Anda di halaman 1dari 23

TUGAS PROJECT IDEA NANOTEKNOLOGI

BLOK 13

Nama Anggota Kelompok :

Awang Shinta Intaniantya (165160101111009)

Dwi Ervina Febrianti (165160101111006)

Faradilla Ayu Putriana (165160101111007)

Difa Shabirina Ardi (165160101111013)

Eva Suhaemiatul Aslamiyah (165160101111005)

Tsauri Qiami Laely (165160101111015)

Zulfa Rusdya Saniyah ( 165160101111016 )

Oswalda Rena K.Laksono (165160101111011)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gingiva adalah jaringan lunak yang menutupi gigi. Gingiva yang sehat berwarna
merah muda dengan tepi yang tajam menyerupai kerah baju, konsistensi kenyal dengan
adanya stipling. Pertambahan ukuran gingiva adalah hal yang umum pada penyakit
gingiva. Pembesaran gingiva adalah suatu peradangan pada gingiva yang disebabkan
oleh banyak faktor baik factor lokal maupun sistemik, yang paling utama adalah faktor
lokal yaitu plak bakteri. Tanda klinis yang muncul yaitu gingiva membesar, halus,
mengkilat, konsistensi lunak, warna merah dan pinggirannya tampak membulat. Hal ini
menimbulkan estetik yang kurang baik, sehingga memerlukan perawatan yaitu
gingivektomi (Newman, 2006). Penyakit periodontal merupakan suatu inflamasi yag
terjadi pada jaringan pendukung gigi seperti gingiva. Penyakit periodontal merupakan
masalah kesehatan gigi dan mulut yang masih cukup tinggi di Indonesia. Hasil Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT 2011) Departemen Kesehatan RI menunjukkan
bahwa penyakit gigi dan mulut khususnya penyakit periodontal merupakan masalah
yang cukup tinggi yaitu 60% (Linasari, 2018)
Gingivektomi adalah pemotongan jaringan gingiva dengan membuang dinding
lateral poket yang bertujuan untuk menghilangkan poket dan keradangan gingiva
sehingga didapat gingiva yang fisiologis, fungsional dan estetik baik. Keuntungan
gingivektomi adalah teknik sederhana, dapat mengeliminasi poket secara sempurna,
lapangan penglihatan baik, morfologi gingiva dapat diramalkan sesuai keinginan.
Gingivektomi diindikasikan pada pembesaran gingiva yang tumbuh berlebih, jaringan
yang fibrosis dan poket supraboni. Pembesaran gingiva yang tidak mengecil sesudah
dilakukan scaling, curettage, root planing dan polishing maka perlu dilakukan
gingivektomi (Andriani,2009).
Periodontal dressing merupakan bahan yang diaplikasikan untuk menutup luka
yang diakibatkan oleh prosedur bedah periodontal (Nield-Gehrig dan Willmann, 2008).
Penutupan luka dengan periodontal dressing bertujuan untuk mengurangi perdarahan
dan infeksi pasca pembedahan serta melindungi luka dari trauma selama proses
pengunyahan. Secara umum periodontal dressing dibedakan menjadi dua jenis yaitu
yang mengandung eugenol dan noneugenol (David dkk., 2013). Kandungan eugenol
pada periodontal dressing dapat menyebabkan reaksi alergi dengan warna kemerahan
dan rasa terbakar pada daerah sekitar luka. Periodontal dressing tipe noneugenol tidak
mengandung asbes maupun eugenol untuk menghindari efek samping yang diakibatkan
oleh zat tersebut. Oleh sebab itu periodontal dressing tipe eugenol sudah jarang dipakai
dan tipe noneugenol yang lebih banyak dikembangkan (Newman dkk., 2002).
Baer mengembangkan periodontal dressing noneugenol yang berfungsi untuk
memproteksi luka dari iritasi lokal tetapi tidak dapat mempercepat proses penyembuhan
luka. Beberapa praktisi menambahkan antibiotik ke dalam periodontal dressing
noneugenol untuk mempercepat proses penyembuhan dengan mengurangi kolonisasi
bakteri pada luka, namun penambahan antibiotik dapat mengakibatkan reaksi
hipersensitivitas, resistensi bakteri dan infeksi oportunistik (Newman dkk., 2002; David
dkk., 2013).
Tanaman herbal merupakan alternatif bahan yang dapat ditambahkan pada
periodontal dressing untuk mengurangi efek samping yang ditimbulkan dan
mempercepat proses penyembuhan luka. Bahan alami yang sering digunakan
masyarakat untuk penyakit rongga mulut antara lain adalah kunyit. Kunyit, Curcuma
longa L. (Zingiberaceae) adalah tanaman tropis yang banyak terdapat di benua Asia.
Kunyit dianggapkan sebagai salah satu herba yang sangat bernilai kepada manusia.
Kandungan kimia yang penting dari kunyit adalah kurkumin, minyak atsiri, resin,
desmetoksikurkumin, oleoresin, dan bidesmetoksikurkumin, damar, gom, lemak,
protein, kalsium, fosfor dan besi. Kandungan kimia dalam kunyit dapat bermanfaat
sebagai antiinflamasi, antioksidan, antikanker, dan antibakteri (Hartati, 2013).
Nanopartikel merupakan partikel padat yang berukuran 10-100 nm. Nanopartikel dapat
digunakan sebagai solusi terapi. Nanopartikel ekstrak kunyit memiliki efektivitas yang
baik dalam menyembuhkan luka (Khasanah, 2016).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana efektivitas nanopartikel ekstrak kunyit periodontal pack sebagai dressing
pada proses penyembuhan pasca gingivectomi?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui efektivitas nanopartikel ekstrak kunyit periodontal pack sebagai
dressing pada proses penyembuhan pasca gingivectomi.
1.3.2 Tujuan Khusus
(1) Untuk mengetahui efektivitas nanopartikel ekstrak kunyit periodontal pack sebagai
dressing pada proses penyembuhan pasca gingivectomi
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Akademik
(1) Menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang efektivitas nanopartikel ekstrak
kunyit periodontal pack sebagai dressing sehingga dapat membantu proses
penyembuhan pasca gingivectomi dan
(2) Menjadi bahan pertimbangan bagi penulisan karya ilmiah atau penelitian
selanjutnya
1.4.2 Manfaat Praktis
(1) Memberi wawasan mengeni pengaruh nanopartikel ekstrak kunyit periodontal
pack sebagai dressing pada proses penyembuhan pasca gingivectomi
(2) Pemanfaatan ekstrak kunyit secara tidak langsung dapat meningkatkan
penggunaan kunyit sebagai komoditas pertanian di Indonesia
(3) Menambah wawasan ilmu pengetahuan terutama di bidang kedokteran gigi yang
berkaitan dengan pemanfaatan kunyit sebagai terapi proses penyembuhan luka
pasca gingivectomi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gingivektomi

2.1.1 Definisi Gingivektomi

Gingivektomi merupakan penghilangan dari seluruh dinding jaringan lunak


pada poket untuk mendapatkan visibilitas dan aksesibilitas untuk scalling dan root
planning sehingga membentuk lingkungan yang menguntungkan bagi proses
penyembuhan serta memperbaiki kontur gingiva. Gingivektomi bertujuan
menghilangkan dinsing poket, sehingga didapatkan asesibilitas dan visibilitas yang
baik untuk menghilangkan kalkulus secara sempurna dan penghalusan akar,
menciptakan lingkungan yang baik untuk proses penyembuhan gingiva dan
merestorasi gingiva menjadi bentuk yang fisiologis.

2.1.2 Indikasi Gingivektomi :


 Eliminasi suprabony pocket yang mempunyai dinding yang fibrous atau keras
 Eliminasi suprabony pocket dimana terdapat deposit pada akar gigi yang sulit
dijangkau dibersihkan hanya dengan alat scaler
 Eliminasi gingival enlargement
 Eliminasi suprabony periodontal abses
 Menghilangkan pembesaran gingiva fibrotic (poket gingiva)
 Hiperplasi gingiva inflamatif kronis
 Hiperplasi gingiva karena obat
 Menciptakan bentuk gingiva yang lebih estetik
 Memperbaiki bentuk krater gingiva
 Crown lengthening pada gingiva cekat yang adekuat
2.1.3 Kontraindikasi gingivektomi :
 Terdapat cacat tulang yang memerlukan koreksi atau memerlukan
pemeriksaan bentuk dan morfologi tulang alveolar
 Periodontal pocket yang meluas ke apikal mukogingival junction
 Pertimbangan estetis khususnya pd saku di sisi vestibular gigi anterior rahang
atas
 Poket infraboni
 Gingiva cekat sempit
 Penyakit sistemik tidak terkontrol
 Oral hygiene buruk
 Gigi hipersensitif
 Pertimbangan estetik, regio anterior maksila
 Penebalan margin tulang alveolar

2.1.4 Prosedur :

 Alat :
1. Alat dasar
2. Probe
3. Pisau bedah misalnya: Swann-Morton No.12 atau 15 pisau blake yang
menggunakan blade disposable. Pisau gingivektomi khusus seperti: Kirkand,
Orban atau pisau Goldman-Fox yang harus diasah setiap kali akan
digunakan
2.1.4 Prosedur Teknik
1. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk melakukan
tindakan gingivektomi

2. Mempersiapkan diri (baju klinik, name tag ,masker, sarung tangan)

3. Mengatur posisi kerja

4. Mengaplikasikan antiseptik pada daerah operasi

5. Melakukan pemeriksaan dengan periodontal probe untuk mengetahui letak


epithelial attachment (dasar poket)

6. Melakukan Anastesi pada daerah kerja operasi dengan Teknik Blok atau
infiltrasi

7. Menandai Poket :

Menggunakan pocket marker untuk membentuk bleeding point


sehingga dapat diketahui dasar pocket. Pocket marker diletakkan sejajar
sumbu panjang gigi, dengan beak menempel pada permukaan gigi agar
didapatkan letak bleeding point yang benar. Ujung yang tumpul di dalam
poket, dimasukkan sampai ujung menyentuh dasar poket. Sedangkan ujung
yang tajam berada di luar poket kemudian ditekan sehingga didapatkan titik
perdarahan atau bleeding point. Bleeding point menunjukkan letak dasar
poket.

8. Insisi Gingivektomi

Insisi dapat dibuat dengan bantuan beberapa buah pisau seperti


misalnya : Swann-Morton No. 12 atau 15 pada pegangan skalpel
konvensional; pisau Blake yang menggunakan blade disposable; pisau
gingivektomi khusus seperti Kirkand, Orban atau pisau Goldman-Fox yang
harus diasah setiap akan digunakan. Pemilihan jenis pisau yang akan
digunakanadalah tergantung pada operator masing-masing, namun bila
memungkinkan selalu gunakan blade yang disposable.

Insisi harus dibuat di sebelah apikal dari tanda yang sudah dibuat
yaitu di apikal dasar poket dan bersudut 45° sehingga blade dapat
menembus seluruh gingiva menuju ke dasar poket. Insisi yang kontinyu
(tidak berupa insisi sabit yang terputus) dibuat mengikuti dasar poket. Insisi
yang akurat akan dapat menghilangkan dinding poket dan membentuk kontur
jaringan yang ramping; bila insisi terlalu datar akan terbentuk kontur pasca
operasi yang kurang memuaskan. Kesalahan yang paling sering dibuat pada
operasi ini adalah insisi pada posisi koronal, sehingga dinding dasar poket
tetap tertinggal dan penyakit cenderung timbul kembali. Setelah pembuatan
insisi bevel, dapat dibuat insisi horizontal di antara setiap daerahinterdental
dengan menggunakan blade No. 12 yang mempunyai pegangan scalpel
konvensional untuk memisahkan sisa jaringan interdental.

9. Pemotongan Jaringan :

Bila insisi sudah dapat memisahkan seluruh dinding poket dari


jaringan di bawahnya, dinding poket akan dengan mudah dihilangkan dengan
kuret atau skaler yang besar misalnya skaler Cumine. Sisa jaringan fibrosa
dan jaringan granulasi dapat dibersihkan seluruhnya dengan kuret yang tajam
untuk membuka permukaan akar. Di sini dibutuhkan penyedotan yang efisien
namun bila jaringan granulasi sudah dibersihkan seluruhnya perdarahan
umumnya akan sangat berkurang

10. Scalling dan Root Planning

Permukaan akar harus diperiksa untuk melihat adanya sisa deposit


kalkulus dan bila perlu permukaan akar harus diskaling dan dilakukan root
planning bila perlu, gingiva dapat dirampingkan dan dibentuk ulang kembali
dengan menggunakan skalpel, gunting kecil atau diatermi. Kasa steril dapat
ditempatkan di atas luka untuk mengontrol perdarahan sehingga dapat
dipasang dressing periodontal pada daerah luka yang relatif sudah cukup
kering.

11. Dressing Periodontal

Dressing yang digunakan untuk menutupi luka mempunyai berbagai


macam fungsi sebagai berikut :

a. Untuk melindungi luka dari iritasi


b. Untuk menjaga agar daerah luka tetap dalam keadaan bersih
c. Untuk mengontrol perdarahan
d. Untuk mengontrol produksi jaringan granulasi yang berlebihan

karena itu, dressing dapat mempercepat pemulihan dan memberikan


kenyamanan pascaoperasi.

Dressing periodontal yang ideal harus memenuhi persyaratan sebagai


berikut :

a. Harus bersifat tidak mengiritasi dan tidak merangsang terjadinya


reaksi alergi
b. Harus dapat dipasang cekat pada gigi-geligi dan jaringan dan dapat
mengalir di antaragigi-geligi sehingga dapat tertahan cukup kuat.
Waktu pengerasan yang lambat memungkinkan dressing dimanipulasi
dengan mudah
c. Dapat mencegah akumulasi sisa makanan dan saliva
d. Mempunyai sifat antibakteri sehingga dapat mencegah pertumbuhan
bakteri
e. Harus cukup keras sehingga tidak mudah tergeser
f. Rasanya tidak mengganggu.
Dressing harus dipasang dengan hati-hati sehingga dapat menutupi
daerah luka dan mengisi seluruh ruang interdental. Dressing harus dimuscle
trimming dengan cara menggerakkan bibir, pipi, dan lidah, dan semua
kelebihan dressing pada permukaan oklusal harus dibersihkan.

Sekarang ini sudah dipasarkan sejumlah bahan dressing yang


berbahan dasar Zinc oxide eugenol, namun rasa eugenol ternyata kurang
disukai oleh sebagian besar pasien dan bahkan dilaporkan dapat
merangsang terjadinya kontak alergi. Karena alasan tersebut, sekarang ini
mulai diperkenalkan bahan dressing bebas bahan eugenol misalnya Coe-
pack, Peripak, dan Septopak. Dressing ini cara pemasangannya cukup
mudah dan dapat ditolerir dengan baik oleh pasien.

2.2 Wound Healing


2.2.1 Fase Penyembuhan Luka
Proses regenerasi dan perbaikan jaringan terjadi setelah timbulnya luka, yang
bisa disebabkan karena trauma atau akibat dari kondisi patologis tertentu, luka
ditimbulkan oleh semua rangsangan yang merusak kelangsungan fisik dari jaringan
fungsional, rangasangan tersebut yang menyebabkan luka bisa terjadi di eksternal
atau internal, Selain itu, luka dapat menyebabkan kerusakan organ tertentu atau
kerusakan sel secara keseluruhan (Gonzalez et al., 2016). Penyembuhan luka
adalah reaksi fisiologis alami terhadap cedera jaringan, akan tetapi penyembuhan
luka bukanlah hal yang sederhana, tetapi melibatkan interaksi yang kompleks antara
berbagai jenis sel, sitokin, mediator, dan sistem pembuluh darah (Wallace et al.,
2019). Penyembuhan luka terdiri dari empat fase yaitu hemostasis, inflamasi,
proliferasi, dan remodeling jaringan (Salvo et al., 2015).
Gambar 2.2 Ilustrasi Fase
Penyembuhan Luka

Sumber. Gonzalez et al., 2016

2.2.2 Fase Hemostasis


Fase hemostasis dimulai setelah terjadinya luka berlangsung sampai 72 jam,
pada saat jaringan terluka kolagen dan faktor jaringan yang terpapar akan
mengaktifkan agregasi trombosit, yang menghasilkan degranulasi dan melepaskan
faktor hemotactic factors (chemokines) and growth factors (GFs) untuk membentuk
gumpalan (Wang et al., 2018). Bekuan darah disekitar jaringan luka akan
mengeluarkan sitokin pro inflamatory (TNF-α, IL-6, IL-8) setelah perdarahan
terkontrol, sel-sel inflamasi bermigrasi ke dalam luka (chemotaxis) dan
mempromosikan fase inflamasi, yang ditandai dengan infiltrasi berurutan dari
neutrofil, makrofag, dan limfosit (Gonzalez et al., 2016). Tujuan utama fase
hemostasis adalah untuk mencegah pendarahan yang berlebih, ini adalah cara untuk
melindungi sistem pembuluh darah, menjaganya agar tetap utuh, sehingga fungsi
organ-organ vital tidak terluka meskipun mengalami cedera. Tujuan lainya yaitu
menyediakan sebuah matriks untuk sel-sel penginvasi yang dibutuhkan pada tahap
penyembuhan, selanjutnya kesimbangan dinamis antara sel-sel endotel, platelet,
koagulasi, dan fibrinolisis mempengaruhi proses reparatif karena mengatur
hemostasis dan penentu besarnya fibrin dalam penyembuhan luka (Velnar et al.,
2009).
2.2.3 Fase Inflamasi
Fase Inflamasi terbagi dua, yaitu Fase inflamasi awal atau fase haemostasis
dan fase inflamasi akhir. Pada saat jaringan terluka, pembuluh darah yang terputus
pada luka akan menyebabkan pendarahan, reaksi tubuh pertama sekali adalah
berusaha menghentikan pendarahan dengan mengaktifkan faktor koagulasi intrinsik
dan ekstrinsik, yang mengarah ke agregasi platelet dan formasi clot vasokontriksi,
pengerutan ujung pembuluh darah yang putus (retraksi) dan reaksi haemostasis.
Reaksi haemostasis akan terjadi karena darah yang keluar dari kulit yang terluka
akan mengalami kontak dengan kolagen dan matriks ekstraseluler, hal ini akan
memicu pengeluaran platelet atau dikenal juga dengan trombosit mengekspresi
glikoprotein pada membran sel sehingga trombosit tersebut dapat beragregasi
menempel satu sama lain dan membentuk massa (clotting). Massa ini akan mengisi
cekungan luka membentuk matriks provisional sebagai scaffold untuk migrasi sel-sel
radang pada fase inflamasi (Landén dan Ståhle, 2016).
Adapun sitokin yang di sekresi sel trombosit juga berfungsi untuk mensekresi
faktor-faktor inflamasi dan melepaskan berbagai faktor pertumbuhan yang potensial
seperti Transforming Growth Factor-β (TGF- β), Platelet Derived Growth Factor
(PDGF), Interleukin-1 (IL-1), Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1), Epidermal Growth
Factor (EGF), dan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), sitokin dan kemokin.
Mediator ini sangat dibutuhkan pada penyembuhan luka untuk memicu
penyembuhan sel, diferensiasi dan mengawali pemulihan jaringan yang rusak
(Primadina et al., 2018).
Setelah hemostasis tercapai, sel radang akut serta neutrofil akan menginvasi
daerah radang dan menghancurkan semua debris dan bakteri. Dengan adanya
neutrofil maka dimulai respon keradangan yang ditandai dengan cardinal symptoms,
yaitu tumor, kalor, rubor, dolor dan fungsiolesa. Netrofil, limfosit dan makrofag adalah
sel yang pertama kali mencapai daerah luka. Fungsi utamanya adalah melawan
infeksi dan membersihkan debris matriks seluler dan benda-benda asing. Agen
kemotaktik seperti produk bakteri, yaitu DAMP (Damage Associated Molecules
Pattern) dan PAMP (Pathogen Spesific Associated Molecules Pattern), complement
factor, histamin, prostaglandin, dan leukotriene. Agen ini akan ditangkap oleh
reseptor TLRs (toll like receptor) dan merangsang aktivasi jalur signalling intraseluler
yaitu jalur NFκβ dan MAPK. Pengaktifan jalur ini akan menghasilkan ekspresi gen
yang terdiri dari sitokin dan kemokin pro-inflamasi yang menstimulasi leukosit untuk
ekstravasasi keluar dari sel endotel ke matriks provisional. Leukosit akan
melepaskan bermacam-macam faktor untuk menarik sel yang akan memfagosit
debris, bakteri, dan jaringan yang rusak, serta pelepasan sitokin yang akan memulai
proliferasi jaringan. Leukosit yang terdapat pada luka di dua hari pertama adalah
neutrofil, biasanya terdeteksi pada luka dalam 24 jam sampai dengan 36 jam setelah
terjadi luka. Sel ini membuang jaringan mati dan bakteri dengan fagositosis
(Primadian et al., 2019).
2.2.4 Fase Proliferasi
Fase proliferasi (gambar. 3) berlangsung mulai hari ke-3 hingga 14 pasca
trauma, ditandai dengan pergantian matriks provisional yang didominasi oleh platelet
dan makrofag secara bertahap digantikan oleh migrasi sel fibroblast dan deposisi
sintesis matriks ekstraselular (Velnar et al., 2009). Terdapat tiga proses utama dalam
fase proliferasi, antara lain:
1. Neoangiogenesis
Pada proliferasi terjadi angiogenesis disebut juga sebagai neovaskularisasi,
yaitu proses pembentukan pembuluh darah baru, merupakan hal yang penting
sekali dalam langkah-langkah penyembuhan luka. Jaringan di mana
pembentukan pembuluh darah baru terjadi, biasanya terlihat berwarna merah
(eritema) karena terbentuknya kapiler-kapiler di daerah itu. Selama
angiogenesis, sel endotel memproduksi dan mengeluarkan sitokin. Beberapa
faktor pertumbuhan terlibat dalam angiogenesis antara lain Vascular
Endothelial Growth Factor (VEGF), angiopoetin, Fibroblast Growth Factor
(FGF) dan TGF-β. Setelah pembentukan jaringan cukup adekuat, migrasi dan
proliferasi sel-sel endotelial menurun, dan sel yang berlebih akan mati dalam
dengan proses apoptosis (Primadian et al., 2019).
2. Fibroblas
Fibroblas memiliki peran yang sangat penting dalam fase ini. Fibroblas
memproduksi matriks ekstraselular yang akan mengisi kavitas luka dan
menyediakan landasan untuk migrasi keratinosit. Matriks ekstraselular inilah
yang menjadi komponen yang paling nampak pada Scar di kulit. Makrofag
memproduksi growth factor seperti PDGF, FGF dan TGF-β yang menginduksi
fibroblas untuk berproliferasi, migrasi, dan membentuk matriks ekstraselular,
dengan bantuan matrix metalloproteinase (MMP-12), fibroblas mencerna
matriks fibrin dan menggantikannya dengan glycosaminoglycan (GAG), dengan
berjalannya waktu, matriks ekstraselular ini akan digantikan oleh kolagen tipe
III yang juga diproduksi oleh fibroblas. Kolagen ini tersusun atas 33% glisin,
25% hidroksiprolin, dan selebihnya berupa air, glukosa, dan galaktosa.
Hidroksiprolin berasal dari residu prolin yang mengalami proses hidroksilasi
oleh enzim prolyl hydroxylase dengan bantuan vitamin C. Hidroksiprolin hanya
didapatkan pada kolagen, sehingga dapat dipakai sebagai tolok ukur
banyaknya kolagen dengan mengalikan hasilnya dengan 7,8. Selanjutnya
kolagen tipe III akan digantikan oleh kolagen tipe I pada fase maturasi. Faktor
proangiogenik yang diproduksi makrofag seperti vascular endothelial growth
factor (VEGF), fibroblas growth factor (FGF)-2, angiopoietin-1, dan
thrombospondin akan menstimulasi sel endotel membentuk neovaskular
melalui proses angiogenesis (Primadian et al., 2019).
3. Re-epitelisasi
Secara simultan, sel-sel basal pada epitelium bergerak dari daerah tepi luka
menuju daerah luka dan menutupi daerah luka, pada tepi luka, lapisan single
layer sel keratinosit akan berproliferasi kemudian bermigrasi dari membran
basal ke permukaan luka. Ketika bermigrasi, keratinosit akan menjadi pipih dan
panjang dan juga membentuk tonjolan sitoplasma yang panjang. Mereka akan
berikatan dengan kolagen tipe I dan bermigrasi menggunakan reseptor spesifik
integrin. Kolagenase yang dikeluarkan keratinosit akan mendisosiasi sel dari
matriks dermis dan membantu pergerakan dari matriks awal. Sel keratinosit
yang telah bermigrasi dan berdiferensiasi menjadi sel epitel ini akan bermigrasi
di atas matriks provisional menuju ke tengah luka, bila sel-sel epitel ini telah
bertemu di tengah luka, migrasi sel akan berhenti dan pembentukan membran
basalis dimulai (Velnar et al., 2009).
2.2.5 Fase Remodeling
Fase maturasi (gambar 4) ini berlangsung mulai hari ke-21 hingga sekitar 1
tahun yang bertujuan untuk memaksimalkan kekuatan dan integritas struktural
jaringan baru pengisi luka, pertumbuhan epitel dan pembentukan jaringan parut (T
Velnar, 2009). Segera setelah kavitas luka terisi oleh jaringan granulasi dan proses
reepitelialisasi usai, fase ini pun segera dimulai. Pada fase ini terjadi kontraksi dari
luka dan remodeling kolagen. Kontraksi luka terjadi akibat aktivitas fibroblas yang
berdiferensiasi akibat pengaruh sitokin TGF-β menjadi myofibroblas, yakni fibroblas
yang mengandung komponen mikrofilamen aktin intraselular. Myofibroblast akan
mengekspresikan α-SMA (α-Smooth Muscle Action) yang akan membuat luka
berkontraksi. Matriks intraselular akan mengalami maturasi dan asam hyaluronat dan
fibronektin akan di degradasi (Velnar et al., 2009).

2.3 Periodontal Dressing

2.3.1 Definisi Periodotal Dressing

Pembalut periodontal (periodontal dressings atau periodontal packs) adalah


bahan yang sering digunakan untuk membalut/membungkus luka bedah setelah
dilakukannya prosedur bedah periodontal. Dressing ini sebenarnya tidak mengandung
bahan yang dapat memacu penyembuhan, melainkan hanya membantu
penyembuhan karena dilindunginya luka.
2.3.2 Fungsi Periodontal Dressing

a. Mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi dan pendarahan pasca


bedah.

b. Membantu penyembuhan dengan jalan melindungi luka bedah dari


trauma sewaktu pengunyahan.

c. Mencegah timbulnya nyeri sakit yang dipicu oleh berkontaknya luka


bedah dengan makanan atau lidah sewaktu pengunyahan.

d. Karena kaku setelah mengeras, sedikit berperan mensplin gigi yang


goyang.

2.3.3 Macam Periodontal Dressing

Secara umum berdasarkan komposisinya periodontal dressing dibedakan


menjadi 3 jenis yaitu :

a. Periodontal Dressings Containing Zinc Oxide andEugenol

Produk ini dipasarkan dalam bentuk bubuk dan cairan (produk tidak lagi
diproduksi secara komersial). Cairan tersebut mengandung eugenol, minyak mawar
atau kacang dan damar. Serbuk mengandung seng oksida, resin bubuk dan asam
tanat. Bubuk dan cairan dicampur di atas kertas, lalu disiapkan pasta digunakan
segera atau dibungkus aluminium menggagalkan untuk dibekukan selama satu
minggu.

b. Periodontal Dressings Containing Zinc Oxide without Eugenol

 Coe Pac
Reaksi antara oksida logam dan asam lemak adalah dasar untuk Coe-
Pak (De Trey / Denstply, Konstanz, Jerman). Ini disediakan dalam dua
tabung, yang isinya dicampur segera sebelum digunakan. Satu tabung
mengandung seng oksida, minyak, permen karet, dan lorothidol. Tabung
lainnya mengandung lemak kelapa cair asam menebal dengan resin
colophony dan chlorothymo.
 PeriPac
PeriPac (GC America Inc., Chicago, USA) disuplai sebagai satu
pasta, dan terdiri dari kalsium sulfat, seng sulfat, seng oksida,
polimetilmetakrilat, dimethoxytetra-ethylene glycol, asam askorbat, rasa dan
pigmen besi-oksida. Untuk menggunakan bahan ini, ambil dalam jumlah kecil
dari tabung dengan spatula steril yang dikeringkan dan disimpan di atas
serbet kertas. Obat-obatan dalam bentuk bubuk dapat ditambahkan jika
diinginkan. Pengerasan Peripac dimulai segera setelah menyentuh air dan
selesai sekitar 20 menit. Aplikasi dressing harus tidak lebih dari 2-3 menit.
Jika pemakaian dilakukan dengan benar maka dressing akan bertahan 8-10
hari tanpa diganti.

 Vocopac
Vocopac (Voco, Cuxhaven, Jerman) disediakan dalam dua pasta
(basa dan katalis) yang menyembuhkan secara kimia. Bahan ini tetap elastis
di mulut pasien dan tidak rapuh. Vocopac mengandung colophonium murni,
seng oksida, seng asetat, magnesium oksida, asam lemak, resin alami dan
minyak alami dan pewarna e127. Penggunaannya dikontraindikasikan pada
pasien yang alergi terhadap bahan-bahan ini dan kontak dengan tulang harus
dihindari juga. Sedikit perubahan warna bahan sintetis juga dapat terjadi.
 Septopack
Produk ini (Septodont, saint-maur-des-fosses cedex,Perancis)
disediakan dalam toples dengan volume 60-g. Komposisi produk ini termasuk
amil asetat, dibutil ftalat (10-25%), metil polimetakrilat, seng oksida (20-50%)
dan seng sulfat (2,5-10%). Produk ini bersifat self-setting yang mengandung
serat dalam massanya. Working time di mulut hanya 2 atau 3 menit saat
pengaplikasian bahan. Dan setting time sekitar 30 menit. Produk ini
mengandung dibutyl phthalate yang sangat beracun untuk organisme air.
Produk ini mungkin membahayakan mata anak yang belum lahir dan beresiko
membuat gangguan kesuburan. Karena itu, wajib memakai pakaian
pelindung, sarung tangan, dan peralatan pernapasan.

 Periocarea
Produk ini (Voco, Cuxhaven, Jerman) disediakan di dua tabung (pasta
dan gel). Jumlah pasta dan gel harus seimbang dan harus dicampur pada
mixing pad sampai warna menjadi homogen. Setting time produk ini 45-60
detik dan working time 4-5 menit.

c. Periodontal Dressings Containing neither Zinc Oxide nor Eugenol

 Reso Pac
Produk ini (Hager & Werken Gm bH & Co. KG, Jerman) disediakan
dalam satu tabung dan mengandung karboksimetil selulosa, polivinil asetat,
etil alkohol, vaselin dan resin polietilena oksida. Mucotect adalah pasta
hidrofilik dan melekat pada area luka hingga 30 jam. Karena komposisinya, ia
melekat dengan sangat baik pada daerah yang lembab dan bahkan berdarah.

 Barricaid
Barricaid (Pupdent, watertown, USA) tersedia dalam bentuk jarum
suntik untuk dressing secara direct. Jarum suntik juga cocok untuk teknik
alternatif indirect tapi butuh Visible light-cure untuk settingnya. Sifat produk ini
adalah translusen yang dapat memberikan nilai estetika yang baik. Barricaid
terdiri dari polieter dimethacrylate, silika silan, akselerator, inisiator foto VLC
dan pewarna

2.4 Kunyit (Curcuma longa)


2.4.1 Taksonomi
Klasifikasi tanaman kunyit menurut Cancer Chemoprevention Reseacrh
Center (CCRC), 2019:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Bangsa : Zingiberales
Suku : Zingiberaceae
Marga : Curcuma
Spesies : Curcuma longa Linn.
2.4.2 Morfologi
Curcumin atau yang biasa disebut kunyit dengan senyawa kimia [1,7-bis(4-
hydroxy-3-methoxyphenyl)-1,6-heptadiene-3,5-dione] biasanya disebut
diferuloylmethane adalah polyphenol alami yang di temukan di rhizome dari
Curcuma longa (turmeric) dana Curcuma spp lainnya, Curcuma longa telah
digunakan sebagai obat tradisional di negara-negara Asia sebagai ramuan medis
untuk beberapa penyakit, Curcuma memiliki efek antioksidan, anti inflamasi,
antimutagenik, antimikroba, dan antikanker (Moran et al., 2016). Morfologi akar
kunyit adalah bentuk rimpangnya panjang dan bulat dengan diameter sebesar 1-2
cm serta panjangnya 3-6 cm. Kunyit dapat menumbuh tunas baru yang akan
berkembang menjadi tanaman baru. Tangkai bunga berambut, bersisik, daun
kelopak berambut, bentuk lanset. Kelopak bunga berbentuk tabung, panjang 9-13
mm (Shan dan Iskandar, 2018).
2.4.3 Kandungan Senyawa Aktif Dan Farmakologi
Kandungan kimia yang terdapat di rimpang kunyit akan lebih tinggi apabila
berasal dari dataran rendah dibandingkan dengan kunyit yang berasal dari dataran
tinggi (Shan dan Iskandar, 2018). Kandungan aktif yang terdapat pada kuyit adalah
curcuminoids, flavonoid, demethoxycurcumin, dan bisdemethoxycurcumin (Meizarini
et al., 2018).
Curcumin memiliki efek antiinflamasi dan antioksida karena gugus hidroksil
dan metoksi , sebagai antiinflamasi curcumin berpengaruh negatif terhadap
interleukin proinflamasi (IL-1, IL-2, IL-6, IL-8, dan IL-12), sitokin (tumor necrosis
factor-alpha TNF-α), (monocyte chemoattractant protein-1) dengan menyebabkan
penurunan janus kinase dan signal transducer dan mengaktivasi transcription
signaling pathway (JAK / STAT). Curcumin mengatur respon inflamasi dengan
menurunkan enzim yang diinduksi nitric oxide synthase (iNOS), Cyclooxygenase-2
(COX-2), lipoxygenase, dan aktivitas xanthine oksidase, dan dengan demikian dapat
menyebabkan menekan pada aktivasi NF-kB (Deogade dan Ghate, 2015; Kocaadam
dan Sanlier, 2015).
2.5 Nanopartikel
BAB III

METODE

3.1 Pembuatan Ekstrak Kunyit ( Curcuma Longa Linn )


Prosedur ekstraksi kunyit menggunakan metode dari Waghmare et al. (2015).
1. Rimpang kunyit dibersihkan dengan air sampai bersih lalu diiris dengan tebal 0,5-
1 mm tanpa dikupas kulit.
2. Irisan kunyit dikeringkan dalam cabinet hot air oven pada suhu 50°C selama 5
jam sampai kering dan dihaluskan dengan blender sehingga menjadi bubuk.
Bubuk tersebut disaring dengan ayakan ukuran 60 mesh untuk diekstrak.
3. Bubuk kunyit kering sebanyak 100 g diekstrak terpisah dengan masing-masing
pelarut yaitu metanol (MeOH) kualitas reagen (J.T. Baker, USA), etanol (EtOH)
dan isopropanol (IPA) pro analysis (Merck, Germany) masing-masing sebanyak
400 mL (1:4 b/v) dalam labu erlenmayer dengan kondisi bergoyang dengan
kecepatan 210 rpm dalam shaker (Infors HT, Switzerland) pada suhu ruang
selama 48 jam.
4. Larutan yang diperoleh, disaring dengan kertas saring Whatman no. 1 dengan
kondisi vakum (Precision DD90, USA). Fraksi cair dari ekstrak diuapkan sampai
kering dengan rotary evaporator (Buchi R-300 EL, Switzerland) untuk
mendapatkan ekstrak kunyit.
5. Ekstrak kunyit dari berbagai pelarut dilarutkan dalam akuades steril sehingga
diperoleh ekstrak kunyit dengan konsentrasi 1% (b/v). Larutan ekstrak kunyit
diaduk sambil dipanaskan dalam water bath (GFL D3006, Germany) pada suhu
70°C selama 30 menit. Sebelum diaplikasikan larutan ekstrak kunyit tersebut
disimpan di dalam lemari pendingin.
3.2 Pembuatan Periodontal Dressing
Pembuatan periodontal dressing dilakukan berdasarkan formula Baer. Tahap
pembuatan periodontal dressing diawali dengan pembuatan pasta yang dilakukan
dengan cara: menuangkan 47,5 gram hydrogenated fat dan 2,5 gram zinc oxide,
kemudian mencampurkan dan mengaduk bahan tersebut hingga homogen. Kemudian
dilakukan pembuatan powder dengan cara: menuangkan rosin sebanyak 28,5 gram dan
zinc oxide sebanyak 21,5 gram, kemudian mencampurkan bahan tersebut hingga
homogen. Selanjutnya mencapurkan 50 gram powder dan 50 gram pasta sedikit demi
sedikit kemudian dicampurkan dengan nano-ekstrak sesuai dengan konsentrasinya
masing-masing untuk pengujian selanjutnya.
3.3 Pembuatan Nanopartikel Ekstrak Kunyit
Ekstrak kunyit yang sudah kental seberat 1 gram. Kemudian dilarutkan dalam 35 ml
etanol p.a dicampur dengan 15 ml akuades dalam gelas bekker 2000 ml, asam alginat
dalam 100 ml NaOH 0,1 M dan larutan CaCl2 sebanyak 350 ml. Terdapat 11 variasi
komposisi pada larutan alginat dan CaCl2 rasio (1:1); (3:1); (5:1); (1:2); (1:3); ( 1:4);
(10:1); (6,66:1); (3,33:1); dan (2,5:1). Pengadukan dengan magnetic stirer selama
kurang lebih 2 jam.Koloid Nanopartikel asam alginat - ekstrak kunyit, kemudian
dipisahkan dengan cara sentrifugasi. Padatan nanopartikel dicuci dengan akuades.
Kemudian padatan tersebut dimasukan dalam freezer (± -4°C) selama kurang lebih 2
hari. Penyimpann diletakan dalam lemari es (± 3°C) sampai menjadi bubuk kering.
Koloid nanopartikel yang terbentuk dikarakterisasi menggunakan PSA (Particle Size
Analysis) dan zeta sizer untuk mengetahui ukuran partikel dan nilai zeta potensial.
Padatan yang telah terbentuk dikarakterisasi menggunakan SEM (Scanning Electron
Microscopy) untuk mengetahui bentuk morfologi padatan tersebut. Karakterisasi
berikutnya adalah menggunakan KLT untuk mengetahui kesamaan senyawa kunyit
dalam keadaaan ekstrak etanol maupun dalam keadaan nanopartikel ekstrak etanol
kunyit.
3.4 Uji secara in Vivo
DAFTAR PUSTAKA

Tohyeng, Nawawee., Hariyadi, Ratih Dewanti., Lioe, Hanifah Nuryani. 2018. Aplikasi Ekstrak
Kunyit Untuk Pengendalian Pertumbuhan Mikroba Pada Tahu Selama Penyimpanan. J.
Teknol. dan Industri Pangan Vol. 29(1): 19-28 Th. 2018

Atun, S. A. S. (2017). PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL EKSTRAK


ETANOL KUNIR (Boesenbergia pandurata) PADA BERBAGAI VARIASI KOMPOSISI
ALGINAT. Jurnal Kimia Dasar, 6(1), 19-26.

Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC). Kunyit (Curcuma longa Linn.)


http://ccrc.farmasi.ugm.ac.id/?page_id=345 Farmasi UGM. Diakses 27 September 2019
(20.00).

Wallace, H.A., Basehore, B.M., Zito, P.M. 2019. Wound Healing Phases.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470443. StatPearls. Treasure Island (FL). 27
September 2019 (22.00).

Moran, P.M., Fernandez, M.J., Tortosa, R.T. 2016. Curcumin and Health. Molecules, 21(3):
264. Gonzalez, A. C. de O., Costa, T. F., Andrade, Z. de A., dan Medrado, A. R. A. P.
2016. Wound healing - A literature review. Anais Brasileiros de Dermatologia, 91(5), 614–
620.

Shan, C.Y., Iskandar, Y. 2018. Studi Kandungan Kimia Dan Aktivitas Farmakologi Tanaman
Kunyit (Curcuma longa L.). Farmaka Suplemen. 16(2): 547-553.

Gonzalez, A. C. de O., Costa, T. F., Andrade, Z. de A., dan Medrado, A. R. A. P. 2016.


Wound healing - A literature review. Anais Brasileiros de Dermatologia, 91(5), 614–620.

Salvo, P. V., Dini, F. D., Franscesco, dan M. Romanelli. 2015. The Role of Biomedical
Sensors in Wound Healing. Jurnal Elsevier. Wound Medicine. 8: 15-18.

Newman MG, Takei HH, Caranza FA., 2006, Clinical periodontology, 10 th ed. Philadelphia:
WB Saunders Co; p.74- 94, 263-9,432-53, 631-50, 749-61

Ika Andriani. 2009. Treatment Gingival Enlargement by Gingivectomy. Mutiara Medika. Vol.
9 No. 1:69-73

TANTIA CITA DEWANTI FUDHAIL.2014. PENGARUH PENAMBAHAN KATEKIN DAUN


TEH HIJAU (Camellia sinensis) 10% PADA PERIODONTAL DRESSING TERHADAP
MIGRASI HUMAN PRIMARY FIBROBLAST. Universitas gajah mada
Newman.MG, Takei HH, Carranza FA. 2015. Clinical Periodontology 12th edition.
Philadelphia: Elsevier Saunders

Anda mungkin juga menyukai