Anda di halaman 1dari 31

Proposal Skripsi di PT.

CALTEX Pasific Indonesia

PROPOSAL SKRIPSI
ANALISA SIKUEN STRATIGRAFI BERDASARKAN DATA
SEISMIK , DATA SUMUR DAN DATA PALEONTOLOGI DAERAH
“X”

Oleh :

FRANS STEVANUS ANDRIETI SURA


99.11.148

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2003
Proposal Skripsi di PT. CALTEX Pasific Indonesia

PROPOSAL SKRIPSI

Proposal ini diajukan guna memperoleh sponsor skripsi di PT. CALTEX Pacific
Indonesia sebagai mahasiswa strata 1 di Jurusan Teknik Geologi, Fakultas
Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta,
tahun akademik 2002/2003.

Diajukan Oleh :

Nama : Frans Stevanus Andrieti Sura


No Mahasiswa : 99.11.148
Alamat Jurusan : Jurusan Teknik Geologi
Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
Jl. SWK 104 (Lingkar Utara), Condongcatur Yogyakarta
55283 INDONESIA
Telp. (62-274). 566733, (62-274) 566802
Fax. (62-274) 486403
Alamat Rumah : Jl. Seturan CT XX/No. 20
Yogyakarta 55281 Indonesia
Ph. (62-274) 486760, Mobile : 081-56892068
Frans_cupid@yahoo.com

Yogyakarta, 7 April 2003


Menyetujui,
Dosen pembimbing Mahasiswa,

Ir. Salatun Said, MT Frans Stevanus Andrieti Sura


Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Geologi :

Ir. Joko Soesilo, MT.


Proposal Skripsi di PT. CALTEX Pasific Indonesia

PROPOSAL SKRIPSI

ANALISA SIKUEN STRATIGRAFI BERDASARKAN DATA


SEISMIK, DATA SUMUR DAN DATA PALEONTOLOGI
DAERAH “ X ”

1. LATAR BELAKANG

Sesuai dengan kurikulum yang ada di Jurusan Teknik Geologi, Fakultas


Teknologi Mineral, UPN “Veteran” Yogyakarta, tahun ajaran 2002/2003 maka setiap
mahasiswa dalam mencapai gelar kesarjanaan program pendidikan strata-1 harus
melakukan skripsi .
Dalam kegiatan eksplorasi terdapat dua kegiatan yaitu penyelidikan geologi
permukaan (surface investigation) dan penyelidikan geologi bawah permukaan
(subsurface investigation). Kemajuan teknologi telah menghasilkan data-data bawah
permukaan yang dapat menampilkan gambaran bawah permukaan dengan
keakurasian yang tinggi yang dapat berupa data seismik, data log, data core, cutting
dan data paleontologi, sehingga dengan adanya data ini maka dapat digunakan untuk
menyusun stratigrafi daerah telitian berdasarkan konsep sikuen stratigrafi.

2. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari pelaksanaan skripsi ini adalah agar dapat mengetahui cara
mengkorelasi berdasarkan data seismik, data log sumur, inti bor, cutting dan data
paleotologi sehingga dapat diketahui sekuen stratigrafinya, yang nantinya untuk
dapat mengenal kondisi sedimentasi, sistem pengendapannya dan kualitas reservoir
hidrokarbon daerah telitian. Selain itu juga kami mendapatkan pengalaman cara
menganalisis data seismik, data sumur dan data paleontologi. Karena dengan analisa
ini maka dapat untuk mengetahui distribusi lateral dan vertikal dari suatu litologi
sehingga dapat menggambarkan keadaan reservoir daerah telitian tersebut.

3. BATASAN MASALAH

a. Interpretasi litofasies dan lingkungan pengendapan daerah


penelitian.
Proposal Skripsi di PT. CALTEX Pasific Indonesia

b. Menentukan batas-batas sekuen stratigrafi (SB, MFS) daerah


penelitian.

4. GEOLOGI UMUM CEKUNGAN SUMATERA TENGAH

A. GEOMORFOLOGI
Cekungan Sumatera Tengah merupakan cekungan yang terbantuk di belakang
busur magmatik selama Tersier Awal (Eosen- Oligosen) sebagai rangkaian struktur
setengah graben yang dipisahkan oleh suatu block horst, sebagai hasil dari terjadinya
proses penunjaman Lempeng Samudera Hindia menyusup kebawah Lempeng Benua
Asia (Mertosono dan Nayoan, 1974). Cekungan ini berbentuk asimetris yang mengarah
baratlaut-tenggara, bagian yang terdalam terletak pada bagian baratdaya dan melandai
ke arah timur laut.
Cekungan Sumatera Tengah dibagian barat dan baratdaya dibatasi oleh Bukit
Barisan, bagian timur oleh Semenanjung Malaysia, bagian utara dibatasi Busur Asahan,
disebelah tenggara oleh dataran tinggi Tigapuluh dan pada timurlaut oleh Kraton Sunda
sedangkan batas bagian selatan tidak diketahui secara baik (Heidrick dan Aulia, 1993).
Selanjutnya bentukan setengah graben ini diisi oleh sedimen klastik non-marine dan
lacustrine dari Kelompok Pematang di beberapa bagian cekungan (graben) yang dalam.
Empat bentukan khas dari Cekungan Sumatera Tengah yaitu:
Tinggian Kubu (Kubu High) dibagian baratlaut, central deep pada bagian tengah
cekungan, Bukit Barisan (Mountain Front) pada bagian barat cekungan dan Tinggian
Rokan (Rokan Uplift) serta Dataran Pantai (Coastal Plain) di bagian timur cekungan.

B. STRATIGRAFI

Sejarah geologi di Sumatera Tengah sangat dipengaruhi oleh sejarah


tektoniknya. Oleh karena itu pembahasan mengenai stratigrafi Cekungan Sumatera
Tengah akan diletakkan dalam kerangka tektonostratigrafi. Proses tektonik merupakan
faktor pengontrol utama pengendapan di cekungan ini sedangkan perubahan muka air
laut (eustasy) hanya sebagai faktor kedua / sekunder (G. Kempt, et.al., 1997). Semua
ketidakmenerusan stratigrafi dalam cekungan ini kemungkinan disebabkan oleh
interaksi antar lempeng dan perubahan relatif pergerakan lempeng tersebut. Selanjutnya
pembahasan stratigrafi akan diletakkan dalam kerangka tektonostratigrafi atau fase-fase
pembentukan cekungan (G. kempt, et.al., 1997).
Proposal Skripsi di PT. CALTEX Pasific Indonesia

B.1. Fase pembentukan batuan dasar (F0)

Batuan dasar di Sumatera Tengah terdiri dari empat satuan litologi berumur
Palezoik sampai Mesozoik. Satuan litologi tersebut adalah : (1) Kelompok Mutus terdiri
dari ofiolit, metasedimen dan sedimen-sedimen berumur Trias, (2) Kelompok Malaka
terdiri dari kuarsit, filit dan intrusi granodiorit, (3) Kelompok Mergui terdiri dari
graywacke berumur Kapur, kuarsit dan batulempung kerikilan, dan (4) Kelompok
Tapanuli terdiri dari batusabak, metasedimen dan filit yang diendapkan diatas
batugamping shelf berumur Devon-Karbon.
Cekungan Sumatera Tengah dibagi menjadi lima unit stratigrafi. Urutan
tersebut (dari tua ke muda) yaitu Formasi Pematang, Kelompok Sihapas, Telisa, Petani
dan Minas (Eubank dan Makki, 1981 ; Heidrick dan Aulia, 1993). Pada dasarnya sejarah
pengendapan sedimen Cekungan Sumatera Tengah sangat dipengaharui oleh sejarah
tektoniknya. Proses tektonik merupakan faktor pengontrol utama pengendapan,
sedangkan perubahan muka air laut hanya sebagai faktor kedua atau sekunder. Seluruh
ketidakmenerusan (disconformity) stratigrafi dalam cekungan ini kemungkinan
disebabkan oleh interaksi antar lempeng dan perubahan relatif pergerakan lempeng
tersebut, sehingga pembahasan stratigrafinya dalam kerangka tektonostratigrafi (G.
Kempt, et al., 1997).

B.2. Fase intra-cratonic rifting dan rift infill (F1)


Sekitar 40 + 10 juta tahun yang lalu, tumbukan antara lempeng benua India
dan Eurasia menghasilkan gaya transtensional (translasi dan ekstensi) hampir di seluruh
lempeng benua Sunda. Akibat dari gaya transtensional tersebut, maka terbentuk sistem
pemekaran kerak benua yang berupa pembentukan rangkaian struktur setengah graben
(half graben) yang saling berhubungan. Pembentukan struktur setengah graben yang
besar diawali dengan pembentukan sesar listrik (listric fault) pada salah satu sisi dan
pembentukan ramp yang landai pada sisi lainnya. Struktur tersebut mempunyai pola
kelurusan utara-selatan. Struktur graben yang berumur Eosen-Oligosen tersebut diisi
oleh sedimen-sedimen fluviatil dan lakustrin yang dimasukkan dalam Kelompok
Pematang. Formasi Pematang diendapkan Eo-Oligosen (50-24 jtl) mengisi graben dan
halfgraben pada fasa regional tektonostratigrafi F0. Formasi Pematang diendapkan
langsung tidak selaras di atas basement Cekungan Sumatera Tengah dan terdiri dari dua
fasies, yaitu:
Proposal Skripsi di PT. CALTEX Pasific Indonesia

1. Batulempung tercabik-cabik dan batupasir berbutir halus, secara lokal disisipi


dengan lempung lacustrine kaya organik.

2. Kelompok sikuen konglomerat, batupasir berbutir kasar dan batulempung tercabik-


cabik.

Selanjutnya Kelompok Pematang dibagi menjadi tiga formasi berdasarkan pada


fasies yang berhubungan dengan tahap-tahap pembentukan cekungan dan pengisiannya,
yaitu:

Formasi Lower Red Bed terdiri dari batulempung, batulanau, batupasir arkosik,
konglomerat yang diendapkan pada lingkungan dataran alluvial dan kipas alluvial yang
berubah secara lateral menjadi lingkungan fluvial, lakustrin dan delta. Bagian bawah
dari formasi ini pada beberapa cekungan yang dalam dapat mencapai ketebalan 3000
meter. Batupasir di formasi ini mempunyai kualitas yang jelek sebagai reservoar karena
masih sangat dekat dengan sumbernya dan sortasi jelek.

Formasi Brown Shale sesuai dengan namanya terdiri dari shale yang berwarna
coklat dan diendapkan pada lingkungan lakustrin/danau dalam sampai lakustrin dangkal
dan merupakan batuan induk hidrokarbon. Pembentukan batuan induk yang bagus pada
formasi ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu tidak adanya tinggian yang berarti
sepanjang sesar yang membatasi cekungan, penurunan dasar cekungan lebih cepat
daripada pengendapan menyebabkan lingkungan danau semakin dalam, sesar yang
berfungsi sebagai batas cekungan mempunyai dip yang landai sampai sedang dan pada
saat Brown Shale diendapkan kondisi tektonik sedang tidak aktif. Selain lempung, di
formasi ini juga terdapat endapan-endapan kipas delta dan turbidit. Endapan turbidit
yang terbentuk oleh mekanisme aliran butiran (grain flow) telah dijadikan sebagai target
eksplorasi yang pada umumnya mempunyai tipe jebakan stratigrafi.

Formasi Upper Red Bed diendapkan pada tahap akhir inversi minor dalam
lingkungan transisi yang berubah dengan cepat menjadi lingkungan lakustrin dalam
yang diselingi oleh lakustrin yang dangkal. Peningkatan kecepatan sedimentasi dan
suplai klastika menyebabkan cekungan menjadi penuh dan lingkungan berubah menjadi
fluvial dan alluvial. Litologi penyusun formasi ini berupa batupasir, konglomerat dan
shale berwarna merah-hijau. Batupasir di formasi ini telah menjadi target eksplorasi.
Proposal Skripsi di PT. CALTEX Pasific Indonesia

B.3. Fase interior sag basin (F2)

Di atas Kelompok Pematang diendapkan suatu seri sedimen yang diendapkan


pada saat aktivitas tektonik mulai berkurang yang terjadi selama Oligosen Akhir sampai
Miosen Tengah. Fase transgresif pada fasa F2 menghasilkan endapan dari Kelompok
Sihapas dan Formasi Telisa (Heidrick dab Turlington, 1995). Kelompok Sihapas terdiri
terutama oleh batupasir dengan sedikit selingan serpih, lapisan batugamping dijumpai
secara lokal di bagian bawah. Batupasir dari kelompok Sihapas mempunyai ukuran butir
sedang sampai kasar dan merupakan reservoar yang baik. Kelompok Sihapas
mempunyai pola parasikuen yang menghalus ke arah atas dan diendapkan mulai dari
Akhir Oligosen sampai pertengahan Miosen. Fauna jarang dijumpai, brackish foram
kadang-kadang dijumpai.

Kelompok Sihapas terdiri dari empat formasi yaitu Formasi Menggala, Bangko,
Bekasap dan Duri. Bagian bawah Kelompok Sihapas pada Miosen diendapkan
konglomerat yang menghalus ke atas, batupasir berbutir kasar hingga halus (Formasi
Menggala) dan berada tidak selaras di atas Formasi Pematang. Formasi Menggala
ditindih selaras oleh Formasi Bangko dengan litologi berwarna biru, serpih karbonatan
dengan sisipan batupasir dan sedikit gamping. Formasi Bekasap terdiri dari litologi
batupasir berbutir sedang hingga kasar dan sedikit serpih.

Pada akhir fasa transgresif F2 Miosen Awal sampai Tengah, diendapkan Formasi
Telisa dengan lingkungan berkisar inner sampai outer litoral dengan pengaruh laut
semakin besar ke atas. Kontak pada Formasi Telisa ditandai oleh litologi yang berbeda
dan fauna yang berhenti hingga Miosen Tengah fasa regresif. Formasi bercirikan warna
abu-abu kecoklatan terdiri dari serpih karbonatan, batulanau dan gamping di tempat
tertentu.Kompresi bersifat setempat-setempat yang ditandai dengan pembentukan sesar
dan lipatan pada tahap inversi yang terjadi bersamaan dengan penurunan muka air laut
global pada 28 jtyl. Proses geologi yang terjadi pada saat itu adalah pembentukan
morfologi hampir rata (peneplain) yang terjadi pada Kelompok Pematang dan batuan
dasar yang tersingkap. Periode ini diikuti oleh terjadinya subsiden kembali dan
transgresi ke dalam cekungan tersebut. Kelompok Sihapas yang diendapkan secara tidak
selaras di atas Kelompok Pematang terdiri dari Formasi Menggala/Lahat,
Bekasap/Tualang, Duri dan Telisa.
Proposal Skripsi di PT. CALTEX Pasific Indonesia

Formasi Menggala terdiri dari sedimen-sedimen klastika yang diendapkan pada


fluvial-braided stream dan secara lateral ke arah utara berubah menjadi marine deltaic.
Formasi ini onlap terhadap batuan dasar dan struktur yang dihasilkan oleh inversi
Oligosen dan jarang dijumpai diendapkan di atas tinggian. Pada bagian depocenter-nya
formasi ini mempunyai ketebalan lebih dari 9000 kaki. Formasi Menggala berubah
secara lateral dan vertikal ke arah barat menjadi marine shale yang termasuk dalam
Formasi Bangko sedangkan ke arah timur berubah menjadi lingkungan transisi dan laut
terbuka yang termasuk dalam Formasi Bekasap.

Formasi Bangko terdiri dari batulempung yang diendapkan pada lingkungan laut
terbuka mulai dari lingkungan paparan (shelf) sampai delta plain dan batulempung
karbonatan dengan perselingan batupasir lanauan dan berubah secara lateral menjadi
batugamping pada daerah yang sedikit menerima suplai material klastik. Formasi
Bangko berfungsi sebagai batuan tudung (seal) bagi batupasir yang ada di bawahnya.
Batupasir dalam Formasi Bangko merupakan reservoar yang bernilai dan telah
diproduksi di Lapngan Petani, Bangko, Menggala dan Pinang. Adanya pengaruh
lingkungan laut menyebabkan pengendapan foraminifera yang berfungsi sebagai
penunjuk umur formasi ini yaitu Miosen Awal (N1 – N2).

Formasi Bekasap terdiri dari suatu seri sedimen mulai dari lingkungan transisi,
laut terbuka dan delta. Litologi terdiri dari batupasir glaukonitan, batugamping dan
batubara. Batupasir mengkasar ke atas dalam delta kompleks Sihapas terbentuk hampir
di seluruh Paparan Sunda. Batupasir Bekasap merupakan lapisan sedimen yang secara
diakronous menutup Sumatera Tengah dan akhirnya menutup semua tinggian yang
terbentuk sebelumnya. Selanjutnya Formasi Bekasap merupakan reservoar penting dan
telah diproduksi melalui Lapangan Menggala, Duri, Kotabatak dan Zamrud. Kandungan
foraminifera menunjukkan umur Miosen Awal (N2 – N3).

Formasi Duri. Formasi Bekasap secara vertikal berubah menjadi Formasi Duri
yang merupakan suatu seri batupasir yang terbentuk pada lingkungan inner neritic
deltaic di bagian utara dan tengah cekungan. Seri tersebut dicirikan oleh batupasir
berbutir halus sampai menengah yang secara lateral menjadi batulempung laut dalam
dari Formasi Telisa. Formasi Duri merupakan suatu reservoar utama yang telah
diproduksi melalui Lapangan Minyak Duri, Bangko, Petani. Formasi ini mempunyai
tebal lebih dari 300 kaki dan berumur Miosen Awal (N3).
Proposal Skripsi di PT. CALTEX Pasific Indonesia

Formasi Telisa. Formasi Bekasap dan Duri secara lateral dan vertikal berubah
menjadi batulempung laut dari Formasi Telisa yang terbentuk pada lingkungan neritik
luar yang menunjukkan periode penggenangan maksimum laut di Sumatera Tengah.
Formasi Telisa merupakan suatu batuan penutup (sealing) regional bagi Kelompok
Sihapas. Tebal formasi ini lebih dari 9000 kaki. Formasi Telisa berumur Miosen Awal –
Miosen Tengah (NN4 – NN5). Batupasir dalam Formasi Telisa merupakan reservoar
yang potensial dan telah diproduksi melalui Lapangan Bulu South, Beruk Northeast,
Kotabatak dan Minas.

B.4. Fase Kompresi (F3)


Fasa kompresi F3 membentuk ketidakselarasan regional dan terendapkannya
Formasi Petani yang menindih tidak selaras di atas Kelompok Sihapas. Formasi Sihapas
merupakan sikuen monoton dari shalemudstone mengandung sedikit batupasir dan
perselingan batulanau yang menunjukkan pendangkalan progresif ke atas dan kondisi
laut. Bagian atas Formasi Petani dicirikan oleh ketidakselaran erosional dan ditindih
lapisan tipis dari batupasir Formasi Minas berumur Holosen. Secara regional
ketidakselarasan ditandai dengan penambahan sedimen berbutir halus yang berarti
mendukung bahwa uplift pada cekungan terjadi pada akhir Pliosen.

Pada bagian atas Kelompok Sihapas yang ditandai ketidakselarasan regional dan
mempunyai penyebaran konsisten hampir di seluruh Cekungan Sumatera Tengah ini
menunjukkan adanya perubahan fase tektonik ekstensi menjadi tektonik kompresi yang
dimulai dari Miosen Akhir sampai dengan sekarang. Kejadian ini bersamaan dengan
pemekaran Laut Cina Selatan dan Laut Andaman serta bersamaan dengan pergeseran
sepanjang Sesar Besar Sumatera dan pembentukan busur vulkanik di sebelah baratnya.
Bagian atas dari Formasi Telisa sulit ditentukan dengan pasti dari seismik karena
kompresi dan struktur lainnya yang berhubungan dengan kolisi antara Lempeng
Australia dengan Eurasia telah mengganggu batas tersebut. Struktur yang terbentuk
tersebut telah mejadi penampungan terakhir dari minyak yang bermigrasi dan saat ini
dijumpai sebagai jebakan struktural. Pada fase kompresi ini terbentuk Formasi Petani
dan Minas.

Formasi Petani. Kelompok Sihapas ditumpangi oleh Kelompok Petani yang


terdiri dari Binio-Lower Petani yang merupakan endapan laut dan Korinci-Upper Petani
yang merupakan endapan laut sampai delta. Formasi Petani diendapkan mulai dari
Proposal Skripsi di PT. CALTEX Pasific Indonesia

lingkungan laut dangkal, pantai dan ke atas sampai lingkungan delta yang menunjukkan
regresi air laut. Formasi Petani terdiri dari batupasir, batulempung, dan batupasir
gloukonitan dan batugamping yang dijumpai pada bagian bawah dari seri sedimen
tersebut, sedangkan batubara banyak dijumpai pada bagian atas dan terjadi pada saat
pengaruh laut semakin berkurang. Batupasir mempunyai komposisi dominan kuarsa,
berbutir halus sampai kasar, pada umumnya tipis-tipis, mengandung sedikit lempung
dan secara umum mengkasar ke atas. Di beberapa tempat batupasir membentuk lensa-
lensa dengan penyebaran yang terbatas yang menunjukkan pengendapan pada
lingkungan offshore bar dan delta front/delta lobe sand sejajar dengan pantai purba.
Formasi Petani secara keseluruhan mempunyai tebal 6000 kaki berumur Miosen Akhir –
Pliosen Awal atau N9 (NN5) – N21 (NN 18). Perkiraan umur pada bagian atas Formasi
Petani kadang-kadang membingungkan karena tidak adanya fosil laut. Karena di bawah
Formasi Petani terdapat batulempung Telisa yang tebal, maka hidrokarbon yang berada
pada batupasir Petani tidak komersial. Gas biogenik terdapat dalam jumlah yang besar
dan telah dijadikan target eksplorasi terutama di Lapangan Seng dan Segat.

Formasi Minas merupakan endapan Kuarter yang diendapkan tidak selaras di atas
Formasi Petani. Formasi Minas tersusun atas lapisan-lapisan tipis gravel, pasir lempung
dan merupakan endapan-endapan alluvial.

C. STRUKTUR GEOLOGI

Struktur geologi regional Cekungan Sumatera Tengah dicirikan oleh blok –


blok patahan. Sistem blok – blok patahan ini mempunyai orientasi penjajaran utara –
selatan membentuk rangkaian horst dan graben. Ada dua pola struktur di Cekungan
Sumatera Tengah, yaitu pola-pola yang lebih tua cenderung berarah utara-selatan dan
pola-pola yang lebih muda yang berarah baratlaut-tenggara (Nayoan dan Mertosono,
1974). Bentuk struktur yang saat ini ada di Cekungan Sumatera Tengah dan Sumatera
Selatan dihasilkan oleh sekurang-kurangnya tiga fase tektonik utama yang terpisah,
yaitu Orogenesa Mesozoikum Tengah, Tektonik Kapur Akhir – Tersier Awal dan
Orogenesa Plio-Pleistosen. Orogenesa Mesozoikum Tengah merupakan sebab utama
termalihkannya endapan-endapan Paleozoikum dan Mesozoikum. Endapan-endapan
tersebut tersesarkan dan terlipatkan menjadi blok-blok struktural berukuran besar yang
selanjutnya diterobos oleh batholit-batholit granit. Lajur-lajur batuan metamorf ini
Proposal Skripsi di PT. CALTEX Pasific Indonesia

tersusun oleh strata dengan litologi yang berbeda, baik tingkat metamorfisme maupun
intensitas deformasinya (De Coster, 1974). Cekungan Sumatera Tengah mempunyai
dua set sesar berarah utara-selatan dan baratlaut-tenggara. Sesar-sesar yang berarah
utara-selatan diperkirakan berumur Paleogen, sementara yang berarah baratlaut-
tenggara berumur Neogen Akhir. Kedua kelompok sesar ini berulangkali diaktifkan
sepanjang Tersier oleh gaya-gaya yang bekerja (Eubank dan Makki, 1981).

Cekungan Sumatera Tengah memiliki batuan dasar Pra-Tersier yang dangkal,


sehingga sedimen yang menutupinya sangat mudah dipengaruhi oleh tektonik batuan
dasar dan banyak dijumpai struktur. Posisi tumbukan yang menyudut antara Lempeng
Asia Tenggara dengan Samudera Hindia di Sumatera telah menimbulkan gaya geser
menganan (dextral wrenching fault) yang kuat. Dengan demikian struktur-struktur yang
ada di Cekungan Sumatera pada umumnya memiliki karakteristik wrench tectonic,
termasuk sesar-sesar yang mempunyai dip besar, seperti upthrust dan flower structure.
Struktur-struktur tersebut mempunyai arah dip timur laut dan strike barat laut, sehingga
membentuk sudut yang besar terhadap vektor konvergen.
Sumatera Tengah telah mengalami beberapa fase deformasi yang kompleks dan
hal tersebut secara langsung telah mempengaruhi distribusi batuan induk,
perkembangan dan pembentukan reservoar dan struktur geologinya. Perkembangan
struktur geologi di Cekungan Sumatera Tengah sangat berhubungan dengan
pergerakan regional litosfer dan interaksi antara lempeng-lempeng minor (G. Kempt,
et.al., 1997). Menurut setidaknya ada empat episode tektonik regional yang sangat
mempengaruhi pola struktur geologi regional Sumatera Tengah, yaitu (1) pergerakan
India ke utara (+ 45 jtyl), (2) pemekaran Laut Cina Selatan (37 – 17 jtyl) dan
pembukaan Laut Andaman (17 jtyl), (3) penunjaman Lempeng Indo-Australia
sepanjang Palung Sunda (13 – 0 jtyl), tumbukan bagian barat Lempeng Australia
dengan Palung Sunda-Jawa dan Busur Luar Banda 5 jtyl (Kempt,et.al 1997).
Proses tektonik yang terjadi di Cekungan Sumatera Tengah merupakan faktor
pengontrol utama dalam proses pengendapan sedimen. Oleh sebab itu pembahasan
stratigafi diletakkan dalam kerangka tektonikstratigrafi atau fasa-fasa pembentukan
cekungan. Heidrick dan Turlington (1995) membagi empat tahapan tektonikstratigrafi
yang hampir sama dengan tahapan menurut G. Kempt (1997). Fasa tektonikstratigrafi
(Gambar-7) tersebut dinamai dengan Fasa 0 (F0) , Fasa 1 (F1), Fasa (F2) dan Fasa 3
(F3).
Proposal Skripsi di PT. CALTEX Pasific Indonesia

1. Fasa F0 terjadi pada Akhir Paleozoik sampai Mesozoik. Pada fasa ini diiringi
dengan terbentuknya batuan dasar (basement) Cekungan Sumatera Tengah.
Basement tersebut terdiri dari empat kelompok yaitu Kelompok Mutus, Malaka,
Mergui dan Tapanuli Selatan.
2. Fasa F1 terjadi pada Eosen sampai Oligosen disebut juga fasa rifting dan rifting
infill. Fase tektonik ini disebut juga sebagai fasa intra-cratonic rifting dan rift infill.
Rifting pada basement terlihat dengan gejala tektonik pembentukan graben dan half
graben yang berarah Utara-Selatan dengan pengendapan kelompok Pematang.. Fasa
tektonik ini hampir sama dengan fasa tektonik menurut de Coster (1974) dan
Eubank dan Makki (1981) pada Akhir Kapur sampai Tersier Awal.
3. Fasa F2 terjadi pada Akhir Oligosen sampai Miosen Tengah, disebut juga fasa
interior sag basin. Pada fasa ini gejala tektonik yang terjadi yaitu penurunan atau
pelengkungan (crustal sagging), dextral wrenching dan pembentukan zona rekahan
transtensional dengan strike N 00 – 200 E. Pada perioda ini diikuti dengan
penurunan cekungan kembali dan transgresi diiringi dengan pengendapan kelompok
Sihapas.

4. Fasa F3 terjadi pada Akhir Miosen sampai Resen, disebut juga fasa kompresi.
Gejala tektonik F3 bersaman dengan sea floor spreading Laut Andaman,
pengangkatan regional, terbentuknya jalur pengunungan vulkanik, right lateral
strike slip sepanjang Bukit Barisan dengan arah N 35 0 W +100 dan kompresi
upthrusting sepanjang Cekungan Sumatera Utara dan Tengah dengan arah gaya NE
– SW. Pada fasa ini terbentuk ketidakselarasan regional dan diendapkan Formasi
Petani dan Minas tidakselaras di atas Kelompok Sihapas.
Gerakan menumbuknya lempeng samudera India terhadap lempeng benua
Eurasia (di kawasan Sumatera) dianggap telah menghasilkan gerak pengangkatan
terakhir daripada Pengunungan Barisan serta juga telah menyebabkan adanya sesar-
sesar mendatar mengarah kekanan sepanjang pengunungan ini. Gejala struktur yang
paling menonjol di cekungan sedimen Tersier tersebut di atas adalah lipatan-lipatan dan
sesar-sesar yang berarah baratlaut.
Proposal Skripsi di PT. CALTEX Pasific Indonesia

CEKUNGAN SUMATERA
TENGAH
Cekungan
Sumatera
Utara Malays
ia

Cekungan
Sumatera Temgah

Cekungan
Sumatera Selatan

Cekungan
Sunda

Arah Pergerakan Cekungan


Jawa Utara
Lempeng

Gunung Api Kuarter

Skala

0 500 Km

Gambar 1. Kerangka tektonik regional Cekungan Sumatera Tengah (Heidrick dan Aulia, 1993)
Proposal Skripsi di PT. CALTEX Pasific Indonesia

TECTONIC
EPISODE

STYLE
T E R T IA R Y T E C T O N IC D E V E L O P M E N T
C E N T R A L S U M A T R A B A S IN

T P T S
M a jo r N E - S W D ir e c te d C o m p r e s s io n .
DYNAMIC

G ia n t I n v e r s io n - a n d T h r u s t - R e la te d
F 3L
T rap s F o r m A lo n g F O A rch es, F 1 B ord er
COMPRESSION

F a u lts a n d N N W - N W - T r e n d in g
S I O N

W ren ch F a u lts .
5 M A
E R

T P I n d o - A u s tr a lia n P la te R e o r g a n iz a tio n .
I N V

T S I n itia te B a r is a n S u b d u c tio n , T ra n sfo rm


PASSIVE

F a u ltin g , a n d I s la n d A r c V o lc a n is m .
SW

F 3E
F o ld -d o m in a te d I n v e r s io n A lo n g N N W -
-

N W - T r e n d in g D e x tr a l W r e n c h F a u lts ,
NE

a n d T ra n sfer Z o n es. T S,S ih a p a s G r o u p ,


13 M A T P , P e ta n i G r o u p .
TECTONISM
PASSIVE

S u b m a r in e V o lc a n ism
COUPLE

F 2L
DEXTRAL SHEAR

21
WRENCH

M A
DYNAMIC

6 - 8 K M
F 2E
C E N TR A L S U M A TR A N
D U C T IL E Z O N E D E TA C H M E N T
INVERSION

26 - 28 M A
S,
DYNAMIC

-
N

B a la m -K ir i A m a n B o r d e r F a u lt F 1 M In v e r s io n B e n g k a lis
F 1L B o r d e r F a u lt F 1 W r e n c h F a u lt B o r d e r F a u lt
EXTENSION

U L F
U R B
B S
PASSIVE

TECTONISM

F 1M L R B

6 - 8 K M
O
20
DYNAMIC

C EN TR A L S U M A TR A N
+

D U C T IL E Z O N E D E TA C H M E N T
F 1E
W,
RIFT

E -

43 - 50 M A
METAMORPHISM
ACCRETION

PLUTONISM

EXTENSION

TR Id r is G r a n ite O S
TR M a la c c a M ic r o p la te
B oh orok F m 295 M a
UPLIFT

K lu e t - A la s P C O r d o -S ilu r ia n (O S )
K ir i F o

F F m s P C O S
0 P a le o z o ic
B a sem en t
G r a n ite
(4 2 6 M a )
P a le o z o ic
M u tu s
S u tu re P C TR
B a sem en t
O S O S P erm o- O S F o
C a r b o n ife r o s (P C ) P C
O S
F o
C EN TR A L SU M A TR A N
D ETA C H M EN T

T L H /B F T , 9 5
Proposal Skripsi di PT. CALTEX Pasific Indonesia

Gambar 2. Kerangka struktur geologi yang berkembang pada fase F2 (wrench fault) dan
fase F3 (inversion structure) di Cekungan Sumatera Tengah (Heidrick dan
Turlington, 1995).
Proposal Skripsi di PT. CALTEX Pasific Indonesia

FASE TEKTONIK, POLA STRUKTUR DAN STRATIGRAFI


PENULIS

Nayoan dan Blok-blok patahan yang mempunyai arah utara-selatan dan baratlaut-
Mertosono tenggara
(1974) - Pola tua berarah utara-selatan
- Pola Muda berarah baratlaut-tenggara

- Orogenesa Kapur Tengah : Metamorfosa, perlipatan, persesaran


dan intrusi endapan-endapan Paleozoikum dan Mesozoikum
- Tektonik Kapur Akhir – Tersier Awal : Pembentukan graben dan
blok-blok sesar dengan kelurusan relatif utara-selatan disertai
De Coster (1974) pengendapan Kelompok Pematang dan Sihapas.
- Orogenesa Plio-Pleistosen : Pembentukan sesar dan lipatan yang
berarah relatif baratlaut tenggara, reaktivasi sesar-sesar pada
fase tektonik sebelumnya. Pembentukan Formasi Telisa, Petani
dan Minas.

- Fase Ekstensi Paleogen : Pembentukan graben dan setengah


Eubank dan graben dengan strike utara-selatan yang aktif kembali selama
Plio-Pleistosen. Pengendapan Kelompok Pematang.
Makki (1981)
- Neogen : Pembentukan sesar berarah baratlaut-tenggara yang
disertai dengan perlipatan

- F0 : Paleozoik Akhir (345 jtyl) sampai Mesozoik (65 jtyl),


Pembentukan basement
- F1 : Eosen sampai Oligosen (50– 26 jtyl) , Pembentukan
Pertamina (1996) setengah graben dan graben berarah utara-selatan disertai
pengendapan Kelompok Pematang
- F2 : Oligosen Tengah (26 – 13 jtyl), Transgresi cekungan disertai
pembentukan Kelompok Sihapas
- F3 : Miosen Akhir sampai sekarang (13 – 0 jtyl), Regresi
cekungan disertai pembentukan Formasi Petani dan minas

- Fase F0 : Palezoik- Mesozoik, Pembentukan basement


- Fase F1 : Tersier Awal (40+10 jtyl) intra-cratonic rifting dan rift
G. Kempt et al. infill, pembentukan Kelompok Pematang
(1997) - Fase F2 : Oligosen Akhir – Miosen Tengah, interior sag basin,
pembentukan Kelompok Sihapas.
- Fase F3 : Miosen Akhir – sekarang, fase kompresi, pembentukan
ketidakselarasan regional di atas Kelompok Sihapas dan
pengendapan Formasi Petani dan Minas.

Tabel 1. Ringkasan tektonik, pola struktur, dan stratigrafi Cekungan Sumatera Tengah
dari beberapa penulis
Proposal Skripsi di PT. CALTEX Pasific Indonesia

TECTONOSTRATIGRAPHIC CHART - CEKUNGAN SUMATERA TENGAH


ZONA FAUNA
JTYL EPOCH Forami- Nanno- Episoda Unit LItologi
nifera plangton Struktur

Fase Sag Fase Kompresi Bukit Barisan


Formasi Minas Pasir lempung, lap
gravel, End Alluvial
2,8
Pliosen
5,2
N 17
Miosen

Akhir

N 16 F3 Batulempung abu-abu
6,6
Marker
kehijauan, batupasir
N 15 NN 9
A dan batulanau
N 14 NN 8
Tengah

10,3
Marker B
N 13 NN 7
N 12 13,8
NN 6
Duri Event
N 11
(Hiatus)
N 10 NN 5 Batulempung dan
batulanau coklat
N9
15,5 Formasi keabu-abuan,
N8 Telisa karbonatan, kadang-
Awal

16,5
N7 NN 4 kadang dijumpai
NN 3 F2 batugamping
N6 Duri
Formasi Batupasir medium-kasar,
N5 NN 2 Bekasap sedikit batulempung
Batulempung abu-abu,
Formasi karbonatan dengan sisipan
batupasir dan kadang-
Bangko kadangbatugamping
22,5 Formasi Batupasir halus-kasar,
NN 1 25,5
Menggala konglomeratan
N4
Fase Rifting
Eo – Oligosen

Batulempung coklat tua


25,5 F1 Batulempung merah dan
hijau
Batupasir konglomeratan
halus-sedang
Batuan Dasar
Pre-Tersier F0 Batuan Dasar Graywacke, kuarsit,
granit, argilit

45
65

Tabel 2.Tektonostratigrafi Cekungan Sumatera Tengah (Heidrick dan Aulia, 1993)


Proposal Skripsi di PT. CALTEX Pasific Indonesia

5. TINJAUAN PENELITIAN TERDAHULU (Stratigrafi dan sedimentasi facies


cekungan sumatera tengah), oleh Hazairin Senior Geophysicist, P. T. Caltex
Pacific

Dalam memodelkan sedimentasi facies secara 3 dimensi maupun 2 dimensi,


diperlukan kerangka sedimentasi facies secara regional. Dan Cekungan Sumatra
Tengah belum memiliki kerangka sedimentasi facies secara regional.
Abiratno Wongsosantikno dalam tulisannya pada pertemuan Ilmiah IPA
(Indonesian Petroleum Association) pada tahun 1976 memperlihatkan kerangka
sedimentasi facies secara regional untuk Cekungan Sumatra Tengah pada masa miosen
awal (Gambar-2).
Pada tulisannya ini Abiratno mempercayai bahwa kerangka sedimentasi facies di
Cekungan Sumatra Tengah pada masa miosen awal adalah memiliki arsitektur delta.

Gambar-2 Kerangka sedimentasi facies Cekungan Sumatra Tengah pada


miosen awal yang memperlihatkan arsitektur delta (Abiratno, 1976)

Pada tahun 1997, Yarmanto membentuk tim untuk melakukan korelasi stratigrafi
sikuen secara regional di cekungam sumatra tengah untuk mendapatkan gambaran yang
lebih baik guna mencari peluang-peluang eksplorasi minyak baru. Tim yang dibentuk
meliputi; William C Dowson (ahli stratigrafi dari Texaco), Ukat Sukanta, (ahli stratigrafi
Proposal Skripsi di PT. CALTEX Pasific Indonesia

BP-Migas), Darwin Kadar (ahli bistratigrafi IAGI), dan John B. Sangree (ahli stratigrafi
Sangree Exploration Inc).
Dalam laporan internal setebal 60 halaman, Yarmanto dkk, mempercayai bahwa
kerangka sedimentasi facies pada masa miosen awal di Cekungan Sumatra Tengah
dimulai dari non-marine (fluvial) menuju shallow marine (inner neritic) yang pada
sebahagian besarnya adalah berarsitektur Estuarin (Gambar-3 dan Gambar-4).

Gambar-3 Model stratigrafi sikuen dan sedimentasi facies yang diambil dari
sebuah sumur di selatan Cekungan Sumatra Tengah (yarmanto dkk, 1997)
Proposal Skripsi di PT. CALTEX Pasific Indonesia

Gambar-4 Penampang stratigrafi sikuen yang dibuat dari penampang seismik.


Kelompok sihapas yang berwarna biru muda dan orange adalah sasaran
penelitian ini, yang diendapkan pada masa miosen awal (yarmanto dkk, 1997)

Untuk pemahaman geologi yang lebih baik di Cekungan Sumatra Tengah,


peneliti merasakan perlu untuk melanjutkan penelitian yang dilakukan oleh Yarmanto
dkk dalam rangka memberikan kerangka stratigrafi dan sistem sedimentasi regional di
Cekungan Sumatra Tengah dalam bentuk peta sebaran sedimentasi facies di Cekungan
Sumatra Tengah pada masa miosen awal saja.
Proposal Skripsi di PT. CALTEX Pasific Indonesia

C E N T R A L S U M A T R A B A S I N L IT H O C H R O N O S T R A T IG R A P H Y
T E C T O N IC S C H R O N O S T R A T IG R A P H Y
T IM E T IM E
M YBP STA N D AR D B IO SEQ UENCES M YBP
R E G IO N A L LO CAL SEQ
W EST EAST
S Y S T E M S E R IE S S T A G E FO R- N A-
AM NO
L A N D R E L . C H A N G E O F C O A S T A L O N L A P B A S IN
0 .8 0 .5 0 .0
BOUN DARY

0
AG E
0
Q U A R T E R - P L E IS T O - N 23
0 .8 M IN A S F O R M A T IO N M IN A S A L L U V IU M M IN A S F O R M A T IO N
M AJO R NARY CENE N 22
1 .6 5 1 .6
M A IN B A R IS A N C O N T R A C T IO N A L

P L IO C E N E
N 21 2 .4

U
T R A N S P R E S S IO N FO LD S & FAU LT S 3 .0
IN V E R S IO N + N 19 3 .8
B IO G E N IC
5 W R E N C H IN G

L
3 .5
M IS S IN IA N
N18
5 .5 5
5 .2 N 17
N N 11
6 .3

U P P E R 8 .2
N16
N N 10 PET AN I
NN9
10 AN D AM AN SEA 1 0 .2
N 15
N 14
NN8
1 0 .5
SB 8 SE QUENCE BOUN DARY
10
N E O G E N E

S P R E A D IN G N 13
NN7

( 1 0 .8 M Y ) W IN G F O O T M E M B E R
M ID D L E

NN6 1 2 .5
N12
P R O T O B A R IS A N N 11 1 3 .8
? ?
I O C E N E

U P L IF T P E N E T R A T IV E N10 SB 8
15 R IG H T - L A T E R A L 1 5.2 N9
NN5
1 5 .5 T E L IS A S H A L E CONDENSED SEQUENCE 15
S U B M A R IN E T E C T O N IS M N8
1 6 .2 ? ?
A L K A L IC 1 6 .5
DU RI SS "A "
V O L C A N IS M N7
NN4
1 7 .5 T E L IS A S H A L E "B " 1 7 .5 M A
SB 4
( 1 7 -1 5 M Y ) N6
NN3
? ? T E L IS A
SB 3
M

20 NN2 BEKASAP SS
LO W E R

2 .0
20
N5 2 .1
BANGKO SHALE BEKASAP
2 .2 S IN T O N G S S SB 2
NN1 BANG KO SH ALE M IN A S
T E R T I A R Y

SB 2A
DURI
DRAPE N4 M EN G G ALA SS BERUK M EN G G ALA
25 P A N E P L A N A T IO N
2 5 .5 2 5 .5
KUBU
H IG H S SB 1 2 5 .5 M A
KUANTAN
25
K IR I BENAR
H IG H P IN K PLATFO R M
F . L E V IP O L P A L Y N O L O G IC Z O N E

KOPAR
F L O R S C H U E T Z IA T R IL O B A T A &
U P P E R

? PLATFO R M
?
L IS T R IC F A U L T S w / R O T A T IO N A L B L O C K S
S Y N T E C T O N IC G R O W T H N O R M A L F A U L T S

L IB O
PLATFO RM S
B O U N D IN G F A U L T S w / R O L L O V E R S

BLU E
PEM ATANG
O L IG O C E N E

30 30
T R A N S T E N S IO N A L R IF T IN G

GROUP 30
F U L L & H A K F - G R AB E N S

UPPER
E X T R U S IO N O F S U N D A

M IN O R W R E N C H I N G

RED C A R M IN E
LO W E R
R O T A T IO N ( ? )

BEDS
P A L E O G E N E

ORANGE NORTH AM AN
35 K IR I
SEQ UENC ES 35
BROW N
36 COAL SH ALE BRO WN
ZONE
U P P E R

R E T IT R E P O R IT E S V A R IA B IL IS

3 9 .4 LO W E R
P A L Y N O L O G IC Z O N E

40 RED RED 40
E O C E N E

LEG END BEDS


42
4 3 m y IN D IA O IL
M ID D L E

C O L L ID E S W IT H GAS
45 A S IA KAM PAR KANAN K IR I A M A N /B A L A M B E N G K A L IS 45
HC SOURCE TRO UG H TR O U G H TRO UG H TR O U G H
SEQUENCES BOUNDARY

J :\T L H -D r a ft in g \ t lh -0 0 1 6 .c v s

Gambar-5 Kerangka kolom litokronostratigrafi di Cekungan Sumatra Tengah


(yarmanto dkk, 1997)

Ruang Lingkup dan Batas Penelitian


Ruang lingkup dan batas penelitian ini hanyalah kepada kerangka stratigrafi dan
sedimentasi facies di Cekungan Sumatra Tengah pada masa miosen awal. Gambar-6
memperlihatkan lokasi dan areal penelitian 350 km NW-SE dan 200 km NE-SW.
Pemodelan 3 dimensi dari sedimentasi facies dalam kerangka stratigrafi sikuen
dilakukan dengan menggunakan metoda geostatistik. Hasil pemodelan pada masa
miosen awal akan dipergunakan untuk merekonstruksi perubahan muka air laut dan
sistem sedimentasi Cekungan Sumatra Tengah sekaligus memberikan kerangka regional
sistem sedimentasi Cekungan Sumatra Tengah pada masa miosen awal dalam bentuk
peta sebaran sedimentasi facies.
Sebelum melakukan pemodelan 3 dimensi, ketebalan lapisan batu pasir dan batu
lempung terlebih dahulu dikoreksi terhadap efek kompaksi batuan. Koreksi ini akan
mengembalikan ketebalan lapisan dari data yang ada saat ini kembali kepada ketebalan
pada masa lapisan tersebut diendapkan. Rekonstruksi perubahan muka air laut dan
Proposal Skripsi di PT. CALTEX Pasific Indonesia

sistem pengendapan akan lebih baik jika dilakukan pada kondisi ketebalan lapisan itu
diendapkan.
Guna menambah resolusi distribusi sedimentasi secara lokal pada skala lapangan
minyak, sebaran data sumur akan ditambah dari lapangan minyak yang berskala besar
seperti Minas, Duri, Bangko dan sebagainya. Sumur-sumur dari lapangan yang berskala
besar ini, dipilih hanya beberapa sumur (4-12 sumur) yang akan tersebar merata
keseluruh lapangan.

Gambar-6Lokasi penelitian berada di area di dalam garis putus-putus berwarna


merah. Terlihat bahwa daerah penelitian meliputi hampir sebahagian
besar areal Cekungan Sumatra Tengah.

Deskripsi batuan inti dan biostratigrafi akan dipergunakan seutuhnya. Sementara


korelasi stratigrafi dari penampang sumur dan penampang seismik akan dipergunakan
sebagai acuan dalam korelasi stratigrafi dan interpretasi sedimentasi facies pada seluruh
sumur yang terpilih.
Proposal Skripsi di PT. CALTEX Pasific Indonesia

Peta struktur dan tektonik diberlakukan sebagai informasi baku dalam


membangun model 3 dimensi sedimentasi facies. Informasi ini juga dipergunakan
dalam melakukan evaluasi atas pengaruh tektonik terhadap stratigrafi sikuen dan sistem
sedimentasi pada masa miosen awal di Cekungan Sumatra Tengah.
Asumsi Yang Digunakan
Jarak antara lapangan minyak yang ada sebagian besar adalah 4 kilometer,
sementara jarak antra sumur-sumur dry-hole sebagian + 10 kilometer dan sebagian lagi
+ 20 kilometer. Asumsi yang digunakan adalah bahwa didalam cekungan yang sama
sedimentasi facies didalam suatu unit stratigrafi dapat berkorelasi dalam dimensi ruang
dengan distribusi jarak antara data sumur seperti yang diterangkan. Peneliti membuat
histogram jarak rata-rata antara masing-masing sumur dengan sumur-sumur
terdekatnya, sehingga distribusi penyebaran sumur didalam area penelitian ini lebih
tergambarkan secara kuantitatif.
Korelasi stratigrafi sikuen (antar sumur dan seismik), deskripsi batuan inti dan
biostratigrafi yang hasil penelitian Yarmanto dkk telah dilakukan oleh para pakar yang
diakui keahliannya, sehingga dapat langsung dijadikan bahan rujukan. Korelasi
stratigrafi sikuen dapat dirubah atau diperbaiki karena pada penelitian ini jumlah sumur-
sumur yang digunakan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah sumur-sumur yang
dipergunakan pada studi Yarmanto dkk. Adalah dapat dibenarkan dilakukannya revisi
terhadap interpretasi terdahulu apabila ada data baru yang mengharuskan perubahan itu
dilakukan.
Pembahasan struktur dan tektonik diambil dari studi pustaka terhadap hasil studi
terdahulu yang telah dilakukan oleh para ahli seperti Mertosono dan Nayoan (1974),
Eubank dan Makki (1981), Heidrick dan Aulia (1993), serta Heidrick dan Turlington
(1995). Peta struktur dari hasil studi para ahli tersebut akan dipergunakan sebagai
rujukan didalam pemerosesan data maupun penganalisaan hasil penelitian ini.
Pemodelan 3 dimensi sedimentasi facies akan lebih baik menurut ilmu geologi
apabila dilakukan kepada ketebalan unit stratigrafi yang telah dikoreksi terhadap
pengaruh kompaksi batuan akibat akumulasi sedimentasi.

Hipotesis yang didapat


Yang menjadi hipotesis didalam penelitian ini adalah bahwa sistem sedimentasi
pada masa Miosen Awal di Cekungan Sumatra Tengah adalah didominasi oleh sistem
estuarin bukan delta. Bentuk arsitektur sistem sedimentasi estuarin ini dapat
Proposal Skripsi di PT. CALTEX Pasific Indonesia

diperlihatkan di daerah penelitian dengan memodelkan secara 3 dimensi daripada


sebaran sedimentasi facies jika daerah penelitian melingkupi keseluruhan sistem
pengendapan tersebut.
Hipotesis lain adalah didasarkan oleh asumsi bahwa pemodelan geostatistik
dengan menggunakan ketebalan lapisan batuan yang telah dikoreksi terhadap efek
kompaksi (kondisi pada saat lapisan batuan tersebut diendapkan) akan memberikan
hasil yang lebih baik secara geologi dibandingkan pemodelan geostatistik yang ada saat
ini yaitu menggunakan ketebalan lapisan yang belum dikoreksi terhadap efek kompaksi
(kondisi pada saat sekarang).

6. DASAR TEORI
Log merupakan suatu gambaran terhadap kedalaman dari suatu perangkat kurva
yang mewakili parameter-parameter yang diukur secara menerus di dalam suatu sumur.
Adapun parameter-parameter yang bisa diukur adalah sifat kelistrikan (spontaneous
potensial), tahanan jenis batuan , daya hantar listrik , sifat keradioaktifan, dan sifat
meneruskan gelombang suara . Metode perekamannya dengan menggunakan cara
menurunkan suatu sonde atau peralatan kedasar lubang pemboran.
Jenis-jenis log yang sering digunakan :

A. Log spontaneous potensial (SP)

Kurva SP merupakan suatu catatan terhadap kedalaman dari perbedaan potensial


antara elektroda permukaan dengan elektroda yang dapat bergerak di dalam lubang bor.
Pada zona lempung, kurva SP menunjukan garis lurus yang disebut “shale base line”.
Pada formasi yang permeable kurva SP menjauh dari garis lempung. Pada zona
permeabel yang tebal , kurva SP mencapai suatu garis konstan.
Dalam evaluasi formasi log SP digunakan untuk :
 Menentukan jenis litologi
 Menentukan kandungan lempung
 Menentukan harga tahanan jenis air formasi

B. Log Gamma Ray (GR)

Log GR merupakan suatu catatan terhadap kedalaman dari radioaktivitas


alamiah suatu formasi. Log Gamma Ray digunakan untuk :
 Menentukan volume lempung
 Identifikasi litologi
Proposal Skripsi di PT. CALTEX Pasific Indonesia

C. Log Resistivitas

Merupakan log elektrik yang digunakan untuk :


 Mendeterminasi kandungan fluida dalam batuan reservoir .
 Mengidentifikasi zona permeable
 Menentukan porositas

Ada dua tipe log yang digunakan untuk mengukur resistiviti formasi yaitu log induksi
dan log elektroda.

D. Log Densitas
Log Densitas merupakan suatu tipe log porositas yang mengukur densitas
elektron suatu formasi. Dalam evaluasi sumur log densitas berguna untuk :
 Menentukan porositas
 Identifikasi litologi
 Identifikasi adanya kandungan gas
 Mendeterminasi densitas hidrokarbon

E. Log Netron
Merupakan tipe log porositas yang mengukur konsentrasi ion hydrogen dalam
suatu formasi. Netron energi tinggi yang dihasilkan oleh suatu sumber kimia
ditembakkan kedalam formasi. Di dalam formasi, netron bertabrakan dengan atom-atom
penyusun formasi sebagai akibatnya netron kehilangan energinya.
Dalam penentuan pekerjaan evaluasi formasi, log netron berguna untuk :
 Menentukan porositas
Log netron dapat mendeteksi porositas primer dan sekunder dalam formasi
lempung. Dalam formasi lempungan log netron juga mendeteksi kandungan
air dalam partikel- partikel sebagai porositas.
 Identifikasi litologi
Litologi dapat diterminasi dengan menggunakan gabungan log densitas, log netron
dan log sonic dalam cross plot M-N atau MID.
 Indentifikasi adanya gas
Adanya kandungan gas dalam suatu formasi dapat dilihat dengan gabungan antara
log netron dengan log densitas. Adanya gas ditunjukkan harga porositas densitas
yang jauh lebih besar daripada porositas netron.

F. Log Sonik
Proposal Skripsi di PT. CALTEX Pasific Indonesia

Merupakan suatu log porositas yang mengukur interval waktu lewat dari suatu
gelombang suatu suara kompresional untuk melalui satu feet formasi.
Dalam evaluasi formasi log sonic berguna untuk :
 Menentukan porositas
Log sonic dapat mengukur harga kesarangan primer namun tidak dapat mengukur
porositas sekunder.
 Identifikasi litologi
Litologi dapat dicerminkan dengan menggabungkan log sonic, netron, dan densitas
cross plot M-N atau MID.

Pada pekerjaan seismik cukup sederhana, dimana energi yang dihasilkan dari
sumber yang dipancarkan kedalam bumi sebagai gelombang seismik pada saat bertemu
dengan bidang pelapisan berfungsi sebagai reflektor dan akan kembali memantul ke
permukaan dan kemudian dideteksi oleh geophone yang terdapat dipermukaan bumi.
Ada jenis seismic ada 2 macam, yaitu :

1. Seismik bias ( refraction ), digunakan untuk penelitian yang dangkal (< 30 km).
2. Seismik pantul ( reflection ), digunakan untuk penelitian yang dalam (> 30 km).

SEISMIK FASIES

Adalah unit dimana seismik refleksi mempunyai ciri-ciri :


1. Kontinuitas refleksi
2. Konfigurasi refleksi
3. Geometri luar
4. Amplitudo dalam bentuk gelombang
5. Frekuensi
6. Kecepatan interval.
Konfigurasi refleksi adalah bentuk permukaan yang memberikan refleksi.. Teknik
intrepetasi mencakup :
1. Korelasi dengan sumur pengikat
2. Penentuan horizon yang dipetakan
3. Tracing atau mengikuti lapisan yang dipetakan sepanjang data seismik yang diberi
warna tertentu
Proposal Skripsi di PT. CALTEX Pasific Indonesia

4. Seluruh garis seismik yang telah di-trace, harga two way line ( TWT ) yang
didapatkan diplot pada peta dasar seismik dan titik yang sama akan dihubungkan
untuk memberikan garis kontur.

STRATIGRAFI SEISMIK
Yaitu cabang dari stratigrafi yang mempelajari pola pengendapan berdasarkan data
seismik. Kenampakan-kenampakan yang dipakai dalam seismik stratigrafi adalah :
o Terminasi reflektor seismik : onlap, downlap, toplap, erosional truncation.
o Karakter reflektor seismik seperti : kontinuitas , flat, dipping, cliniform.

Pembagian sikuen stratigrafi ialah penggolongan lapisan secara bersistem menjadi


satuan bernama berdasarkan satuan genesa yang membatasinya, bagian atas dan
bawahnya merupakan batas ketidakselarasan atau keselarasan padanannya. Pembagian
ini merupakan kerangka untuk menyusun urutan peristiwa geologi. Satuan sikuen
stratigrafi adalah suatu tubuh lapisan batuan yang terbentuk dalam satuan waktu pada
daur perubahan muka laut relatif (Martodjojo dan Djuhaeni, 1996). Penerapan model-
model sikuen stratigrafi suatu cekungan harus disesuaikan dengan kondisi geologi lokal
seperti : variasi pasokan sedimen, tektonik lokal, dan iklim. Interpretasinya dapat
dilakukan berdasarkan data seismik, data log sumur, serbuk bor, outcrop dan data
paleontologi (Van Wagoner, 1991).

TIPE-TIPE SEKUEN
1. Tipe-1 sikuen :
Terdiri atas lowstand, trangresive, dan high stand system tracks. Dibatasi
dibawahnya oleh tipe-1 ketidakselarasan yang setara.
2. Tipe-2 sikuen :
Terdiri atas shelf margin, trangresive dan highstand system track. Dibatasi
dibawahnya oleh tipe-2 ketidakselarasan yang setara.
3. Tipe-3 ketidakselarasan :
Ketika terjadi penurunan muka air laut agak lambat atau sama dengan penurunan
dasar cekungan.
Proposal Skripsi di PT. CALTEX Pasific Indonesia

6. METODE PENELITIAN
Pendekatan masalah dilakukan secara diskriptif analitis dan dalam
pelaksanaannya dilakukan berdasarkan data seismik, data sumur dan data paleontologi.

Sistematika kerja dilakukan dengan tahapan sbb :


1. Interpretasi data log sumur :
a. Analisa lingkungan pengendapan dan perubahannya secara vertikal masing-
masing data log sumur.
b. Analisa sikuen stratigrafi data log sumur untuk menentukan maximum
flooding surface (MFS) dan sequence boundary (SB).
c. Mengenali system tracts dengan batas-batasnya untuk masing-masing sumur.
d. Rekontruksi penampang berdasarkan data sumur yang telah dianalisa
tersebut diatas.
2. Pemakaian data paleontologi :
a. Membantu penentuan lingkungan pengendapan.
b. Untuk menentukan umur batuan.
3. Analisa data inti bor :
Analisa data inti bor dipakai untuk mendukung interpretasi lingkungan
pengendapan data sumur.
4. Interpretasi Seismik :
a. Interpretasi data seismik, menentukan batas sikuen dan system tract.
b. Mengenali fasies seismik diantara sequence boundary (SB).
5. Kompilasi data log sumur, paleontologi, inti bor dan seismik.
6. Sintesa seluruh hasil analisa.

7. KONTRIBUSI PENELITIAN

- Memberikan tambahan data sikuen stratigrafi yang telah ada.


- Membantu memecahkan permasalahan geologi dalam menginterpretasikan
daerah penelitian.
- Diharapkan dapat membantu kegiatan eksplorasi hidrokarbon di daerah
penelitian.
- Untuk pengembangan ilmu kebumian.
Proposal Skripsi di PT. CALTEX Pasific Indonesia

8. WAKTU PENELITIAN SKRIPSI

Setelah disesuaikan dengan jadwal akedemik, maka waktu penelitian yang kami
rencanakan selama Empat (4) bulan terhitung mulai dari awal bulan Agustus s.d. akhir
November 2003 .
Rencana kerja yang diusulkan :

Bulan Bulan Bulan


Kegiatan
ke 1 ke 2 ke 3
Studi Literatur
Pengumpulan Data
Analisa Data
Interpretasi data dan Diskusi
Presentasi and Evaluasi

9. ALAT DAN FASILITAS


Untuk mendukung kegiatan penelitian maka dibutuhkan beberapa alat pendukung
yang diantaranya:
1. Data wireline log
2. Data seismik
3. Data core dan cutting
4. Data Paleontologi / Umur
5. Seperangkat komputer
6. Literatur yang berkait
7. Transportasi dan akomodasi
8. Peralatan yang menunjang selama penelitian.
Fasilitas:
1. Akses ke perpustakaan
2. Akses ke internet
3. Akomodasi, Transportasi dan Konsumsi
4. Akses untuk penggandaan data

10. PEMBIMBING
Untuk pembimbing dilapangan diharapkan dapat disediakan oleh perusahaan,
sedangkan untuk pembimbing di kampus kami telah mendapatkan dari salah satu staf
pengajar pada Jurusan Teknik Geologi, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Yogyakarta.
Proposal Skripsi di PT. CALTEX Pasific Indonesia

11. PENUTUP
Kesempatan yang diberikan pada mahasiswa dalam melakukan skripsi ini akan
dapat membuka wawasan mahasiswa pada bidang teknologi geologi yang dipakai dalam
dunia perminyakan. Dan dalam kesempatan ini mahasiswa akan memanfaatkanya
semaksimal mungkin, serta hasil dari skripsi ini akan dibuat dalam bentuk laporan dan
akan dipresentasikan di perusahan terkait dan juga di universitas ( jurusan ).

12. LAMPIRAN
Sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan, saya lampirkan beberapa
dokumen antara lain :
 Surat pengantar kerja praktek dari Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi
Mineral, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.
 Transkrip IP sementara
 Daftar Riwayat Hidup (Curiculum Vitae)
 Formulir TEA-1

13. DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono, A., 1997, Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log, Schlumberger


Oilfield Services, Jakarta.
2. Dr. John B Sangree, Dr. Robert M. Mithcum,jr. 1995, Exploration and
Production Application of Sequnce Stratigraphy.Expploration Inc. USA.
3. Sukmono, S., 1999, Seismik Stratigrafi, Jurusan Teknik Geofisika, Institut
Teknologi Bandung, Bandung.
Proposal Skripsi di PT. CALTEX Pasific Indonesia

4. Pirson and Sylvanian Joseph, 1983 “ Geologic Well Log Analysis”, Gulf
Publishing Company, Houston, Texas.
5. Wagoner J.C. van., Mitchum, RM., Campion, K.M., dan Rahmanian, v.D.,
1991, Siliciclastics sequence Stratigraphy in Well Logs, Core and Outcrops:
Concepts for High-Resolution Correlation of Time and Facies, AAPG
Methods in Series, No. 7, Telsa USA, p. 1-55.
6. Yarmanto, Dawson, W. C., Sukanta U., Kadar D., Sangree J. B., “Regional
Sequence Stratigraphic Correlation Central Sumatra”, unpblished interim
report, P. T. Caltex Pacific Indonesia, 1997
7. Wongsosantikno Abiratno., “Awal Miosen Duri Formation Sands, Central
Sumatra Basin”, IPA Annual Convention, 1976
8. Goovarets, Pierre., “Geostatistics for Natural Resources Evaluation”, Oxford
University Press, New York, 1997
9. Journel, A.G., “Geostatistics for Reservoir Characterization”, SPE,
September 1990.
10. Heidrick. T. L., Karsani Aulia, “A Structural and Tectonic Model of The
Coastal Plains Block, Central Sumatra Basin”, Indonesia, IPA Annual
Convention, 1993.
11. Eubank, Roger T. and Makki, A. Chaidar, “Structural Geology of the Central
Sumatra Back-Arc Basin”, IPA Annual Convention, 1981.

Anda mungkin juga menyukai