Anda di halaman 1dari 14

HIPERTENSI

Deskripsi Kasus
Seorang Pria berusia 55 tahun dating ke rumah sakit dengan keluhan hipertensi, pasien di
diagnose oleh dokter bahwa pasien tersebut mengalami hipertensi. Pasien memiliki riwayat
penyakit sekarang yaitu sesak dan sakit kepala. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit
terdahulu.

Keteranga
n:
(√) → ada
keluhan
(<) →
keluhan
berkurang
(-) → tidak ada
keluhan
Keterangan :
* Hasil laboratorium < dari nilai normal
** Hasil laboratorium > dari nilai normal

Implikasi klinik terhadap hasil laboratorium yang tidak normal :


a. Penurunan HB terdapat pada penderita anemia, kanker, penyakit ginjal, pemberian cairan
intravena berlebihan, dan penyakit Hodkind. Dapat juga disebabkan oleh obat-obatan,
misalnya :antibiotika, aspirin, antineoplastik (obat kanker), indometasin,, sulfonamide,
primaquin, rarifampin, dan trimetadion.
b. Penurunan hematokrit, terjadi pada pasien yang mengalami kehilangan darah akut, anemia,
leukemia, penyakit Hodkins, Limfosarcoma, myeloma multiple, gagal ginjal kronik, serosis
hepatis, malnutrisi, defisiensi vitamin B dan C, kehamilan, SLE, arthritis reumathoid, dan
ulkuspepti
Terapi obat pasien

Diskusi dan Pembahasan


Pasien Tn T, umur 55 tahundatang ke RS Dr.Tk.II Ak.Gani tanggal 23 Maret 2017
dengan keluhan mengatakan nyeri dada dan sesak nafas dan sakit kepala. Hasil pemeriksaan
tanda vital pasien menunjukkan TD 220/110 mmHg, suhu tubuh 36OC, nadi 80 x/menit dan
pernafasan 20 x/menit dan dilakukan segera pemeriksaan laboratorium lebih lanjut. Pasien ini di
diagnose Hipertensi oleh dokter. Pada hari pertamamasuk pasien diberi obat valsartan, KSR,
ceftriaxone injeksi,furosemide injeksi. Untuk terapi hipertensi digunakan kombinasi obat
valsartan dan amlodipine karena sangat efektif dalam mengurangi tekanan darah, walaupun efek
pengurangan tekanan darah pada amlodipine lebih besar dibandingkan valsartan, kombinasi
kedua mekanisme ini berpotensi untuk mengurangi efek samping seperti edema perifer.
Menurut Joint National Commite VIII dengan diagnosa hipertensi di atas 160/100 obat-
obat yang digunakan untuk pasien tersebut adalah golongan diuretic, ARB, CCB, ACEI, dan
Beta Blocker. Sedangkan menurut Joint National Commite VIII pasien dengan diagnosa
hipertensi dan CKD diberikan obat golongan ACEI atau ARB untuk pilihan utamanya dan dapat
dikombinasi dengan golongan lain seperti diuretic, CCB, Beta Blocker, dll.(JNC
VIII).Pemberian ceftriaxone injeksi 3x1 merupakan golongan sefalosporin generasi ketiga
digunakan untuk pengobatan infeksi.
Pemberian furosemid injeksi 3x1 ampul mengurangi sesak nafas dan mengurangi pre-
load lebih cepat dari yang diharapkan dari mula kerja dieresis. Diuretik kuat kadang-kadang
digunakan untuk menurunkan tekanan darah terutama pada hipertensi yang resisten terhadap
terapi tiazid. Hipokalemia dapat terjadi dan perlu hati-hati untuk menghindari hipotensi.
Penggunaan KSR untuk Pencegahan dan pengobatan untuk pasien dengan kalium yang
rendah/hypokalemia akibat penggunaan diuretik furosemid yang boros kalium.
Sedangkan penggunaan lansoprazole 1x1 sebagai antagonis reseptor H-2 yaitu
menghambat sekresi asam lambung yang tujuannya mengurangi jumlah asam lambung yang di
eksresikan. Sehingga kekurangan proteksi mukosa lambung yang disebabkan penghambat enzim
siklooksigenase tidak menyebabkan lambung semakin teriritasi oleh asam lambung. Akan tetapi
harus diperhatikan bila digunakan juga dalam waktu yang lama, maka proteksi lambung
terhadap mikroba yang terdapat dalam saluran cerna menjadi berkurang.
Pemberian obat ini kepada pasien ternyata menimbulkan DRP (Drug Related Problem)
ditemukan adanya interaksi obat yang tidak tepat yaitu injeksi Furosemid dengan Ceftriakson,
Menurut medscape interaksi obat ceftriaxone meningkatkan toksisitas furosemid oleh
sinergisme farmakodinamik, meningkatkan risiko nefrotoksisitas.
Pada tanggal 28 Maret T masih dirawat di ruang Flamboyan dengan keadaan yang sudah
membaik dengan assessment sesak nafas berkurang dan tekanan darah sudah terkontrol. Obat-
obat yang biasa digunakan terus dilanjutkan sampai keadaan sudah membaik secara normal dan
pasien pulang atas perintah dokter.

Konseling atau PIO yang harus diberikan :


1. Pemantauan Terapi Obat Pasien
 Melakukan visiteke pasien untuk mengetahui kondisi pasien sehubungan dengan
penentuan/pemastian terapi obat pasien.
 Melakukan visite ke pasien untuk memastikan obat infus yang diberikan benar dan
kebutuhan cairan terpenuhi.
 Melakukan pemantauan terhada preaksi yang timbul pada pasien sehubungan dengan
pengggunaan obat terutama keluhannya.
2. Konseling Pengobatan Pasien
 Memberikan informasi pada pasien bahwa sebaiknya minum lansoprazole sebelum
makan.
 Sebaiknya pasien tidak minum jus buah bersamaan dengan minum obat.
 Sebaiknya pada saat minum obat yang diresepkan dokter, pasien tidak minum obat
lainnya.
 Pasien harus minum obat antihieprtensinya secara rutin untuk mengontrol tekanan darah
pasien.
 Penggunaan antibiotik harus dihabiskan.

Kesimpulan
Pasien Tn T, umur 55 tahun mengalami hipertensi. Ada beberapa pemberian obat yang
dapat menyebabkan interaksi atau efek yang tidak diinginkan dari pemberian obat jika dilakukan
dengan waktu yang bersamaan. Valsartan yang digunakan pada saat yang bersamaan dengan
KSR dapat meningkatkan kadar kalium dalam darah (Hiperkalemia). Ceftriakson yang diberikan
bersamaan dengan furosemide dapat memperburuk fungsi ginjal dan penggunaan Lanzoprazole
bersamaan dengan furosemide dapat menyebabkan Hipomagnesia.
Sebagai Apoteker seharusnya melakukan pengkajian terhadap obat–obatan yang
diberikan kepada Tn T untuk menghindari terjadinya Drug Related Problem (DRP). Apoteker
harus memberikan saran kepada dokter terkait pemilihan obat yang tepat dan tidak membuat
kondisi pasien semakin buruk (Medscape).
DAFTAR PUSTAKA

Chobanian A.V., Bakris, G.L., Black H.R., Cushman W.C., Green L.A., Izzo J.L., Jr., et al,
2003. Teh Seventh report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and treatment of High Blood Pressure: The JNC 7 Report. JAMA; 289:2560-
72.
Dipiro, et al. 2009. Pharmocotherapy A Pathophysiologic Approach, 6 th edition, McGraw-Hill
JNC-8. 2014. The Eight Report of the Joint National Committee. Hypertension Guidelines: An
In-Depth Guide. Am J Manag Care
MIMS Indonesia. 2015. Informasi Ringkasan Produk Obat. Indonesia
Permenkes, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan No. 72 tahun 2016 tentang perubahan atas
Peraturan Menteri Kesehatan No. 58 tahun 2014 tentang Standar.
Riskesdas. 2007. http://www.k4health.org/system/files/laporanNasional%20Riskes
das%202007.pdf
Sugiharto A. 2007. “Faktor-Faktor Resiko Hipertensi Grade II pada Masyarakat”. Tesis.
Semarang : Universitas Diponogoro.
Sukandar dkk, 2008, ISO Farmakoterapi, edisi 1, innovative scientifitif futuristic informative
(ISFI), Jakarta.
Sheps, Sheldon G. 2005. Mayo Clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: PT
Intisari Mediatama.
Kurniasih FD dkk. 2017. Pemantauan Terapi Obat Pada Pasien Hipertensi Di Bangsal
Flamboyan Rumah Sakit Tk.Ii Dr. Ak Gani Palembang Periode 01 Maret – 26 April
2017. Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta Jalan Sunter Permai Raya,
Sunter Agung Podomoro, Jakarta Utara.
DIABETES MELITUS

Deskripsi Kasus
A. Identitas Pasien
Nama Ny. SM
Tanggal lahir 19 Septemeber 1941 (75 tahun)
No.RM 14xxxx
Tanggal masuk 24 Januari 2017
Riwayat penyakit terdahulu DM, stroke, hipertensi, kolesterol,
pernah dirawat di rumah sakit yang
sama karena ulkus dekubitas dan
nafsu makan yang berkurang
Riwayat pengobatan Sedang mengkonsumsi metformin,
amlodipin, ramipril, bisoprolol,
simarc, cefixime, omz, mecobalamin
Riwayat penyakit keluarga -
Ketergantungan -
Riwayat alergi -
Anamnesa Muntah-muntah sejak ±1 hari
sebelum masuk rumah sakit
Diagnosa utama DM neuropati

B. Data Subjektif Pasien


Tanggal Data subjektif
24/01/2017 Muntah dan tidak nafsu makan
25/01/2017 Sulit tidur, tidak nafsu makan, mual,
lemas, belum BAB sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit
26/01/2017 Nafsu makan meningkat, lemas,
belum BAB 3 hari
Diskusi Dan Pembahasan
Pasien Ny.SM masuk rumah sakit pada tanggal 24 Januari 2017 datang
dengan keluhan muntah-muntah sejak ±1 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
Yang dimuntahkan hanya berupa air, kemudian nafsu makan menurun, terdapat luka
di daerah bokong ±2 bulan, lemas di sekujur tubuh, pusing, belum buang air besar
sejak ±7 hari SMRS, tidak diare, riwayat batuk berdahak sejak 2 hari yang lalu, batuk
hilang timbul, dan tidak ada pencetuk batuk (makanan, udara, dingin, atau
debu).Pasien memiliki riwayat penyakit DM, stroke, hipertensi, dan kolesterol. Pasien
juga pernah dirawat di rumah sakit yang sama karena ulkus dekubitas dan nafsu
makan yang berkurang. Pasien datang ke rumah sakit dalam keadaan sadar, tekanan
darah 140/80 mmHg, suhu tubuh normal 37oC, keadaan umum sedang.Dokter
mendiagnosis pasien menderita diabetes mellitus neuropatik.
Berdasarkan hasil pemeriksaan tekanan darah yang dilakukan setiap hari,
menunjukkan terjadi peningkatan tekanan darah pada pasien, hal ini menandakan
bahwa pasien masih memiliki riwayat penyakit hipertensi. Pada hari pertama pasien
dirawat di rumah sakit, pasien diberikan terapi obat berupa infus Ringer Laktat 20
tpm, injeksi ranitidin, metformin 500 mg, dan amlodipin 10 mg. Pada
penatalaksanaan, infus Ringer Laktat diindikasikan untuk mengembalikan
keseimbangan elektrolit pada keadaan dehidrasi. Injeksi ranitidin diindikasikan untuk
mencegah dan mengobat mual dan muntah yang dialami oleh pasien. Metformin
diindikasikan untuk mengendalikan kadar gula darah yang sudah tidak dapat
dikendalikan dengan diet atau olahraga. Amlodipin diindikasikan untuk mengobati
penyakit hipertensi yang dimiliki oleh pasien.
Pada hari kedua pasien dirawat di rumah sakit, pasien diberikan terapi obat
yang sama dengan terapi sebelumnya dengan penambahan obat Ramipril, simarc, dan
bisoprolol. Pada hari ketiga, nafsu makan pasien sudah mulai meningkat, terapi obat
yang diberikan masih sama dengan sebelumnya dengan penambahan obat cefixime,
omeprazole, dan mecobalamin. Pada pemberian cefixime diindikasikan sebagai
antibiotik untuk mengatasi batuk yang dialami pasien, omeprazole diindikasikan
sebagai terapi untuk mencegah adanya gangguan pada pencernaan pasien dikarenakan
pasien tidak nafsu makan selama beberapa hari sehingga tidak ada asupan makanan
ke saluran pencernaan dan dikhawatirkan terjadi peningkatan asam lambung atau
masalah pencernaan lain. Mecobalamin diindikasikan sebagai terapi neuropati perifer.
Pada siang hari tanggal 25 Januari 2017, pasien sudah diperbolehkan untuk pulang
dan melanjutkan rawat jalan dengan keadaan pasien yang sudah mulai membaik dan
nafsu makan yang mulai meningkat.Obat pulang yang diterima pasien adalah
metformin, amlodipine, ramipril, bisoprolol, simarc, cefixime, omeprazole, dan
mecobalamin.
Secara keseluruhan untuk pengobatan yang diberikan kepada pasien selama
perawatan di rumah sakit dan obat pulang yang diterima sudah tepat dan rasional
tidak menunjukkan adanya DRP (drug related problem), tetapi tetap memperhatikan
regimen dosis masing-masing obat agar tidak terjadi reaksi yang tidak
diinginkan.DRP merupakan bagian dari proses asuhan kefarmasian yang
menggambarkan suatu keadaan, di mana seorang professional menilai
ketidaksesuaian pengobatan dalam mencapai terapi yang sesungguhnya.
Untuk meningkatkan efektifitas terapi, maka dilakukan pemantauan terapi
obat (PTO) dengan beberapa cara yakni melakukan visite (kunjungan) untuk
mengetahui kondisi pasien sehubungan dengan pemastian terapi obat pasien dan
memastikan obat infus yng diberikan benar dan kebutuhan cairan terpenuhi. Selain itu
dalam upaya pencapaian terapi yang optimal, dilakukan konseling terkait pengobatan
pasien seperti memberikan informasi pada pasien bahwa penggunaan antibiotik
(cefixime) harus dihabiskan, penggunaan bisoprolol harus diminum pada pagi hari,
penggunaan simarc, amlodipine, dan ramipril harus pada malam hari. Kemudian
memberikan pengetahuan kepada pasien pola hidup yang sehat, mengatur pola makan
yang baik agar gula darah pasien terkontrol, tidak merokok, olahraga dan memantau
kadar gula darah secara teratur, serta saat meminum obat yang diresepkan oleh doker,
pasien tidak dianjurkan meminum obat, herbal, atau supplemen lain yang dapat
menyebabkan terjadinya interaksi obat di dalam tubuh pasien.
DAFTAR PUSTAKA

PB PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di


Indonesia, 2015. h 1
Black J.M & Hawks J. 2009. Medical-Surgical Nursing: Clinical Management for
Positive Outcomes. 8th Ed. Singapore: Saunders Elsevier
Ignatavicius D.D & Workman M.L. 2006. Medical Surgical Nursing: Critical
Thinking for Collaborative Care. 5th Ed. St.Louis: Saunders Elsevier
Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. 2003. Kedokteran Klinis [online] (6th Ed).
Jakarta: EGC.
Ginsberg L. 2005. Neurologi [monografi online] (8th Ed). Jakarta: EGC.[cited: 2017
Juni 4]
Pinzon R. 2012. Diagnosis Nyeri Neuropatik dalam Praktik Sehari-hari. CDK [serial
online]. [cited: 2017 Juni 4]
Ropper A.H, Samuels M.A, Klein J.P. 2005. Adams and Victor’s Principles of
Neurology. New York: McGraw-Hill
Katulanda P, Priyanga R, Ranil J, Gidwin RC, Rezvi S, David RM. 2012. The
Prevalence, Patterns and Predictors of Diabetic Peripheral Neuropathy in a
Developing Country, Diabetology & Metabolic Syndrome
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan. 2009. Pedoman Pemantauan Terapi Obat.
Saragi S dan Feriyanti E. 2017. Pemantauan Terapi Obat Pasien Diabetes Melitus
Neuropatik Di Rumah Sakit Tni Angkatan Laut Dr. Mintohardjo. Fakultas
Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai