Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Papil edema merupakan suatu pembengkakan diskus saraf optik


sebagai akibat sekunder dari peningkatan tekanan intrakranial. Berbeda
dengan penyebab lain dari pembengkakan diskus saraf optik, pengelihatan
biasanya masih cukup baik pada papil edema akut. Tampilan diskus pada
papil edema tidak dapat dibedakan dari edema oleh penyebab lain
(contohnya papililtis) yang mana secara tidak spesifik diistilahkan dengan
edema diskus optikus.
Papil edema hampir selalu timbul sebagai fenomena bilateral dan
dapat berkembang dalam beberapa jam sampai beberapa minggu. Istilah ini
tidak dapat digunakan untuk menggambarkan pembengkakkan diskus saraf
optik yang disebabkan oleh karena infeksi, infiltratif, atau peradangan. 1
Papil edema dapat terjadi pada usia berapa pun, kecuali pada masa
bayi, sebelum fontanela tertutup, temuan papil edema mungkin tidak
ditemukan meskipun terjadi kenaikan tekanan intrakranial.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Papil edema adalah kongesti non inflamasi diskus optikus yang
berkaitan dengan peningkatan intrakranium.2 Papil edema merupakan
edema dari papil saraf optik akibat peningkatan tekanan intrakranial (TIK).
Tampilan diskus pada papil edema tidak dapat dibedakan dari edema oleh
penyebab lain (contohnya papililtis) yang mana secara tidak spesifik
diistilahkan dengan edema diskus optikus.1

B. Anatomi
Diskus optikus (papila N. Opticus) merupakan bagian dari nervus
optikus yang terdapat intra okuler dimana dapat dilihat melalui pemeriksaan
dengan menggunakan oftalmoskop.
Adapun bagian-bagian dari Nervus Optikus yang mempunyai
panjang 50,0 mm itu adalah sebagai berikut :
- Bagian intra okuler sepanjang 0,70 mm
- Bagian intra orbita sepanjang 33,00 mm
- Bagian intra kanalikuler sepanjang 6,00 mm
- Bagian intra kranial sepanjang 10,00 mm

Nervus Optikus ini muncul dari belakang bola mata (orbita) melalui
lubang pada sclera dengan diameter sekitar 1,50 mm. Sedangkan letak
diskus optikusnya berada sekitar 0,3mm di bawah dan 1,0 mm disebelah
nasal fovea sentralis.3

2
Gambar 1. Jalur N.opticus11

Gambar 1 memperlihatkan prinsip jaaras penglihatan dari kedua


retina ke korteks penglihatan. Setelah meninggalkan retina, impuls saraf
berjalan ke belakang melalui nervus optikus. Di kiasma optikum semua
serabut dari bagian nasal retina menyeberangi garis tengah, tempat mereka
bergabung dengan serabut – serabut yang berasal dari bagian temporal
retina mata yang lain sehingga terbentuklah traktus optikus. Serabut –

3
serabut dari traktus optikus bersinaps di nucleus genikulatum lateral dorsalis,
dan dari sini serabut – serabut genikulokalkarina berjalan melalui radiasi
optika (atau traktus genikulokalkarina), menuju korteks penglihatan primer
yang terletak di area kalkarina lobus oksipitalis.5
Selain itu, serabut penglihatan melalui tempat – tempat lain di otak:
(1) Dari traktus optikus menuju nukleus suprakiasmatik di hipotalamus,
mungkin untuk pengaturan irama sirkadian.
(2) Ke nuklei pretektalis, untuk mendatangkan gerakan refleks mata agar
mata dapat difokuskan kearah objek yang penting dan untuk
mengaktifkan refleks pupil terhadap cahaya.
(3) Ke kolikulus superior, untuk pengaturan arah gerakan cepat kedua mata.
(4) Menuju nukleus genikulatum lateralis ventralis pada thalamus dan
kemudian ke daerah basal otak sekitarnya, diduga untuk membantu
mengendalikan beberapa fungsi sikap tubuh.5

Gambar 2. Anatomi papil N. Opticus

4
C. Etiologi (1,2,5,6).
Sampai sekarang masih belum jelas benar akan mekanisme pembentukan
papilloedema, tetapi beberapa sarjana telah berusaha untuk
menerangkannya dengan berbagai macam teori. Yang dapat disebutkan
disini ialah (1) :Adanya penyumbatan pada bagian belakang dari nervus
optikus yang disebabkan oleh konstriksi vena yang melewati
ruangintravaginal. Penyempitan ini terjadi akibat kenaikan tekanan
intrakranial (1,2). Teori ini untuk pertama kali dikemukakan oleh
SCHWALBE : (1870).
 Tekanan cairan otak (cerebro spinal) yang meningkat, akan
menekan sepanjang ruang peri-vaskuler dari pembuluh darah
serabut-serabut saraf dan akan meresap ke dalam saraf dan disklis
optikus (1,2).
 BEHR (1911, 1937) berpendapat bahwa pada saraf normal akan
terjadi pengaliran cairan kebelakang sepanjang nervus optikus.
Papilloedema akan terjadi bilamana ada hambatan pengaliran cairan
tersebut.
 MARCHESANI (1930 — 1931) mengatakan bahwa timbulnya
papilloedema adalah karena proscs pembengkakan dari bagian-
bagian otak dan akan menialar ke diskus optikus.
 WATKINS, WAGENER dan BROWN beranggapan bahwa
papilloedema timbul karena reaksi lokal dari jaringan saraf optikus
terhadap anoxaemia akibat hilangnya darah (pada penderita dengan
Thrombocytopenic purpura).
Berdasarkan terori-teori yang telah disebutkan di atas, maka WOLINTZ
menarik kesimpulan bahwa pathogenesa papilloedema disebabkan
beberapa faktor yaitu : anatomi; vaskuler; mekanis dan metabolik.
Walaupun sarjana tersebut condong untuk menyatakan bahwa salah satu

5
faktornya ialah kenaikan tekanan intra kranial, dimana kenaikan tersebut
akan menyebabkan pembendungan sirkulasi kapiler pada lamina cribrosa
dan diskus optikus.

WOLINTZ (5) menyebutkan pembagian penyebab papilloedema menjadi


empat golongan besar yaitu :

 Kenaikan Tekanan Intra Kranial :(i) Tumor Otak, terutama yang


letaknya infra tentorial seperti : tumor cerebellum (otak kecil), tumor
pada ventrikel ke-IV, tumor pada fossa cranii anterior dan medius,
craniopharyngioma, dan lain-lain.
 Hypertensi Intra Kranial Yang Benigna/Pseudo Tumor Cerebri :
(i) thrombosis vena intra kranial,
(ii) gangguan endokrin seperti : Addisons disease, Cushing"s
disease, kelainan Ovarium (menstruasi, obesitas, kehamilan
dan lain-lain).
(iii) absces otak.
(iv) subarachnoid/subdural haemorrhage.
(v) hydrocephallus.
 Penyakit-Penyakit Pada Orbita : tumor dari nervus optikus, thyroid
ophthalmopathy.
Penyakit-Penyakit Pada Mata : glaucoma akut, hypotoni oleh karena

rudapaksa, operasi atau uveitis.

Penyakit-Penyakit Sistemik : hypertensi yang maligna,blood dyscrasia,


anaemia dan pulmonary insufficiency

6
D. Patofisiologi
Arteri retina sentral memasuki mata bersama-sama dengan nervus optikus
dan diiringi vena retina sentralis. Pintu masuk dan keluar arteri dan vena
retina sentralis melalui jaringan sclera yang kuat pada nervus optikus dapat
terganggu pada keadaan-keadaan yang menyebabkan peningkatan tekanan
intracranial.

Pembengkakan diskus optikus disebabkan tertahannya aliran aksoplasmik


dengan edema intraaksonal pada daerah diskus saraf optikus. Ruang
subarachnoid dilanjukan langsung dengan pembungkus saraf optic. Oleh
karena itu jika tekanan LCS meningkat maka tekanan diteruskan ke saraf
optik dan pembungkus saraf optic bekerja sebagai tourniquet yang
menghambat transport aksoplasmik. Ini menyebabkan penumpukan material
di lamina cribrosa sehingga menyebabkan pembengkakan khas pada saraf
cranial.

Agar papiledema dapat terjadi, ruang subarahknoid disekitar saraf optic


harus paten dan berhubungan dengan saraf optikus retrolaminar melalui
kanalis optikus ke ruang subarachnoid intrakranium sehingga peningkatan
tekanan intrakranium disalurkan ke saraf optikusretrolaminar. Disana
transpor aksonal yang lambat dan cepat terhambat dan terjadi distensiakson
yang jelas pada superior dan inferior dari diskus optikus sebagai tanda awal
dari papiledema. Hiperemia diskus, dilatasi telangiektasi kapiler permukaan,
pengaburan batas diskus peripapiler dan hilangnya denyut vena spontan
terjadi pada papiledema yang ringan. Edema disekitar diskus dapat
menyebabkan penurunan sensitivitas terhadap isopter-isopter kecil
pada pemeriksaan lapangan pandang, tetapi akhirnya akan jelas lipatan-
lipatan retinasirkumferensial disertai perubahan pada refleks membran
pembatas internal (garis Paton)sewaktu retina terdorong menjauhi diskus

7
yang terjepit. Sewaktu retina terdorong bintik buta juga akan meluas
terhadap isopter besar pada pemeriksaan lapangan pandang.

Pada papil edema akut akibat peninggian tekanan intrakranial yang terus-
menerus,ditemukan perdarahan dan bercak cotton wool yang menandai
terjadinya dekompensasi vaskular dan aksonal yang menjadi resiko
terjadinya kerusakan akut saraf optik dan defek lapangan pandang. Juga
ditemukan edema peripapiler (yang dapat meluas ke makula) danlipatan
koroid.

Pada papil edema kronik, sebagai konsekuensi dari peninggian tekanan


intrakranialyang sedang ditemukan perdarahan dan bercak cotton wool.
Pada peningkatan intrakranialyang persisten diskus hiperemis dan
berangsur-angsur menjadi putih keabu-abuan akibatgliosis astrositik dan
atrofi saraf disertai kontriksi sekunder pembuluh-pembuluh darah
retina.Mungkin juga terjadi pembuluh darah kolateral retinokoroidal yang
disebut denganoptikosilisaris yang menghubungkan vena retina sentralis dan
vena koroid peripapiler apabilasirkulasi vena retina terhambat di daerah
prelaminar saraf optikus.

Diperlukan waktu 24 hingga 48 jam untuk pembentukan papil edema dini


(early) dan 1minggu untuk pembentukan sempurna (established). Diperlukan
6-8 minggu untuk papiledema yang terbentuk sempurna mereda dengan
pengobatan

Penurunan TIK dan perfusi sistolik yang tiba-tiba dapat menyebabkan


penurunan penglihatan yang berat pada semua tingkat papil edema.

8
E. Manifestasi Klinis dan Diagnosis
a. Anamnesa1
Gejala yang sering muncul berhubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial yang mendasarinya.
 Sakit kepala: sakit kepala akibat peningkatan tekanan intrakranial memiliki
karakteristik memburuk ketika bangun tidur, dan dapat dipicu oleh batuk
dan jenis manuver Valsava lainnya.
 Mual dan muntah: Peningkatan intracranial dapat menyebabkan mual dan
muntah serta dapat disertai dengan kehilangan kesadaran dan dilatasi
pupil.
 Gejala Visual seringkali tidak ditemukan, namun gejala-gejala berikut
dapat terjadi:
 Beberapa pasien mengalami gangguan visual transient (adanya
penglihatan memudar keabu-abuan, terutama ketika bangun dari
posisi duduk atau berbaring, atau penglihatan seperti lampu kerlap-
kerlip).
 Penurunan tajam penglihatan, konstriksi pada lapangan pandang dan
penurunan persepsi warna dapat terjadi.
 Tanda neurologis yang sering dijumpai adalah :
Ataxia, hemiparese atau hemiplegia, parese dan paralyse saraf-saraf
kranial yaitu : nervus V, VI, VII ; occipital headache, aphasia,
anosmia, deafness dan tinnitus, Foster Kennedydan lain-lain.
 Tanda ophthalmologis yang ditemukan ialah :
Bilateral/unilateral papilloedema, parese dan paralyse N. III., N. IV.,
N. VI, nystagmus, lagophthalmos, hemianopsia dan gangguan
penglihatan.

9
b. Pemeriksaan Fisik1
 Pemeriksaan tanda vital, terutama tekanan darah untuk
mengetahui adanya hipertensi maligna,
 Tajam penglihatan, penglihatan warna dan pemeriksaan pupil
seringkali normal. Defek relatif aferen pupil biasanya tidak
ditemukan. Defisi abduksi sebagai akibat sekunder dari
kelumpuhan saraf kranialis keenam terkadang dapat ditemukan
berkaitan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
 Pemeriksaan fundus dengan dilatasi yang cermat harus dilakukan
untuk menemukan tanda-tanda berikut:
- Manifestasi awal:
 Hiperemia diskus
 Edema yang kurang jelas pada serabut saraf dapat diidentikasi
dengan pemeriksaan slit lamp biomikroskopi yang cermat dan
oftalmoskopi langung. Ini seringkali dimulai pada daerah nasal
dari diskus. Tanda penting ini terjadi ketika edema lapisan
serabut saraf mulai menghambat pembuluh darah peripapiler.
 Perdarahan kecil pada lapisan serabut saraf dideteksi paling
mudah dengan cahaya bebas merah (hijau).
 Pulsasi vena spontan yang normalnya ditemukan pada 80%
individu dapat menghilang ketika tekanan intrakranial meningkat
lebih dari 200 mm air.

10
Gambar 3. Papiledema6

Gambar 4. Fundus normal7

11
Gambar 4. Papiledema dengan bercak – bercak cotton wool
spots (ditunjuk oleh panah warna putih) dan perdarahan
(ditunjuk oleh panah warna hitam).8

- Manifestasi lanjut
 Jika papiledema terus memburuk, pembengkakkan lapisan
serabut saraf akhirnya menutupi batas normal diskus dan
diskus secara kasar terlihat terangkat.
 Terjadi sumbatan vena dan perdarahan peripapiler menjadi
lebih jelas, diikuti dengan eksudat dan cotton-wool spots.
 Retina sensoris peripapiller dapat tumbuh secara konsentris
atau, terkadang, membentuk lipatan radial yang dikenal
sebagai Paton lines. Lipatan koroidal juga dapat ditemukan.

- Manifestasi kronis
 Jika papiedema menetap selama beberapa bulan, hiperemia
diskus perlahan menghilang, memberikan gambaran abu-abu
atau pucat pada diskus yang sudah hilang sentral cup-nya,
sebagai akibat gliosis astrositik dan atrofi neuron dengan

12
konstriksi sekunder dengan pembuluh-pembuluh darah retina
dan masuk pada stadium papiledema atrofik. Mungkin juga
terdapat kolatera-kolateral retinokoroidal yang menghubungkan
vena centralis retinae dan vena-vena choroid peripapilar,
kolateral-kolateral ini timbul bila sirkulasi retina terhambat di
daerah pralaminar nervus opticus.
 Seiring dengan waktu, diskus dapat mengembangkan deposit
kristalin yang mengkilat (disc pseudodrusen).

Berdasarkan pemeriksaan funduskopi, papil edema terbagi


dalam 4 tingkatan : (7)

1. Early

 Tidak ada gejala visual dan tajam penglihatan normal


 Diskus optikus tampak hiperemis dan elevasi ringan. Garis tepi diskus
 (awalnya nasal,kemudian superior, inferior dan temporal) tampak
tidak
 jelas, dan mulai terjadi pembengkakan lapisan serat saraf papil
retina.

2.Established

 Penglihatan kabur yang transien dapat terjadi pada satu atau kedua
mata, terjadi beberapa detik, terutama saat berdiri.
 Tajam penglihatan normal atau berkurang
 Diskus optikus terlihat hiperemis berat dan elevasi sedang dengan
garis tepi yang tidak jelas, dimana awalnya dapat asimetris. Optic cup
dan pembuluh darah kecil di diskustampak kabur. Terjadi sumbatan
vena, dan perdarahan peripapiler berupa flame shape,dan dapat
terlihat cotton wool spots.

13
3. Longstanding

 Tajam penglihatan bervariasi dan lapangan pandang mulai


menyempit.
 Elevasi diskus optikus yang nyata.
 Cotton-wool spots dan perdarahan tidak ada

4. Atrophic

 Tajam penglihatan sangat terganggu


 Diskus optikus terlihat berwarna abu-abu kotor , sedikit elevasi, dan
garis tepi yang tidak jelas

PEMERIKSAAN FLUORESCEIN ANGIOGRAFI : (1,3,5,6).

Dilakukan dengan pemberian 5cc larutan fluorescein melalui 10% vena cubiti
dalam waktu sepuluh detik akan menunjukkan :

(i) fase arterial dimana didapatkan gambaran pembuluh darah kapiler


lebih jelas terlihat (dilatasi) dan meluas diluar diskus optikus (retina)
;
(ii) fase lama/laten dimana akan terlihat adanya kebocoran dari
fluorescein, sehingga tampak hyperfluorescein pada papil dan
sekitarnya.

14
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium:
Pemeriksaan darah tidak spesific dalam mendiagnosis papil
edema. Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu: darah lengkap, gula
darah, angiotensin-converting enzyme (ACE), laju endap darah (LED),
dan serologi sifilis dapat membantu dalam menemukan tanda-tanda
penyakit infeksi, metabolik, atau peradangan.1

b. Pemeriksaan Pencitraan:
 Neuroimaging (CT scan, MRI) otak dengan kontras harus dilakukan
dalam usaha untuk mengidentifikasi adanya lesi massa SSP.
 B-scan ultrasonography dapat berguna untuk meningkirkan diskus
drusen yang tersembunyi.
 Fluorescein angiography dapat digunakan untuk membantu
menegakkan diagnosis. Papiledema akut menunjukkan peningkatan
dilatasi kapiler peripapilar dengan kebocoran lanjut pada kontras.

c. Pemeriksaan lain: 1
- Perimetri
 Pada pemeriksaan lapang pandang umumnya menunjukkan
pembesaran titik buta. Pada edema diksus yang ekstrim, suatu
“pseudo“ hemianopsia bitemporal dapat terlihat.
 Pada papil edema kronis, pembatasan lapang pandang,
terutama daerah inferior, secara bertahap dapat terjadi, yang
selanjutnya dapat memburuk menjadi kehilangan penglihatan
sentral dan kebutaan total (inferior altitude).
- Fotografi warna stereo pada diskus optikus berguna untuk
mendokumentasikan perubahan yang terjadi.

15
F. Diagnosa Banding
a. Neuritis Papil edema b. Neuropati
Optik9 iskemik9 optic9
Gejala Visus central hilang Visus tidak Defek akut
Visus cepat, progresif; menghilang; lapang-pandang;
jarang kegelapan yang biasanya
transien altitudinal;
ketajaman yang
bervariasi – turun
akut
Gejala lain Bola mata pegal; sakit kepala, mual, Biasanya tidak
sakit bila muntah, tanda fokal ada; arteritis
digerakkan; sakit neurologic lain cranial perlu
supraorbita atau disingkirkan
orbita
Sakit Ada Tidak ada Tidak ada
bergerak
bilateral Jarang pada orang Selalu bilateral, Khas unilateral
dewasa; sering sangat jarang pada stadium
pada anak - anak terjadi asimetri akut, mata kedua
terlibat
subsequently
dengan gambaran
sindrom Foster
Kennedy
Gejala Tidak ada isokoria; Tidak ada isokoria; Tidak ada
Pupil reaksi sinar reaksi normal isokoria; reaksi
menurun sinar menurun

16
pada sisi infark
Penglihata Biasanya menurun Normal Ketajamam
n bervariasi;
warna,keta penurunan hebat
jaman biasanya
visus ditemukan pada
arteritis
Sel badan Ada Tidak ada Tidak ada
kaca

Fundus Retrobulbar: normal Derajat Biasanya edema


Papilitis: derajat pembengkakan disk segmental,
pembengkakan disc disk bervariasi, dengan sedikit
bervariasi hemoragi perdarahan
Pulsasi Hilang titik buta Defek inferior
vena besar altitude
kampus
Prognosis Visus biasanya Baik dengan Prognosis buruk
visus kembali normal atau menghilangkan untuk kembali,
tingkat fungsional kausa tekanan intra mata kedua
kranial secara kronis
dapat terlibat
dalam 1/3 kasus
idiopatik
Usia > 55 kausa giant
cell arteritis 40 –
60 th nonarteri

17
c. Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada
Secara khas ditandai dengan panuveitis bilateral dan ablasi retina
eksudatif dan berhubungan dengan berbagal manifestasi dermatologik dan
neurosensorik.3,10
d. Pseudopapiledema
Edema dari lapisan serat saraf yang mengaburkan cakram peripapilari
margin dan pembuluh darah merupakan ciri khas papil edema. Biasanya,
pembuluh peripapilari jelas terlihat di pseudopapil edema, kecuali dalam
kasus-kasus seperti myelinated serabut saraf.3,11
Dalam pseudopapil edema, disk kuning, cup mungkin kecil atau tidak
ada, kongesti vena tidak ada, namun sering terjadi pulsasi vena secara
spontan, anomali pembuluh kongenital dapat dilihat, dan kelainan diskus ini
berhubungan dengan faktor genetik.11

F. Penatalaksanaan
a. Obat-obatan (non bedah):
 Terapi, baik secara medis ataupun bedah, disesuaikan dengan
proses patologis yang mendasarinya dan disesuaikan dengan
temuan okuler.
 Diuretik: obat carbonic anhydrase inhibitor, acetazolamide
(Diamox), dapat berguna pada kasus tertentu, terutama pada
kasus-kasus hipertensi intrakranial idiopatik. (pada keberadaan
trombosis sinus venosus, diuretik dikontraindikasikan)
 Penurunan berat badan disarankan pada kasus hipertensi
intrakranial idiopatik.

18
 Kortikosteroid efektif dalam kasus yang berkaitan dengan
peradangan (contoh: sarcoidosis).

b. Pembedahan:
 Lesi massa yang mendasarinya, jika ada, harus diangkat.
 Lumboperitoneal shunt atau ventriculoperitoneal shunt dapat
digunakan untuk memperbaiki aliran LCS.
 Dekompresi selubung saaf optik dapat dilakukan untuk
mengurangi pemburukan gejala okuler dalam kasus hipertensi
intrakranial idiopatik yang tidak terkontrol dengan obat-obatan.
Prosedur ini menghilangkan sakit kepala persisten yang terjadi.
c. Diet:
Pembatasan diet dan konsultasi dengan ahli diet dalam kasus
hipertensi intrakranial idiopatik mungkin diperlukan.

G. Prognosis
Prognosis dari papil edema ditentukan berdasarkan penyebab yang
mendasarinya. Kebanyakan pasien yang terkena tumor otak metastase
prognosisnya sangat buruk. Pada penyakit obstruksi ventrikuler dapat dibuat
shunt pada aliran LCS. Pada pasien dengan pseudotumor biasanya memiliki
prognosis cukup baik.
Penanggulangan yang kurang cepat dan tepat akan menjurus pada
papil atrofi. Bilamana papiledema timbul secara cepat maka ini akan
merupakan tanda prognosa kurang baik. Papil edema dengan elevasi lebih
dari 5 Dioptri, disertai dengan perdarahan dan eksudat yang banyak akan
memperjelek prognosa penglihatan.1,3

19
H. PENCEGAHAN

Banyak penyebab papilledema tidak dapat dicegah. Langkah-langkah


untuk membantu mencegah beberapa penyebab papilledema meliputi:

 Kontrol tekanan darah tinggi, minum obat untuk menurunkan tensi


secara teratur
 Tetap sehat secara fisik dan menghindari obesitas dengan
berolahraga dan menjaga diet rendah lemak.

20
BAB III

PENUTUP

Papil edema merupakan edema dari papil saraf optik akibat


peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Oleh karenanya, jika tekanan cairan
cerebrospinal (LCS) meningkat, maka tekanannya akan diteruskan ke saraf
optik, dan pembungkus saraf optik bekerja sebagai suatu torniket untuk
menghalangi transpor aksoplasmik. Hal ini menyebabkan penumpukan
material di daerah lamina kribrosa, menyebabkan pembengkakan yang khas
pada saraf kepala.
Gejala yang terjadi pada pasien dengan papil edema adalah akibat
sekunder dari peningkatan tekanan intrakranial yang mendasarinya. Terapi,
baik secara medis ataupun bedah, diarahkan kepada proses patologis yang
mendasarinya dan disesuaikan dengan temuan okuler. Terapi spesifik harus
diarahkan kepada lesi massa yang mendasarinya jika ditemukan.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. BALLANTYNE. A.Y. and MICHAELSON I.C.: Textbook of the


Fundus of the Eye. Second E dition, Thc Williams and Wilkins
Company, Baltimorc : 637 — 652, 1970.
2. DUKE ELDER SIR STEWART : Parson's Diseases of the eye
.Fifteenth Edition, The English language book society and Churchill
Livingstonc, Edinburg, London and New York : 338 — 342, 1970.
3. LEMAN KOENCORO : Papilloedema. Arsip di Bagian Ilmu Penyakit
Mata Fakultas Kedokteran UNAIR/R.S. Dr. SOETOMO, Surabaya,
1978.
4. VAUGHAN, D : General Ophthalmology . Sixth Edition , Maruzen
Asian Edition, Langc Medical Publication Maruzen Company Ltd :
141—142,1971.
5. WOLINTZ. A.H : Essentials of Clinical Neuro-Opththalmology.
First Edition , P.G. Medical Book . Little Brown and Company,
Boston : 66 -- 71, 1976.
6. WYBAR. K : Ophthalmology . Second Edition, Concise Medical
7. Textbook : Baillierc Tindall, London : 151 — 154, 1974
8. Mitchell V Gossman, Joseph Giovannini. Papiledema. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1217204-overview . Tanggal:
28 Desember 2009.
9. Vaughan Daniel G, Asbury Taylor, Riordan-Eva Paul. Oftalmologi
Umum. Edisi 14. Cetakan pertama. Alih bahasa: Tambajong Jan,

22
Pendit Brahm U. Penerbit Widya Medika. Jakarta. 2000. Halaman:
281 – 282.
10. Diunduh dari: http://duniasaraf.blogspot.com/. Tanggal: 6 Agustus
2014.
11. Diunduh dari :
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/a/a2/Gray774.png.
Tanggal 6 Agustus 2014.
12. Guyton Arthur C, Hall John E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Cetakan pertama. Penerbit Buku kedokteran EGC. Jakarta. 1997.
Halaman 813.
13. Diunduh dari:
http://www.google.co.id/#hl=id&q=optik+neuritis&meta=cr%3DcountryI
D&aq=&oq=optik+neuritis&fp=fb71241bcfe8f9c5. Tanggal: 6 Agustus
2014.
14. Diunduh dari:
http://www.seebetterflorida.com/website/Portals/0/Eye%20Diagram.JP
G. Tanggal: 6 Agustus 2014.
15. Diunduh dari: http://cetrione.blogspot.com/2008/06/retinopati-
hipertensi.html. Tanggal: 6 Agustus 2014.
16. Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Cetakan ke-1. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta. 2004.Halaman: 183
17. Diunduh dari: http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/detail.php?dataId=3721.
Tanggal: 6 Agustus 2014.
18. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/1217393-print.
Tanggal: 6 Agustus 2014.

23

Anda mungkin juga menyukai