Anda di halaman 1dari 19

SATUAN ACARA PENYULUHAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

Disusun Oleh:

KELOMPOK 2

ELY TRIYANI I4051181011


BAITURRAHMAN I4051181012
DENI AHMAT RIDUAN I4051181013
HENDRI WAHYUDI I4051181014
DONY AZIE PRATAMA I4051181015
EZY ALKENDHY I4051181016
MEITI ZAHARA I4051181017
ERSA KAROLIN I4051181018
TESAR PRADYKA I4051181019
ULFA NADIATI I4051181020
MIRANDA FITRA B I4051181021

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2019
SATUAN ACARA PENYULUHAN
Chronic Kidney Disease

1. Pokok Bahasan : Diet bagi pasien Gangal Ginjal Kronik yang menjalani
Hemodialisa

2. Sasaran : Pasien dan keluarga dengan gagal ginjal kronik yang


menjalani hemodialisa
3. Tanggal : 2 januari 2020
4. Tempat : Ruang Hemodialisa
5. Tujuan :
a. Tujuan Umum
Pada akhir proses penyuluhan, keluarga pasien dapat mengetahui tentang diet pada
pasien gagal ginjal kronik memahami tentang penyakit gagal ginjal kronis

b. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan selama 1 x 15 menit tentang gagal ginjal kronis,
maka diharapkan pasien dan keluarga pasien :
 Mengetahui tentang penyakit gagal ginjal kronis dan

 Diet untuk pasien gagal ginjal kronis

c. Metode : ceramah dan tanya jawab


d. Media : leaflet
e. Evaluasi :
1. Prosedur : Evaluasi dilakukan setelah penyuluhan
2. Pertanyaan :
a) Jelaskan pengertian penyakit gagal ginjal kronis
b) Sebutkan diet untuk pasien gagal ginjal kronis

3. Pelaksanaan kegiatan penyuluhan


No Tahap Waktu Kegiatan Kegiatan peserta
1. Pembukaan 2 menit · Mengucapkan salam · Menjawab salam
· Memperkenalkan diri · Mendengarkan
· Menyebutkan topik penyuluhan
· Menyampaikan pertanyaan
lisan · Menjawab
2. Isi 10 menit Penjelasan tentang penyakit
gagal ginjal kronis · Menjawab

Penjelasan tentang diet terhadap


pasien gagal ginjal kronis

Tanya Jawab
· Membuat kesimpulan
3. Penutup 3 menit · Evaluasi
· Tanya jawab
· Salam penutup · Menjawab salam

4. Materi penyuluhan
Terlampir

1. Teori Chronic Kidney Disease / Gagal Ginjal Kronis


a. Definisi
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. (Smeltzer & Bare,
2015).
b. Klasifikasi

Menurut Adiatma & Tobing (2014), penyakit ginjal kronik dapat


diklasifikasikan menurut 2 hal yaitu, menurut diagnosis etiologi dan menurut
derajat (stage) penyakit. Menurut diagnosis etiologi, penyakit ginjal kronik dapat
di golongkan menjadi penyakit ginjal diabetes, penyakit ginjal non diabetes, dan
penyakit pada transplantasi sebagai berikut :
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Menurut Diagnosis Etiologi
No. Penyakit Tipe Mayor
1. Penyakit Ginjal Diabetes - Diabetes tipe 1 dan 2

2. Penyakit Ginjal non Diabetes - Penyakit Glomerular (penyakit


autoimun, infeksi sistemik, obat,
neoplasia)
- Penyakit vascular (penyakit
pembuluh darah besar, hipertensi,
mikroangiopati)
- Penyakit tubulointerstisial
(pielonefritis kronik, obstruksi,
keracunan obat)
- Penyakit kistik (ginjal polikistik)
3. Penyakit pada transplantasi - Rejeksi kronik Keracunan Obat
Penyakit recurrent

c. Etiologi
Berbagai etiologi dapat menyebabkan masalah pada ginjal yang berakibat
pada ketidakdekuatan ginjal mendapat suplai darah dan oksigen (iskemia ginjal).
Semua kondisi yang menyebabkan fungsi ginjal menurun dapat meningkat risiko
terjadinya gagal ginjal tahap lima ini seperti, gagal ginjal akut, glumerulonefritis
kronik, penyakit polisistik ginjal, nefrotoksin. Selain itu, penyakit sistemik seperti
hipertensi, diabetes mellitus, lupus erythematosus, poliarteritis, dan amyloidosis
juga dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronik tahap akhir. Menurut
Smeltzer & Bare (2015), gagal ginjal kronik dapat disebabkan oleh penyakit
sistemik seperti diabetes melitus glomerulonefritis kronis, pielonefritis, hipertensi
yang tidak dapat dikontrol, obstruksi traktus urinarius, lesi herediter seperti
penyakit ginjal polokistik, gangguan vaskuler dan infeksi, medikasi atau agen
toksik.
d. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik menurut Price dan Wilson (2012) dapat dilihat dari berbagai
fungsi system tubuh yaitu :
1. Manifestasi kardiovaskuler : hipertensi, pitting edema, edema periorbital,
friction rub pericardial, pembesaran vena leher, gagal jantung kongestif,
perikarditis, disritmia, kardiomiopati, efusi pericardial, temponade
pericardial.
2. Gejala dermatologis/system integumen : gatal-gatal hebat (pruritus), warna
kulit abu-abu, mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik tidak umum
karena pengobatan dini dan agresif, kulit kering, bersisik, ecimosis, kuku
tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, memar (purpura).
3. Manifestasi pada pulmoner yaitu krekels, edema pulmoner,sputum kental
dan liat,nafas dangkal, pernapasan kusmaul, pneumonitis
4. Gejala gastrointestinal : nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan
pada mulut, anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva,
haus, rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan
pengecap, parotitis dan stomatitis, peritonitis, konstipasi dan diare,
perdarahan darisaluran gastrointestinal.
5. Perubahan musculoskeletal : kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang,
kulai kaki (foot drop).
6. Manifestasi pada neurologi yaitu kelemahan dan keletihan, konfusi,
disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada tungkai kaki,
perubahan tingkah laku, kedutan otot, tidak mampu berkonsentrasi,
perubahan tingkat kesadaran, neuropati perifer.
7. Manifestasi pada system repoduktif : amenore, atropi testikuler, impotensi,
penurunan libido, kemandulan
8. Manifestasi pada hematologic yaitu anemia, penurunan kualitas trombosit,
masa pembekuan memanjang, peningkatan kecenderungan perdarahan.
9. Manifestasi pada system imun yaitu penurunan jumlah leukosit,
peningkatan resiko infeksi.
10. Manifestasi pada system urinaria yaitu perubahan frekuensi berkemih,
hematuria, proteinuria, nocturia, aliguria.
11. Manifestasi pada sisitem endokrin yaitun hiperparatiroid dan intoleran
glukosa.
12. Manifestasi pada proses metabolic yaitu peningkatan urea dan serum
kreatinin (azotemia), kehilangan sodium sehingga terjadi : dehidrasi,
asidosis, hiperkalemia, hipermagnesemia dan hipokalsemia.
13. Fungsi psikologis yaitu perubahan kepribadian dan perilaku serta gangguan
proses kognitif.
e. Patofisiologi
Hampir 1 juta unit nefron ada pada setiap ginjal yang menyumbang kepada
jumlah akhir laju filtrasi glomerulus (LFG). Tanpa mengambil kira penyebab
kerusakan jaringan ginjal, yang progresif dan menahun, ginjal mempunyai
keupayaan untuk terus mempertahankan LFG menerusi hiperfiltrasi dan
mekanisme kompensasi kerja yaitu hipertrofi pada nefron yang masih berfungsi.
Keupayaan ginjal ini dapat meneruskan fungsi normal ginjal untuk mensekresi
bahan buangan seperti urea dan kreatinin sehingga bahan tersebut meningkat
dalam plasma darah hanya setelah LFG menurun pada tahap 50% dari yang
normal. Kadar kretinin plasma akan mengganda pada penurunan LFG 50%.
Walaupun kadar normalnya adalah 0,6 mg/dL menjadi 1,2 mg/dL, ia menunjukkan
penurunan fungsi nefron telah menurun sebanyak 50% (Arora, 2010). Bagian
nefron yang masih berfungsi yang mengalami hiperfiltrasi dan hipertrofi,
walaupun amat berguna, tetapi telah menyebabkan kerusakan ginjal yang
progresif. Ini dipercayai terjadi karena berlaku peningkatan tekanan pada kapilari
glomerulus, yang seterusnya bisa mengakibatkan kerusakan kapilari tersebut dan
menjadi faktor predisposisi terhadap kejadian glomerulosklerosis segmental dan
fokal (Arora, 2010). Antara faktor-faktor lain yang menyebabkan kerusakan
jaringan ginjal yang bersifat progresif adalah :
1. Hipertensi sistemik
2. Nefrotoksin dan hipoperfusi ginjal
3. Proteinuria
4. Hiperlipidemia
Pada gagal ginjal kronik fungsi normal ginjal menurun, produk akhir
metabolisme protein yang normalnya diekskresi melalui urin tertimbun dalam
darah. Ini menyebabkan uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh penderita.
Semakin banyak timbunan produk bahan buangan, semakin berat gejala yang
terjadi. Penurunan jumlah glomerulus yang normal menyebabkan penurunan
kadar pembersihan substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Dengan menurunnya LFG, ia mengakibatkan penurunan pembersihan kreatinin
dan peningkatan kadar kreatinin serum terjadi. Hal ini menimbulkan gangguan
metabolisme protein dalam usus yang menyebabkan anoreksia, nausea dan
vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Peningkatan ureum kreatinin yang sampai ke otak bisa mempengaruhi fungsi
kerja, mengakibatkan gangguan pada saraf, terutama pada neurosensori. Selain itu
blood urea nitrogen (BUN) biasanya juga meningkat. Pada penyakit ginjal tahap
akhir urin tidak dapat dikonsentrasikan atau diencerkan secara normal sehingga
terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan tertahan
meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung kongestif. Penderita akan menjadi
sesak nafas, akibat ketidakseimbangan asupan zat oksigen dengan kebutuhan
tubuh. Dengan tertahannya natrium dan cairan bisa terjadi edema dan ascites. Hal
ini menimbulkan risiko kelebihan volume cairan dalam tubuh, sehingga perlu
diperhatikan keseimbangan cairannya. Semakin menurunnya fungsi ginjal, terjadi
asidosis metabolik akibat ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang
berlebihan. Juga terjadi penurunan produksi hormon eritropoetin yang
mengakibatkan anemia. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal
terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium.
Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar
paratiroid. Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis
berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan
adanya hipertensi (Smeltzer & Bare, 2015).
Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun
penyakit primernya telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini menunjukkan
adanya mekanisme adaptasi sekunder yang sangat berperan pada kerusakan yang
sedang berlangsung pada penyakit ginjal kronik. Bukti lain yang menguatkan
adanya mekanisme tersebut adalah adanya gambaran histologik ginjal yang sama
pada penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit primer apapun.
Perubahan dan adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal
akan menyebabkan pembentukan jaringan ikat dan kerusakan nefron yang lebih
lanjut. Demikian seterusnya keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang
berakhir dengan gagal ginjal terminal (Noer, 2006).
f. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik menurut Doenges (2012)
adalah :
1) Urine
a) Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atauurine tidak ada
(anuria).
b) Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkanoleh pus, bakteri,
lemak, pertikel koloid, fosfat atau urat.
c) Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat)
d) Klirens kreatinin, mungkin menurun
e) Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsobsi natrium.
f) Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus.
2) Darah
a) Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hbbiasanya
kurang dari 7-8 gr
b) Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti azotemia.
c) GDA, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena
kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan amonia
atau hasil akhir katabolisme prtein, bikarbonat menurun, PaCO2 menurun.
d) Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai perpindahan
seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan)
e) Magnesium fosfat meningkat
f) Kalsium menurun
g) Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapatmenunjukkan
kehilangan protein melalui urine, perpindahancairan, penurunan
pemasukan atau sintesa karena kurangasam amino esensial.
h) Osmolaritas serum: lebih besar dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan
urin.
3) Pemeriksaan radiologik
a) Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter danbladder/KUB):
menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandungkemih, dan adanya obstruksi
(batu).
b) Pielogramginjal :mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler, masa
c) Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandungkemih, refluks
kedalam ureter dan retensi.
d) Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanyamasa, kista,
obstruksi pada saluran perkemuhan bagian atas.
e) Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik, untukmenentukan
seljaringan untuk diagnosis hostologis.
f) Endoskopi ginjal dan nefroskopi:dilakukan untuk menentukan pelis ginjal
(keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif).
g) Elektrokardiografi (EKG): mungkin abnormal menunjukkan
ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
h) Fotokaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan, dapatmenunjukkan
demineralisasi, kalsifikasi.
i) Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan danposisi ginjal,
ukuran dan bentuk ginjal.
j) CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal (seperti penyebararn
tumor).
k) Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk mendeteksi struktur ginjal,
luasnya lesi invasif ginjal.
g. Penatalaksaan
1) Nonfarmakologi
Prinsip penatalaksanaan atau manajemen pada penderita gagal ginjal kronik a,
yaitu (Mardiana, 2013) :
- Diet
Terapi diet yang diberikan pada pasien gagal ginjal kronik ini pada dasarnya
mencoba memperlambat penurunan fungsi ginjal lebih lanjut dengan cara
mengurangi beban kerja nefron dan menurunkan kadar ureum darah.
- Hemodialisis
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengeluarkan produk sisa
metabolisme tubuh pada pasien dengan Gagal Ginjal Kronik adalah dengan
hemodialisis. Hemodialisis adalah lintasan darah melalui selang di luar tubuh
ke ginjal buatan untuk membuang kelebihan zat terlarut dan cairan yang
terjadi selama metabolism. Terapi ini menggantikan fungsi detoksifikasi
ginjal dengan tetap menjaga keseimbangan elektrolit dan asam basa
(Sebayang, 2013).
Tujuan dari inisiasi hemodialisis untuk meningkatkan usia harapan hidup
pasien, mempertahankan fungsi nefron yang masih baik, mengurangi
morbiditas, menurunkan angka uremia perikarditis, uremia encephalopathy,
overload cairan dengan congestive heart failure, gangguan nutrisi yang
diakibatkan anoreksia dan infeksi. Tujuan lain adalah mencegah terjadinya
komplikasi intrahemodialisis diantaranya gastrointestinal stress da pruritus
(Daryani, 2011).
Inisiasi hemodialisis secara ideal dilakukan pada pasien dengan Laju Filtrasi
Glomerulus < 15 mL/menit. Peurunan LFG mengindikasikan fungsi eskresi
ginjal sudah minimal sehingga terjadi akumulasi zat toksik dalam darah.
Pada tahap ini komplikasi akut yang membahayakan jiwa pasien dapat terjadi
sehingga hemodialisis diperlukan
h. Komplikasi
Menurut Yang (2011) Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan komplikasi yang
terjadi pada beberapa sistem organ penting pada tubuh, yaitu:
1) Anemia, peyebab utama pada pasien gagal ginjal adalah hioplasia susum
tulang karna pengurangan atau ketiadaan eritropoitein. Gambaran anemianya
merupakan anemia normositik normo kromik seperti kebanyakan pada
penyakit kronis; kemudian kadar hemoglobinnya jarang yang lebih dari80 g/L
(normal = 120-180 g/L). Defisiensi besi dan folat pada anemia dapat terjadi
karena pembatasan diet, kecenderungan perdarahan, dan kehilangan darah saat
hemodialisis dan uji laboratorium. Anemia pada penyakit ginjal secara
signifikan mengurangi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik,membatasi
aktivitas pasien, dan risiko terjadi gagal jantung (Greene dan Harris,2000
dalam Yang, 2011).
2) Penyakit jantung (cardiovaskular disease/CVD),Hipertensi adalah yang paling
umum terjadi dan juga peningkatan insidensi terjadinya penyakit jantung
iskemik dan gagal jantung. Hipertensi terjadi karena adanya retensi cairan dan
gangguan sistem renin-angiotensin.Dislipidemia dan hipertensi mempercepat
terjadinya aterosklerosis, yang merupakan manifestasi gagal ginjal kronik yang
sering terjadi. Sedangkan gagal jantung dapat terjadi karena hipervolemi,
hipertensi, iskemia, dan anemia; serta kardiomiopati yang dapat disebabkan
karena ketidakseimbangan kadar kalsium dan fosfat (Greene dan Harris, 2000
dalam Yang, 2011).
3) Gangguang mineral dan tulang,
4) Nuropati periferal,
5) Gangguan kognitif,
6) Peningkatan infeksi,
7) Malnutrisi dan penurunan fungsi organ
2. Pentingnya diet pada pasien hemodialisa
2.1 Diet pada Penderita Gagal Ginjal Kronik
Diet Retriksi Protein (DRP) merupakan diet yang bisa digunakan bagi penderita
gagal ginjal yang dapat memperlambat kemunduran fungsi ginjal pada penderita –
penderita yang sudah mengalami gangguan ginjal. Hal ini sangat diperhatikan karena
dapat memperlambat penderita masuk kedalam tahap Gagal Ginjal Terminal (GGT).
Konsep dasar diit rendah protein adalah memberikan protein dalam jumlah terbatas
bersana dengan jumlah energy yang cukup. Dalam DRP ini ada beberapa hal yang
perlu mendapat perhatian (Smeltzer, 2001) :
 Protein yang diberikan tidak boleh terlalu kurang atau terlalu tinggi. Hal ini dapat
dinilai antara lain dengan pengukuran asupan nitrogen agar stabil
keadaannya,terdapat korelasi antara rasio ureum/kreatinin serum dengan asupan
nitrogen. Walaupun cara ini cukup akurat dan mudah ada beberapa keadaan yang
membuat kesalahan perhitungan yaitu antara lain pada keadaan katabolic, dieresis
kurang dari 1500 ml (produksi ureum meninggi.
 Diet harus dapat diterima atau disesuaikan dengan selera penderita.

 Harus diperhatikan kecakupan kalori, zat-zat nutrisi lainnya agar tidak


mengganggu metabolisme aktivitas atau pertumbuhan. Penurunan berat badan
atau bahkan menutrisi yang dapat terjadi karena diet ini harus dicegah.sering
diperlukan penambahan vitamin.

2.2 Zat Gizi pada penderita GGK


Unsur-unsur gizi (nutrient) yang memiliki makna khusus dalam pengobatan
conventional yang dapat digunakan sebagai terapi pendamping sudah harus
dilaksanakan dan memerlukan pemantauan ketat (Situmorang, 2010).
1. Cairan dan Natrium
Gejala pertama pada keadaan gagal ginjal menahun adalah
ketidakmampuan nefron yang masih berfungsi itu untuk meningkatkan filtarat
glomelurus secara baik dan mengatur eksresi natrium kedalam air seni, dengan
semakin parahnya kegagalan ginjal dan menurunnya glomerulus (GFR) hingga 10
% atau kurang dari nilai normlnya, maka produksi air seni akan menjadi sedikit
sehingga masukan air dan natrium dalam jumlah yang lazim tidak dapat ditolerir.
Kebutuhan penderita akan air dapat ditentukan lewat pengukuran jumlah air seni
yang dikeluarkan selama 24 jam dengan memakai gelas silinder dan ditambah air
500 ml, ini akan menganti jumlah kehilangan air yang hilang dari dalam tubuh
(volume urine + 500 ml).
2. Natrium
Natrium perlu dibatasi karena natrium diperlukan di dalam tubuh
walaupun faal ginjal sudah menurun. Hal ini penting bila terdapat hipertensi,
edema dan bendungan paru- paru. Parameter yang digunakan untuk menilai
kecukupan natrium adalah berat badan, kadar Na urine, serum dan laju filtrasi
glomerulus. Pemberian natrium harus diberikan dalam jumlah maksimal yang
dapat ditolerir dengan tujuan untuk mempertahankan volume cairan ekstraseluler
terkendalinya asupan natrium yang ditandai nya terkontrolnya tekanan darah dan
pembengkakan (oedema).
3. Protein
Asupan protein disesuaikan dengan derajat ganguan fungsi ginjal/ laju
filtrasi glomerulus kurang dari 25%, berdasarkan berbagai hasil- hasil penelitian
di dapatkan bahwa pada GGK di perlukan peranan asupan protein sampai 0,5-0,6
gr/kg BB/hari, rata- rata 0,5 gr / kg BB/ hari agar tercapai keseimbangan
metabolisme protein yangoptimal. Dari protein 0,5 gr/kg BB/hari ini hendaknya
diusahakan sekurang-kurangnya 60% atau 0,35 gr/kg BB/ hari berupa protein
dengan nilai biologik tinggi. Protein dengan nilai biologik tinggi adalah protein
dengan susunan asam amino yang menyerupai aturan amino essensial dan pada
umumnya berasal dari protein hewani (susu, telur, ikan, unggas, daging tidak
berlemak).
4. Kalium
Kalium jarang meningkat pada GGK, bila terjadi hiperkalemia maka
biasanya berkaitan dengan oliguri ( berkurangnya volume urine/, keadaan
metabolic, obat- obatan yang mengandung kalium. Kadar kalium dalam dalam
serum harus dijaga dalam suatu kisaran yang sempit yaitu 3,5 hingga 5 Eq/I untuk
mencegah timbulnya kegawatan jantung karena hiperkalmia.
5. Kalori/ Energi
a. Asupan Energi
Kebanyakan penderita GGK menunjukkan kurang gizi, hal ini disebabkan oleh
berbagai factor metabolisme dan kurangnya asupan kalori. Kalori cukup tinggi
di hasilkan dari sumber karbohidrat dan lemak merupakan hal yang penting
bagi penderita kronik pembatasan masukan protein yang diperlukan untuk
memperbaiki keseimbangan nitrogen, guna mencegah oksidasi protein. Untuk
memproduksi energi disarankan masukan kalori paling sedikit 35kkal/kg
BB/hari, kebutuhan asupan kalori penderita GGK yang stabil adalah 35
kkal/kg BB/hari
b. Kebutuhan kalori harus dipenuhi guna mencegah terjadinya pembakaran
protein tubuh dan merangsang pengeluaran insulin.
6. Lemak
Lemak terbatas, diutamakan pengguna lemak tak jenuh ganda. Lemak
normal untuk pasien dialisis 15-30 % dari kebutuhan energi total.
7. Vitamin
Defisiensi asam folat, piridoksin dan vitamin C dapat terjadi sehingga
perlu suplemen vitamin tersebut. diantaranya vitamin larut lemak, kadar vitamin
A meningkat sehingga harus dihindari pemberian vitamin A pada GGK. Vitamin
E dan K tidak membutuhkan suplemen tasi.

2.3 Sumber Protein Pada Penyakit Gagal Ginjal Kronik


Protein berasal dari bahasa Yunani, yaitu proteos berarti yang utama atau
didahulukan. Jumlah dan jenis protein yang diberikan pada pasien PGK pre dialisis
dalam bentuk diet Rendah Protein sangat penting untuk diperhatikan karena protein
berguna untuk mengganti jaringan yang rusak, membuat zat antibodi, enzim dan
hormon, menjaga keseimbangan asam basa, air, elektrolit, serta menyumbang
sejumlah energi tubuh. Protein dibuat dari 20 asam amino penyusun protein, 11
diantaranya dapat disintesis oleh tubuh, dan 9 sisanya disebut asam amino esensial
yang diperoleh dari bahan makanan, yaitu Leusin, Isoleusin, Valin, Triptofan,
Fenilalanin, Metionin, Treonin, Lisin dan Histidin. Dari asam amino, 8 diantaranya
dibutuhkan oleh orang dewasa, sedangkan Histidin dibutuhkan oleh anak-anak yang
sedang dalam masa pertumbuhan. Bahan makanan yang mengandung semua asam
amino disebut lengkap protein, seperti telur, daging, ikan, susu, unggas, keju. Oleh
karena itu, protein hewani biasa disebut sebagai protein bernilai biologi tinggi. Bahan
makanan nabati, misalnya beras dan kacang-kacangan, mengandung asam amino
esensial yang terbatas atau tidak lengkap. Oleh karena itu, dikatakan mengandung
protein bernilai biologi rendah. fungsi ginjal lebuh lanjut.
Penelitian lain mengenai diet dengan protein nabati pada pasien PGK adalah
dapat menurunkan ekresi urea, serum kolesterol total dan LDL sebagai pencegah
kelainan pada jantung yang sering dialami pada pasien PGK. Pada binatang percobaan
dengan penurunan fungsi ginjal yang diberi casein dibandingkan dengan protein
kedelai setelah 1-3 minggu didapatkan menunda penurunan fungi ginjal lebih lanjut
(Kresnawan, 2015).
 Contoh Menu (Modifikasi)Pasien PGK dengan terapi konservatif komposisi
protein hewani:nabati = 50%: 50%. Menu dibuat untuk pasien PGK pre HD
pria 62 tahun dengan BB 66 kg dan TB 173 cm.Nilai gizi : Energi ± 2000 kkal,
protein ± 40 g, lemak ± 58 g, KH ± 335 g.

Waktu Menu Jumlah

Gram URT*

NasiTumis Tahu Madu 3⁄4 gls 1 ptg sdg 2 saset 3 sdm 1


Pagi 100 75 40 15 13
SusuGula sdm

Pk 10.00 Kue Talam TehGula 50 13 1 porsi 1 sdm

NasiRolade Daging
Siang Cap-cay Goreng Stup 150 50 50 100 1 gls1 ptg sdg 1⁄2 gls 1 ptg
Nanas

Pk 16.00 Kue Mangkok Fla Sirup 50 30 1 ptg sdg 3 sdm

NasiAyam GorengStup
Sore Buncis-Wortel Koktail 150 40 50 100 1 gls1 ptg sdg 1⁄2 gls 1 ptg
Pepaya

*URT = ukuran rumah tangga, sdm = sendok makan, ptg = potong, gls = gelas, sdg = sedang, btr = butir, bks =
bungkus

 Contoh Menu KonvensionalPasien PGK dengan terapi konservatif komposisi


protein hewani ≥ 60 %. Menu dibuat untuk pasien pria PGK pre HD 61
tahun dengan BB 66 kg dan TB 173 cm.Nilai gizi : Energi ± 2030 kkal, protein
± 40 g, lemak ± 60 g, KH ± 336 g.

Jumlah
Waktu
Menu G
URT*
r

NasiTelur Balado Madu


Pagi 100 75 40 20 13 3⁄4 gls 1 btr kcl 2 saset 4 sdm 1 sdm
SusuGula
Pk 10.00 Kue Talam TehGula 50 13 1 porsi 1 sdm

Siang Nasi 150 1 gls

Beefsteak Daging Stup 50


Buncis + Wortel Stup
Nanas 50 100 1 ptg sdg 1⁄2 gls 1 ptg

Pk 16.00 Puding Sirup 50 30 1 ptg sdg 3 sdm

NasiAyam Panggang Cap 1 gls1 ptg sdg 1⁄2 gls 1 ptg


Sore 150 40 50 100
Cay Goreng Pepaya

*URT = ukuran rumah tangga, sdm = sendok makan, ptg = potong, gls = gelas, sdg = sedang, btr = butir, bks =
bungkus

2.4 Tujuan Diet Penyakit Gagal Ginjal Kronik


Tujuan diet penyakit ginjal kronik adalah untuk:
1. Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal dengan memperhitungkan sisa
fungsi ginjal, agar tidak memberatkan kerja ginjal.
2. Mencegah dan menurunkan kadar ureum darah yang tinggi (uremia).
3. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
4. Mencegah atau mengurangi progresifitas gagal ginjal, dengan memperlambat
turunnya laju filtrasi glomerulus (Almatsier, 2007).
Pada penderita GGK sering terjadi mual, muntah, anoreksia, dan gangguan lain
yang menyebabkan asupan gizi tidak adekuat/tidak mencukupi.

2.5 Syarat Pemberian Diet pada Gagal Ginjal Kronik


Syarat pemberian diet pada gagal ginjal kronik adalah (Almatsier 2007):
1. Energi cukup, yaitu 35 kkal/kg BB.
2. Protein rendah, yaitu 0,6 – 0,75 gr/kg BB. Sebagian harus bernilai biologik tinggi.
3. Lemak cukup, yaitu 20-30% dari kebutuhan total energi, diutamakan lemak tidak
jenuh ganda.
4. Karbohidrat cukup, yaitu : kebutuhan energi total dikurangi yang berasal dari
protein dan lemak.
5. Natrium dibatsi apabila ada hipertensi, edema, acites, oliguria, atau anuria,
banyak natrium yang diberikan antara 1-3 g.
6. Kalium dibatasi (60-70 mEq) apabila ada hiperkalemia (kalium darah > 5,5 mEq),
oliguria, atau anuria.
7. Cairan dibatasi yaitu sebanyak jumlah urine sehari ditambah dengan pengeluaran
cairan melalui keringat dan pernapasan (±500 ml).
8. Vitamin cukup, bila perlu berikan suplemen piridoksin, asam folat, vitamin C,
vitamin D.
Ada tiga jenis diet yang diberikan menurut berat badan pasien, yaitu :
1. Diet Protein Rendah I : 30 gr protein diberikan kepada pasien dengan berat badan
50 kg.
2. Diet Protein Rendah II : 35 gr protein diberikan kepada pasien dengan berat
badan 60 kg.
3. Diet Protein Rendah III : 40 gr protein diberikan kepada pasien dengan berat
badan 65 kg.
Karena kebutuhan gizi pasien penyakit ginjal kronik sangat bergantung pada
keadaan dan berat badan perorangan, maka jumlah protein yang diberikan dapat lebih
tinggi atau lebih rendah daripada standar. Untuk protein dapat ditingkatkan dengan
memberikan asam amino esensial murni.

2.6 Penatalaksanaan Diet


Penatalaksanaan Diet pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik pre dialisis stadium
IV dengan TKK < 25 ml/mt pada dasarnya mencoba memperlambat penurunan fungsi
ginjal lebih lanjut dengan cara mengurang beban kerja nephron dan menurunkan
kadar ureum darah. Standar diet pada Penyakit Ginjal Kronik Pre Dialisis dengan
terapi konservatif adalah sebagai berikut (Kresnawan, 2015) :
1. Syarat Dalam Menyusun Diet
Energi 35 kkal/kg BB, pada geriatri dimana umur > 60 tahun cukup 30 kkal/kg
BB, dengan ketentuan dan komposisi sebagai berikut:
 Karbohidrat sebagai sumber tenaga, 50-60 % dari total kalori
 Protein untuk pemeliharaan jaringan tubuh dan mengganti sel-sel yang rusak
sebesar 0,6 g/kg BB. Apabila asupan energi tidak tercapai, protein dapat
diberikan sampai dengan 0,75 g/kg BB. Protein diberikan lebih rendah dari
kebutuhan normal, oleh karena itu diet ini biasa disebut Diet Rendah Protein.
Pada waktu yang lalu, anjuran protein bernilai biologi tinggi/hewani hingga ≥
60 %, akan tetapi pada saat ini anjuran cukup 50 %. Saat ini protein hewani
dapat dapat disubstitusi dengan protein nabati yang berasal dari olahan
kedelai sebagai lauk pauk untuk variasi menu.
 Lemak untuk mencukupi kebutuhan energi diperlukan ± 30 % diutamakan
lemak tidak jenuh.
 Kebutuhan cairan disesuaikan dengan jumlah pengeluaran urine sehari
ditambah IWL ± 500 ml.
 Garam disesuaikan dengan ada tidaknya hipertensi serta penumpukan cairan
dalam tubuh. Pembatasan garam berkisar 2,5-7,6 g/hari setara dengan 1000-
3000 mg Na/hari.
 Kalium disesuaikan dengan kondisi ada tidaknya hiperkalemia 40-70
meq/hari
 Fosfor yang dianjurkan ≤ 10 mg/kg BB/hari
 Kalsium 1400-1600 mg/hari
2. Bahan Makanan yang Dianjurkan
 Sumber Karbohidrat: nasi, bihun, mie, makaroni, jagng, roti, kwethiau,
kentang, tepung-tepungan, madu, sirup, permen, dan gula.
 Sumber Protein Hewani: telur, susu, daging, ikan, ayam. Bahan Makanan
Pengganti Protein Hewani
 Hasil olahan kacang kedele yaitu tempe, tahu, susu kacang kedele, dapat
dipakai sebagai pengganti protein hewani untuk pasien yang menyukai
sebagai variasi menu atau untuk pasien vegetarian asalkan kebutuhan protein
tetap diperhitungkan. Beberapa kebaikan dan kelemahan sumber protein
nabati untuk pasien penyakit ginjal kronik akan dibahas.
 Sumber Lemak: minyak kelapa, minyak jagung, minyak kedele, margarine
rendah garam, mentega.
 Sumber Vitamin dan Mineral
 Semua sayur dan buah, kecuali jika pasien mengalami hipekalemi perlu
menghindari buah dan sayur tinggi kalium dan perlu pengelolaan khusus yaitu
dengan cara merendam sayur dan buah dalam air hangat selama 2 jam, setelah
itu air rendaman dibuang, sayur/buah dicuci kembali dengan air yang mengalir
dan untuk buah dapat dimasak menjadi stup buah/coktail buah.

3. Bahan Makanan yang Dihindari


 Sumber Vitamin dan Mineral
 Hindari sayur dan buah tinggi kalium jika pasien mengalami hiperkalemi.
Bahan makanan tinggi kalium diantaranya adalah bayam, gambas, daun
singkong, leci, daun pepaya, kelapa muda, pisang, durian, dan nangka.
 Hindari/batasi makanan tinggi natrium jika pasien hipertensi, udema dan
asites. Bahan makanan tinggi natrium diantaranya adalah garam, vetsin,
penyedap rasa/kaldu kering, makanan yang diawetkan, dikalengkan dan
diasinkan.

Referensi :

Adiatma, D. C., & Tobing, M. L. (2014). “Prevalensi Dan Jenis Anemia Pada Pasien
Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Reguler (Studi Di Rsup Dr.
Kariadi Semarang)”. Semarang: Universitas Diponegoro.
Arora, P., Varelli, M. (2010). Chronic Renal Failure.
Daryani. (2011). “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Inisiasi Dialisis Pasien
Gagal Ginjal Tahap Akhir di RSUP DR Soeradji Tirtonegoro Klaten”. Skripsi S2.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Program Magister Keperawatan.
Daryani. T, (2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan inisiasi
dialysis pasien gagal gnjal tahap akhir di di RSUP DR. SOERADJI
TIRTONEGORO KLATEN. Tesis. Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (2012). Rencana
Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Mardiana, Rina. (2013). “Analisis Praktik Klinik Keperawatan Masalah Perkotaan Pada
Pasien Gagal Ginjal Kronik Di Ruang Melati Atas Rumah Sakit Umum Pusat
Persahabatan Jakarta”. Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan.
Noer, M.S. (2006). Gagal Ginjal Kronik Pada Anak, Fakultas Kedokteran UNAIR.
Sebayang, Agnes N. (2012). “Analisis Praktek Klinik Keperawatan Kesehatan
Masyarakat Dalam Suhan Keperawatan Klien Gagal Ginjal Kronis Dengan
Hemodialisis Di Ruang Penyakit Dalam RSUP Fatmawati Jakarta”. Depok:
Fakultas Ilmu Keperawatan
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2015). Keperawatan Medikal Bedah2, Edisi
8. Jakarta : EGC
Sunarni. (2009). Hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan menjalani
hemodialisa pada penderita gagal ginjal kronik DI RSUD DR.
MOEWARDI SURAKARTA. Jurnal Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai