsilateral

pN3a ≥10 KGB aksila atau infraklavikula

N3b KGB mamaria interna ipsilateral dan KGB aksila

pN3b KGB mamaria interna, terlihat secara klinis, dengan KGB


aksila; atau mikrometastasis ke >3 KGB aksila dan
mamaria interna (melalui sentinel node biopsy karena
tidak terdeteksi secara klinis)

N3c KGB supraklavikula ipsilateral

pN3c KGB supraklavikula

*terdeteksi melalui pencitraan (tidak termasuk limfeskintigrafi) atau pada pemeriksaan fisik, atau terlihat
jelas pada pemeriksaan patologi. ITC = isolated tumor cells, IHC = imunohistokimiawi, H&E = pewarnaan
hematoksilin dan eosin, RT-PCR = reverse transcriptase/polymerase chain reaction

Mx Metastasis tidak dapat dinilai

26
M0 Tidak terdapat metastasis jauh

cM0(i+) Tidak ada bukti klinis maupun radiologis metastasi jauh, tapi terdapat deposit sel tumor secara
molekuler atau mikroskopis pada sirkulasi darah, sumsum tulang, atau jaringan KGB regional lain
yang tidak >0,2 mm pada pasien tanpa gejala tanda metastasis

M1 Terdeteksinya metastasis jauh secara klinis dan radiologis dan/atau terbukti secara histologis lebih
dari 0,2 mm

Tabel 5. Stadium Kanker Payudara Beserta Harapan Hidup 5 Tahun (Sumber: Devita 2015)

St Stadium T N M Persentase harapan hidup 5 tahun

0 Tis N0 M0 100%

I T1* N0 M0 100%

T0 N1 M0

IIA T1e N1 M0 92%

T2 N0 M0

IIB T2 N1 M0 81%

T3 N0 M0

IIIA T0 N2 M0 67%

T1e N2 M0

T2 N2 M0

T3 N1 M0

T3 N2 M0

IIIB T4 N0 M0 54%

T4 N1 M0

T4 N2 M0

IIIC T apapun N3 M0 -

IV T apapun N apapun M1 20%

e
: Termasuk T1 mic
x : angka harapan hidup belum didapatkan karena stadium ini baru didefinisikan akhir-akhir ini.

27
Grading
Keganasan payudara dibagi menjadi tiga grade berdasarkan derajat diferensiasinya.
Gambaran sitologi nukleus sel tumor dibandingkan dengan nukleus sel epitel payudara normal.
Grade I artinya berdiferensiasi buruk, grade II diferensiasi sedang, dan grade III
diferensiasinya baik. Penomoran grading ini berkebalikan dengan grading histologi. Grading
histologi (disebut juga Bloom-Richardson grade) menilai formasi tubulus, hiperkromatik
nukleus, dan derajat mitosis sel tumor, dibandingkan dengan histologi normal sel-sel payudara.
Masing-masing parameter tersebut diberi nilai 1 sampai 3, dan jumlah nilai ketiga parameter
tersebut menggambarkan grading histologi. Grade histologi ini juga dibagi tiga namun dengan
urutan yang terbalik dengan grade nuklear yaitu, grade I berdiferensiasi baik, grade II
berdiferensiasi sedang, dan grade III berdiferensiasi buruk.

2.4.7. Diagnosis 14, 19, 20


A. Anamnesis
● Identifikasi identitas pasien secara lengkap meliputi
o Nama
o Usia
o Jenis kelamin
o Alamat
o Pekerjaan
o Agama
Identifikasi digunakan untuk mendapatkan informasi awal serta kaitan
epidemiologi terhadap penyakit tertentu.
● Keluhan utama: benjolan di payudara, rasa sakit, cairan dari putting susu, retraksi
putting susu, adanya eczema sekitar areola, keluhan kulit berupa dumpling, kemerahan,
ulserasi atau peau d’orange, keluhan berupa benjolan di kelenjar getah bening. Adanya
tumor ditentukan sejak berapa lama, cepat atau tidak membesar, disertai rasa sakit atau
tidak. Biasanya tumor pada keganasan atau kanker payudara memiliki ciri batas yang
irregular, umumnya tanpa nyeri, tumbuh progresif atau cepat membesar.
● Identifikasi tumor doubling time dengan rumus (jumlah hari pembesaran yang diukur /
kelipatan pembesaran tumor). Apabila bernilai <8 hari maka curiga infeksi, 8-200 hari
curiga ganas, dan >200 curiga jinak.
28
● Anamnesis juga dilakukan berdasarkan pendekatan keluhan TNM (Tumor, nodul dan
metastasis). Perlu ditanyakan pula apakah ada benjolan pada ketiak, berapa banyaknya,
nyeri atau tidak, bisa digerakkan atau tidak.
● Anamnesis mengenai tanda-tanda metastasis yakni,
o Otak : sakit kepala, muntah, penglihatan turun
o Paru-paru : sesak, batuk
o Hepar : ikterus, mual, kembung, rasa begah
o Tulang : nyeri pinggang, kelemahan ekstrimitas
o Payudara : penjalaran ke payudara kontralateral
● Tanyakan faktor-faktor risiko yang memengaruhi terjadinya kanker payudara, seperti
riwayat menstruasi, status pernikahan, menyusui atau tidak, riwayat penyakit kanker
pada keluarga, obat hormonal yang pernah dikonsumsi, riwayat operasi payudara,
apakah usia >35 tahun, anak pertama lahir pada usia ibu > 35 tahun, radiasi pada dada.

B. Pemeriksaan Fisik

Karena organ payudara dipengaruhi oleh faktor hormonal antara lain estrogen dan
progesteron maka sebaiknya pemeriksaan payudara dilakukan disaat pengaruh
hormonal ini seminimal mungkin, yaitu setelah menstruasi lebih kurang satu minggu
dari hari pertama menstruasi.
1. Inspeksi
Inspeksi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, ada benjolan tumor atau
perubahan patologik kulit (misal cekungan, kemerahan, edema, erosi, nodul satelit, dll),
apakah terdapat edema (peau d’orange), retraksi kulit atau puting susu, dan eritema,
perhatikan kedua papila mammae apakah simetri, ada retraksi, distorsi, erosi, dan
kelainan lain.19

29
Gambar 9. Inspeksi pada pemeriksaan payudara22

2. Palpasi
Palpasi umumnya dalam posisi berbaring, juga dapat kombinasi duduk dan baring.
Waktu periksa rapatkan keempat jari, gunakan ujung dan perut jari berlawanan arah
jarum jam atau searah jarum jam. Kemudian dengan lembut pijat areola mammae, lihat
apakah keluar sekret maupun massa, termasuk palpasi kelenjar limfe di aksila,
supraklavikula, dan parasternal. Setiap massa yang teraba atau suatu lymphadenopathy,
harus dinilai lokasinya, ukurannya, konsistensinya, bentuk, mobilitas atau fiksasinya,
kondisi batas, permukaan mobilitas, nyeri tekan. Ketika memeriksa apakah tumor
melekat ke dasarnya, harus meminta lengan pasien sisi lesi bertolak pinggang, agar m.
Pektoralis mayor berkerut. Jika tumor dan kulit atau dasar melekat, mobilitas terkekang,
kemungkinan kanker sangat besar. Jika terdapat sekret papila mammae, harus buat
sediaan apus untuk pemeriksaan sitologi. Pemeriksaan kelenjar limfe regional paling
baik posisi duduk. Ketika memeriksa aksila kanan, dengan tangan kiri topang siku kanan
pasien, dengan ujung jari kiri palpasi seluruh fosa aksila secara berurutan. Waktu
memeriksa fosa aksila kiri sebaliknya, dan terakhir periksa kelenjar supraklavikular.19

30
Gambar 10: Teknik Palpasi pada Pemeriksaan Payudara

Teknik pemeriksaan fisik sebagai berikut :20,21,22


▪ Posisi tegak
Lengan penderita jatuh bebas di samping tubuh, pemeriksa berdiri didepan dalam posisi
yang lebih kurang sama tinggi. Pada inspeksi dilihat simetri payudara kiri dan kanan, kelainan
papila, letak dan bentuknya, adakah retraksi puting susu, kelainan kulit ,tanda-tanda radang, peau
d’orange, dimpling, u lserasi dan lain-lain.
▪ Posisi duduk
Lakukan inspeksi pada pasien dengan posisi tangan jatuh bebas ke samping dan pemeriksa
berdiri di depan dalam posisi lebih kurang sama tinggi. Perhatikan keadaan payudara kiri dan
kanan, simetris / tidak; adakah kelainan papilla, letak dan bentuknya, retraksi putting susu,
kelainan kulit berupa peau d’orange, dimpling, ulserasi, atau tanda-tanda radang. Lakukan juga
dalam keadan kedua lengan di angkat ke atas untuk melihat apakah ada bayangan tumor di bawah
kulit yang ikut bergerak atau adakah bagian yang tertinggal, dimpling dan lain-lain.
31
▪ Posisi berbaring
Penderita berbaring dan di usahakan agar payudara jatuh tersebar rata di atas lapangan
dada, jika perlu bahu atau punggung diganjal dengan bantal terutama pada penderita yang
payudaranya besar.Palpasi dilakukan dengan mempergunakan falamg distal dan falang medialjari
II,III dan IV, yang dikerjakan secara sistematis mulai dari kranial setinggi iga ke 6 sampai daerah
sentral subareolar dan papil atau dari tepi ke sentral (sentrifugal) berakhir didaerah papil. Terakhir
diadakan pemeriksaan kalau ada cairan keluar dengan menekan daerah sekitar papil. Pada
pemeriksaan ini ditentukan lokasi tumor berdasarkan kuadran, ukuran tumor (diameter terbesar),
konsistensi, batas tumor dan mobilitasnya terhadap kulit dan dinding dada.
▪ Pemeriksaan KGB regional di daerah :
a. Aksila, yang ditentukan kelompok kelenjar :
⮚ Mammaria eksterna di anterior, dibawah tepi otot pectoralis
⮚ Subskapularis di posterior aksila
⮚ Apikal di ujung atas fasia aksilaris
Sebaiknya dalam posisi duduk, pada pemeriksaan aksila kanan tangan kanan penderita
diletakkan ditangan kanan pemeriksa dan aksila diperiksa dengan tangan kiri pemeriksa.
Diraba kelompok KGB mammari eksterna dibagian anterior dan di bawah tepi muskulus
pektoralis aksila, subskapularis diposterior aksila, sentral dibagian pusat aksila dan apikal
diujung atas fossa aksilaris. Pada perabaan ditentukan besar, konsistensi, jumlah, apakah
terfiksasi satu sama lain atau ke jaringan sekitarnya.Supra dan infra klavikular Dipalpasi
dengan cermat dan teliti.
b. Supra dan infraklavikula, serta KGB leher utama.
▪ Organ lain yang diperiksa untuk melihat adanya metastasis yaitu hepar, lien, tulang belakang,
dan paru. Metastasis jauh dapat bergejala sebagai berikut:
⮚ Otak: nyeri kepala, mual, muntah, epilepsi, ataksia, paresis, paralisis.
⮚ Paru: efusi pleura, coint lesion foto paru, atelektasis,
⮚ Hati: hepatomegali, fungsi hati terganggu SGOT/SGPT, ikterus, asites.
⮚ Tulang: nyeri tekan, osteolytic lesion, destruksi tulang, lesi osteoblastik.

C. Pemeriksaan penunjang19,20,21

1) Mammografi
Mammografi merupakan pemeriksaan yang paling dapat diandalkan untuk
mendeteksi kanker payudara sebelum benjolan atau massa dapat dipalpasi. Karsinoma

32
yang tumbuh lambat dapat diidentifikasi dengan mammografi setidaknya 2 tahun
sebelum mencapai ukuran yang dapat dideteksi melalui palpasi.

Radiologis yang berpengalaman dapat mendeteksi karsinoma payudara dengan


tingkat false-positive sebesar 10% dan false-negative sebesar 7%. Gambaran
mammografi yang spesifik untuk karsinoma mammae antara lain massa padat dengan
atau tanpa gambaran seperti bintang (stellate), penebalan asimetris jaringan mammae
dan kumpulan mikrokalsifikasi. Gambaran mikrokalsifikasi ini merupakan tanda
penting karsinoma pada wanita muda, yang mungkin merupakan satu-satunya
kelainan mammografi yang ada. Mammografi lebih akurat daripada pemeriksaan
klinis untuk deteksi karsinoma mammae stadium awal, dengan tingkat akurasi sebesar
90%. Protokol saat ini berdasarkan National Cancer Center Network (NCCN)
menyarankan bahwa setiap wanita diatas 20 tahun harus dilakukan pemeriksaan
payudara setiap 3 tahun. Pada usia di atas 40 tahun, pemeriksaan payudara dilakukan
setiap tahun disertai dengan pemeriksaan mammografi. Pada suatu penelitian atas
screening mammography, menunjukkan reduksi sebesar 40% terhadap karsinoma
mammae stadium II, III dan IV pada populasi yang dilakukan skrining dengan
mammografi.

Pemeriksaan Mamografi sebaiknya dikerjakan pada hari ke 7-10 dihitung dari hari
pertama masa menstruasi; pada masa ini akan mengurangi rasa tidak nyaman pada
wanita pada waktu di kompresi dan akan memberi hasil yang optimal. Untuk
standarisasi penilaian dan pelaporan hasil mamografidigunakan BIRADS yang
dikembangkan oleh American College of Radiology.

Tanda primer berupa:


Densitas yang meninggi pada tumor

Batas tumor yang tidak teratur oleh karena adanya proses infiltrasi ke jaringan
sekitarnya atau batas yang tidak jelas (komet sign).

Gambaran translusen disekitar tumor

Gambaran stelata.

Adanya mikrokalsifikasi sesuai kriteria Egan

Ukuran klinis tumor lebih besar dari radiologis.
Tanda sekunder :

Retraksi kulit atau penebalan kulit
33

Bertambahnya vaskularisasi

Perubahan posisi putting

Kelenjar getah bening aksila (+)

Keadaan daerah tumor dan jaringan fibroglandular tidak teratur

Kepadatan jaringan sub areolar yang berbentuk utas.

Tabel 6. Klasifikasi BIRADS pada mammografi (Sumber: De Jong, 2012)

Kategori Pemeriksaan Rekomendasi

0 Inkomplet Mamogram atau USG tidak memberikan cukup


informasi untuk membuat diagnosis yang jelas;
diperlukan follow-up pencitraan

1 Negatif Skrining rutin

2 Jinak Temuan jelas jinak; skrining rutin

3 Kemungkinan jinak Kemungkinan besar jinak (>97%); follow up


jangka pendek interval 6 bulan

4 Abnormal yang mencurigakan Tidak khas unutuk kanker, tapi ada gambaran
kemungkinan ganas (3-94%); lakukan biopsy

5 Sangat curiga ganas Lesi dengan probabilitas tinggi suatu keganasan


(>95%); terapi menurut algoritme

6 Hasil biopsi positif keganasan Lesi yang telah diketahui maligna sebelum
diberikan terapi definitif; pastikan terapi
diselesaikan

2) Ultrasonografi (USG)
Penggunaan USG merupakan pemeriksaan penunjang yang penting untuk
membantu hasil mammografi yang tidak jelas atau meragukan, baik digunakan untuk
menentukan massa yang kistik atau massa yang padat. Pada pemeriksaan dengan USG,
kista mammae mempunyai gambaran dengan batas yang tegas dengan batas yang halus
dan daerah bebas echo di bagian tengahnya. Massa payudara jinak biasanya
menunjukkan kontur yang halus, berbentuk oval atau bulat, echo yang lemah di bagian
sentral dengan batas yang tegas. Karsinoma mammae disertai dengan dinding yang
tidak beraturan, tetapi dapat juga berbatas tegas dengan peningkatan akustik. USG juga

34
digunakan untuk mengarahkan fine-needle aspiration biopsy (FNAB), core-needle
biopsy dan lokalisasi jarum pada lesi payudara. USG merupakan pemeriksaan yang
praktis dan sangat dapat diterima oleh pasien tetapi tidak dapat mendeteksi lesi dengan
diameter ≤ 1 cm.
Gambaran USG pada benjolan yang harus dicurigai ganas di antaranya:
● Permukaan tidak rata
● Taller than wider
● Tepi hiperekoik
● Echo interna heterogen
● Vaskularisasi meningkat, tidak beraturan dan masuk ke dalam tumor membentuk
sudut 90 derajat
3) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Sebagai alat diagnostik tambahan atas kelainan yang didapatkan pada mammografi,
lesi payudara lain dapat dideteksi. Akan tetapi, jika pada pemeriksaan klinis dan
mammografi tidak didapat kelainan, maka kemungkinan untuk mendiagnosis
karsinoma mammae sangat kecil.8
MRI sangat sensitif tetapi tidak spesifik dan tidak seharusnya digunakan untuk
skrining. Sebagai contoh, MRI berguna dalam membedakan karsinoma mammae yang
rekuren atau jaringan parut. MRI juga bermanfaat dalam memeriksa mammae
kontralateral pada wanita dengan karsinoma payudara, menentukan penyebaran dari
karsinoma terutama karsinoma lobuler atau menentukan respon terhadap kemoterapi
neoadjuvan.

4. Biopsi
Setiap ada kecurigaan pada pemeriksaan fisik dan mamogram, biopsi harus selalu
dilakukan. Jenis biopsi yang dapat dilakukan adalah biopsi jarum halus (fine needle
aspiration biopsy, FNAB), core biopsy (jarum besar), dan biopsy bedah. FNAB hanya
memungkinkan evaluasi sitologi, sedangkan biopsi jarum besar dan biopsi bedah
memungkinkan analisis arsitektur jaringan payudara sehingga ahli patologi dapat
menentukan apakah tumor bersifat invasif atau tidak. Selain itu dapat pula ditentukan
grading, dan dilakukan pemeriksaan imunohistokimia.

35
FNAB
Dengan jarum halus no. 27, sejumlah kecil jaringan tumor diaspirasi keluar lalu
diperiksa di bawah mikroskop. Jika lokasi tumor dapat diraba dengan mudah, FNAB dapat
dilakukan sambil meraba tumor. Bila benjolan tidak teraba, ultrasonografi dapat digunakan
untuk memandu arah jarum. Ada juga metode yang disebut biopsi jarum stereotaktik.
Berdasarkan dua mamogram dalam posisi yang berbeda, komputer akan menentukan letak
tumor dengan tepat.
Walaupun paling mudah dilakukan, spesimen FNAB tidak dapat menentukan grading
tumor dan kadang tidak memberikan diagnosis yang jelas sehingga dibutuhkan biopsi
lainnya.
Tabel 7. Tata laksana massa payudara berdasarkan temuan FNAB (Sumber: Devita, 2015)

Diagnosis FNAB Tata laksana


Maligna Terapi definitive
Curiga ganas Biopsi terbuka
Atypia Biopsi terbuka
Jinak Observasi
Nondiagnostik Ulangi FNAB, core biopsy, atau lakukan
biopsi terbuka.

Core biopsy
Biopsi ini menggunakan jarum yang ukurannya cukup besar sehingga diperoleh
spesimen jaringan berbentuk silinder yang tentu saja lebih bermakna dibanding spesimen
dari FNAB. Core biopsy dapat dilakukan sambil memfiksasi massa dengan palpasi, atau
dengan ultrasonografi, mamografi, ataupun MRI. Core biopsy dapat membedakan tumor
yang noninvasif dengan yang invasif, menentukan grading tumor, dan digunakan untuk
pemeriksaan imunohistokimia.
Core biopsy dengan tuntunan dapat digunakan untuk melakukan biopsi pada kelainan
yang tidak dapat dipalpasi tetapi terlihat pada mamografi.

Biopsi terbuka
Biopsi terbuka dilakukan bila pada mamografi terlihat ada kelainan yang mengarah ke
tumor maligna, dan bila hasil FNAB atau core biopsy meragukan. Jika terjadi
ketidaksesuaian dari triple diagnostic yaitu pemeriksaan klinis, imaging (mamografi, USG
payudara), dan FNAB, biopsi terbuka wajib dilakukan. Misalnya hasil pemeriksaan klinis

36
atau pencitraan menunjukkan keganasan, tetapi FNAB tidak, atau sebaliknya. Bila fasilitas
tersedia, biopsi terbuka bisa dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan potong beku (frozen
section) sehingga penderita tidak perlu menjalani dua kali pembedahan bila ternyata hasil
potong bekuny menunjukkan keganasan.
Biopsi eksisional adalah mengangkat seluruh mass tumor dan menyertakan sedikit
jaringan sehat di sekitar massa tumor, sedangkan biopsi insisional hanya mengambil
sebagian kecil tumor untuk diperiksa secara patologi anatomi. Pada karsinoma inflamatori,
biopsi insisional dilakukan dengan menyertakan sedikit kulit (skin punch biopsy).

4) Biomarker
Biomarker karsinoma mammae terdiri dari beberapa jenis. Biomarker ini mewakili
gangguan biologik pada jaringan yang terjadi antara inisiasi dan perkembangan karsinoma.
Nilai prognostik dan prediktif dari biomarker untuk karsinoma mammae antara lain (1)
petanda proliferasi seperti proliferating cell nuclear antigen (PNCA), BrUdr dan Ki-67;
(2) petanda apoptosis seperti bcl-2 dan rasio bax:bcl-2; (3) petanda angiogenesis seperti
vascular endothelial growth factor (VEGF) dan indeks angiogenesis; (4) growth factors
dan growth factor receptors seperti human epidermal growth receptor (HER)-2/neu dan
epidermal growth factor receptor (EGFr) dan (5) p53.
Pemeriksaan status HER2 (c-erbB-2, HER2/neu) saat ini telah direkomendasikan untuk
karsinoma payudara invasif (DCIS tidak dievaluasi untuk HER2). Pemeriksaan HER2
harus dilakukan pada blok paraffin dari jaringan yang difiksasi dengan NBF 10% dan tidak
dapat dilakukan dari hapusan sitologi. Hasil dinyatakan HER2 positif pada HER2 +3,
sedangkan HER2 +2 memerlukan pemeriksaan lanjutan berupa hibridisasi in situ / FISH.

5) Imunohistokimia
Pemeriksaan imunohistokimia merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk
membantu klinisi merencanakan pengobatan sesuai dengan perilaku biologi kanker yang
dihadapi (terapi target) sehingga terapi yang diberikan bersifat personal sesuai dengan
karakteristik pasien (tailoring treatment). Pemeriksaan minimum yang dilakukan untuk
kanker payudara adalah pemeriksaan status ER (estrogen receptor), PR (progesterone
receptor), human epidermal growth factor receptor 2 (HER-2/neu), sedangkan
pemeriksaan cathepsin-D, p53, Ki67 dan Bcl2, TOP2 bergantung pada situasi.

37
Seperti sel payudara normal, beberapa sel kanker payudara juga memiliki reseptor
hormone estrogen dan/atau progesterone atau tidak memiliki reseptor hormone sama
sekali. Kanker payudara yang memiliki reseptor estrogen, disebut ER (+), dan yang
memiliki reseptor progesteron disebut PR (+), cenderung memiliki prognosis yang lebih
baik karena masih peka terhadap terapi hormonal. Dua dari tiga kanker payudara
setidaknya memiliki satu reseptor hormon ini.
Satu dari lima kanker payudara memiliki sejenis protein memicu pertumbuhan yang
disebut human epidermal growth factor 2 (HER2/neu). Penderita kanker payudara dengan
HER2/neu (+3) memperlihatkan ekspresi gen HER2/neu yang berlebihan; penderita
dengan HER2/neu (+2) sangat dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan lanjutan
menggunakan metoda fluorescence in-situ hybridization (FISH), sedangkan penderita
dengan HER2/neu (+1) dianggap sama dengan HER2/neu (-). Kanker payudara yang
memilki ER(-), PR(-), dan HER2/neu (-), yang disebut sebagai triple negative, cenderung
bersifat agresif dan memiliki prognosis yang buruk.
Berdasarkan cara mendiagnosis diatas, diagnosis klinis yang didapat dibuat dengan cara:
- Tumor payudara suspek jinak, dd/ FAM, dll
- Tumor payudara suspek ganas dd/ IDCM TxNxMx Stadium xx

2.4.8. Tatalaksana 14, 19, 20

Terapi dapat bersifat kuratif atau paliatif. Terapi kuratif dianjurkan untuk stadium I, II, III.
Pasien dengan tumor lokal lanjut (T3,T4) dan bahkan inflammatory carcinoma mungkin dapat
disembuhkan dengan terapi multimodalitas, tetapi kebanyakan hanya bersifat paliatif. Terapi
paliatif diberikan pada pasien dengan stadium IV dan untuk pasien dengan metastasis jauh atau
untuk karsinoma local yang tidak dapat direseksi. (Vaidya, M.P, and Shukla, H.S. A textbook of
Breast Cancer. Vikas

Publishing House PVT LTD.)

A. Pembedahan
Pembedahan dapat bersifat kuratif maupun paliatif. Indikasi pembedahan yaitu
tumor Tis-3, NO-2, dan M0. Pada tumor T4 diberikan terapi sistemik dengan kemoterapi
neoadjuvan atau terapi hormonal neoadjuvan. Jenis pembedahan kuratif yang dapat
dilakukan adalah breast conserving surgery (BCS), lumpektomi, mastektomi radikal
dimodifikasi, mastektomi radikal extended, simple, atau areola-skin sparing mastectomy.

38
Pembedahan kanker payudara kini makin lama makin tidak radikal dan peran terapi
adjuvan makin meningkat.

⮚ Mastektomi radikal klasik


Pembedahan radikal klasik menurut Halsted ini meliputi pengangkatan seluruh kelenjar
payudara dengan sebagian besar kulitnya, otot pektoralis mayor dan minor, dan seluruh
kelenjar limfe level I, II, dan III. Pembedahan ini merupakan prosedur baku hingga tahun lima
puluhan.

⮚ Mastektomi radikal dimodifikasi


Modified Radical Mastectomy mempertahankan baik M. Pectoralis mayor and M.
Pectoralis minor, dengan pengangkatan KGB aksilla level I dan II tetapi tidak level III.
Modifikasi Patey mengangkat M. Pectoralis minor dan diseksi KGB aksila level III.
Batasan anatomis pada Modified Radical Mastectomy adalah batas anterior M. Latissimus
dorsi pada bagian lateral, garis tengah sternum pada bagian medial, bagian inferiorny 2-3
cm dari lipatan infra-mammae dan bagian superiornya m. subclavia.8 Indikasi absolut
dilakukannya mastektomi yaitu pasien sedang hamil trimester pertama dan kedua, tumor
difus, sudah pernah menjalani radioterapi di dada, tidak ada fasilitas radioterapi, keganasan
sudah mengenai kulit payudara, pasien memilih mastektomi dibanding BCS. Indikasi
relatif mastektomi yaitu rasio tinggi tumor dibandingkan besar payudara, tumor yang
terletak di sentral payudara, ada riwayat penyakit kolagen vaskuler, dan ukuran payudara
yang besar.23

⮚ Mastektomi simpel
Seluruh kelenjar payudara diangkat termasuk puting, tetapi tidak menyertakan kelenjar
limfe aksila dan otot pektoralis. Mastektomi simple atau disebut mastektomi total hanya
dilakukan bila dipastikan tidak ada penyebaran ke kelenjar aksila. Pada tumor yang kecil, kini
makin sering dilakukan skin-sparing mastectomy yaitu membuang seluruh kelenjar payudara
dan hanya membuang puting dan kompleks areolanya. Mastektomi simple ini biasa dilakukan
untuk mastektomi profilaktif pada kelompok berisiko tinggi dan pada keganasan in situ yang
rekuren atau tidak dapat diterapi dengan BCS.

⮚ Breast conserving surgery

39
BCS bertujuan untuk membuang massa dan jaringan payudara yang mungkin terkena
tumor namun dengan semaksimal mungkin menjaga tampilan kosmetik payudara. Yang
merupakan indikasi absolut mastektomi merupakan kontraindikasi BCS. BCS paling sering
dilakukan pada tumor stage Tis, yaitu pada DCIS dan LCIS. Kontraindikasi absolut BCS
antara lain multisentrisitas (fokus tumor terdapat pada lebih dari satu kuadran)
mikrokalsifikasi maligna luas atau di atas 3 cm, margin positif luas (extensive intraductal
component EIC) pascaeksisi ulang, ada riwayat radiasi payudara, dan pasien memilih
mastektomi karena merasa lebih tuntas. Pada BCS, hanya tumor dan jaringan payudara sehat
di sekitarnya yang dibuang. Oleh sebab itu BCS sering juga disebut sebagai lumpektomi. BCS
hampir selalu dilanjutkan dengan radioterapi sehingga pada lumpektomi biasanya diletakkan
sebuah klip logam sebagai penanda lokasi radioterapi. BCS juga dapat berarti mastektomi
parsial (segmental) atau kuadranektomi; seperti lumpektomi, tetap lebih banyak menyertakan
jaringan sehat payudara. Buruknya kosmetik hasil BCT dipengaruhi oleh besarnya rasio
ukuran tumor dibandingkan dengan payudara, volume eksisi yang luas, lokasi tumor pada
kuadran bawah, dan dosis radioterapi yang tinggi.
Tindakan konservatif terhadap jaringan payudara terdiri dari reseksi tumor primer
hingga batas jaringan payudara normal, radioterapi dan pemeriksaan status KGB (kelenjar
getah bening) aksilla. Reseksi tumor payudara primer disebut juga sebagai reseksi segmental,
lumpectomy, mastekstomi partial dan tylectomy. Tindakan konservatif, saat ini merupakan
terapi standar untuk wanita dengan karsinoma mammae invasif stadium I dan II. Wanita
dengan DCIS hanya memerlukan reseksi tumor primer dan radioterapi adjuvan. Ketika
lumpectomy dilakukan, insisi dengan garis lengkung konsentrik pada nipple-areola complex
dibuat pada kulit diatas karsinoma mammae. Jaringan karsinoma diangkat dengan diliputi oleh
jaringan mammae normal yang adekuat sejauh 2 mm dari tepi yang bebas dari jaringan tumor.
Dilakukan juga permintaan atas status reseptor hormonal dan ekspresi HER-2/neu kepada
patologis.9 Setelah penutupan luka payudara, dilakukan diseksi KGB aksila ipsilateral untuk
penentuan stadium dan mengetahui penyebaran regional. Saat ini, sentinel node biopsy
merupakan prosedur staging yang dipilih pada aksila yang tidak ditemukan adanya
pembesaran KGB. Ketika sentinel node biopsy menunjukkan hasil negatif, diseksi KGB aksila
tidak dilakukan. 24

Menurut, National Comprehensive Cancer Network 2014


Kontraindikasi BCT membutuhkan radioterapi adalah:

40
- Absolut
1. Terapi radiasi saat kehamilan
2. Kecurigaan tampilan mikrokalsifikasi difus atau malignan
3. Penyakit yang menyebar dan tidak bisa diselesaikan dengan local eksisi melalui
satu insisi
4. Margin patologi positif
- Relatif
1. Penyakit jaringan ikat aktif yang melibatkan kulit (scleroderma dan lupus)
2. Tumor >5cm
3. Margin fokal positif
4. Wanita yang diketahui memiliki suspek presdisposisi genetic kanker payudara

⮚ Bedah paliatif
Bedah paliatif pada kanker payudara jarang dilakukan. Lesi tumor lokoregional residif
yang soliter kadang dieksisi, demikian juga dengan tumor yang sebelumnya demikian besar
yang dikira tidak mungkin dilakukan pembedahan tetapi bisa mengecil dengan kemoterapi,
radioterapi, atau terapi hormon Walaupun tujuan terapi tersebut paliatif, kadang ada yang
menghasilkan angka harapan hidup yang lama.

B. Radioterapi 19
Radioterapi dapat digunakan sebagai terapi kuratif maupun sebagai terapi adjuvant pada
pembedahan BCT, mastektomi simple, dan mastektomi radikal dimodifikasi, serta sebagai
terapi paliatif. Radioterapi juga dapat diberikan pada pasien pascamastektomi, penyakit
rekuren, dan keadaan metastasis. Radiasi harus selalu dipertimbangkan pada karsinoma
mammae yang tidak bisa diangkat atau jika ada metastasis.
Diberikan apabila ditemukan keadaan sebagai berikut:
1) Setelah tindakan Breast Conserving Surgery (BCS)
2) Tepi sayatan dekat (T> T2)/tidak bebas tumor
3) Tumor sentral/medial
4) KGB (+) dengan ekstensi ekstra kapsuler

Acuan pemberian radiasi sebagai berikut:

41
1) Pada dasarnya diberikan radiasi lokoregional (payudara dan aksila beserta
supraklavikula), kecuali:

· Pada keadan T< T2 bila cN = 0 dan pN, maka tidak dilakukan radiasi pada KGB
aksila supraklavikula.

· Pada keadaan tumor dimedial/sentral diberikan tambahan radiasi pada mamaria


interna

Dosis lokoregional profilaksis adalah 50Gy, booster dilakukan sebagai


berikut:

· Pada potensial terjadi residif ditambahkan 10 Gy (misalnya tepi sayatan dekat tumor
atu post BCS)

· Pada terdapat masa tumor atau residu post op (mikroskopik atau makroskopik) maka
diberikan boster dengan dosis 20Gy kecuali pada aksila 15Gy

C. Kemoterapi 19
Kemoterapi kanker payudara terdiri atas kemoterapi adjuvan atau paliatif. Kemoterapi
adjuvan adalah kemoterapi yang diberikan pasca mastektomi untuk membunuh sel-sel tumor
yang walaupun asimtomatik mungkin tertinggal atau menyebar secara mikroskopik.
Kemoterapi neoadjuvan adalah kemoterapi yang diberikan sebelum pembedahan untuk
memperkecil ukuran tumor sehingga dapat diangkat dengan lumpektomi atau mastektomi
simpel. Respons kanker terhadap kemoterapi juga dapat dinilai. Regimen kemoterapi yang
paling sering digunakan yaitu CMF (siklofosfamid, metotreksat, dan 5-fluorourasil), FAC (5-
luorourasil, adriamisin, siklofosfamid), AC (adriamisin dan siklofosfamid), CEF
(siklofosfamid, epirubisin, dan 5-fluorourasil). Jika terapi harus ditunda karena terjadi
leukopenia, dipertimbangkan penambahan G-CSF (granulocytre colony stimulatory factor).
Sebagai terapi paliatif, terapi sistemik diberikan jika terdapat metastasis yang jelas secara
klinis atau jika pemeriksaan berulang setiap 6 sampai 8 minggu menunjukkan adanya
progresivitas. Regimen kemoterapi paliatif yang dapat diberikan antara lain CME FAC (5-
fluorourasil, adriamisin, siklofosfamid), atau FEC (5-fluorourasil, epirubisin, siklofosfamid);
sebaiknya diberikan jika ER dan/atau PR tumor (-), terutama pada perempuan pramenopause,
pertumbuhan tumor yang cepat dan progresif, metastasis hati atau limfangitis karsinoma paru,
kegagalan terapi hormonal sebelumnya.
42
Khemoterapi : Kombinasi CAF (CEF), CMF, AC
Khemoterapi adjuvant : 6 siklus
Khemoterapi paliatif : 12 siklus

Khemoterapi neoadjuvant : - 3 siklus pra terapi primer ditambah


- 3 siklus pasca terapi primer
∙ Kombinasi CAF
hari
2
Dosis C : Cyclophgosfamide 500 mg/m 1

A : Adriamycin = Doxorul in 50 mg/m2 hari 1


hari
2
F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/m 1
Interval : 3 minggu
∙ Kombinasi CEF
hari
2
Dosis C : Cyclophgosfamide 500 mg/m 1
hari
2
E : Epirublein 50 mg/m 1
hari
F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2 1
Interval : 3 minggu

· Kombinasi CMF

Dosis C : Cyclophgosfamide 100 mg/m2 hari 1 /d 14

M : Melotrexate 40 mg/m2 hari 1 & 8

F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2 hari 1 & 8


Interval : 3 minggu

· Kombinasi AC
Dosis A : Adriamycin
C : Cyclophospamide

43
· Optional:
- Kombinasi Taxan + Doxorubicin
- Capecitabine

Tabel 8. Panduan terapi sistemik adjuvan kanker payudara KGB positif (N+)

Kelompok pasien Terapi

Pramenopause

ER atau PR (+) Kemoterapi + tamoksifen

ER dan PR (-) Kemoterapi

Pascamenopause

ER atau PR (+) Tamoksifen/aromatase inhibitor + kemoterapi

ER dan PR (-) Kemoterapi

Lanjut usia (>70 thn)

ER atau PR (+) Tamoksifen + kemoterapi

ER dan PR (-) Pertimbangan kemoterapi

ER = estrogen receptor, PR = progesterone receptor

Tabel 9. Panduan terapi adjuvan kanker payudara KGB negatif (N-)


Kelompok pasien Risiko rendah* Risiko sedang◦ Risiko tinggi∞
Pramenopause
ER atau PR (+) Tidak ada/tamoksifen saja Tamoksifen ± kemoterapi Kemoterapi± tamoksifen
ER dan PR (-) Tidak tersedia Tidak tersedia Kemoterapi

Pascamenopause
ER atau PR (+) Tidak ada/tamoksifen Tamoksifen ± kemoterapi Tamoksifen ±
kemoterapi
ER dan PR (-) Tidak tersedia Tidak tersedia Kemoterapi

Lanjut usia (>70 thn)


ER atau PR (+) Tamoksifen ± kemoterapi Tamoksifen Tamoksifen
ER dan PR (-) Pertimbangkan kemoterapi Tidak tersedia Pertimbangkan
kemoterapi
ER = estrogen receptor, PR = progesterone receptor
*= T <1 cm, ER dan/atau PR (+), grade 1, usia ≥35 thn

44
◦= T 1-2 cm, ER dan/atau PR (+), grade 1-2, 35 thn
∞= T >2 cm, ER dan/atau PR (-), grade 2-3, <35 thn


Terapi hormonal
Sebelum pemberian terapi hormonal dilakukan uji reseptor (estrogen receptor/ER positif
atau progesteron receptor/PR positif) dan dipertimbangkan status hormonal penderita
(premenopause, 1-5 tahun menopause, dan pascamenopause). Setelah itu ditentukan apakah terapi
hormonal akan diberikan secara additif atau ablatif. Terapi additif berupa pemberian obat-obatan
(antiestrogen, aromatase inhibitor, megestrol acetate dan androgen atau estrogen) yang dilakukan
pada pasien pascamenopause. Yang tergolong antiestrogen yaitu tamoxifen citrate, toremifene,
dan raloxifene, tapi raloxifene lebih banyak digunakan untuk pengobatan osteoporosis. Aromatase
inhibitor seperti anastrozole dan letrozole menghambat konversi androgen menjadi estrogen.
Terapi ablatif berupa ovarektomi bilateral dapat dipertimbangkan untuk dilakukan pada kanker
payudara premenopause, terutama dengan ER/PR+.

D. Penatalaksanaan sesuai stadium


Stadium I
● Breast Conserving Treatment
● Modified Mastectomy Radical
● Mastectomy + Reconstruction
Stadium II
Stadium II A
● Breast Conserving Treatment +kemoterapi
● Modified Mastectomy Radical +kemoterapi
● Mastectomy + Reconstruction +kemoterapi
Stadium II B (Terapi hormon bila ER dan PR positif)
● Modified Mastectomy Radical+ kemoterapi adjuvan
● Kemoterapi neoadjuvan/radioteapi Pre Op + MRM + kemoterapi adjuvan Her2 inhibtors
Stadium III (Terapi hormon bila ER dan PR positif)
Stadium III A
● Kemoterapi neoadjuvan/radioteapi Pre Op + MRM + kemoterapi adjuvan
Stadium III B
● Kemoterapi neoadjuvan + mastektomi simpel +kemoterapi adjuvan
● Radioterapi
45
Stadium III C
● Kemoterapi neoadjuvan + mastektomi simpel +kemoterapi adjuvan
● Radioterapi
Stadium IV (Terapi hormon bila ER dan PR positif)
● Sistemik (kemoterapi, hormonal terapi, dan terapi target)
● Lokal (radiasi + pembedahan)

Follow up:
a. Jadwal kontrol: tiap 2 bulan pada tahun I dan II, tiap 3 bulan pada tahun III-V, dan tiap 6 bulan
setelah tahun V
b. Pemeriksaan fisik: tiap kali control
c. Thorax foto: tiap 6 bulan
d. Laboratorium dan marker: tiap 2-3 bulan
e. Mammografi kontralateral: tiap tahun atau ada indikasi
f. USG abdomen atau hepar: tiap 6 bulan atau ada indikasi
g. Bone scanning: tiap 2 tahun atau ada indikasi (Manuaba, 2010).

2.4.9. Komplikasi dan Skrining 5,10,18

Komplikasi kanker payudara berupa metastasis kanker yang dapat terjadi melalui dua
jalan:10
a. Metastasis melalui sistem vena
Melalui sistem vena Ca mamma dapat bermetastasis ke paru-paru, vertebra, dan
organ-organ lain. V. mammaria interna merupakan jalan utama metastasis Ca mamma ke
paru-paru melalui sistem vena sedangkan metastasis ke vertebra terjadi melalui vena-vena
kecil yang bermuara ke v.interkostalis yang selanjutnya bermuara ke dalam v. vertebralis.
b. Metastasis melalui sistem limfe
Metastasis melalui sistem limfe pertama kali akan mengenai KGB regional terutama
KGB aksila. KGB sentral (central nodes) merupakan KGB aksila yang paling sering (90%)
terkena metastasis sedangkan KGB mammaria eksterna adalah yang paling jarang terkena.
Ca mamma juga dapat bermetastasis ke KGB aksila kontralateral tapi jalannya masih belum
jelas, diduga melalui deep lymphatic fascial plexus di bawah payudara kontralateral melalui
kolateral limfatik. Jalur ini menjelaskan mengapa bisa terjadi metastasis ke kelenjar aksila
kontralateral tanpa metastasis ke payudara kontralateral.
46
Metastasis ke KGB supraklavikula dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung. Penyebaran langsung yaitu melalui kelenjar subklavikula tanpa melalui sentinel
nodes. Penyebaran tidak langsung melalui sentinel nodes yang terletak di sekitar grand
central limfatik terminus yang menyebabkan stasis aliran limfe sehingga terjadi aliran balik
menuju ke KGB supraklavikula. Metastasis ke hepar selain melalui sistem vena dapat juga
terjadi melalui sistem limfe. Keadaan ini dapat terjadi bila tumor primer terletak di tepi
medial bagian bawah payudara dan terjadi metastasis ke kelenjar preperikardial.
Selanjutnya terjadi stasis aliran limfe yang berakibat adanya aliran balik limfe ke hepar.10
Banyak penderita yang datang berobat pada stadium lanjut. Hal ini dikarenakan sering tidak
disadari atau di rasakan dengan jelas gejala awal kanker payudara. Oleh karena itu skrining sangat
diperlukan untuk mendeteksi dini,

SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri)


SADARI sebaiknya dilakukan pada waktu yang sama setiap bulan. Bagi wanita yang masih
mengalami menstruasi, waktu yang paling tepat untuk melakukan SADARI adalah 7-10 hari
sesudah hari 1 menstruasi; karena saat ini pengaruh hormonal estrogen progesterone sangat rendah
dan jaringan kelenjar payudara saat itu dalam keadaan tidak oedeme/membengkak sehingga lebih
mudah meraba adanya tumor atau kelainan. Bagi wanita pasca menopause, SADARI bisa
dilakukan kapan saja, tetapi secara rutin dilakukan setiap bulan (misalnya setiap awal bulan).
Selain itu, deteksi dini juga dapat dilakukan dengan cara mammografi, USG, ataupun MRI.
Langkah melakukan SADARI yaitu:18

Gambar 11. Pemeriksaan Sadari18


Rekomendasi untuk deteksi kanker payudara dini menurut American Cancer Society :

47
● Wanita berumur ≥ 40 tahun harus melakukan screening mammogram secara terus-menerus
selama mereka dalam keadaan sehat, dianjurkan setiap tahun
● Wanita berumur 20-30 tahun harus melakukan pemeriksaan klinis payudara (termasuk
mammogram) sebagai bagian dari pemeriksaan kesehatan yang periodik oleh dokter
dianjurkan setiap 3 tahun
● Setiap wanita dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri mulai umur 20
tahun. Unuk kemudian melakukan konsultasi ke dokter bila menemukan kelainan
● Wanita yang berisiko tinggi tinggi (>20%) harus melakukan pemeriksaan MRI dan
mammogram setiap tahun
● Wanita yang resiko sedang (15-20%) harus melakukan mammogram setiap tahun, dan
konsultasi ke dokter apakah perlu disertai pemeriksaan MRI atau tidak
● Wanita yang resiko rendah (<15%) tidk perlu pemeriksaan MRI periodik setiap tahun
● Wanita termasuk resiko tinggi
- Mempunyai gen mutasi dari BRCA 1 atau BRCA 2
- Mempunyai kerabat dekat tingkat pertama (orang tua, kakak-adik) yang memiliki gen
mutasi dari BRCA 1 atau BRCA 2 tetapi belum pernah melakukan pemeriksaan
genetik
- Mempunyai resiko kanker ≥ 20-25% menurut penilaian faktor resiko terutama
berdasarkan riwayat keluarga
- Pernah mendapat radioterapi dinding dada dada saat umur 10-30 tahun
- Mempunyai Li-Fraumeni syndrome, Cowden syndrome, atau Bannayan-Riley-
Ruvalcaba syndrome, atau ada kerabat dekat tingkat pertama memiliki salah satu
sindrom-sindrom ini
● Wanita termasuk resiko sedang
- Mempunyai resiko kanker 15-20% menurut penilaian faktor resiko terutama
berdasarkan riwayat keluarga
- Mempunyai riwayat kanker pada satu payudara, ductal carcinoma in situ (DCIS),
lobular carcinom in situ (LCIS), atypical ductal hyperplasia (ADH), atu atypical
lobular hyperplasia (ALH)
Mempunyai kepadatan yang tidak merata atau berlebihan terlihat pada pemeriksaan mammogram.

48
2.4.10. Prognosis19
Sistem staging AJCC mengatakan bahwa prognosis didasari oleh faktor klinis dan
patologik, dan staging. Keterlibatan limfonodus aksila karena kanker payudara menentukan
prognostik kecendrungan untuk timbul metastasis. Ukuran tumor dan grading histologi juga
menentukan signifikansi prognosis. Ekspresi reseptor estrogen dan progesterone penting dan
berguna sebagai faktor prediktif. Sebagai contoh, pasien dengan ER(-) dan PR(-) tidak
memerlukan terapi hormonal. Dengan menggunakan ukuran tumor, grading, ER status dan
jumlah keterlibatan limfonodus aksila dapat memberikan perkiraan yang akurat mengenai
risiko rekuren dan keuntungan terapi. Amplifikasi HER2/neu sekitar 20% terjadi pada kanker
payudara, dan hal ini dapat berhubungan dengan tinginya grading tumor, kurangnya ekspresi
atau kurangnya hormone reseptor, tingginya level proliferasi tumor dan prognosis yang buruk.
Disisi lain, usia terkena kanker payudara <36 tahun memiliki prognosis yang lebih buruk
dibandingkan usia diatasnya.Sumber lain mengatakan, prognosis kanker payudara ditunjukkan
oleh angka harapan hidup atau interval bebas penyakit. Prognosis penderita keganasan
payudara diperkirakan buruk jika usianya muda, menderita kanker payudara bilateral,
mengalami mutasi genetik, dan adanya triple negative yaitu grade tumor tinggi dan seragam,
reseptor ER dan PR negative, dan reseptor permukaan sel HER-2 juga negatif. Bagi pasien
yang telah menjalani pengobatan, untuk mengikuti pengobatan yang telah diberikan, pasien
membutuhkan pengawasan untuk terjadinya rekurensi, kanker payudara kontralateral, dan
perkembangan metastasis. Disi lain, dokter juga dapat memonitor efek dari kemoterapi,
radioterapi atau pembedahan atau terapi lainnya

49
. Telah diteliti bahwa risiko terbesar rekurensi kanker payudara adalah 5 tahun setelah
pasien didiagnosis. American Society of Clinical Oncology (ASCO) membuat guideline
mengenai hal tersebut.Survival rate (%) pada pasien dengan Ca mamma berdasarkan stadium
TNM yaitu sebagai berikut:

Tabel 10. Prognosis berdasarkan Stadium TNM

Stadium TNM Five years Ten years


0 95 90
I 85 70
IIA 70 50
IIB 60 40
IIIA 55 30
IIIB 30 20
IV 5-10 2
Sumber: PERABOI (2010)

50
BAB III
KESIMPULAN

Kanker payudara merupakan kanker penyebab kematian kedua terbanyak pada wanita. kanker
payudara berdasarkan usia angka kejadian tertinggi terdapat pada usia 35-50 tahun. Kanker
payudara memiliki kontribusi sebesar 24,2% dari total kasus baru kanker secara keseluruhan yang
terdiagnosis pada tahun 2018. Secara histologis kanker payudara merupakan keganasan proliferasi
sel epitel duktus atau lobulus payudara. Terdapat beberapa faktor risiko yang berperan dalam
pathogenesis kanker payudara yaitu faktor genetik, faktor hormonal, dan faktor lingkungan.
Diagnosis kanker payudara dapat ditegakkan dari anamnesis dengan menanyakan keluhan utama
di payudara berupa benjolan dan juga menanyakan faktor risiko yang ada pada diri pasien.
Pemeriksaan fisik juga merupakan salah satu bagian dari cara penegakan diagnosis kanker
payudara yaitu menginspeksi dan palpasi bagian payudara dan kelenjar getah bening yang terkena.
Pada kanker payudara dapat dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang seperti mammografi,
USG, MRI, biopsi, imunohistokimia dan juga biomarker.

Tatalaksana pada kanker payudara dibagi atas dua yaitu terapi pembedahan seperti
mastektomi dan non-pembedahan seperti kemoterapi, dan radioterapi, terapi anti estrogen, dan
antibody anti HER-2/neu. Karena banyaknya angka kejadian pada kanker payudara, maka
diperlukan skrining untuk mendeteksi kanker payudara secara dini dan prognosis dari kanker
payudara ini tergantung pada stadium dan genetik pada pasien.

51
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. 2018. Breast Cancer: prevention and control. Available at:


https://www.who.int/cancer/detection/breastcancer/en/index1.html
2. American Cancer Society. 2019. Breast Cancer Facts and Figure 2019-2020. Available at:
3. NCCN. 2016. World Cancer Statistic. www.nccn.org
4. Depkes RI. Situasi Penyakit Kanker. 2016. Available at:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-kanker.pdf
5. American Cancer Society. Breast Cancer Survival Rate, by Stage. 2015. Available at :
http://www.cancer.org/cancer/breastcancer/detailedguide/breast-cancer-survival-by-stage
6. American Joint Committee on Cancer (AJCC) Cancer Staging Manual 7th ed.Edge SB,
Byrd DR, Compton CC, Fritz AG, Greene FL, Trotti III H.eds. New York: Springer 2009.
7. International Union against Cancer (UICC): TNM Classification of Malignant Tumors 7th
ed. Sobin LH, Gospodarowicz MK, Witteking Ch.eds. Wiley-Blackwell Oxford. 2009.
8. Kirby I. Bland, Edward M. Copeland III dan V. Suzanne Klimberg. 2018. The Breast 5th
Edition: Anatomy of the Breast, Axilla, Chest Wall, and Related Metastatic Sites.
Elsevier:22-30.
9. Paulsen F, Waschke J. 2010. Sobotta: Atlas of Human Anatomy 13th Edition. Elsevier: 50-
56.
10. Netter, Frank H. 2006. Netter Atlas of Human Anatomy 16th Edition. Elsevier: 67-70.
11. Ismail, Jatoi., Kaufmann, Manfred., dan Petit, Jean. 2006. Atlas of Breast Surgery.
Springer. 24-30.
12. Snell, Richard A. 2011. Anatomi Klinis. Jakarta : Penerbit Kedokteran EGC
13. Eroschenko, Victor P. 2010. Atlas Histologi diFiore: dengan Korelasi Fungsional, Edisi
11. Jakarta: EGC, hal. 496.

14. Devita, V.T, Hellman, and Rosenberg, S.A. Cancer Principles & Practice of Oncology
2015. 10th ed. Wolters Kluwer Health; 2015. Chapter 78-80
15. GLOBACAN. 2018. Global Cancer Statistic. Akses:
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/epdf/10.3322/caac.21492
16. WHO. 2018. Cancer. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/de tail/cancer

52
17. Lakhani, S.R., Ellis. I.O., Schnitt, S.J., Tan, P.H., van de Vijver, M.J. 2012. WHO
Classification of Tumours of the Breast. Fourth Edition.
18. Sjamsuhidayat,R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3: Payudara. Jakarta: EGC,
2010
19. PERABOI. 2003. Protokol Penatalaksanaan Kanker Payudara. Hal 2-17.

20. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan Penatalaksanaan Kanker


Payudara.2015. Jakarta: Komite Penanggulangan Kanker Nasional Kemenkes RI.
21. Pierce A. Grace n Neil R. Borley, At a Glance, ilmu bedah. 2006. Edisi III. Jakarta: Penerbit
Erlangga
22. Schwartz, et al, Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah, Edisi Keenam, EGC, Jakarta: EGC,
2000.
23. Tjindarbumi, Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penaggulangannya, Dalam: Deteksi Dini
Kanker. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000.)
24. Vaidya, M.P dan Shukla, H.S.2006. A textbook of Breast Cancer. Vikas Publishing House
PVT LTD: 56-70

53

Anda mungkin juga menyukai