Disusun Oleh:
KELOMPOK 2
1. Pokok Bahasan : Diet bagi pasien Gangal Ginjal Kronik yang menjalani
Hemodialisa
b. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan selama 1 x 15 menit tentang gagal ginjal kronis,
maka diharapkan pasien dan keluarga pasien :
Mengetahui tentang penyakit gagal ginjal kronis dan
Tanya Jawab
· Membuat kesimpulan
3. Penutup 3 menit · Evaluasi
· Tanya jawab
· Salam penutup · Menjawab salam
4. Materi penyuluhan
Terlampir
c. Etiologi
Berbagai etiologi dapat menyebabkan masalah pada ginjal yang berakibat
pada ketidakdekuatan ginjal mendapat suplai darah dan oksigen (iskemia ginjal).
Semua kondisi yang menyebabkan fungsi ginjal menurun dapat meningkat risiko
terjadinya gagal ginjal tahap lima ini seperti, gagal ginjal akut, glumerulonefritis
kronik, penyakit polisistik ginjal, nefrotoksin. Selain itu, penyakit sistemik seperti
hipertensi, diabetes mellitus, lupus erythematosus, poliarteritis, dan amyloidosis
juga dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronik tahap akhir. Menurut
Smeltzer & Bare (2015), gagal ginjal kronik dapat disebabkan oleh penyakit
sistemik seperti diabetes melitus glomerulonefritis kronis, pielonefritis, hipertensi
yang tidak dapat dikontrol, obstruksi traktus urinarius, lesi herediter seperti
penyakit ginjal polokistik, gangguan vaskuler dan infeksi, medikasi atau agen
toksik.
d. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik menurut Price dan Wilson (2012) dapat dilihat dari berbagai
fungsi system tubuh yaitu :
1. Manifestasi kardiovaskuler : hipertensi, pitting edema, edema periorbital,
friction rub pericardial, pembesaran vena leher, gagal jantung kongestif,
perikarditis, disritmia, kardiomiopati, efusi pericardial, temponade
pericardial.
2. Gejala dermatologis/system integumen : gatal-gatal hebat (pruritus), warna
kulit abu-abu, mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik tidak umum
karena pengobatan dini dan agresif, kulit kering, bersisik, ecimosis, kuku
tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, memar (purpura).
3. Manifestasi pada pulmoner yaitu krekels, edema pulmoner,sputum kental
dan liat,nafas dangkal, pernapasan kusmaul, pneumonitis
4. Gejala gastrointestinal : nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan
pada mulut, anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva,
haus, rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan
pengecap, parotitis dan stomatitis, peritonitis, konstipasi dan diare,
perdarahan darisaluran gastrointestinal.
5. Perubahan musculoskeletal : kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang,
kulai kaki (foot drop).
6. Manifestasi pada neurologi yaitu kelemahan dan keletihan, konfusi,
disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada tungkai kaki,
perubahan tingkah laku, kedutan otot, tidak mampu berkonsentrasi,
perubahan tingkat kesadaran, neuropati perifer.
7. Manifestasi pada system repoduktif : amenore, atropi testikuler, impotensi,
penurunan libido, kemandulan
8. Manifestasi pada hematologic yaitu anemia, penurunan kualitas trombosit,
masa pembekuan memanjang, peningkatan kecenderungan perdarahan.
9. Manifestasi pada system imun yaitu penurunan jumlah leukosit,
peningkatan resiko infeksi.
10. Manifestasi pada system urinaria yaitu perubahan frekuensi berkemih,
hematuria, proteinuria, nocturia, aliguria.
11. Manifestasi pada sisitem endokrin yaitun hiperparatiroid dan intoleran
glukosa.
12. Manifestasi pada proses metabolic yaitu peningkatan urea dan serum
kreatinin (azotemia), kehilangan sodium sehingga terjadi : dehidrasi,
asidosis, hiperkalemia, hipermagnesemia dan hipokalsemia.
13. Fungsi psikologis yaitu perubahan kepribadian dan perilaku serta gangguan
proses kognitif.
e. Patofisiologi
Hampir 1 juta unit nefron ada pada setiap ginjal yang menyumbang kepada
jumlah akhir laju filtrasi glomerulus (LFG). Tanpa mengambil kira penyebab
kerusakan jaringan ginjal, yang progresif dan menahun, ginjal mempunyai
keupayaan untuk terus mempertahankan LFG menerusi hiperfiltrasi dan
mekanisme kompensasi kerja yaitu hipertrofi pada nefron yang masih berfungsi.
Keupayaan ginjal ini dapat meneruskan fungsi normal ginjal untuk mensekresi
bahan buangan seperti urea dan kreatinin sehingga bahan tersebut meningkat
dalam plasma darah hanya setelah LFG menurun pada tahap 50% dari yang
normal. Kadar kretinin plasma akan mengganda pada penurunan LFG 50%.
Walaupun kadar normalnya adalah 0,6 mg/dL menjadi 1,2 mg/dL, ia menunjukkan
penurunan fungsi nefron telah menurun sebanyak 50% (Arora, 2010). Bagian
nefron yang masih berfungsi yang mengalami hiperfiltrasi dan hipertrofi,
walaupun amat berguna, tetapi telah menyebabkan kerusakan ginjal yang
progresif. Ini dipercayai terjadi karena berlaku peningkatan tekanan pada kapilari
glomerulus, yang seterusnya bisa mengakibatkan kerusakan kapilari tersebut dan
menjadi faktor predisposisi terhadap kejadian glomerulosklerosis segmental dan
fokal (Arora, 2010). Antara faktor-faktor lain yang menyebabkan kerusakan
jaringan ginjal yang bersifat progresif adalah :
1. Hipertensi sistemik
2. Nefrotoksin dan hipoperfusi ginjal
3. Proteinuria
4. Hiperlipidemia
Pada gagal ginjal kronik fungsi normal ginjal menurun, produk akhir
metabolisme protein yang normalnya diekskresi melalui urin tertimbun dalam
darah. Ini menyebabkan uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh penderita.
Semakin banyak timbunan produk bahan buangan, semakin berat gejala yang
terjadi. Penurunan jumlah glomerulus yang normal menyebabkan penurunan
kadar pembersihan substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Dengan menurunnya LFG, ia mengakibatkan penurunan pembersihan kreatinin
dan peningkatan kadar kreatinin serum terjadi. Hal ini menimbulkan gangguan
metabolisme protein dalam usus yang menyebabkan anoreksia, nausea dan
vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Peningkatan ureum kreatinin yang sampai ke otak bisa mempengaruhi fungsi
kerja, mengakibatkan gangguan pada saraf, terutama pada neurosensori. Selain itu
blood urea nitrogen (BUN) biasanya juga meningkat. Pada penyakit ginjal tahap
akhir urin tidak dapat dikonsentrasikan atau diencerkan secara normal sehingga
terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan tertahan
meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung kongestif. Penderita akan menjadi
sesak nafas, akibat ketidakseimbangan asupan zat oksigen dengan kebutuhan
tubuh. Dengan tertahannya natrium dan cairan bisa terjadi edema dan ascites. Hal
ini menimbulkan risiko kelebihan volume cairan dalam tubuh, sehingga perlu
diperhatikan keseimbangan cairannya. Semakin menurunnya fungsi ginjal, terjadi
asidosis metabolik akibat ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang
berlebihan. Juga terjadi penurunan produksi hormon eritropoetin yang
mengakibatkan anemia. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal
terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium.
Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar
paratiroid. Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis
berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan
adanya hipertensi (Smeltzer & Bare, 2015).
Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun
penyakit primernya telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini menunjukkan
adanya mekanisme adaptasi sekunder yang sangat berperan pada kerusakan yang
sedang berlangsung pada penyakit ginjal kronik. Bukti lain yang menguatkan
adanya mekanisme tersebut adalah adanya gambaran histologik ginjal yang sama
pada penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit primer apapun.
Perubahan dan adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal
akan menyebabkan pembentukan jaringan ikat dan kerusakan nefron yang lebih
lanjut. Demikian seterusnya keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang
berakhir dengan gagal ginjal terminal (Noer, 2006).
f. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik menurut Doenges (2012)
adalah :
1) Urine
a) Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atauurine tidak ada
(anuria).
b) Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkanoleh pus, bakteri,
lemak, pertikel koloid, fosfat atau urat.
c) Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat)
d) Klirens kreatinin, mungkin menurun
e) Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsobsi natrium.
f) Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus.
2) Darah
a) Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hbbiasanya
kurang dari 7-8 gr
b) Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti azotemia.
c) GDA, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena
kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan amonia
atau hasil akhir katabolisme prtein, bikarbonat menurun, PaCO2 menurun.
d) Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai perpindahan
seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan)
e) Magnesium fosfat meningkat
f) Kalsium menurun
g) Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapatmenunjukkan
kehilangan protein melalui urine, perpindahancairan, penurunan
pemasukan atau sintesa karena kurangasam amino esensial.
h) Osmolaritas serum: lebih besar dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan
urin.
3) Pemeriksaan radiologik
a) Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter danbladder/KUB):
menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandungkemih, dan adanya obstruksi
(batu).
b) Pielogramginjal :mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler, masa
c) Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandungkemih, refluks
kedalam ureter dan retensi.
d) Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanyamasa, kista,
obstruksi pada saluran perkemuhan bagian atas.
e) Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik, untukmenentukan
seljaringan untuk diagnosis hostologis.
f) Endoskopi ginjal dan nefroskopi:dilakukan untuk menentukan pelis ginjal
(keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif).
g) Elektrokardiografi (EKG): mungkin abnormal menunjukkan
ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
h) Fotokaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan, dapatmenunjukkan
demineralisasi, kalsifikasi.
i) Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan danposisi ginjal,
ukuran dan bentuk ginjal.
j) CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal (seperti penyebararn
tumor).
k) Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk mendeteksi struktur ginjal,
luasnya lesi invasif ginjal.
g. Penatalaksaan
1) Nonfarmakologi
Prinsip penatalaksanaan atau manajemen pada penderita gagal ginjal kronik a,
yaitu (Mardiana, 2013) :
- Diet
Terapi diet yang diberikan pada pasien gagal ginjal kronik ini pada dasarnya
mencoba memperlambat penurunan fungsi ginjal lebih lanjut dengan cara
mengurangi beban kerja nefron dan menurunkan kadar ureum darah.
- Hemodialisis
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengeluarkan produk sisa
metabolisme tubuh pada pasien dengan Gagal Ginjal Kronik adalah dengan
hemodialisis. Hemodialisis adalah lintasan darah melalui selang di luar tubuh
ke ginjal buatan untuk membuang kelebihan zat terlarut dan cairan yang
terjadi selama metabolism. Terapi ini menggantikan fungsi detoksifikasi
ginjal dengan tetap menjaga keseimbangan elektrolit dan asam basa
(Sebayang, 2013).
Tujuan dari inisiasi hemodialisis untuk meningkatkan usia harapan hidup
pasien, mempertahankan fungsi nefron yang masih baik, mengurangi
morbiditas, menurunkan angka uremia perikarditis, uremia encephalopathy,
overload cairan dengan congestive heart failure, gangguan nutrisi yang
diakibatkan anoreksia dan infeksi. Tujuan lain adalah mencegah terjadinya
komplikasi intrahemodialisis diantaranya gastrointestinal stress da pruritus
(Daryani, 2011).
Inisiasi hemodialisis secara ideal dilakukan pada pasien dengan Laju Filtrasi
Glomerulus < 15 mL/menit. Peurunan LFG mengindikasikan fungsi eskresi
ginjal sudah minimal sehingga terjadi akumulasi zat toksik dalam darah.
Pada tahap ini komplikasi akut yang membahayakan jiwa pasien dapat terjadi
sehingga hemodialisis diperlukan
h. Komplikasi
Menurut Yang (2011) Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan komplikasi yang
terjadi pada beberapa sistem organ penting pada tubuh, yaitu:
1) Anemia, peyebab utama pada pasien gagal ginjal adalah hioplasia susum
tulang karna pengurangan atau ketiadaan eritropoitein. Gambaran anemianya
merupakan anemia normositik normo kromik seperti kebanyakan pada
penyakit kronis; kemudian kadar hemoglobinnya jarang yang lebih dari80 g/L
(normal = 120-180 g/L). Defisiensi besi dan folat pada anemia dapat terjadi
karena pembatasan diet, kecenderungan perdarahan, dan kehilangan darah saat
hemodialisis dan uji laboratorium. Anemia pada penyakit ginjal secara
signifikan mengurangi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik,membatasi
aktivitas pasien, dan risiko terjadi gagal jantung (Greene dan Harris,2000
dalam Yang, 2011).
2) Penyakit jantung (cardiovaskular disease/CVD),Hipertensi adalah yang paling
umum terjadi dan juga peningkatan insidensi terjadinya penyakit jantung
iskemik dan gagal jantung. Hipertensi terjadi karena adanya retensi cairan dan
gangguan sistem renin-angiotensin.Dislipidemia dan hipertensi mempercepat
terjadinya aterosklerosis, yang merupakan manifestasi gagal ginjal kronik yang
sering terjadi. Sedangkan gagal jantung dapat terjadi karena hipervolemi,
hipertensi, iskemia, dan anemia; serta kardiomiopati yang dapat disebabkan
karena ketidakseimbangan kadar kalsium dan fosfat (Greene dan Harris, 2000
dalam Yang, 2011).
3) Gangguang mineral dan tulang,
4) Nuropati periferal,
5) Gangguan kognitif,
6) Peningkatan infeksi,
7) Malnutrisi dan penurunan fungsi organ
2. Pentingnya diet pada pasien hemodialisa
2.1 Diet pada Penderita Gagal Ginjal Kronik
Diet Retriksi Protein (DRP) merupakan diet yang bisa digunakan bagi penderita
gagal ginjal yang dapat memperlambat kemunduran fungsi ginjal pada penderita –
penderita yang sudah mengalami gangguan ginjal. Hal ini sangat diperhatikan karena
dapat memperlambat penderita masuk kedalam tahap Gagal Ginjal Terminal (GGT).
Konsep dasar diit rendah protein adalah memberikan protein dalam jumlah terbatas
bersana dengan jumlah energy yang cukup. Dalam DRP ini ada beberapa hal yang
perlu mendapat perhatian (Smeltzer, 2001) :
Protein yang diberikan tidak boleh terlalu kurang atau terlalu tinggi. Hal ini dapat
dinilai antara lain dengan pengukuran asupan nitrogen agar stabil
keadaannya,terdapat korelasi antara rasio ureum/kreatinin serum dengan asupan
nitrogen. Walaupun cara ini cukup akurat dan mudah ada beberapa keadaan yang
membuat kesalahan perhitungan yaitu antara lain pada keadaan katabolic, dieresis
kurang dari 1500 ml (produksi ureum meninggi.
Diet harus dapat diterima atau disesuaikan dengan selera penderita.
Gram URT*
NasiRolade Daging
Siang Cap-cay Goreng Stup 150 50 50 100 1 gls1 ptg sdg 1⁄2 gls 1 ptg
Nanas
NasiAyam GorengStup
Sore Buncis-Wortel Koktail 150 40 50 100 1 gls1 ptg sdg 1⁄2 gls 1 ptg
Pepaya
*URT = ukuran rumah tangga, sdm = sendok makan, ptg = potong, gls = gelas, sdg = sedang, btr = butir, bks =
bungkus
Jumlah
Waktu
Menu G
URT*
r
*URT = ukuran rumah tangga, sdm = sendok makan, ptg = potong, gls = gelas, sdg = sedang, btr = butir, bks =
bungkus
Referensi :
Adiatma, D. C., & Tobing, M. L. (2014). “Prevalensi Dan Jenis Anemia Pada Pasien
Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Reguler (Studi Di Rsup Dr.
Kariadi Semarang)”. Semarang: Universitas Diponegoro.
Arora, P., Varelli, M. (2010). Chronic Renal Failure.
Daryani. (2011). “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Inisiasi Dialisis Pasien
Gagal Ginjal Tahap Akhir di RSUP DR Soeradji Tirtonegoro Klaten”. Skripsi S2.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Program Magister Keperawatan.
Daryani. T, (2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan inisiasi
dialysis pasien gagal gnjal tahap akhir di di RSUP DR. SOERADJI
TIRTONEGORO KLATEN. Tesis. Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (2012). Rencana
Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Mardiana, Rina. (2013). “Analisis Praktik Klinik Keperawatan Masalah Perkotaan Pada
Pasien Gagal Ginjal Kronik Di Ruang Melati Atas Rumah Sakit Umum Pusat
Persahabatan Jakarta”. Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan.
Noer, M.S. (2006). Gagal Ginjal Kronik Pada Anak, Fakultas Kedokteran UNAIR.
Sebayang, Agnes N. (2012). “Analisis Praktek Klinik Keperawatan Kesehatan
Masyarakat Dalam Suhan Keperawatan Klien Gagal Ginjal Kronis Dengan
Hemodialisis Di Ruang Penyakit Dalam RSUP Fatmawati Jakarta”. Depok:
Fakultas Ilmu Keperawatan
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2015). Keperawatan Medikal Bedah2, Edisi
8. Jakarta : EGC
Sunarni. (2009). Hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan menjalani
hemodialisa pada penderita gagal ginjal kronik DI RSUD DR.
MOEWARDI SURAKARTA. Jurnal Universitas Muhammadiyah Surakarta.