Anda di halaman 1dari 5

Diskusi ilmiah, Bahasa dan Budaya

Fakultas Sastra UKI Tahun akademik 2019: Akademik Talks (Konsentrasi: Translation)

Cara Menilai Hasil Terjemahan


Oleh
Bena Yusuf Pelawi
Banyak ahli ilmu penerjemahan yang menggunakan cara berbeda-beda antara yang
satu dengan yang lainnya guna menilai karya terjemahan. Sebagai salah satu contoh adalah
penilaian atau pengujian karya terjemahan menurut Larson (1984:489). Dia mengatakan
bahwa pengujian hasil terjemahan biasanya dengan lima cara, yaitu a) perbandingan teks
hasil terjemahan dengan teks bahasa sumber, b) pemeriksaan konsistensi, c) tes keterbacaan
dan tes kewajaran, d) terjemahan balik, dan e) tes pemahaman.
a) Perbandingan teks hasil terjemahan dengan teks bahasa sumber
Penguji harus membandingkan teks terjemahan dengan teks bahasa sumber secara
cermat. Pada tahap ini penguji meneliti masalah yang ada atau yang mungkin ada dalam teks
karya terjemahan. Untuk mempermudah penguji melakukan hal ini Newmark menyarankan
perbandingan tersebut dilakukan secara selektif menurut garis besarnya.
“You do not take the point sucessively; you group them selectively under general
heads for example the title; the structure including the paragraphing and sentence
coneectives; shift; metaphors; cultural words; translationese; proper names;
neologisms; etc” (1988: 198).

Bahkan Larson memberikan saran yang praktis kepada penguji agar perbandingannya benar-
benar teliti.
“The best way to do comparison check is to have a draft of the translation which is
typed with double spacing and wide margins so that ideas can be written in the
margin and so that alternatives can be written above the line for later evaluation”.
(1984:490)

Perbandingan teks penerjemahan dengan teks bahasa sumber ini bertujuan untuk
memeriksa padanan informasi. Penguji harus yakin bahwa informasi yang ada dalam teks
bahasa sumber juga ada dalam teks terjemahan, tanpa menambah ataupun pengurangan
informasi.
“One of athe main purposes of the comparison is to check for equivalence of
information content. This check is done to be sure that all the information included-
nothing omitted, nothing added, and nothing different”. (Larson, 1984: 490)

Perbandingan teks terjemahan dengan teks bahasa sumber ini mempunyai kekurangan
dan kelebihan. Bila penguji benar-benar menguasai BSu dan Bsa dan tahu prinsip-prinsip
penerjemahan maka hasil perbandingan akan bagus dan cermat. Jika penguji kurang

1
menguasai Bsa maka dia akan menemui kesulitan, karena struktur bahasa yang berbeda
antara kedua bahasa itu. Jika tidak berhati-hati dia akan cenderung membandingkan kata per
kata sehingga menjadi terjemahan literal.
b) Pemeriksaan Konsistensi
Pemeriksaan konsistensi berhubungan dengan isi terjemahan, istilah yang dipakai
dalam teks terjemahan dan rincian teknis penyajian. Pemeriksaan konsistensi meliputi
pemeriksaan padanan baik untuk kata kunci maupun padanan informasi dan tujuan teks itu
sendiri. Newmark (1988:189) menerangkan “If this is an ‘anonymous’ non individual text,
informative or persuasive, you except it to be written in a natural manner, neat, elegant, and
agreeable”.
Penguji juga perlu mencermati penggunaan istilah yang dipakai penerjemah secara
konsisten. Konsistensi istilah berarti penerjemah selalu menggunakan istilah yang sama untuk
makna yang sama dalam teks terjemahannya. Larson menegaskan perlunya konsitensi istilah
ini sebagai berikut: “If the meaning is the same and there is nothing in the context to indicate
that a different term should be used, the translator will want to use the same term in each
occurrence”. (1984:501) Jadi penguji harus tahu bahwa benar-benar ada alasan yang kuat
mengapa penerjemah menggunakan istilah yang berbeda dalam konteks tertentu. Sebaliknya
penerjemah juga tidak boleh menggunakan istilah yang sama hanya untuk mempertahankan
konsistensi, padahal maknanya berbeda karena konteksnya juga berbeda. Jadi konsistensi
tersebut harus dilihat dari keseluruhan teks seperti yang dikemukakan Reiss (dalam Gentzler,
1993:71) “Right and wrong choices are then judged according to their consistency with the
concept of the unified whole.”
Pemeriksaan konsistensi rincian teknis penyajian meliputi pengejaan nama orang dan
tempat, pengejaan setiap kata asing yang dipinjam dan penggunaan huruf besar dan tanda
baca pada teks terjemahan. (Larson, 1984:501)
c) Tes Keterbacaan dan Tes Kewajaran
Tes keterbacaan sangat erat hubungannya dengan tes kewajaran. Tes keterbacaan
adalah “tes terjemahan yang dilakukan dengan cara meminta beberapa orang untuk membaca
sebagian teks terjemahan di bawah pengamatan penguji”. (Nida dan Taber, 1969:172) Tes
keterbacaan ini juga harus dilakukan berdasarkan kesetiaan penerjemah terhadap teks asli.
Suatu teks terjemahan yang mempunyai tingkat keterbacaan tinggi tetapi tidak setia makna
terhadap teks bahasa sumber, juga bukan terjemahan yang bagus karena makna keterbacaan
sama pentingnya. “Tes kewajaran menguji sejauh mana faktor kebahasaan yang dipakai
dalam teks terjemahan dapat diterima oleh pembaca bahasa sumber dalam bentuk yang

2
sewajar-wajarnya seoleh-olah teks itu bukan teks terjemahan.”(Baker, 1982:112) Untuk
meningkatkan kewajaran, pemeriksa yang ahli dalam format, dapat memeriksa format teks
terjemahan dengan teks sumber sehingga bentuk yang paling wajarlah yang dihasilkan.
(Larson dalam terjemahan Kencanawati, 1988:547) Pada saat tes keterbacaan dan tes
kewajaran dilakukan, penguji harus mengamati dengan jeli. Segala respon pembaca saat
membaca terjemahan tersebut harus diamati dan dicatat, misalnya pembaca kelihatan ragu-
ragu atau bingung saat membaca bagian tertentu, pembaca berhenti dan membaca ulang. Nida
dan Taber menjelaskan sebagai berikut.
“As the text is read, the person should note carefully those places at which the reader
stumbles, hesitates, makes soem substitutions of another grammatical form, puts in
another word, or in any way has difficulty in reading the text fluently.” (1969:172)

Tentu saja masalah kesulitan membaca teks ini dapat dikarenakan pemahaman penerjemah
terhadap Bsa maupun Bsu, bahkan juga terhadap topik yang dia terjemahkan. Hasil catatan
ini dapat digunakan untuk memperbaiki hasil terjemahan itu.
Keuntungan dan kelemahan tes keterbacaan dan tes kewajaran ini juga ada.
Keuntungannya, hasil tes dapat secara langsung dilihat. Hasil tersebut dapat segera dianalisis
dan dicari sebab-sebabnya. Sementara itu, kelemahan dari tes keterbacaan dan tes kewajaran
ini adalah pembaca memegang peranan penting. Apabila si pembaca ini terpelajar dan
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang topik yang dibacanya maka dia tidak akan
terlalu mengalami kesulitan ketika membaca teks terjemahan itu tetapi bila tidak, maka
kemungkinan kesulitan akan muncul. Oleh karena itu Larson menambahkan perlunya
memberi petunjuk kepada para pemeriksa sebelum mengerjakan tes ini supaya hasilnya lebih
efektif.
“However, most receivers simply read the translation looking for ways to improve the
naturalness and style. They will need some careful instructions before beginning this
kind of checking. Otherwise, they will not make helpful suggestions and their work
will not improve the translation.” (1984:497)

d) Terjemahan Balik
Terjemahan balik merupakan salah satu metode untuk memeriksa hasil terjemahan
“Terjemahan balik adalah proses penerjemahan kembali suatu teks dari bahasa sasaran ke
bahasa sumber secara harfiah”. (Larson, 1984: 537) Jadi bentuk harfiah digunakan untuk
menunjukkan struktur terjemahan ang diterjemahbalikkan. Saat mengerjakan terjemahan
balik, penguji menulis makna yang didapatnya dari membaca hasil terjemahan ke dalam
bahasa sumber dengan tanpa melihat dulu teks asli dalam bahasa sumber.

3
Metode terjemahan balik ini juga mempunyai keuntungan dan kelemahan.
Keuntungan terjemahan balik adalah memungkinkan penguji dan bila perlu konsultan
membuat perbandingan yang cermat dengan teks sumber. Dalam hal ini penguji juga dapat
bekerja sama dengan konsultan dalam mencari perbedaan makna dan ketidaktepatan prinsip
penerjemahan. Kelemahan metode ini adalah penerjemahan balik ini membutuhkan banyak
waktu (time consuming) dan jika penguasaan penguji terhadp bahasa yang satu atau bahasa
lainnya kurang, atau jika penguji kurang berhati-hati dalam menerjemahkanbalikkan teks itu,
maka terjemahan baliknya mungkin justru lebih jelek daripada teks terjemahan yang sudah
tepat.
e) Tes Pemahaman
Penguji biasanya membutuhkan responden untuk melakukan tes pemahaman ini.
Yang dimaksud tes pemahaman adalah tes berupa pertanyaan-pertanyaan tentang isi teks
terjemahan itu. Pertanyaan-pertanyaan itu disusun secara khusus untuk memeriksa apakah
terjemahan tersebut dapat dimengerti secara tepat oleh penutur bahasa yang sebelumnya tidak
pernah melihat terjemahan itu.
Tujuan tes pemahaman ini adalah untuk menguji seberapa jauh suatu teks dapat
dimengerti. Nida dan Taber (1969:172) menerangkan “The primary purpose of this type of
test is to find out how well the meaning comes across, both in terms of the total content and
in terms of the correctness of understanding.”
Responden yang akan dipilih untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam tes
pemahaman tergantung untuk siapa teks terjemahan itu ditujukan. Jika terjemahan itu
ditujukan untuk semua orang, baik itu orang muda, setengah umur, orang tua, orang yang
sangat terpelajar, maka tes pemahaman dapat diberikan kepada sekelompok responden yang
mewakili golongan yang dituju itu.
Ada tiga syarat yang harus dipenuhi responden dalam tes pemahaman. Pertama,
responden harus dapat berbahasa sasaran dengan lancar. Kedua, responden harus dalam
keadaan santai dan benar-benar menyisihkan waktu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
dalam tes pemahaman, seperti yang dijelaskan Larson (1984:493) “If the respondents are
under pressure, they will not give adequate thought to the questions being asked.” Ketiga,
responden harus diberitahu bahwa tes pemahaman ini bertujuan untuk mengetahui apakah
terjemahan itu membutuhkan perbaikan. Jadi bukan untuk menguji mereka, seperti yang
dinyatakan kutipan berikut ini.

4
“A comprehension test is not intelligence test, nor a test of respondent’s memory
ability, nor of his ability to formulate fancy answers. It is simply a way of finding out
if the translation needs improving in some way. The translation, not the respondent, is
being tested and it is important that the respondent know that”. (Larson, 1984:493)

Selama ujian pemahaman berlangsung, penguji perlu melakukan pencatatan dan


penilaian. Penguji harus mencatat semua tanggapan yang didapatnya baik itu saran atau kritik
dari responden. Biarpun penggunaan tape recorder bayak membantu, penguji harus tetap
mencatat di atas salinan terjemahan yang mempunyai garis tepi lebar dengan sejumlah tempat
untuk membuat catatan. (Larson, 1984:541) Penilaian jawaban tes dilakukan oleh penguji dan
penerjemah. “Penguji dan penerjemah dapat membuat kertas berkolom empat yang masing-
masing berisi pertanyaan yang diketik, jawaban yang benar, jawaban yang salah, dan jawaban
yang diragukan.” (Larson, 1984:541)
Penguji dapat menerapkan dua metode dalam tes pemahaman. Metode pertama,
penguji membacakan materi yang akan diujinya kepada responden yang diminta untuk
menceritakan kembali untuk memberikan ringkasan secara lisan maupun tertulis materi yang
baru saja dibacakan. Larson (1984:494) berpendapat “pengujian semacam ini biasanya untuk
mendapatkan gambaran umum. Saat responden mengungkapkan kembali isi terjemahan yang
didengarnya, penguji harus mencatat segala yang dikatakannya, dan tidak boleh
mengoreksinya.” Larson (1984:494) menambahkan “If the respondent gets it all mixed up,
that is all right, because it is important to know this problem.” Metode kedua, penguji
memberikan pertanyaan tentang teks yang diterjemahkan itu. Penguji perlu mempersiapkan
pertanyaannya dengan tujuan mendapatkan informasi yang berbeda-beda tentang tema teks
atau rincian-rincian.

References:
Baker, M.1982.In Other Words: A Course book on Translation. Sidney: Clay Ltd.
Gentzler, Edwin. 1993. Comtemporary Translation Theories. (The Modern Language
Review) Cambridge Vol. 90, Iss.2.

Larson, M.L. 1984. Meaning Based Translation. A Guide to Cross-Language Equivalence.


New York: University Press of America.

Newmark, P. 1988. A Textbook of Translation. Singapore: Prentice Hall.

Nida, E.A. &Charles R.T. 1969. The Theory and Practice of Translation. Leiden: E.J.Brill.

Tanira, Kencanawati. 1988. Penerjemahan berdasar makna: Pedoman untuk pemadanan


antarbahasa. Jakarta: Penerbit Arcan.

Anda mungkin juga menyukai