Anda di halaman 1dari 26

PERANCANGAN PROSES KIMIA

STYRENE

Disusun Oleh :

Agus Riyanto Poerwoprajitno NIM.21030110120039

Muhammad Yusuf Zaky NIM.21030110120040

Yohan Ade Sugiarto NIM.21030110120041

Riza Widhy Kusumo NIM.21030110120044

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2013
BAB I
PENDAHULUAN

I.1Latar Belakang
Perkembangan Industri sebagai bagian dari usaha ekonomi jangka panjang
diarahkan untuk menciptakan struktur ekonomi yang lebih baik dan seimbang yaitu
struktur ekonomi dengan dititik-beratkan pada industri maju yang didukung oleh ekonomi
yang tangguh. Indonesia saat ini tengah memasuki era globalisasi dalam segala bidang
yang menuntut tangguhnya sektor industri dan bidang–bidang lain yang saling menunjang.
Hal ini tentunya memacu kita untuk lebih meningkatkan dalam melakukan terobosan-
terobosan baru sehingga produk yang dihasilkan mempunyai daya saing, efisien dan
efektif, disamping itu haruslah tetap akrab dan ramah terhadap lingkungan.
Menanggapi situasi tersebut dan dalam upaya untuk mengurangi
ketergantungan import produk petrokimia, pemerintah menetapkan peraturan yang
mendorong perkembangan industri tersebut. Sejalan dengan itu industri petrokimia di
Indonesia seperti industri Styrene Monomer, juga turut berkembang. Hal ini terutama
disebabkan oleh makin meningkatnya permintaan produk–produk plastik yang
menggunakan bahan dasar Styrene Monomer. Kegunaan utamanya adalah sebagai zat
antara untuk pembuatan senyawa kimia lainnya dan untuk memperkuat industri hilir
seperti :
1. Polystyrene (PS), industri ini merupakan konsumen terbesar Styrene Monomer
karena untuk menghasilkan 1 ton Polystyrene diperlukan 950 kg Styrene Monomer.
Kegunaannya untuk membuat general purpose polystyrene (HIPS).
2. Acrylonitrile Butadiene Styrene (ABS), industri ini mengkonsumsi 600 kg Styrene
Monomer untuk menghasilkan 1 ton ABS. Kegunaannya untuk pembuatan plastik
keras bagi komponen mobil, gagang telpon, pipa plastik, dll.
3. Styrene Butadiena Latex (SBL), industri ini mengkonsumsi 550 kg Styrene
Monomer untuk menghasilkan 1 ton SBL .Kegunaannya untuk pembuatan pelapis
kertas dan pelapis karet.
4. Impact Polystyrene Rubber (IPR), industri auto mobil.
5. Styrene Butadiene Rubber (SBR), digunakan dalam industri ban, radiator, heater,
dan sebagainya.
Styrene Monomer adalah anggota dari kelompok aromatik monomer tak jenuh yang
mempunyai rumus molekul C6H5C2H5 dan mempunyai nama lain cinnomena. Teknologi
pembuatan Styrene Monomer pada mulanya kurang diminati sebab produk polimer yang
dihasilkan rapuh dan mudah patah, kemudian baru pada tahun 1937 pabrik Badische
Aniline Soda Fabrics (BASF) memperkenalkan terobosan baru dalam bidang teknologi
pembuatan Styrene Monomer dengan proses Dehidrogenasi dari bahan baku
Ethylbenzene. Keduanya memproduksi Styrene Monomer dengan kemurnian yang tinggi
yang dapat menjadi polimer yang stabil dan tidak berwarna.
Sejak perang dunia II Styrene Monomer menjadi sangat penting karena
kebutuhan akan karet sintetis semakin meningkat, sehingga dibuatlah produk Styrene
Monomer secara komersial dalam skala besar. Sejak itu produksi Styrene Monomer
menunjukkan peningkatan yang pesat dan karena kebutuhan akan Styrene Monomer terus
meningkat, maka dewasa ini semakin dikembangkan proses pembuatannya yang lebih
efisien dan modern. Oleh sebab itu akan sangat menguntungkan apabila saat ini
mendirikan pabrik Styrene Monomer.
Sampai akhir tahun 2003, di Indonesia baru terdapat satu buah pabrik yang
memproduksi Ethylbenzene sebagai bahan baku pembuatan Styrene Monomer, yaitu PT.
Styrindo Mono Indonesia (PT SMI) yang juga memproduksi Styrene Monomer dengan
kapasitas 340.000 ton/tahun. Untuk memenuhi kebutuhan Ethylbenzene berasal dari PT
Styrindo Mono Indonesia (PT SMI).
Berdasarkan diskripsi diatas dilihat lebih jauh akan keuntungan pendirian pabrik
Styrene Monomer yaitu dari perbandingan harga bahan baku dan hasil produknya.
Menurut data diperoleh data harga bahan baku (Ethylbenzene) yaitu US$ 386/ton
sedangkan harga produk yang dihasilkan (Styrene Monomer) yaitu US$ 990/ton. Apabila
dilihat dari Nexant, total growth diperkirakan untuk styrene monomer di Indonesia sendiri
sebesar 6.2% dalam kurun waktu 2012-2018(estimate). Sehingga diperkirakan pada tahun
2018 di Indonesia adalah sebesar 126 ribu ton. Selain itu, kebutuhan styrene dunia
khususnya di Asia juga mengalami peningkatan sehingga potensi styrene untuk diekspor
sangatlah besar.
Tabel 1.1 Kebutuhan Styrene Indonesia

Dari tabel diatas dapat


diketahui bahwa kebutuhan
styrene terus mengalami
peningkatan setiap tahunnya.
Apabila dilihat dari Nexant, total growth diperkirakan untuk styrene monomer di
Indonesia sendiri sebesar 6.2% dalam kurun waktu 2012-2018(estimate).
Tabel 1.2 Kebutuhan Styrene Indonesia hingga 2018
Tahun Jumlah(ton)
2010 78074,63451
2011 82915,26185
2012 88056,00808
2013 93515,48059
2014 99313,44038
2015 105470,8737
2016 112010,0679
2017 118954,6921
2018 126329,883
(PT Chandra Asri, 2012)
Sehingga diperkirakan pada tahun 2018 di Indonesia adalah sebesar 126 ribu ton.
Selain itu, kebutuhan styrene dunia khususnya di Asia juga mengalami peningkatan
sehingga potensi styrene untuk diekspor sangatlah besar.Oleh karena itu perlu upaya untuk
meningkatkan produksi styrene, salah satunya dengan mendirikan pabrik styrene baru di
Indonesia.

I.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Mengetahui macam proses pembuatan styrene
2. Mengetahui reaksi yang terjadi dalam proses pembuatan styrene
3. Mengetahui rancangan proses kimia pada pembuatan styrene.

I.3 Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari makalah ini adalah tersedianya informasi
mengenai pabrik styrene sebagai intermediet sehingga dapat menjadi referensi untuk
pendirian suatu pabrik styrene.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Spesifikasi Bahan dan Produk


a) Spesifikasi Bahan Baku Ethylbenzene
Tabel 2.1 Spesifikasi Bahan Baku
Density at 15 ◦C 0.87139 g/cm3

Density at 20 ◦C 0.8670 g/cm3

Density at 25 ◦C 0.86262 g/cm3

mp −94.949 ◦C

bp at 101.3 kPa 136.2◦C

Refractive index at 20 ◦C 1.49588

Refractive index at 25 ◦C 1.49320

Critical pressure 3609 kPa (36.09 bar)

Critical temperature 344.02 ◦C

Flash point 15 ◦C

Autoignition temperature 460 ◦C

Flammability limit lower 1.0%

Flammability limit upper 6.7%

Latent heat fusion 86.3 J/g

Latent heat vaporization 335 J/g

Heating value, gross 42 999 J/g

Heating value, net 40 928 J/g

Kinematic viscosity at 37.8 ◦C 0.6428×10−6 m2/S

Kinematic viscosity at 98.9 ◦C 0.390×10−6 m2/S

Surface tension 28.48 mN/m


Specific heat capacity ideal gas, 25 ◦C 1169 J kg−1 K−1

Specific heat capacity Ideal liquid, 25 ◦C 1752 J kg−1 K−1

Acentric factor 0.3026

Critical compressibility 0.263

Purity Min 99.85%w

Benzene Max 0.3%w

Toluene Max 0.3%w

(Sumber : Ulmann.,2005)
b) Spesifikasi Styrene
Tabel 2.2 Spesifikasi Produk Styrene
Mr 104.153

bp 145.15 ◦C

fp −30.6 ◦C

Critical density, Dc 0.297 g/mL

Critical pressure, Pc 3.83MPa

Critical temperature, Tc 362.1 ◦C

Critical volume, Vc 3.37 mL/g

Flammable limits in air 1.1 – 6.1 vol%

Flash point, Tag Closed Cup (TCC) 31.1 ◦C

Autoignition point 490 ◦C

Heat of combustion, ΔHc (25 ◦C) 4.263MJ/mol

Heat of formation, ΔHf gas (25 ◦C) 147.4 kJ/mol

Heat of formation, ΔHf liquid (25 ◦C) 103.4 kJ/mol

Heat of fusion, ΔHm −11.0 kJ/mol

Heat of polymerization, ΔHp (25 ◦C) −69.8 kJ/mol

Heat of vaporization, ΔHv (25 ◦C) 421.7 J/g

Heat of vaporization, ΔHv (145 ◦C) 356.7 J/g

Volume expansion coefficient (20 ◦C) 9.783×10−4 ◦C−1


Volume expansion coefficient (40 ◦C) 9.978×10−4 ◦C−1

Q value 1.0

e value 0.8

Volume shrinkage on polymerization, 17.0%


typical

Solubility of oxygen (from air) (15 0C) 53 mg/kg

Solubility of oxygen (from air) (25 0C) 50 mg/kg

Purity Min 99.85%w

Ethylbenzene Max 0.13%w

Toluene Max 0.2%w

(Sumber :Ulmann.,2005)
II.2. Jenis Proses

1. Dehidrogenasi Ethylbenzene

Sekitar 85% produksi komersial styrene menggunakan proses


dehidrogenasi langsung ethylbenzene (Ulmann.,2005). Reaksi ini berjalan pada fase
gas dan menggunakan katalis yang mengandung iron oxide. Reaksi ini bersifat
endtorem, dan dapat dibuat adiabatis ataupun isotermal.

Karena reaksi bersifat reversible dan mol produk lebih besar dari pada mol reaktan,
maka dalam reaksi digunakan tekanan rendah agar reaksi dapat bergeser kearah
produk.

a. Dehidrogenasi Adiabatis

Proses ini dikembangkan oleh Dow Chemical Coo. Dan Badger Company,Inc.
Hampir 75% plant menggunakan reaksi dehidrogenasi secara adiabatis dengan
multiple reaktor atau reaktor bed yang disusun seri.
(sumber : Ulmann.,2005)

Umpan ethylbenzene dicampur dengan recycle lalu dievaporasikan. Dilution


steam harus ditambahkan untuk mencegah ethylbenzene dari terbentuknya coke. Aliran
ini dipanaskan dengan heat exchanger hingga mencapai temperatur reaksi (640°C)
dengan menggunakan superheated steam sebagai pemanas. Aliran ini selanjutnya
melewati katalis pada reaktor pertama. Reaksi adibatis akan mengakibatkan penurunan
temperatur, sehingga aliran yang keluar harus dipanaskan ulang (reheated) sebelum
masuk reaktor kedua. Pada reaktor pertama dapat dicapai konversi sebesar 35% dan
65% secara keseluran sistem. Reaktor berjalan pada tekanan rendah sehingga lebih
aman dan mudah diaplikasikan. Keluaran reaktor yang memiliki temperatur tinggi akan
digunakan sebagai pemanas untuk mengurangi konsumsi energi, selanjutnya akan
dikondensasikan dan dipisahkan menjadi vent gas, crude styrene, dan steam
condensate. Crude styrene akan didstilasi. Steam condensate akan direuse.

b. Dehidrogenasi Isotermal

Proses ini dikembangkan oleh BASF. Reaktor dibangun seperti shell and tube
heat exchanger dimana ethylbenzene dan steam akan mengalir melalui tube yang
dipacking katalis. Panas reaksi disuplai dari flue gas pada shell. Perbandingan steam :
oil mass adalah 1 : 1 dengan temperatur steam lebih rendah dibandingkan
dehidrogenasi adibatis. Kekurangan dari proses ini adalah terbatasnya ukuran pada
reactor-exchanger, dimana sebuah single-train plant membutuhkan 150x10 3 t/a, yang
berarti membutuhkan investasi investasi besar untuk plant yang besar.

(Sumber: Ulmann.,2005)
Dengan pemanasan tidak langsung menggunakan flue gas, temperatur reaktor
dapat dijaga pada kisaran 580-610C,hasilnya thermal cracking dapat ditekan. Rasio
steam:ethylbenzene berkisar 0,6-0,9. Proses ini menghasilkan konversi dan selktifitas
tinggi.

2. Proses Pembuatan Styrene dari Oksidasi Propylene


Proses lain yang juga dapat digunakan dalam pembuatan styrene adalah proses
pembuatan dari oksidasi propylene. Tahap awal dalam proses ini adalah dengan
mereaksikan ethylbenzene dengan udara pada suhu 130 0C dan tekanan 0,2 MPa;
sehingga didapat ethylbenzene hydroperoxide (EBHP), α-methylbenzyl alcohol
(MBA), dan acetophenone (ACP). Adapun reaksinya adalah sebagai berikut:

Setelah itu ethylbenzene hydroperoxide (EBHP) yang didapat, direaksikan


dengan propylene dengan bantuan katalis logam (titanium) pada suhu 110 0C sehingga
terbentuk propylene oxide (PO) dan menambah jumlah MBA. Reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut:

Untuk meningkatkan yield dari MBA, maka ACP dihidrogenasi dalam fase
cair pada suhu 90 - 150 0C dan tekanan 8MPa dengan katalis ZnO dan CuO.

Dan tahap terakhir dari proses ini adalah dengan mendehidrasi MBA yang
telah diperoleh menjadi styrene pada suhu 250 0C dan tekanan rendah, dengan
bantuan katalis Al2O3.

Berikut adalah flowsheet pembuatan styrene dengan proses styrene - propylene


oxide:

(Sumber: Ulmann.,2005)
Walaupun proses ini juga dapat menghasilkan styrene, tetapi dibutuhkan
investasi modal dan juga biaya produksi yang tinggi dalam memproduksi styrene
dibanding proses konvensional yang ada. Namun hasil dari produk samping berupa
PO dapat menutup semuanya itu, dan secara keseluruhan operasi tetap menghasilkan
profit. Ada sekitar 15% industi styrene didunia yang menggunakan proses ini dalam
kegiatan produksinya.
3. Proses Pembuatan Styrene dari Butadiene
Proses ini merupakan proses pembuatan styrene dengan melakukan dimerisasi
pada 1,3-butadiene untuk membentuk 4-vinylcyclohexene-1 (VCH) pada kondisi
1400C dan tekanan 4MPa ataupun dengan batuan katalis nitrosyl halide – iron
complexes pada suhu 0 - 80 0C dan tekanan 0,1 - 1,30 MPa. VCH yang didapat ini
kemudian didehidrogenasi sehingga membentuk ethylbenzene, atau dapat secara
langsung melakukan dehidrogenasi secara oksidatif sehingga didapat styrene. Reaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut:

Keuntungan dari proses ini adalah yield yang dihasilkan tinggi, proses
pemurnian yang sederhana, dan bahan baku C4 yang dapat diambil baik itu dari
naphtha - gas oil steam cracker ataupun dari butadiene yang telah dimurnikan terlabih
dahulu. Secara ekonomi proses ini memang belum menguntungkan, akan tetapi
mengingat ketersediaan dan harga dari butadiene dimasa datang maka proses ini tetap
memungkinkan untuk dilakukan.

4. Proses Pembuatan Styrene dari Toluene


Proses pembuatan styrene dari toluene dapat dilakukan dengan memproduksi
stilbene dari toluene yang dioksidasi menggunakan udara. Proses ini dilakukan dalam
reaktor fluidized bed dengan bantuan katalis. Stilbene yang didapat direaksikan
dengan ethylene dengan katalis molybdenum sehingga diperoleh styrene. Reaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut:

Keuntungan dari proses ini terletak pada bahan baku toluene yang mudah
didapat dan harganya relatif murah, serta sifat bahan dari toluene yang tidak beracun.
Akan tetapi biaya untuk memproduksi styrene dari bahan baku toluene relatif mahal.
II.3 Analisa Kelebihan dan Kelamahan Proses

Proses
Dehidrogenasi Dehidrogenasi Stryrene dari Styrene dari
NO Keterangan Oksidasi
Adibatis Isotermal Butadiene Toluene
Propylene

Toluene :
Butadiene :
Ethylbenzene : Ethylbenzene: Propylene : murah,tidak
1. Bahan Baku mahal,mudah
Stabil (+) Stabil (+) Stabil (+) beracun dan
terbakar( -)
mudah didapat (+)

2. Proses Sederhana (+) Sederhana (+) Kompleks (-) Kompleks (-) Belum komersial (-)

3. Tekanan Rendah (+) Vacum (-) Rendah (+) 4Mpa (-)

4. Temperatur 640C (-) 600C (-) 250 C (+) 140C (+)

Titanium,
nitrosyl halide –
5. Katalis Fe2O3 (+) Fe2O3 (+) ZnO, CuO, Molybdenum
iron complexes
Al2O3 (-)

6. Utilitas steam Fuel gas, steam

II.4 Pemilihan Proses

Dari proses-proses pembuatan styrene yang ada dipilih proses dehydrogenasi


ethylbenzene adiabatis dengan pertimbangan :

1. Dehydrogenasi ethylbenzene memiliki proses yang lebih sederhana dibandingkan


proses lainnya.

2. Pada proses dehydrogenasi ethylbenzene terdapat proses pencampuran steam yang


berfungsi dalam regenarasi katalis dengan cara bereaksi dan membawa keluar coke
dari permukaan katalis.

3. Pada proses dehydrogenasi ethylbenzene secara adiabatis hanya digunakan bahan


pembantu steam dan katalis Fe2O3 , sedangkan pada proses laiinya menggunakan
bahan pembantu yang lebih banyak.

Pada proses dehidrogenasi adibatis, kebanyakan pabrik styrene menggunakan Lummus


UOP technology atau Fina Badger technology.

1. Lummus/UOP Classic SM TM
Proses Lummus/UOP Classic SMTM merupakan plant komersial pertama yang banyak
dipakai sejak 1972. Proses ini dimulai dengan memasukan bahan baku ethylbenzene
yang telah dicampur dengan steam ke dalam reaktor dehidrogenasi. Hasil keluaran
dari reaktor dehidrogenasi ini nantinya akan dikondensasi, kemudian dipisahkan
sehingga didapat gas, kondensat, dan campuran dehidrogenasi. Gas yang didapat ini
ternayata kaya akan hidrogen, sehingga dapat digunakan kembali sebagai bahan
bakar. Kemudian pada kondensat yang diperoleh juga perlu dilakukan proses
pemisahan untuk menghilangkan senyawa organik yang terkandung didalamnya, hal
ini bertujuan agar kondensat dapat dijual lagi ataupun digunakan dalam pabrik
pembuatan styrene. Dan yang terakhir adalah melakukan proses separasi pada
campuran dehidrogenasi dengan empat kolom destilasi. Hasil dari proses pemisahan
ini berupa ethylbenzene (yang tidak terkonversi) yang nantinya dapat direcycle,
styrene, benzene, dan toluene.

(Sumber :Encyclopedia of Chemical Processing.,2006)


2. Fina/Badger Styrene Process
Dalam proses Fina/Badger Styrene bahan baku ethylbenzene yang telah dicampur
dengan steam akan dimasukan kedalam reaktor yang kemudian akan bereaksi. Hasil
dari reaksi ini akan dikondensasi sehingga menghasilkan vent gas, kondensat, dan
senyawa hydrokarbon. Vent gas ini nantinya akan digunakan sebagai bahan bakar
karena kaya akan hidrogen. Kemudian pada kondensat yang didapat bisa digunakan
sebagai air umpan dalam sistem pembangkit uap. Dan pada senyawa hidrokarbon
akan dilakukan proses pemisahan lebih lanjut dengan menggunakaan tiga menara
destilasi yang dioperasikan dalam kondisi vakum untuk meminimalisir suhu yang
digunakan dan pembentukan polimer. Hasil dari pemisahan ini berupa ethylbenzene
(yang tidak terkonversi), styrene, benzene, dan toluene.

(Sumber :Encyclopedia of Chemical Processing.,2006)

Proses dehidrogenasi yang terdapat dalam paten Lummus/UOP Classic SMTM


merupakan proses yang paling banyak dipakai oleh industri dalam memproduksi styrene;
hal ini didasarkan karena prosesnya yang sederhana, mudah dilakukan, dan memeliki
efektivitas yang cukup tinggi dalam menghasilkan produk styrene.

BAB III
METODE SINTESA PRODUK

III.1 Distribute the Chemical

Reaksi utama pembuatan styrene adri ethybenzene bersifat reversible dan endoterm :
Dengan adanya katalis reaksi memiliki yield yang tinggi. Berdasarkan reaksi fase gas
diatas membentuk 2 mol produk dari 1 mol reaktan. Tekanan rendah akan mengarahkan
reaksi ke produk. Seacara kinetika dan termodinamika kenaikan suhu akan meningkatkan
produk, namun menyebabkan reaksi samping yang akan mengurangi selektifitas styrene.

Hasil samping yang dihasilkan reaktor adalah benzene dan toluene. Pembentukan
toluene menyebabkan penurunan yield terbesar sekitar 2% dari produksi styrene ketika
katalis dengan selektifitas tinggi digunakan.

Pembentukan benzene menyebabkan penurunan yield sebesar 1% dari produksi styrene.


Terbentuknya karbon dapat mnyebabkan poison katalis. Ketika potassium bergabung
dengan katalis iron-oxide, menyebabkan katalis dapat membersihkan dirinya (self-
cleaning). Ketika karbon bertemu dengan steam akan membentuk karbondioksida dan
H2.

Secara komersial reaktor beroperasi pada suhu 620°C dengan tekanan rendah, dengan
C6H5CH3
konversi 50-70 wt% dan yield 88-95mol%. Rasio Ethylbenzene : steam adalah sebsar
1:3. Katalis yang sering digunakan adalah Shell 105 yang mengandung 84.3%
Fe2O3,2.4% Cr2O3, dan 13.3% K2CO3. Hasil keluar reaktor berupa styrene, sisa
etylbenzene, toluene, dan benzene.Ethylbenzene dari tangki akan dipompa meunuju
mixer. Di dalam mixer terjadi pencampuran dengan recycle ethylbenzene hasil distilasi.
Selanjutnya, reaktan Ethylbenzene bercampur dengan steam yang masuk kedalam
reaktor. Hasil keluar reaktor mengandung styrene, toluene, benzene, dan sisa
ethylbenzene yang selanjutnya akan dipisahkan dengan distilasi. Dalam proses distilasi
akan dipisahkan antara styrene, toluene, benzene, dan ethylbenzene. Styrene, toluene,
dan benzene hasil distilasi akan ditampung dalam storage tank, sedangkan ethylbenzene
akan direcycle.
Steam

Dehydrogenation

C6H6

C6H5CH2CH3 C6H6 +C2H4

Gambar 3.2 Flowsheet Distribution of Chemical

III.2 Eliminate Difference in Composition

Dari proses dehidrgenasi yang dilakukan maka akan didapat crude styrene dengan
komposisi sebagai berikut:
Senyawa Boiling point (0C) Konsentrasi
Benzene 80 1%
Toluene 110 2%
Ethylbenzene 136 32%
Styrene 145 64%
Others - 1%

Untuk mendapatkan styrene yang diinginkan maka perlu dilakukan proses


separasi. Proses separasi dari crude styrene merupakan proses yang sederhana, akan
tetapi dalam proses ini dibutuhkan suhu yang cukup tinggi untuk meminimalkan reduksi
dari polimerisasi styrene. Secara umum ada tiga langkah dalam proses separasi crude
styrene ini. Umpan masuk kolom distilasi 1, sebagai hasil bawah berupa styrene. Dan
sebagai hasil atas berupa campuran etyhlbenxene, benxene, dan toluene yang selanjutnya
masuk sebagai umpan di kolom distilasi 2, sebagai hasil bawah berupa ethylbenzene
yang selanjutnya direcycle kembali. Dan sebagai hasil atas berupa toluene dan benzene
yang selanjutnya masuk sebagai umpan pada kolom distilasi 3. Sebagai hasil atas berupa
benzene dan bawah toluene. Berikut adalah gambar yang menunjukan tentang proses
separasi yang dilakukan :
Gambar 3.3 Flowsheet Eliminate Difference in Composition

III.3 Eliminate Difference Temperature, Pressure, and Phase

Fresh feed Ethylbenzene dari tangki penyimpanan dipompa ke dalam mixer. Di


mixer terjadi pencampuran antara fresh feed dari tangki penyimpanan Ethylbenzene
dengan hasil recycle. Dari mixer selanjutnya mixed feed dipompa ke preheater 1 untuk
pemanasan awal hingga mencapai kondisi cair jenuh pada suhu 155,94° C kemudian
dialirkan ke vaporizer untuk diubah fasanya menjadi fasa gas, karena reaksi di dalam
reaktor berada pada fasa gas. Fasa uap keluar vaporizer dimasukkan ke dalam furnace I
untuk dinaikkan suhunya sampai 520°C. Superheated steam pada suhu 717°C dihasilkan
oleh furnace II dicampur bersama mixed feed untuk selanjutnya masuk ke dalam reaktor.
Reaktor beroperasi pada suhu 630C dan tekanan 1,5 atm. Keluaran reaktor pertama pada
suhu 550 CC ditambah steam agar suhu campuran naik sampai 630 C sebelum masuk
reaktor kedua. Produk keluar reaktor kedua pada suhu 607 C dan tekanan 1,4 atm.
Produk keluar reaktor II dimanfaatnkan panasnya untuk menghasilkan saturated steam di
Wate Heat Boiler (WHB) sehgga suhunya turun samapai 210 C. Produk reaktor keluar
WHB dimanfaatkan panasnya untuk vaporizer sehingga suhunya turun menjadi 187C.

Produk reaktor keluar vaporizer dimanfaatkan lagi panasnya di preheater I


sehingga suhunya turun sampai 170C dan selanjutnya masuk preheater II sehingga
suhunya turun sampai 160C. Selanjutnya campuran produk dikondensasikan di drum
separator pada suhu di bawah bubble pointnya 90C. Selanjutnya campuran dipompa ke
dekanter. Hasil dekanter dipompa menuju preheater II untuk dipanaskan sampai suhu
bubble point 152C, kemudian dimasukan ke kolom distilasi untuk dimurnikan.
Umpan masuk kolom distilasi 1, sebagai hasil bawah berupa styrene yang
selanjutnya didinginkan di cooler hingga suhu 50°C. Dan sebagai hasil atas berupa
campuran etyhlbenxene, benxene, dan toluene yang selanjutnya masuk sebagai umpan di
kolom distilasi 2, sebagai hasil bawah berupa ethylbenzene yang selanjutnya direcycle
kembali. Dan sebagai hasil atas berupa toluene dan benzene yang selanjutnya masuk
sebagai umpan pada kolom distilasi 3. Sebagai hasil atas berupa benzene dan bawah
toluene. Keduanya didinginkan terlebih dahulu hingga suhu 50°C sebelum masuk ke
tangki penyimpanan masing-masing.

Gambar 3.3 Flowsheet Perubahan Temperatur, Tekanan, dan Fasa

III.4 Task Integration

1. Reaktor Dehidrogenasi
Reaktor yang digunakan adalah fixed bed adibatic non isthermal. Reaktor
beroperasi pada suhu 630 C dan tekanan 1,5 atm. Katalis yang dunakan adalah
Shell 105. Katalis yang digunakan umumnya berumur 18-24 bulan (Kirk
Othmer.,1983).
2. Preheater
Pada proses pembuatan styrene terdapat 2 preheater. Preheater I berfungsi
menaikkan suhu umpan sebelum masuk vaporizer hingga mencapai titik didihnya
yaitu sebesar 155°C. Preheater II berfungsi untuk menaikkan suhu campuran
produk sebelum masuk kolom distilasi hingga mencapai 152°C. Pre heater yang
digunakan memiliki tipe shell and tube.
3. Vaporizer
Vaporizer berfungsi untuk menguapkan umpan yang akan masuk reaktor. Hal ini
dikarenakan reaktan bereaksi pada fase gas. Pengupan terjadi pada suhu 155°C.
4. Pompa
Pompa berfungsi untuk memindahkan bahan baku ethylbenzene dari tangki menuju
mixel. Pompa yang digunakan berjenis pompa sentifugal.
5. Kolom Distilasi
Distilasi digunakan untuk memisahkan styrene dari campuran ethylbenzene-
benzene-toluene. Kolom yang digunakan berjenis tray tower dengan jumlah plate
aktual 29 buah. Umpan masuk pada suhu 426°K dan tekanan 1,3 atm. Kondisi atas
kolom memiliki suhu 402°K dan tekanan 1,1 atm, sedangkan kondisi bawah kolom
memiliki suhu 431 °K dan tekanan 1,4 atm.
6. Kondesor
Kondensor berfungsi untuk mengembunkan hasil atas menara distilasi . Kondensor
yang digunakan adalah horisontal kondensor.
7. Reboiler
Reboiler berfungsi untuk menguapkan hasil bawah menara
BAB IV
HEURISTICS for PROCESS SYNTHESIS

Gambar 4.1 Flowsheet Proses Pembuatan Styrene

IV.1 Raw Material and Chemical Reaction


Heurustic 1 :
“Select raw material and chemical reaction to avoid or reduce, the handling and
storage of hazardouz and toxic chemicals.”
Berdasarkan Material Safety Data Sheet, Ethylbenzene termasuk bahan yang mudah
terbakar sehingga penyimpanan ethylbenzene harus didalam tangki tertutup dan
terhindar dari sumber api, pada suhu 300C dan tekanan 1 atm.

IV.2 Distribution of Chemical


Heuristic 7 :
“ for competing reactions, both in series and parallel, adjust the temperature,
pressure, and catalyst to obtain high yields of the desired products. In the initial
distribution of chemicals, assume that these conditions can be satisfied. Before
developing a base-case design, obtain kinetics data and check this assumption.”
Pada proses dehidrogenasi ethylbenzene, reaksi bersifat bolak-balik dan terdapat
reaksi samping yang menghasilkan toluene dan benzene.Dehidrogenasi bersifat
endotermis. Kecepatan reaksi bergantung pada besarnya suhu. Berdasarkan
termodinamika dan kinetika akan mendukung reaksi, namun kenaikan suhu akan
menyebabkan meingkatkan reaksi samping yang menurunkan yield. Sehingga kondisi
operasi reaktornya berada pada suhu 6300C dan tekanan 1,5atm.
IV.3 Separation Operation-Liquid and Vapor Mixtures
 Heuristic 9 :
“ Separate liquid mixtures using distillation, stripping, enhanced (extractive,
azeotropic, reactive) distillation, liquid-liquid extraction, crystallization, and/or
adsorption. The selection between these alternatives is considered in Chapter 7.”
 Heuristic 10 :
“ Attempt to condense or partially condense vapor mixtures with cooling water or a
refrigerant. Then, use Heuristic 9.”
Produk hasil reaksi mengandung styrene, ethylbenzene, toluene, dan benzene akan
dikondensasi sebelum dipisahkan. Berdasarkan heuristic 9 pemisahan fasa cair dapat
dilakukan dengan distilasi, stripping, ekstraksi, kristalisasi, dan adsorpsi.
Berdasarkan perbedaan titik didih yang cukup besar, pemisahan distilasi digunakan
untuk mendapat produk styrene dengan kemurnian lebih tinggi. Styrene, toluene, dan
benzene hasil distilasi akan ditampung dalam storage tank, sedangkan ethylbenzene
akan direcycle. Kondisi umpan distilasi pada 26°K dan tekanan 1,3 atm, serta
menghasilkan hasil atas kolom pada suhu 402°K dan tekanan 1,1 atm, sedangkan
kondisi bawah kolom memiliki suhu 431 °K dan tekanan 1,4 atm.

Gambar 4.2 Flowsheet Pemisahan Liquid

IV.4 Heat Removal and Addition


Heuristic 24 :
“ For less endothermic heats of reaction, circulate reactor fluid to an external heater,
or use the jacketed vessel or heating coils. Also, consider the use of interheaters
between adiabatic reaction stages.”
Pada proses dehidrogenasi adiabatis digunakan interheater sebelum umpan masuk
reaktor yang kedua. Hal ini dikarenakan reaksi bersifat endotermis sehingga terjadi
penurunan suhu setelah keluar reaktor (5500C) sehingga perlu dilakukan pemanasan
hingga mencapai suhu 6300C sebelum masuk reaktor 2.
Gambar 4.3 Reaktor Dehidrogenasi Ethylbenzene
IV.5 Heat Exchangers and Furnaces.
 Heuristic 25 :
“ Unless required as part the design of the separator or reactor, provide
necessary heat exchange for heating or cooling process fluid streams, with or
without utilities, in an external shell-and-tube heat exchanger using
countercurrent flow. However, if a process stream requires heating above 7500F,
use a furnace unless the process fluid is subject to chemical decomposition.”
Furnace digunakan untuk memanaskan bahan baku dari suhu 155,940C hingga
520°C sebelum masuk reaktor dan untuk menghasilkan steam.
 Heuristic 27
“When using cooling water to cool or condense a process stream, assume a
water inlet temperature of 90°F (from a cooling water) and a maximum water
outlet temperature 120°F.”
Cooling water digunakan pada proses kondensasi hasil atas distilasi serta untuk
mendinginkan produk sebelum masuk tangki penyimpanan. Suhu masuk heat
exchanger dan kondenser diasmsikan sebesar 90°F dan maximum suhu keluar
120°F.
IV.6 Pumping Liquid or Compressing Gas
 Heuristic 43 :
“ To increase the pressure of a steam, pump a liquid rather than compress a gas,
unless refrigeration is needed.”
Ethylbenzene dari tangki liquid berada pada suhu 30°C dan tekanan 1 atm ,
sedangkan umpan reaktor berada fasa gas 1.7 atm dan suhu 630°C. Terdapat 2
alternatif proses yang dapat dipilih yaitu pompa liquid terlebih dahulu atau
pengupan terlebih dahulu.
Berdasarkan energi yang dibutuhkan , pemompaan liquid (menjadi fluida
bertekanan 1,7atm) terlebih dahulu dan diikuti dengan pengupan dan pemanasan
(hingga mencapai 6300C) akan membutuhkan energi yang lebih sedikit daripada
penguapan terlebih dahulu.

Gambar 4.4 Alternatif Perubahan Fasa, dan Peningkatan Suhu, serta Tekanan
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan

1. Styrene dapat dibuat dari proses dehidrogenasi ethylbenzene, oksidasi propylene,


butadienem dan toluene.

2. Proses dehidrogenasi ethylbenzene merupakan reaksi endotermis dengan bantuan


katalis Fe2O3.

3. Reaksi berlangsung dalam reaktor adiabatis non isothermal pada suhu 620°C dan
tekanan 1,5 atm.

V.2 Saran

1. Spesifikasi bahan baku dipenuhi agar produk yang dihasilkan sesuai dengan
spesifikasi.

2. Memperhatikan material safety data sheet ethylbenzene untuk penanganan bahan


baku.
DAFTAR PUSTAKA

Kirk Othmer. 1983. “Encylopedia of Chemical Technology”. 4th ed., vol 22, Interscience
Publication. Joh Wiley and Sons.

James, Denis H and Castor,William M.2005. “Ullmann’s Encylopedia of Industrial


Chemistry”.Wiley-VCH Verlag Gmbh and Co

PT CHANDRA ASRI PETROCHEMICAL Tbk.2012.” PAPARAN PUBLIK TAHUNAN


TAHUN 2012 LAPORAN HASIL PRESS CONFERENCE EMITEN”. Jakarta

Sciene Lab. “Ethylbenzene MSDS”. Houston : Scienece Lab.com,Inc.

Santoso,Budi and Gunawan. 2005. “Pra rancangan Pabrik Styrene dengan Proses
Lummus/UOP Classic SM Kapasitas 140.000 ton/tahun”. Semarang

Woddle, Guy B.2006. “Encylopedia of Chemical Processing”. Taylor and Francis.

Anda mungkin juga menyukai