Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gastritis adalah kondisi yang ditandai dengan inflamasi atau peradangan pada

mukosa lambung yang dikonfirmasi secara histologi. Berdasarkan etiologi, terdapat

beberapa tipe gastritis. Perbedaan etiologi pada gastritis juga memberikan perbedaan

manifestasi klinisnya. Beberapa tipe gastritis diantaranya adalah gastritis helicobacter

pylori, gastritis kimiawi atau gastropati, dan gastritis autoimun. Helicobacter pylori

merupakan penyebab tersering pada gastritis. Gastritis kimiawi atau gastropati dapat

disebabkan oleh refluks duodenal ke dalam lambung, pemakaian obat anti inflamasi

non-steroid (NSAID), dan cedera kimiawi lain nya seperti alkohol.1

Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif dengan tingkat prevalensi

yang tinggi pada dunia. Infeksi pathogen ini dapat mengakibatkan gastritis, penyakit

ulkus peptik, dan kanker lambung.2 Bertahun-tahun, infeksi helicobacter pylori juga

sering berkaitkan dengan berbagai gangguan ekstra intestinal, salah satu nya adalah

defisiensi besi.2,3 Bukti dari banyak kasus, percobaan randomized kecil, dan studi

epidemiologi cross-sectional memberikan petunjuk mengenai peran helicobacter pylori

pada defisiensi besi dan anemia defisiensi besi.4

Defisiensi besi didefinisikan sebagai penurunan kadar total besi tubuh. 5 Defisiensi

besi timbul paling umum pada masa bayi lanjut, pada waktu usia 2 tahun, atau pada
remaja yang oleh karena pertumbuhan cepat. Defisiensi besi berkembang melalui 3

tahap: (i) deplesi besi, (ii) eritropoesis defisien besi, dan (iii) anemia defisiensi besi.5,6

Prevalensi kejadian defisiensi besi pada anak bervariasi luas, dari 0,5% di negara

berkembang sampai 30% pada remaja di negara sedang berkembang. Anemia

defisiensi besi berhubungan dengan penurunan kapasitas fisik dan bekerja pada remaja

dan orang dewasa, berdampak negatif pada fungsi kognitif dan fungsi motor pada anak-

anak, dan meningkatkan resiko terdapat penyakit infeksi.6

Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah hemoglobin atau jumlah sel darah

merah.7 Membedakan anemia defisiensi besi dengan anemia yang lain dapat

menggunakan berbagai indeks laboratorium, yang terdiri dari red cell distribution width

(RDW), mean cell volume (MCV), saturasi transferin, total iron binding capacity (TIBC),

serum feritin, dan erythrocyte protoporphyrin (EPP).8 Gangguan penyerapan besi di

saluran cerna pada individu positif helicobacter pylori dapat menjadi mekanisme yang

berperan pada deplesi besi.2

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, dapat dirumuskan

pertanyaan, yaitu apakah ada perbedaan antara nilai hemoglobin dan nilai transferin

pada gastritis helicobacter pylori dengan gastritis non helicobacter pylori pada anak-

anak.
1.3 Hipotesis

Ada hubungan perbedaan antara nilai hemoglobin dan nilai transferin pada

gastritis helicobacter pylori dengan gastritis non helicobacter pylori pada anak-anak.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk memaparkan perbedaan antara nilai hemoglobin dan nilai transferin pada

gastritis helicobacter pylori dengan gastritis non helicobacter pylori pada anak-anak.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Untuk menilai prevalensi kejadian gastritis helicobacter pylori pada anak-anak.

2. Untuk menilai seberapa besar perbedaan nilai hemoglobin dan nilai transferin

dengan gastritis helicobacter pylori dengan gastritis non helicobacter pylori pada

anak-anak.

3. Menganalisis perbedaan nilai hemoglobin dan nilai transferin dengan kejadian

gastritis helicobacter pylori dengan gastritis non helicobacter pylori.

1.5. Manfaat Penelitian


a. Di bidang akademik/ilmiah: meningkatkan pengetahuan peneliti di bidang

gastroenterohepatologi, khususnya tentang perbedaan nilai hemoglobin dan nilai

transferin dengan kejadian gastritis helicobacter pylori dengan gastritis non

helicobacter pylori.

b. Di bidang pengembangan penelitian: memberikan data awal terhadap bidang

gastroenterohepatologi mengenai perbedaan nilai hemoglobin dan nilai transferin

dengan kejadian gastritis helicobacter pylori dengan gastritis non helicobacter

pylori.

c. Di bidang masyarakat: memberikan edukasi dan cara pencegahan terhadap

gastritis helicobacter pylori sehingga masyarakat mengetahui bentuk

pencegahan dan gejala-gejala awal yang terjadi jika terkena gastritis helicobacter

pylori.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gastritis

Gastritis, yang artinya inflamasi atau peradangan pada mukosa lambung,

merupakan suatu kondisi, bukan suatu penyakit. Istilah gastritis hanya dapat ditegakkan

bila ditemukan inflamasi atau peradangan secara histologi pada mukosa lambung.

Faktor etiologi yang menyebabkan gastritis cukup luas dan beragam. Gastritis dapat
diklafikasikan berdasarkan etiologi (Tabel 1), perjalanan waktu (akut atau kronis),

gambaran histologi, dan distribusi anatomi.1,9,10

Kategori Etiologi Bentuk gastritis

Infeksi virus Sitomegalovirus Non-atrofi

Herpes virus Non-atrofi

Infeksi bakteri Helicobacter pylori Non-atrofi dan atrofi

Mycobacterium Non-atrofi

Actinomyces Non-atrofi

Spirochetes Non-atrofi

Infeksi jamur Candida Non-atrofi

Histoplasma Non-atrofi

Infeksi parasit Strongyloides Non-atrofi

Anisakiasis Non-atrofi

Ascaris lumbricoides Non-atrofi

Faktor kimiawi NSAID Non-atrofi

Alkohol Non-atrofi

Kokain Non-atrofi

Refluks asam empedu Non-atrofi

Faktor fisik Radiasi Non-atrofi

Faktor imun Autoimun Atrofi (korpus)

Gluten Limfositik
Alergi makanan Eosinofilik

Idiopatik Crohn’s disease Non-atrofi atau fokal atrofi

Sarcoidosis Non-atrofi atau fokal atrofi

Wegener’s granulomatosis Non-atrofi atau fokal atrofi

Collagenous Non-atrofi

granulomatosis

Tabel 1. Klasifikasi Gastritis Berdasarkan Penyebab

Penyebab paling sering pada gastritis akut adalah infeksi. Infeksi akut

helicobacter pylori akan menimbulkan gastritis akut. Gastritis akut ditandai dengan

mukosa hyperemia dan perubahan erosi. Gejala yang timbul antara lain nyeri epigastrik

mendadak, mual, dan muntah. Gambaran histologi gastritis akut ditandai dengan

infiltrasi neutrofil, edema, dan hiperemia. Bila tidak diobati, gastritis akut akan

berkembang menjadi kronis.10,11

Gastritis kronis secara histologis ditandai dengan infiltrasi sel inflamasi yang

terdiri dari limfosit dan sel plasma. Fase awal gastritis kronis disebut gastritis superfisial.

Perubahan inflamasi terbatas pada lamina propria permukaan mukosa, dengan edema

dan infiltrasi sel yang membatasi kelenjar yang utuh. Tahap selanjutnya adalah gastritis

atrofi, inflamasi meluas lebih dalam ke mukosa, dengan distorsi dan destruksi kelenjar.

Tahap akhir pada gastritis kronis adalah atrofi lambung, dimana struktur kelenjar telah

hilang, infiltrasi inflamasi berkurang, dan pada pemeriksaan endoskopi mukosa tampak

sangat tipis.10,12
2.2 Helicobacter pylori

Helicobacter pylori, bakteri gram negatif berbentuk spiral, dijumpai di permukaan

sel epitel lambung. Helicobacter pylori memiliki panjang 2 – 4 µm dan lebar 0,5 – 1 µm.

Walaupun umumnya berbentuk spiral, helicobacter pylori dapat dijumpai dalam bentuk

batang dan kokkus terutama setelah kultur invitro maupun setelah pemberian antibiotik.

Helicobacter pylori memiliki 2 – 6 flagela unipolar dengan panjang sekitar 3 µm yang

berfungsi dalam pergerakan cepat pada lapisan mukus di permukaan sel epitel

lambung. Helicobacter pylori memiliki gen yang heterogen dan semua strain belum

tentu mempunyai peran yang sama pada penyakit gastritis, dan dimana setiap orang

dengan infeksi helicobacter pylori terdapat strain yang berbeda.13,14

Helicobacter pylori mengakibatkan inflamasi kronis pada mukosa lambung, dan

penyebab utama pada gastritis kronis, ulkus peptic, adenokarsinoma gaster, dan

limfoma mucosa-associated lymphoid tissue (MALT) pada anak-anak dan orang

dewasa. Infeksi helicobacter pylori umumnya didapat saat usia beberapa tahun awal

kehidupan dan menetap sepanjang hidup bila tidak diobati. Helicobacter pylori dapat

bertahan hidup pada lingkungan asam dalam lambung berkat kemampuan membentuk

urease yang tinggi, dimana urease dapat mengubah urea yang terdapat pada asam

lambung menjadi ammonia alkali dan karbondioksida.15,16

2.3 Epidemiologi Infeksi Helicobacter pylori

Prevalensi infeksi helicobacter pylori bervariasi di seluruh dunia dan bergantung

pada tingkat standar hidup di tiap tempat. Dua faktor yang predisposisi tingkat

kolonisasi helicobacter pylori yang tinggi, yaitu status sosial ekonomi yang rendah dan
taraf pendidikan yang rendah. Faktor penting lainnya adalah cara transmisi helicobacter

pylori. Transmisi infeksi orang ke orang dapat melalui fecal-oral, oral-oral, maupun

transmisi lingkungan dari sumber air yang terkontaminasi. Ulasan terbaru dari 62

negara mengestimasi lebih dari setengah populasi dunia masih terinfeksi helicobacter

pylori. Berdasarkan estimasi prevalensi regional, terdapat sekitar 4,4 milyar orang

dengan infeksi helicobacter pylori di seluruh dunia pada 2015, dengan mayoritas orang

yang terinfeksi bersifat asimptomatik.10,12

Pada anak-anak, studi meta-analisis dan kajian komprehensif dari 2011 sampai

2016 yang yang dilakukan pada anak sehat mengestimasi angka seroprevalensi secara

keseluruhan sebesar 33%. Pada studi yang sama, kajian ulang pada 7 studi kohort

menyimpulkan bahwa angka infeksi pada anak sehat dibawah usia 5 tahun masih

berkisar 20 – 40% pada negara dengan pendapatan tinggi dan berkisar 30 – 50% pada

negara dengan pendapatan menengah ke atas. Angka yang lebih tinggi (>40%), yang

didapat dari studi cross-sectional, terdapat terutama pada daerah dengan pendapatan

menengah ke bawah. Hal ini menunjukkan, tempat asal lahir berperan pada prevalensi

infeksi helicobacter pylori.15

2.4 Patogenesis Infeksi Helicobacter pylori

Pathogenesis infeksi helicobacter pylori terdiri dari 4 tahap, yaitu bertahan hidup

dalam asam lambung, bergerak menuju sel epitel lambung, menempel pada reseptor

inang dengan adhesion, dan melepaskan toksin yang merusak jaringan (Gambar 1).

Helicobacter pylori dapat menetap di lambung, mengakibatkan cedera mukosa, dan

menghindar dari sistem pertahanan inang. Strain helicobacter pylori yang berbeda
membentuk faktor virulensi yang berbeda. Faktor virulensi utama helicobacter pylori

adalah vacuolating cytotoxin (VacA), dan produk cytotoxin associated gen A (CagA).

Integritas mukosa lambung terutama dipengaruhi oleh interaksi antara produk virulensi

(VacA dan CagA) dengan protein pada sekat interseluler, yang merubah stabilisasi

kompleks E-cadherin/β-catenin. Produk virulensi bersamaan dengan faktor bakteri

lainnya, seperti urease membentuk amonia (NH3) yang dapat merusak sel epitel

lambung, kemampuan melekatkan diri sel epitel lambung dengan adherence lipoprotein

A dan B (AlpA/B), blood group antigen binding adhesion (BabA, outer inflammatory

protein A (Oipa), dan sialic acid binding adhesion (SabA).12,16,17

Gambar 1. Patogenesis infeksi helicobacter pylori

Helicobacter pylori menggunakan β1-integrin sebagai reseptor untuk membawa

CagA ke dalam sel inang. Setelah diinjeksi ke dalam sel inang, CagA bertindak

langsung pada reaksi fosforilasi dalam sel yang mengakibatkan gangguan pada tight

junction dan perubahan pada morfologi sel. Selain itu, CagA juga mempengaruhi sel
inang pada beberapa aspek, yaitu pembentukan dasar sel epitel lambung, perubahan

sitoskeleton, memperngaruhi proliferasi sel, dan menstimulasi sekresi interleukin-8 (IL-

8) oleh sel epitel lambung (Gambar 2).3,17

VacA dapat bergabung dengan membran sel dan membentuk kanal selektif

anion. Kanal ini berfungsi untuk meningkatkan efluks molekul kompleks seperti

bikarbonat dan urea dari dalam sel inang. Dengan cara ini, kanal tersebut dapat

membantu kolonisasi helicobacter pylori dengan cara meningkatkan efluks substrat

metabolit yang berguna untuk pertumbuhan bakteri. Aktivitas VacA meliputi

pembentukan kanal membran, gangguan fungsi endosom dan lisosom, gangguan

sinyal reseptor dalam sel, gangguan fungsi sitoskeleton sel, induksi apoptosis, dan

gangguan imunitas (Gambar 3). 3,13,17,18

Gambar 2. Peran CagA pada sel


Gambar 3. Peran VacA pada sel

Respon sel inang terhadap infeksi helicobacter pylori terdiri dari rekrutmen sel

neutrofil, limfosit, makrofag, dan sel plasma. Patogen menimbulkan cedera lokal

dengan berikatan dengan molekul MHC kelas II yang diekspresikan pada sel epitel

lambung yang mengakibatkan kematian sel (apoptosis). Peningkatan konsentrasi

sitokin interleukin (IL-1, IL-2, IL-6, dan IL-8), tumor necrosis factor (TNF-α), dan

interferon terjadi pada infeksi helicobacter pylori, Infeksi helicobacter pylori juga akan

menimbulkan respon mukosa dan sistem humoral, dimana hal ini bukan mengeradikasi

bakteri, namun menambah kerusakan sel epitel lambung.10

2.4 Manifestasi Klinis Gastritis Helicobacter pylori

2.4.1. Manifestasi Saluran Cerna


Walaupun jarang pada anak-anak, gastritis helicobacter pylori menyebabkan

nyeri epigastrik setelah makan pada sekelompok kecil anak. Kebanyakan pasien

pediatrik datang dengan gejala nyeri perut yang sulit dilokalisir, yang mungkin pada

periumbilikal. Pasien dapat juga datang dengan keluhan pendarahan saluran cerna,

dengan hematemesis atau melena. Pada usia 1 bulan, dua manifestasi klinis utama

yang dapat timbul berupa pendarahan saluran cerna dan perforasi. Antara usia 2 bulan

sampai 2 tahun, gejala utama meliputi muntah, gangguan pertumbuhan, dan

pendarahan saluran cerna. Pada anak usia sekolah, gejala nyeri periumbilikal setelah

makan merupakan gejala utama selain muntah dan pendarahan saluran cerna.

Manifestasi klinis gastritis helicobacter pylori pada anak usia diatas 6 tahun serupa

dengan orang dewasa dan umumnya meliputi gejala nyeri epigastrik, nyeri nocturnal,

nyeri yang mereda setelah minum obat antasida, dan pendarahan saluran cerna akut

atau kronis (hematemesis, hematokesia, atau melena).15,19

2.4.2. Manifestasi di Luar Saluran Cerna

Infeksi helicobacter pylori dapat menimbulkan gejala di luar saluran cerna,

terutama purpura trombositopinia idiopatik, anemia defisiensi besi, defisiensi B12, dan

alergi. Defisiensi besi merupakan kondisi yang sering dijumpai pada infeksi helicobacter

pylori, terutama pada anak yang lebih muda. Empat meta-analisis menyimpulkan infeksi

helicobacter pylori merupakan faktor penyebab anemia defisiensi besi. Selain itu, peran

infeksi helicobacter pylori pada gangguan pertumbuhan masih masih kontroversi. Bukti

yang ada berdasarkan studi observasi (n=48) menunjukkan infeksi helicobacter pylori

mungkin berpengaruh buruk terhadap pertumbungan dan perkembangan anak.15,20


2.5 Diagnosis Gastritis Helicobacter pylori

Diagnosis gastritis helicobacter pylori memerlukan identifikasi bakteri

helicobacter pylori pada mukosa lambung. Perkembangan pemeriksaan non invasif

telah meningkat dan memberikan diagnosis yang akurat pada gastritis helicobacter

pylori berdasarkan metode indirek, sehingga tidak perlu mengidentifikasi bakteri

helicobacter pylori secara visual atau melalui kultur. (yamada) Saat ini, metode

pemeriksaan infeksi helicobacter pylori secara umum dibagi menjadi test invasif yang

berdasarkan histologi spesimen lambung, kultur, atau metode lain, dan test non-invasif

yang berdasarkan sampel perifer, seperti darah, sampel nafas, feses, urin, atau saliva

untuk mendeteksi antibody, antigen bakteri, atau aktivitas urease (Gambar 4).13

Gambar 4. Metode diagnosis infeksi helicobacter pylori


Infeksi helicobacter pylori dapat didiagnosis dengan pemeriksaan invasif dengan

melakukan biopsi sampel yang diambil pada saat melakukan endoskopi (kultur,

histologi, rapid urease test, dan PCR) atau dengan pemeriksaan non-invasif (13C-urea

breath test dan stool antigen test). Namun begitu, tujuan pemeriksaan klinis adalah

untuk mendeteksi penyebab tanda dan gejala pada anak. Pedoman terbaru dari

European Society of Paediatric Gastroenterology Hepatology and Nutrition (ESPGAHN)

merekomendasikan diagnosis infeksi helicobacter pylori hanya bila gejalanya

mendukung hasil histologi dari endoskopi, karena lebih penting untuk menentukan

penyebab dari gejala tersebut dan tidak hanya berfokus pada adanya infeksi

helicobacter pylori.20

Bukti terbaru menunjukkan infeksi helicobacter pylori tidak berhubungan dengan

gejala tanpa penyakit ulkus peptik, melakukan pemeriksaan non-invasif untuk

mendeteksi infeksi dan mengobatinya bila hasil pemeriksaan positif tidak dibenarkan.

Oleh karena itu, cara test and treat ini berdasarkan metode non-invasif untuk

mendiagnosis infeksi helicobacter pylori pada anak tidak boleh dan tidak

direkomendasikan. Anak dengan gejala yang menunjukkan kondisi patologis berupa

dispepsia, harus dievaluasi dengan endoskopi saluran cerna atas. Diagnosis infeksi

helicobacter pylori harus berdasarkan salah satu (a) kultur positif, atau (b) histopatologi

(gastritis positif helicobacter pylori, ditambah salah satu test biopsi positif (rapid urease

test atau PCR).15,20

2.6 Transpor besi pada Saluran Cerna


Terdapat 2 tipe besi pada makanan, yaitu besi heme dan non-heme. Besi heme

berasal dari hemoglobin dan mioglobin yang terdapat pada sumber makanan dari

hewan. Besi non-heme berasal dari tanaman dan makanan yang difortifikasi dengan

besi. Absorpsi diet besi paling banyak di duodenum dan proksimal jujenum.21

Absorbsi besi dimulai dengan merubah besi ferri (Fe3+) menjadi ferro (Fe2+)

oleh duodenal cytochrom b reductase (DCYTB). Besi dalam bentuk ferro ini akan

masuk kedalam enterosit melalui divalent metal transporter 1 (DMT1). Kemudian besi

yang masuk kedalam enterosit sebagian akan disimpan dalan bentuk ferritin dan

sebagian lagi masuk kedalam sirkulasi melalui basolateral transporter yang disebut

ferroportin (Fe2+). Kemudian ferroportin akan dioksidasi oleh ferrooxidase (hepahestin)

menjadi bentuk Fe3+ dan dibawa ke sirkulasi. Fe3+ akan diikat oleh apotransferin dan

dibawa ke sumsum tulang dan digunakan untuk sintesis heme. 3,21

Ferroportin berada pada permukaan basolateral dari enterocytes dan membran

makrofag. Ferroportin merupakan protein yang permeable untuk besi ferro (c) yang

akan membawa besi ferro ke luar dari enterocyte, dan dengan bantuan hepahestin besi

fero akan teroksidasi menjadi bentuk ferri (3+) yang kemudian akan diikat oleh

transferin. Oleh karena itu oksidasi besi ferro menjadi bentuk ferri oleh hepaestin sangat

penting.21,22

Transport ekstraseluler zat besi di dalam tubuh diantarkan oleh protein pembawa

yang spesifik disebut transferin. Transferin adalah protein fase akut dan merupakan

glikoprotein dengan berat molekul kira-kira 80 kilodalton dengan rantai tunggal

polipeptida. Gen transferin berada pada kromosom 3q21 dekat dengan gen untuk
laktoferin dan ceruloplasmin. Transferin disintesa di hati oleh sel parenkim tetapi dalam

jumlah sedikit disintesa di jaringan termasuk di sistem saraf, ovarium, testis dan T

helper limposit. Apabila simpanan besi berkurang maka transferin akan disintesa lebih

banyak tetapi jika simpanan besi banyak maka transferin akan berkurang.22

Konsentrasi normal transferin didalam plasma adalah sekitar 2 sampai 3 g/L, dan

1 mg transferin berikatan dengan 1.4 μg besi. Secara klinis transferin merupakan

jumlah besi yang terikat dan disebut dengan total iron binding capacity (TIBC). Dimana

pada anemia defisiensi besi nilai TIBC akan meningkat tetapi pada kondisi kelebihan

besi kadar TIBC akan menurun.22

2.7 Anemia Defisiensi Besi pada Infeksi Helicobacter pylori

Meta-analisis pada 15 penelitian observasional menunjukkan adanya hubungan

antara infeksi helicobacter pylori dengan anemia defisiensi besi. Anemia artinya

konsentrasi hemoglobin dibawah nilai cut-off. Berdasarkan kriteria WHO untuk anemia,

anak-anak dikategorikan menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama dengan usia 7 – 12

tahun, dan kelompok dua dengan usia 13 – 18 tahun. Kriteria deplesi besi apabila nilai

feritin dibawah 30 lg/L. kriteria insufisiensi apabila konsentrasi serum soluble transferrin

receptor (sTfR) diatas 5,7 mg/L pada kelompok pertama dan 4,5 mg/L pada kelompok

kedua. Kondisi anemia ditentukan bila nilai hemoglobin (Hb) <11,5 g/dL pada kelompok

pertama, Hb <13 g/dL pada kelompok kedua untuk laki-laki, dan Hb <12 g/dL pada

kelompok kedua untuk perempuan.3,6,23

2.8 Metabolisme Besi pada Helicobacter pylori


Zat besi sangat penting pada semua organisme dan berperan pada jalur

metabolism dan selular. Helicobacter pylori dapat menggunakan hemoglobin, transferin,

dan laktoferin sebagai sumber zat besi. Helicobacter pylori memiliki aktivitas hemolitik

dan ditemukan menempel pada sel darah merah di kapiler lamina propria lambung.

(infe) Helicobacter pylori mendapatkan zat besi dari hemoglobin dengan cara (1)

deskuamasi sel epitel lambung yang menyebabkan keluarnya heme pada permukaan

mukosa lambung, (2) heme dari sel epitel lambung dan pembuluh darah dapat diakses

Helicobacter pylori di junction interseluler pada sel epitel lambung, dan (3) produksi

hemolisin dan sitotoksin oleh helicobacter pylori yang menyebabkan keluarnya heme.

Protein membrane luar helicobacter pylori (FrpB2) diyakini bertindak sebagai protein

pengikat hemoglobin. Setelah dibawa ke dalam sel helicobacter pylori, heme harus

dimetabolisme secara enzimatik dengan enzim heme oksigenase (HugZ) untuk

mengeluarkan zat besi.3

Data yang berasal pada penelitian mikrobiologi menunjukkan faktor virulensi

helicobacter pylori (CagA dan VacA) merubah proses daur ulang normal dan mengatur

kompleks transferin/reseptor transferin yang merupakan mekanisme utama

pengambilan zat besi pada sel epitel lambung.24 Mekanisme kerja dari faktor virulensi

helicobacter pylori terdiri dari (1) VacA menyebabkan mislokasi apikal reseptor

transferin ke tempat helicobacter pylori menempel dan kedua faktor berkordinasi

bersama pada uptake dan daur ulang transferin, (2) CagA berperan penting dalam

internalisasi transferin, dan (3) kedua faktor saling mendukung akuisisi zat besi dari sel

inang yang telah dikolonisasi.3 Kemampuan CagA dalam membuat mislokalisasi

reseptor transferin ke tempat kolonisasi bakteri di permukaan sel apikal.24 Pada kondisi
normal, sel epitel lambung mendapatkan zat besi dari proses endositosis transferin.

Kedua faktor virulensi berperan pada perubahan proses daur ulang transferin berupa

endositosis menjadi transitosis ke tempat apical bakteri menempelkan diri (Gambar

5).3,25

Gambar 5. Mekanisme pengambilan zat besi pada helicobacter pylori

2.9 Kerangka Konseptual


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi analitik dengan pendekatan cross sectional.

Penelitian ini bertujuan untuk menilai perbedaan nilai hemoglobin dan nilai transferin

antara gastritis helicobacter pylori dengan gastritis non-helicobacter pylori pada anak.

3.2 Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Poliklinik Gastroenterologi dan rawat inap Rumah

Sakit Umum Pusat H. Adam Malik (RSUP HAM) Medan, dan RS Pendidikan Universitas

Sumatera Utara (RS USU), setelah mendapatkan persetujuan etik.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi target dalam penelitian ini adalah semua anak dengan gejala gastritis

yang telah dilakukan pemeriksaan endoskopi untuk membedakan ada tidaknya infeksi

helicobacter pylori. Populasi terjangkau merupakan pasien anak berusia 2 sampai

dengan 18 tahun yang datang berobat ke RSUP HAM dan RS USU. Pemilihan sampel

penelitian ini menggunakan consecutive sampling.


3.3.2 Perkiraan Besar Sampel

Sampel dalam penelitian ini diambil dari populasi terjangkau dengan

menggunakan rumus desain potong lintang sebagai berikut:

Keterangan :

n1 = Jumlah Kasus

n2 = Jumlah Kontrol

Zα = Tingkat Kemaknaan (berhubungan dengan tingkat CI)

ditetapkan 1,96

Zβ = Standar deviasi berdasarkan nilai beta (berhubungan

dengan nilai power ) ditetapkan 1,282

S = simpang baku kedua kelompok5

X1 – X2 = perbedaan klinis yang diinginkan (1,1)

Jumlah Sampel =

n1 = n2 = 17,34 sampel = 18 Sampel

Penentuan besar sampel dilakukan dengan menggunakan rumus di atas dan

dari perhitungan didapat hasilnya bahwa sampel pada penelitian ini sebanyak 18

sampel.
3.4 Kriteria Penelitian

3.4.1. Kriteria Inklusi

1. Anak dengan usia 2 – 18 tahun yang terdiagnosis dengan gastritis helicobacter

pylori dan gastritis non helicobacter pylori.

2. Pasien yang telah mendapat persetujuan yang ditandatangani oleh orangtua atau

wali.

3. Pasien dirawat di RSUP HAM/RS USU

3.4.2. Kriteria Eksklusi

1. Anak dibawah 2 tahun dan diatas 8 tahun.

2. Pasien dengan keganasan.

3. Pasien dengan immunosupresi.

4. Pasien dengan penyakit metabolic.

5. Pasien dengan perdarahan saluran cerna.

6. Pasien dengan riwayat pembedahan saluran cerna.

3.5 Persetujuan Setelah Penjelasan/ Informed Consent

Semua subjek penelitian akan diminta persetujuan (pada pasien anak diminta

dari orang tua) setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu mengenai kondisi penyakit

yang dialami dan pemeriksaan yang akan dilakukan.

3.6 Etika Penelitian


Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

3.8 Alur Penelitian

Subjek penelitan yang


memenuhi kriteria inklusi

Pasien dengan gastritis helicobacter pylori dan


gastritis non- helicobacter pylori akan
dilanjutkan dengan pemeriksaan nilai
hemoglobin dan nilai transferin

Pengumpulan dan pengolahan


data

Penyajian dan penyampaian


data
DAFTAR PUSTAKA

1. Rugge M, Pennelli G, Pilozzi E, et al. Gastritis: The histology report. Dig Liver Dis.

2011 Mar;43 Suppl 4:S373-84. doi: 10.1016/S1590-8658(11)60593-8

2. Enko D, Wagner H, Krieghauser G, et al. Iron status determination in individuals

with Helicobacter pylori infection: conventional vs. new laboratory biomarkers. Clin

Chem Lab Med. 2019 Jun 26;57(7):982-989. doi: 10.1515/cclm-2018-1182

3. Ge R, Sun X. Iron trafficking system in Helicobacter pylori. Biometals. 2012

Apr;25(2):247-58. doi: 10.1007/s10534-011-9512-8.

4. Candenas VM, Prietto-Jimenez CA, Mulla ZD, et al. Helicobacter pylori eradication

and change in markers of iron stores among non-iron-deficient children in El Paso,

Texas: an etiologic intervention study. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 2011

Mar;52(3):326-32. doi: 10.1097/MPG.0b013e3182054123

5. Candenas VM, Mulla ZD, Ortiz M, et al. Iron deficiency and Helicobacter pylori

infection in the United States. Am J Epidemiol. 2006 Jan 15;163(2):127-34.

6. Vendt N, Kool P, Teesalu K, et al. Iron deficiency and Helicobacter pylori infection in

children. Acta Paediatr. 2011 Sep;100(9):1239-43. doi: 10.1111/j.1651-

2227.2011.02281.x.

7. Johnson TD, Graham DY, Diagnosis and management of iron deficiency anemia in

the 21st century. Therap Adv Gastroenterol. 2011 May; 4(3): 177–184.

doi: 10.1177/1756283X11398736
8. Al Hallak MN, Newman W, Al-Kali A. Transferrin Saturation (TS) Is a Surrogate

Marker for Iron Deficiency Anemia (IDA). Blood (2011) 118 (21): 3175

9. Genta GM. Yamada’s Textbook of Gastroenterology. 4th Ed. Yamada T. Lippincolt

William & Wilkins Publishers. 2003. Chapter 68

10. Valle JD. Harrison.s Principles of Internal Medicine. 17th Ed. Kasper DL. McGraw-

Hill Professional. 2004. Chapter 274

11. Lauwers GY, Fujita H, Nagata K, et al. Pathology of non-Helicobacter pylori

gastritis: extending the histopathologic horizons. J Gastroenterol. 2010

Feb;45(2):131-45. doi: 10.1007/s00535-009-0146-3

12. Watari J, Chen N, Amenta PS, et al. Helicobacter pylori associated chronic gastritis,

clinical syndromes, precancerous lesions, and pathogenesis of gastric cancer

development. World J Gastroenterol. 2014 May 14;20(18):5461-73. doi:

10.3748/wjg.v20.i18.5461

13. Johannes GK, Arnoud HMVV, and Ernst JK. Pathogenesis of Helicobacter

pylori Infection. Clin Microbiol Rev. 2006 Jul; 19(3): 449–490.

doi: 10.1128/CMR.00054-05

14. Manxhuka-Kerliu S, Telaku S, Devolli-Disha E. Helicobacter pylori gastritis updated

Sydney classification applied in our material. Prilozi. 2009 Jul;30(1):45-60.

15. Kotilea K, Kalach N, Homan M, et al. Helicobacter pylori Infection in Pediatric

Patients: Update on Diagnosis and Eradication Strategies. Paediatr Drugs. 2018

Aug;20(4):337-351. doi: 10.1007/s40272-018-0296-y

16. McColl KE. Clinical practice. Helicobacter pylori infection. N Engl J Med. 2010 Apr

29;362(17):1597-604. doi: 10.1056/NEJMcp1001110


17. Kao CY, Sheu BS, Wu JJ. Helicobacter pylori infection: An overview of bacterial

virulence factors and pathogenesis. Biomed J. 2016 Feb;39(1):14-23. doi:

10.1016/j.bj.2015.06.002

18. Jones KR, Whitmire JM, Merrell DS. A Tale of Two Toxins: Helicobacter Pylori

CagA and VacA Modulate Host Pathways that Impact Disease. Front

Microbiol. 2010 Nov 23;1:115. doi: 10.3389/fmicb.2010.00115

19. Sylvester FA. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th Ed. Behrman RE. WB Saunders.

2003. Chapter 316

20. Marco M, Federica G, Stefano K, et al. How and when investigating and

treating Helicobacter pylori infection in children. Acta Biomed. 2018; 89(Suppl 8):

65–71. doi: 10.23750/abm.v89i8-S.7893

21. Thomas E, Martin RH. Biochemistry, Iron Absorption. Treasure Island

(FL): StatPearls Publishing; 2019 Jan

22. Gulec S, Anderson GJ, Collins JF. Mechanistic and regulatory aspects of intestinal

iron absorption. Am J Physiol Gastrointest Liver Physiol. 2014 Aug 15;307(4):

G397-409. doi: 10.1152/ajpgi.00348.2013

23. Qu XH, Huang XL, Xiong P, et al. Does Helicobacter pylori infection play a role in

iron deficiency anemia? A meta-analysis. World J Gastroenterol. 2010 Feb

21;16(7):886-96

24. Tan S, Noto JM, Romero-Gallo J, et al. Helicobacter pylori perturbs iron trafficking

in the epithelium to grow on the cell surface. PLoS Pathog. 2011

May;7(5):e1002050. doi: 10.1371/journal.ppat.1002050


25. Senkovich O, Ceaser S, McGee DJ, et al. Unique Host Iron Utilization Mechanisms

of Helicobacter pylori Revealed with Iron-Deficient Chemically Defined Media.

INFECTION AND IMMUNITY, May 2010, p. 1841–1849


31

3.5 Persetujuan Setelah Penjelasan/ Informed Consent

Semua subjek penelitian akan diminta persetujuan (pada pasien

anak diminta dari orang tua) setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu

mengenai kondisi penyakit yang dialami dan pemeriksaan yang akan

dilakukan.

3.6 Etika Penelitian

Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.8 Alur Penelitian

Subjek penelitan yang


memenuhi kriteria inklusi

Dilakukan pemeriksaan diagnostik H.


Pylori berupa HPSA, UBT, CLO

Pasien dengan hasil positif infeksi H. Pylori


akan dilanjutkan dengan pemeriksaan kadar
feritin

Pengumpulan dan pengolahan


data

Penyajian dan penyampaian


data
32

3.9 Pengolahan dan Analisis Data

Sebelum analisis data, dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan

keakuratan data, ditabulasi, diberi kode, dan dimasukkan ke dalam

komputer. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan perangkat

lunak komputer. Analisis data meliputi analisis uji potong lintang dan uji

hipotesis. Analisis univariat dilakukan untuk memperoleh distribusi

karakteristik sampel. Data kategorik akan ditampilkan sebagai frekuensi

dan persentase, sedangkan data numerik sebagai rerata dan simpangan

baku jika berdistribusi normal atau sebagai median dan nilai minimal serta

maksimal jika data berdistribusi tidak normal. Kemaknaan hasil uji statistik

ditentukan berdasarkan nilai P<0.05 dengan level kepercayaan 95%.


33

DAFTAR PUSTAKA

1. Manfredi M, Gaiani F, Kayali S, et al. How and when investigating

and treating Helicobacter pylori infection in children. Acta Biomed.

2018;89(8-S):65-71. doi:10.23750/abm.v89i8-S.7893

2. Mégraud F, Lehours P, Vale FF. The history of Helicobacter pylori:

from phylogeography to paleomicrobiology. Clin Microbiol Infect.

2016;22(11):922-927. doi:10.1016/j.cmi.2016.07.013

3. Li J, Perez-Perez GI. Helicobacter pylori the latent human pathogen

or an ancestral commensal organism. Front Microbiol.

2018;9(APR):1-8. doi:10.3389/fmicb.2018.00609

4. Moosazadeh M, Lankarani KB, Afshari M. Meta-analysis of the

prevalence of Helicobacter pylori infection among children and

adults of Iran. Int J Prev Med. 2016;MARCH-2016:6-11.

doi:10.4103/2008-7802.177893

5. Björnsson ES, Asgeirsdottir GA, Hreinsson JP, et al. Helicobacter

pylori infection in Icelandic children . Scand J Gastroenterol.

2017;52(6-7):686-690. doi:10.1080/00365521.2017.1304986

6. Vale FF, Vítor JMB. Transmission pathway of Helicobacter pylori:

Does food play a role in rural and urban areas? Int J Food Microbiol.

2010;138(1-2):1-12. doi:10.1016/j.ijfoodmicro.2010.01.016
34

7. Koletzko S, Richy F, Bontems P, et al. Prospective multicentre study

on antibiotic resistance of Helicobacter pylori strains obtained from

children living in Europe. Gut. 2006;55(12):1711-1716.

doi:10.1136/gut.2006.091272

8. Atharini, YH, Probosuseno, Nugroho, AE. Helicobacter Pylori

Medical Pathways and Clinical Outcomes in Patients With

Helicobacter Pylori. 2016;6(2):151-158.

9. Ramayanthi T, Prasetyo D, Garna H. Efektivitas Terapi Infeksi

Helicobacter Pylori pada Anak dengan Keluhan Sakit Perut

Berulang Setelah Satu Tahun Terapi Eradikasi. Sari Pediatr.

2017;15(2):111. doi:10.14238/sp15.2.2013.111-5

10. Fang HR, Zhang GQ, Cheng JY, Li ZY. Efficacy of Lactobacillus-

supplemented triple therapy for Helicobacter pylori infection in

children: a meta-analysis of randomized controlled trials. Eur J

Pediatr. 2019;178(1):7-16. doi:10.1007/s00431-018-3282-z

11. Joint FAO/WHOWorking Group (2002) Report on drafting

guidelines for the evaluation of probiotics in food. Available at:

www.who.int/foodsafety/fs_management/en/probiotic_guidelines.pd

f. Accessed 28 February 2019

12. He Y, Chen S, Sui J, et al. Meta-analysis of randomized controlled


35

trials on the efficacy of probiotics in Helicobacter pylori eradication

therapy in children. Eur J Pediatr. 2013;173(2):153-161.

doi:10.1007/s00431-013-2220-3

13. Yang YJ, Chuang CC, Yang HB, Lu CC, Sheu BS. Lactobacillus

acidophilus ameliorates H. pylori-induced gastric inflammation by

inactivating the Smad7 and NFB pathways. BMC Microbiol.

2012;12:1-8. doi:10.1186/1471-2180-12-38

14. Olokoba A, Bojuwoye M, Obateru O. Helicobacter pylori eradication

therapy: A review of current trends . Niger Med J. 2013;54(1):1.

doi:10.4103/0300-1652.108884

15. Fock KM, Ang TL. Epidemiology of Helicobacter pylori infection and

gastric cancer in Asia. J Gastroenterol Hepatol. 2010;25(3):479-486.

doi:10.1111/j.1440-1746.2009.06188.x

16. Kuipers EJ, Looman CWN, Ouwendijk M, van Blankenstein M, van

Vuuren AJ. The prevalence of helicobacter pylori infection in the

Netherlands . Scand J Gastroenterol. 2013;48(7):794-800.

doi:10.3109/00365521.2013.799221

17. Eusebi LH, Zagari RM, Bazzoli F. Epidemiology of Helicobacter

pylori Infection. Helicobacter. 2014;19(S1):1-5.

doi:10.1111/hel.12165

18. Moubri M, Kalach N, Larras R, et al. Adapted first-line treatment of


36

helicobacter pylori infection in algerian children. Ann Gastroenterol.

2019;32(1):60-66. doi:10.20524/aog.2018.0317

19. Suerbaum Sebastian., Pierre Michetti. Helicobacter pylori infections.

New English J Med. 2002;347(15):1175-1186.

20. Hegar, B. Infeksi Helicobacter pylori pada anak.Sari Pediatri.2000;2:

82-89

21. Peek RM, Blaser MJ. Pathophysiology of Helicobacter pylori-

induced gastritis and peptic ulcer disease. Am J Med.

1997;102(2):200-207. doi:10.1016/S0002-9343(96)00273-2

22. Rajindrajith, S, Devanarayana, M, Silva, HJ. Helicobacter pylory in

children. The Saudi Journal Of Gastroenterology. 2009;15(2):86-94.

doi: 10.4103/1319-3767.48964

23. Qureshi N, Li P, Gu Q. Probiotic therapy in Helicobacter pylori

infection: a potential strategy against a serious pathogen? Appl

Microbiol Biotechnol. 2019. doi:10.1007/s00253-018-09580-3

24. Wang ZH, Gao QY, Fang JY. Meta-analysis of the efficacy and

safety of lactobacillus-containing and bifidobacterium-containing

probiotic compound preparation in helicobacter pylori eradication

therapy. J Clin Gastroenterol. 2013;47(1):25-32.

doi:10.1097/MCG.0b013e318266f6cf
37

25. Sostroasmori, A, Ismail, S. Dasar – dasar Metodologi Penelitian

Kronis. Jakarta : Sagung Seto, 2014

Anda mungkin juga menyukai